Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

CHF

dr. Riana Handayani, Sp.JP, FIHA FAPSC FaSCC

Oleh :

Agtaria Dwi Molita


Meylita Zahra Rezilia Elindra
Rafian Novaldy
Tryda Meutia Anwar

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT ABDOEL MOELOEK
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah kondisi dimana jantung tidak lagi mampu memompa pasokan
darah yang memadai dalam kaitannya dengan aliran balik vena dan dalam kaitannya
dengan kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Gagal jantung merupakan masalah
kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di
negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di Eropa kejadian
gagal jantung berkisar 0,4-2% dengan rata rata umur 74 tahun. Sedangkan di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan
Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat (PERKI, 2015).

Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka keselamatan setelah


serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan
penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan
disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis.
Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga
ikut meningkat. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal
jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis
setiap tahunnya. Prognosis dari gagal jantung akan buruk apabila penyebabnya
tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat
lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama (PAPDI, 2014).

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa dapat belajar
mendiagnosis, menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap
pasien gagal jantung kongestif.
BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. ES
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kemiling
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
No. MR : 55.50.13

I. Anamnesis
Diambil dari pasien
Pada tanggal 5/7/2018 Pukuln 06.30 WIB
1. Keluhan utama: Sesak nafas semakin memberat sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan: berdebar-debar, mudah lelah, dan batuk.
2. Riwayat penyakit sekarang:
± 1 tahun terakhir pasien sering berobat ke RS karena pasien sering
mengeluh sesak nafas. Keluhan tersebut dirasa semakin memberat dan
menganggu aktivitas sejak 4 hari SMRS. Sesak nafas yang dialami
pasien bersifat hilang timbul, dirasakan ketika ia melakukan aktivitas
ringan seperti berjalan dengan jarak ± 10 m. Pasien juga mengeluh
sesak di malam hari yang membuatnya susah tidur, sering terbangun,
dan tidak dapat berbaring dengan nyaman sehingga memerlukan 3-4
bantal untuk tidur. Sesak dipengaruhi posisi, namun tidak dipengaruhi
cuaca. Sesak bertambah saat tidur terlentang dan membaik jika duduk.
Pasien juga mengeluh semenjak sakit, terkadang dadanya suka
berdebar-debar. Pasien juga merasa perutnya kembung, mual, muntah
dan nafsu makan berkurang. Pasien mengeluhkan batuk sudah sejak
kurang lebih 3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan gatal dan berdahak
berwarna putih. Pasien mengatakan kaki pernah bengkak kuang lebih 1
minggu yang lalu yang sudah membaik saat ini. BAB dan BAK biasa.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, pasien mengaku
menderita sarah tinggi sudah sejak lama kurang lebih 20 tahun yang
lalu semenjak menggunakan pil KB. Riwayat penyakit lain disangkal.
3. Riwayat Personal
Pasien memiliki kebiasaan makan teratur 2-3x/hari, dan jumlah
makanan sedang dan bervariasi. Kebiasaan merokok, minum alkohol,
minum jamu-jamuan, obat nyeri warung tidak ada.
4. Riwayat keluarga
Riwayat hipertensi dan diabetes melitus, asma, ginjal, lambung dalam
keluarga disangkal. Pasien juga menyangkal dalam keluarga terdapat
keluhan serupa.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat masa lampau
a. Penyakit terdahulu : ada
b. Trauma terdahulu : Tidak ada
c. Operasi : Tidak ada
d. Sistem saraf : Tidak ada
e. Sistem kardiovaskuler : ada
f. Sistem gastrointestinal : Tidak ada
g. Sistem urinarius : Tidak ada
h. Sistem genetalis : Tidak ada
i. Sistem musculoskeletal : Tidak ada
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal
/Sal. Kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit
Prostat
(-) Batuk Rejan (-) Tifus (-) Wasir
Abdominalis
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore () Tumor
(-) Kholera (+) Hipertensi (-) Penyakit
Pembuluh
Darah
(-) Demam (-) Ulkus (-) CRF
Rematik Ventrikuli
Akut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi
(-) Pleuritis (-) Dispepsia (-) Kecelakaan
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu

Riwayat Penyakit Keluarga


Hubung Umur Jenis Keadaan Penyebab
an (th) Kelamin kesehatan Meninggal
Kakek - ♂ Meninggal Tidak tahu
Nenek - ♀ Meninggal Tidak tahu
Ayah 83 ♂ Meninggal Tidak tahu
Ibu 80 ♀ Meninggal Tidak tahu
Saudara 40 ♂ - -
Anak - - - -
II. Status present
A. Status umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis, GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6
c. Kulit : Akral dingin, turgor kurang
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Pernafasan : 28 x/menit , reguler
c. Nadi : 80x/menit , ireguler, lemah
d. Suhu : 35,6 0C axilla
2. Kepala dan muka
a. Bentuk dan ukuran : Normocephal, simetris
b. Mata
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Sklera : Anikterik
 Reflek cahaya : (+/+)
 Pupil : isokor
 Palpebra : edema (-/-)
c. Telinga : Bentuk normal, liang lapang.
d. Hidung : Deviasi septum (-), mukosa merah muda
e. Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
f. Mulut : Sianosis (-), pucat (-)
g. Gigi : Gigitivitis (-), caries (-)

3. Leher
 Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran
 Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
 JVP : 5+2 cmHg
4. Dada (thorax)
Paru
Depan Belakang

Inspeksi Hemithoraks simetris kiri dan Hemithoraks simetris kiri dan


kanan, retraksi otot pernafasan kanan

Palpasi Eksapansi dada kanan=kiri Fremitus taktil kiri berkurang

Fremitus taktil kiri berkurang

Perkusi sonor pada dada kanan sonor pada dada kanan

Pekak pada kanan basal Pekak pada kanan basal

Auskultasi Kiri vesikuler menurun, ronkhi + Kiri vesikuler menurun, ronkhi


basal, wheezing - + basal, wheezing -

Kanan vesikuler ronkhi -, Kanan vesikuler ronkhi -,


wheezing - wheezing -

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS VI linea midaxilla

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS VI linea parasternal dextra

Batas jantung kiri: ICS VI linea midaxilla sinistra

Batas pinggang jantung: ICS ll parasternal dextra

Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur +, gallop +

5. Perut (Abdomen)
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium
 Perkusi : timpani

6. Region lumbal (Flank Area)


 Inspeksi : massa (-), lesi (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Nyeri ketok CVA -/-
 Auskultasi : Tidak dilakukan

7. Ekstremitas
 Superior : oedema (-/-)
 Inferior : oedema (-/-)

8. Tulang belakang : Spondilitis(-), kifosis (-), lordosis (-), fraktur


terbuka (-)

III. Laboratorium rutin


(Hasil Laboratorium pada 14/05/2018)
Darah rutin
Hb : 15,4 gr/dl (N: 12-16 g/dl)
Ht : 45% (N: 37-47%)
LED : 12 mm/jam (N: 0-15 mm/jam)
Leukosit : 11.300/ul (N: 4.500-10.800 /uL)
Trombosit : 299.000/ul (N: 150.000-450.000 /uL)
Eritrosit : 5,4 (N: 4,2-5,4 juta/uL)
MCV : 83 (N: 79-99 fL)
MCH : 28 (N: 27-31 g/dl)
MCHC : 34 (N: 30-35 g/dl)
Hitung jenis : -basofil : 0 (N: 0-1)
-eosinofil : 0 (N: 2-4)
-batang : 0 (N: 3-5)
-segmen : 62 (N: 50-70)
-limfosit : 29 (N: 25-40)
-monosit : 9 (N: 2-8)
Kimia (7/4/2018)
GDS : 130 (<140)
Ureum : 17 (13-43 mg/dl)
CK-Nac : 74 (38-171 U/L)
CK-MB : 15 (<25)

a. Urine Rutin : Tidak dilakukan

b. Faces Rutin : Tidak dilakukan

c. Radiologi

-CTR >50%
-sudut kostosphrenicus kiri sulit
dinilai
Kesan: Kardiomegali
EKG

Irama: Sinus
Regularitas: reguler
Laju QRS : 75x/menit
Axis : Normoaxis
Gelombang P : P mitral
Interval PR : 0,28 s memanjang, konstan
QRS : 0,06 s
Segment S-T : isoelektrik
Gel T : T inverted pada lead V3, V4, V5, V6
Kesimpulan : iskemik anterolateral + AV block derajat I

IV. Resume
Ny. ES usia 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut
dirasa semakin memberat dan menganggu aktivitas sejak 4 hari SMRS.
Sesak nafas yang dialami pasien bersifat hilang timbul, dirasakan ketika ia
melakukan aktivitas ringan seperti berjalan dengan jarak ± 10 m. Pasien juga
mengeluh sesak di malam hari yang membuatnya susah tidur, sering
terbangun, dan tidak dapat berbaring dengan nyaman sehingga memerlukan
3-4 bantal untuk tidur. Sesak dipengaruhi posisi, namun tidak dipengaruhi
cuaca. Sesak bertambah saat tidur terlentang dan membaik jika duduk.
Pasien juga mengeluh semenjak sakit, terkadang dadanya suka berdebar-
debar. Pasien juga merasa perutnya kembung, mual, muntah dan nafsu
makan berkurang. Pasien mengatakan kaki pernah bengkak kuang lebih 1
minggu yang lalu yang sudah membaik saat ini. BAB dan BAK biasa.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, pasien mengaku menderita
darah tinggi sudah sejak lama kurang lebih 20 tahun yang lalu semenjak
menggunakan pil KB. Riwayat penyakit lain disangkal. Pasien memiliki
kebiasaan makan teratur 2-3x/hari, dan jumlah makanan sedang dan
bervariasi. Kebiasaan merokok, minum alkohol, minum jamu-jamuan, obat
nyeri warung tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus, asma,
ginjal, lambung dalam keluarga disangkal. Pasien juga menyangkal dalam
keluarga terdapat keluhan serupa.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 120/80 mmHg, RR 28 x/m, HR


104x/m, T: 35,6 C, pada pemeriksaan terdapat pelebaran batas jantung,
takikardi, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium. EKG ditemukan AV
block. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS 262 mg/dL, natrium
134 mmol/L. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan CTR >50%, sudut
kostofrenikus kiri sulit dinilai. Kesan: kardiomegali.

Daftar Masalah:
1. Sesak nafas
2. Hipertensi
3. Palpitasi
4. Batuk
5. Pemeriksaan fisik: TD: 120/80 mmHg, RR 28 x/m, HR 104 x/m, T:
35,60C, pada pemeriksaan terdapat pelebaran batas jantung, murmur +,
gallop +, takikardi, ronki basah + di paru kiri. Fremitus taktil menurun
pada dada kiri, perkusi terdengar pekak pada dada kiri bagian bawah, nyeri
tekan (+) pada regio epigastrium.
6. pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS 262 mg/dL, natrium 134
mmol/L.
7. Radiologi ditemukan CTR >50%, sudut kostofrenikus kiri sulit dinilai.
Kesan: kardiomegali.
8. EKG ditemukan AV block.
V. Diagnosis Kerja
CHF NYHA III
Differential Diagnosis
1. Dyspnea ec CHF
2. Efusi Pleura

VI. Terapi
 IVFD RL
 Lasix 3x1
 Spinorolacton 1x1
 Candesartan 8mg 1x 1/2
 Vblok 6,25 1x 1/2
 Sucralfat syr 4x1
 PCT 3x1
 Ambroxol 3x1

VII. RENCANA LANJUTAN


Konsultasi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (Sp. JP)

VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam

Qua ad sanationam : dubia ad malam

Qua ad fungsionam : dubia ad malam


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat
istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istrahat.

Jenis – jenis gagal jantung:

1. Gagal jantung akut vs gagal jantung kronis

A. Pasien dengan gagal jantung akut ditandai gangguan pernapasan dan


dekompensasi. Pasien dapat memiliki ukuran jantung normal.
B. Pasien dengan gagal jantung kronis mungkin stabil atau mungkin
dekompensasi. Ukuran jantung membesar.

2. Gagal jantung curah rendah vs gagal jantung curah tinggi

A. Gagal jantung curah rendah mengacu pada jenis yang lebih umum dari dis-
fungsi sistolik ventrikel kiri dengan curah jantung rendah. Keadaan curah
rendah ini menyebabkan vasokontriksi, oliguria, dan tekanan darah rendah.
B. Gagal jantung curah tinggi dikaitkan dengan keadaan sirkulasi hiperkinetik
dengan curah jantung yang tinggi. Keadaan curah tinggi, sebaliknya,
menyebabkan vasodilatasi tekanan nadi melebar.
3. Gagal jantung kiri vs gagal kantung kanan

A. Gagal jantung kiri mengacu pada kegagalan ventrikel kiri dan gejala
dispnea saat aktivitas, ortopnea, dan dispnea nokturnal paroksismal.
B. Gagal jantung kanan mengacu pada kegagalan ventrikel kanan dengan
distensi vena leher dan edema bipedal. Penyebab paling sering dari gagal
jantung kanan adalah gagal jantung kiri.

4. Gagal jantung sistolik vs gagal jantung diastolik

A. Gagal jantung sistolik mengacu pada masalah kontraktilitas jantung yang


buruk.
B. Gagal jantung diastolik mengacu pada masalah dalam relaksasi dari
ventrikel kiri yang kaku.
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,
dengan pembagian:

 Derajat I : Tanpa gagal jantung


 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru
 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi dan vasokonstriksi
perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti


dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler,
ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang
berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas
(warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Penyebab Gagal jantung:


I. Penyebab kardiak:
Lupa minum obat: ketidakpatuhan terutama dengan diuretik
Aritmia: fibrilasi atrium onset baru, bradikardi berlebihan atau takikardi
Perpaduan iskemia akut atau infark
Hipertensi yang tidak terkontrol
Penyakit jantung rematik dan bentuk lain dari miokarditis penyakit katup

II. Non-kardiak:
Kelembaban, diet natrium, asupan cairan, tirotoksikosis
Anemia
Emboli pulmonal
Infeksi
Pengiriman setelah kehamilan
Gaya hidup, kelelahan fisik, stres emosional, lingkungan panas
Patogenesis dan Patofisiologi

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem
RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi
.sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan katekolamin).

Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA
menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf
simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang
berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan
susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai
respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatasi. Pada
manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung, khususnya
pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon
terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap
angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di
tubulus renal.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal


jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian
diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan oleh sel
endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten
menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung
jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme

Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama Darah dikatakan
melakukan aktivitas “backs up” di
(paling sering), saat pembuluh darah paru
istirahat, atau saat tidur, (pembuluh darah yang
yang mungkin datang kembali dari paru ke
tiba-tiba dan jantung) karena
membangunkan. Pasien jantung tidak dapat
sering mengalami mengkompensasi
kesulitan bernapas suplai darah.Hal ini
sambil berbaring datar menyebabkan cairan
dan mungkin perlu untuk bocor ke paru-paru.
menopang tubuh bagian
atas dan kepala di dua
bantal. Pasien sering
mengeluh bangun lelah
atau merasa cemas dan
gelisah.

Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang menghasilkan Cairan menumpuk di
lendir darah-diwarnai paru-paru (lihat di
putih atau pink. atas).
Penumpukan kelebihan cairan dalam Bengkak pada Aliran darah dari
jaringan tubuh (edema) pergelangan kaki, kaki jantung yang
atau perut atau melambat tertahan
penambahan berat dan menyebabkan
badan. cairan untuk
menumpuk dalam
jaringan. Ginjal kurang
mampu membuang
natrium dan air, juga
menyebabkan retensi
cairan di dalam
jaringan.

Kelelahan Perasaan lelah sepanjang Jantung tidak dapat


waktu dan kesulitan memompa cukup
dengan kegiatan sehari- darah untuk
hari, seperti belanja, naik memenuhi kebutuhan
tangga, membawa jaringan tubuh.
belanjaan atau berjalan.

Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau Sistem pencernaan
sakit perut. menerima darah yang
kurang, menyebabkan
masalah dengan
pencernaan.

Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori dan Perubahan pada


perasaan menjadi tingkat zat tertentu
disorientasi. dalam darah, seperti
sodium, dapat
menyebabkan
kebingungan.

Peningkatan denyut jantung Jantung berdebar-debar, Untuk "menebus"


yang merasa seperti kerugian dalam
jantung Anda balap atau memompa kapasitas,
berdenyut. jantung berdetak lebih
cepat.
PENEGAKAN DIAGNOSIS

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


- Penilaian perfusi perifer , suhu kulit , peninggian tekanan pengisian
vena adalah sangat penting.
- Adanya sistolik murmur dan diastolik murmur
- Irama gallop sangat perlu dideteksi pada auskultasi bunyi jantung .
- Mitral inefisiesi sangat sering ditemukan pada fase akut .
- Adanya stenosis aorta atau inefisiensi aorta juga dapat di deteksi .
- Kongesti paru dideteksi dengan auskultasi dada dimana ditemukan
ronki basah pada kedua basal paru dan konstriksi bronchial pada
seluruh lapang paru sebagai petanda peninggian dari tekanan
pengisian ventrikel kiri .
- Tekanan Pengisian jantung kanan dapat dinilai dari evaluasi
pengisisan vena jugularis . (IPD UI)
b. Kriteria Framingham

Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria mayor atau 1


kriteria mayor dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:
· Paroksismal nocturnal dyspnea
· Distensi vena pada leher
· Rales
· Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)
· Edema paru akut
· S3 ( Suara jantung ketiga )
· Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)
· Hepatojugular refluks
· Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

Kriteria Minor:
· Bilateral ankle edema
· Batuk nokturnal
· Dyspnea pada aktivitas biasa
· Hepatomegali
· Efusi pleura
· Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam
· Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)

c. Pemeriksaan penunjang

1. EKG
Abnormalitas: sinus takikardi, sinus bradikardi, atrial flutter/fibrilasi,
aritmia ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, av blok, mikrovoltase, LBBB
dengan durasi QRS >0,12s, iskemia/infark.
2. Foto thorax
Deteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, infeksi paru
3. Lab
Darah perifer lengkap, glukosa, fungsi hati, urinalisis, troponin, BNP,
INR
4. Ekokardiografi

TATALAKSANA

Pendekatan logis tatalaksana CHF

1. Menghilangkan dan memperbaiki penyebab dasar gagal jantung.


2. Perlakukan semua penyebab pemicu gagal jantung kongestif.
3. Menilai 4 faktor berikut ini yang berkontribusi terhadap penurunan curah
jantung:
a. Peningkatan afterload (misalnya hipertensi), obati dengan unloaders
afterload seperti kaptopril (ACE-inhibitor).
b. Peningkatan preload (misalnya kelebihan beban volume), obati dengan
unloaders preload seperti nitrat dan diuretik.
c. Penurunan kontraktilitas obati dengan dobutamin / digoksin
d. peningkatan denyut jantung, obati dengan digoksin
4. Jika ada respon yang buruk terhadap perawatan medis, tanyakan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
a. Apakah perawatan medis telah dimaksimalkan?
b. Apakah ada pilihan bedah untuk pasien? misalnya revaskularisasi untuk
CAD atau penggantian katup untuk lesi katup

Pilihan Pengobatan Gagal Jantung Akut : (Edema paru akut)

1. Menghilangkan faktor pencetus


2. Morfinsulfat IV
3. Oksigen
4. Diuretik kuat IV
5. Digitalisasi cepat
6. Preload cepat dan pengurangan afterload
7. Terapi inotropik titratabel intravena
8. Rotasi torniket
9. Konterpulsasi intra-aorta
10. Operasi jantung

Pengobatan Gagal Jantung Kronis: Mnemonic 5Ds

1. Diet (rendah garam, membatasi asupan cairan)


2. Diuretik
3. Vasodilator (ACE inhibitor atau Angiotensin receptor blockers)
4. Digitalis
5. Dilatrend (Carvedilol, β-bloker).
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)

Indikasi pemberian ACEI:


Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI:


 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

Cara pemberian

Inisiasi pemberian ACEI


 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah
terapi ACEI
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di
rumah sakit
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat di toleransi
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

B-Blocker

Indikasi pemberian penyekat β


 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β


 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
 (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50
 x/menit)

Cara pemberian

Inisiasi pemberian penyekat β


 Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakitpada pasien
dekompensasi secara hati-hati. .
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik
atau bradikardi (nadi < 50 x/menit)
 Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

Antagonis aldosteron

Indikasi pemberian antagonis aldosteron


 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron


 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB

Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung


Inisiasi pemberian spironolakton
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah
menaikan dosis

ARB
Indikasi pemberian ARB
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk

Kontraindikasi pemberian ARB


 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI

Cara pemberian ARB pada gagal jantung


 Inisiasi pemberian ARB
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Dosis awal lihat Tabel 11
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat ditoleransi
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
Hydralazine dan ISDN

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN


 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan
ACEI,penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron

Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN


 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat

pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung


Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
 Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50
mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi


H-ISDN:
 Hipotensi simtomatik
 Nyeri sendi atau nyeri otot
Digoksin

Inisiasi pemberian digoksin


 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan
menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar
terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
 Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:


 Blok sinoatrial dan blok AV
 Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
 Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat
warna

Diuretik
Rekomendasi untuk gejala/tanda kongesti
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
 Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
 Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
 Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema
yang resisten
DAFTAR PUSTAKA
PERKI. 2015. Pedoman tatalaksana gagal jantung.

Rampengan SH. 2014. Buku praktis kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

PAPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

ESC Guidelines. 2016. Diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure.

Anda mungkin juga menyukai