Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

DENGAN SECTIO CAESARIA

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. KLASIFIKASI
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh
lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
5. GEJALA KLINIS
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah
korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting
sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah
dan air ketuban
7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar
dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah
dan air ketuban
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal


1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)


1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan
pada tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang
sutera no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut
( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC / PENUNJANG


a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal :
Menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap :
Mengevaluasi trombosit dan hematocrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Perawatan awal
1) Letakan pasien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika diperlukan
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
1) Lakukan masase uterus
2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL)
60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
2) Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
3) Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
2) Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
3) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
4) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

8. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan steres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.

e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-
kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan gangguan sensorik motorik
yang ditandai dengan retensi urine.
b) Resiko syok yang ditandai dengan hipovolemik.
c) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan yang ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidakmampuan mengenakan pakaian pada
bagian bawah tubh, ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi secara
komplet.
d) Ketidakefektifan Pemberian ASI berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
orangtua tentang pentingnya pemberian ASI yang ditandai dengan inefektif
laktasi
e) Gangguan Pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan karena
tanggung jawab menjadi orang tua yang memiliki bayi yang baru lahir, yang
ditandai dengan tidak merasa cukup istirahat.
f) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang ditandai dengan akumulasi sekret.
g) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yang ditandai dengan
bising usus hipoaktif.
h) Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera yang ditandai dengan ekspresi
wajah nyeri (meringis), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, dan sikap
melindungi area nyeri.
i) Resiko infeksi yag ditadai dengan jaringan terbuka.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Gangguan Setelah dilakukan NIC 1. Untuk mengetahui
Eliminasi Urine asuhan keperawatan Katerisasi Urine : cairan yang masuk
berhubungan selama ..... x 24 jam, Sementara 2. Untuk menjaga
dengan gangguan diharapkan pasien 1. Monitor intake dan privasi pasien
sensorik motorik mampu memenuhi output 3. Untuk mengetahui
yang ditandai kriteria hasil sbb : 2. Berikan privasi dan ukuran dan
dengan retensi NOC tutupi pasien dengan kepatenan kateter
urine. Eliminasi Urin baik untuk 4. agar tidak terjadi
Kriteria Hasil : kesopanan. kesalahan (misalnya
1. Mampu 3. Isi bola kateter kebesaran)
mengosongkan sebelum 5. agar pemasangan
kantong kemih pemasangan kateter kateter lancer
sepenuhnya. untuk memeriksa 6. agar kateter yang
2. Jumlah urin yang ukuran dan dimasukkan dapat
keluar banyak. kepatenan kateter. berfungsi untuk
3. Bau urin yang 4. Gunakan kateter mengeluarkan urine
khas. terkecil sesuai 7. agar dapat
dengan ukuran. menyangga di
5. Masukkan dengan bagian dalam
lurus atau retensi 8. agar urine yang
kateter kedalam sudah keluar tidak
kandung kemih. berserakan
6. Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukkan cukup
jauh kedalam
kandung kemih.
7. Isi bola kateter
dengan cairan NaCl
8. Hubungkan kateter
ke kantung sisi
tempat tidur
drainase

2 Resiko syok yang Setelah dilakukan NIC 1. untuk mengetahui


ditandai dengan asuhan keperawatan Manajemen adanya dehidrasi
hipovolemik. selama ..... x 24 jam, Hipovolemik 2. agar mengetahui
diharapkan pasien 1. Monitor adanya adanya kehilangan
mampu memenuhi tanda-tanda cairan
kriteria hasil sbb : dehidrasi . 3. untuk mengetahui
NOC 2. Monitor adanya keluar masuknya
Keparahan syok: sumber-sumber asupan
hipovolemik. kehilangan cairan . 4. agar tidak terjadi
Kriteria Hasil : 3. Monitor asupan dan dehidrasi
1. Tidak dehidrasi. pengeluaran . 5. agar tidak terjadi
2. Tidak ada 4. Tawarkan pilihan hipovolemia
penurunan minum setiap 1
kesadaran. sampai 2 jam saat
3. Tidak ada nyeri terjaga, jika tidak
dada. ada kontraindikasi.
4. Wajah tidak 5. Instruksikan pada
pucat. pasien dan atau
keluarga tindakan-
tindakan yang di
lakukan untuk
mengatasi
hipovolemia .

3 Defisit Perawatan Setelah dilakukan NIC 1. untuk mengetahui


Diri berhubungan asuhan keperawatan Bantuan perawatan kemampuan
dengan kelemahan selama ..... x 24 jam, diri perawatan secara
yang ditandai diharapkan pasien 1. Monitor mandiri
dengan mampu memenuhi kemampuan 2. agar dapat
ketidakmampuan kriteria hasil sbb : perawatan diri mengetahui
membasuh tubuh, NOC secara mandiri kebutuhan pasien
ketidakmampuan 1. Perawatan diri : 2. Monitor kebutuhan terkait dengat
mengenakan berpakaian pasien terkait kebersihan diri
pakaian pada 2. Perawatan diri : dengan alat 3. agar pasien
bagian bawah tubh, Mandi kebersihan diri , alat merasa lebih nyaman
ketidakmampuan 3. Perawatan diri : bantu untuk 4. agar pasien
melakukan hygiene eliminasi berpakaian , menerima
eliminasi secara Kriteria Hasil berdandan , kebutuhannya sesuai
komplet. 1. Mengambil eliminasi . kondisi
pakaian. 3. Berikan lingkungan 5. agar pasien dapat
2. Memakai pakaian yang terapeutik melatih
bagian bawah. dengan memastikan kemaniriannya
3. Masuk dan keluar lingkungan yang
dari kamar santai
mandi. 4. Bantu pasien
4. Mengambil menerima
alat/bahan mandi. kebutuhan pasien
5. Mencuci badan terkait dengan
bagian atas dan kondisi
bawah. ketergantunganya .
6. Membersihkan 5. Ajarkan orang tua
area perineum keluarga untuk
7. Mengeringkan mendukung
badan. kemandirian dengan
8. Merespon saat membantu hanya
kandung kemih ketika pasien tak
penuh dengan mampu melakukan
tepat waktu. perawatan diri .
9. Mengosongkan
kandung kemih.
10. Mengosongkan
usus.
11. Mengelap sendiri
setelah buang
urin dan buang
air besar.
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC 1. agar pengeluaran
Pemberian ASI asuhan keperawatan Supresi laktasi ASI lancar
berhubungan selama ..... x 24 jam, 1. Diskusikan pilihan 2. agar tidak ada
dengan kurangnya diharapkan pasien untuk mengeluarkan tekanan pada
pengetahuan mampu memenuhi ASI ( misalnya payudara
orangtua tentang kriteria hasil sbb : menggunakan 3. agar pasien
pentingnya NOC tangan , manual , mengetahui jadwal
pemberian ASI Keberhasilan dan memompa pengeluaran asi atau
yang ditandai Menyusui : Bayi listrik ) waktu pengeluaran
dengan inefektif Kriteria Hasil : 2. Anjurkan pasien asi
laktasi 1. Berat badan bayi untuk mengeluarkan 4. agar tidak terjadi
bertambah sesuai ASI yang cukup kram Rahim
usia. melalui tangan ,
2. Feses cair, kuning manual atau
dan berserat memompalistrik
perhari sesuai untuk mengurangi
dengan usia. tekanan payudara
tapi tidak untuk
mengosongkan
payudara.
3. Bantu pasien dalam
menentukan jadwal
(misalnya, frekuensi
dan durasi) untuk
mengeluarkan ASI
berdasarkan faktor
individu (misalnya
lamanya waktu
sejak persalinan,
frekuensi
mengosongkan
payudara, dan
jumlah ASI yang
saat ini sedang
diproduksi).
4. Berikan bimbingan
antisipatif terhadap
perubahan fisiologis
(kram rahim dan
adanya ASI yang
sedikit pasca supresi
laktasi)
5 Gangguan Pola Setelah dilakukan NIC 1. Agar pasien
tidur berhubungan asuhan keperawatan Peningkatan Tidur mampu mengatur
dengan pola tidur selama ..... x 24 jam, 1. Tentukan pola pola tidurnya
tidak menyehatkan diharapkan pasien tidur/aktivitas 2. untuk menetapkan
karena tanggung mampu memenuhi pasien. rutinitas tidur paien
jawab menjadi kriteria hasil sbb : 2. Dorong pasien 3. Aga pasien dapat
orang tua yang NOC untuk menetapkan beristirhat dengan
memiliki bayi yang Tidur rutinitas tidur untuk waktu yang cukup
baru lahir, yang Kriteria Hasil : memfasilitasi 4. agar pasien
ditandai dengan 1. Mengatur jam perpindahan dari mengetahui teknik
tidak merasa cukup tidur. terjaga menuju tidur. untuk meningkatkan
istirahat. 2. Poal tidur tidak 3. Bantu meningkatkan tidur
terganggu. jumlah jam tidur,
jika diperlukan.
4. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai teknik
untuk meningkatkan
tidur
6 Nyeri akut Setelah dilakukan NIC - Untuk mengetahui
berhubungan tindakan Pain Management lokasi, karakteristik,
dengan agens keperawatan - Lakukan pengkajian durasi, frekuensi,
pencedera yang nyeri secara kualitas, dan faktor
selama ...x... jam
ditandai dengan presipitasi nyeri
diharapkan nyeri komprehensif
ekspresi wajah - Untuk mengetahui
nyeri (meringis), klien dapat teratasi termasuk lokasi, reaksi
perubahan posisi dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, ketidaknyaman
untuk menghindari Pain control frekuensi, kualitas, pasien
nyeri, dan sikap 1. Mampu dan faktor presipitasi. - Agar nyeri pasien
melindungi area mengontrol nyeri - Observasi reaksi dapat berkurang
nyeri. nonverbal dari - agar nyeri pasien
(tahu penyebab
ketidaknyamanan dapat terkontrol
nyeri, mampu
- Ajarkan teknik non
menggunakan
farmakologis
teknik
(relaksasi, distraksi
nonfarmakologi
dll) untuk mengetasi
untuk
nyeri.
mengurangi
- Evaluasi tindakan
nyeri, mencari
pengurang
bantuan)
nyeri/kontrol nyeri.
2. Melaporkan
- Kolaborasi dengan
bahwa nyeri
dokter bila ada
berkurang dengan
komplain tentang
menggunakan
pemberian analgetik
manajemen nyeri.
tidak berhasil
3. Mampu
mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang.
7 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control 1. agar tidak terjadi
berhubungan tindakan - Bersihkan infeksi yang menular
dengan stasis cairan keperawatan lingkungan setelah 2. agar tidak
tubuh, respons mengganggu pasien
selama ...x... jam dipakai pasien lain
inflamasi tertekan, dengan adanya
diharapkan resiko - Batasi pengunjung
prosedur invasif banyak pengunjung
dan jalur infeksi tidak terjadi bila perlu 3.agar pasien tidak
penusukkan, dengan kriteria hasil: - Instruksikan pada terkena bakteri dari
luka/kerusakan Risk Control pengunjung untuk luar
kulit, insisi - Klien bebas dari mencuci tangan saat 4. agar tangan tetap
pembedahan tanda dan gejala berkunjung dan bersih
setelah berkunjung 5. Untuk menjaga
infeksi
meninggalkan kebersihan dan
- Mendeskripsikan
mencegah adanya
proses penularan pasien.
bakteri di tangan
penyakit, faktor - Gunakan sabun
6. Agar alat tetap
yang antimikroba untuk bersih dan steril
mempengaruhi mencuci tangan 7. untuk mengetahui
- Cuci tangan setiap tanda dan gejala
penularan serta
dan sesudah infeksi
penatalaksanaann
melakukan tindakan
nya.
- Menunjukkan keperawatan
- Pertahankan
kemampuan
lingkungan aseptik
untuk mencegah
selama pemasangan
timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit alat.
- Monitor tanda dan
dalam batas
gejala infeksi
normal
- Menunjukkan sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan
perilaku hidup
terhadap infeksi
sehat
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Huda,Amin. Kusuma,Hardhi. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi revisi Jilid 3. Jakarta : Mediaction4
Bulechek,Gloria M dkk. 2013.Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi keenam.
United Kingdom : Elsevier.
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan
dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Muchtar. 2005. Obstetri patologi. Cetakan I. Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai