Anda di halaman 1dari 4

ARTIKEL SYARAT MASUK PRAKTIKUM

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNVERSITAS JEMBER

BAHAN PANGAN HEWANI

Nama : Ivanda Lutfi J M

Nim : 161710101108

Kelompok/Kelas : 4/THP-C

Acara : Praktikum Pangan Lokal Hewani

Hari/Tgl. Praktikum : Selasa, 3 April 2018

Asisten :

1. Nugraha Yuwana (083853585939)


2. Umi Lutfiani Masithah (085288795559)
3. Diny Ambar Lestari (085851352854)
4. Lufi Wirantika (085883799599)
a. Rendang
Rendang adalah makanan tradisional suku Minangkabau, Sumatera Barat.
Rendang dimasak dengan manggunakan api dari kayu bakar. Proses pembuatan
rendang memakan waktu sekitar 6-7 jam, dengan suhu sekitar 80-90°C hingga
daging menjadi empuk dan berwarna cokelat gelap atau hitam serta memberikan
aroma dan rasa yang khas (Rini dkk, 2015).
Rendang Minangkabau memiliki karakteristik yaitu teksturnya yang kering
dan memiliki aroma yang kuat karena pamasakannya yang memakan waktu yang
lama. Rendang datang ke Sumatera Barat pada awal tahun 1900an. Menurut
Yoshino (2010), pada tahun 1900an, imigran dari Indonesia, terutama orang
Minang, yang melakukan perjalanan panjang ke Malaysia, mempopulerkan dan
mengenalkan masakan Rendang di sana. Hingga saat ini, Rendang sendiri cukup
popular di Malaysia (Nurmufida dkk, 2017)
Dalam survey yang dilakukan CNN pada tahun 2011 dan 2017, rending dipilih
menjadi makanan paling lezat di dunia menurut pilihan pembaca. Rending
merupakan makanan tradisional khas Sumatera Barat yang mengunakan berbagai
macam rempah dan komposisi. Bumbu-bumbu yang digunakan antara lain
bawang putih, bawang bmerah, cabai merah, kunyit, jahe, merica, dserai,
galangal, bunga awing, daun jeruk perut, daun salam, daun kunyit, dan asam
kandis. Asal mula dari rending kemungkinan dari datingnya saudagar India yang
membawa makanannya ke Indonesia yang diubah oleh orang Minang menjadi
gulai. Masyarakat Minang memasak gulai ini lebih lama untuk membuat kali.
Proses pemasakan berlangsung lama hingga kuah masakan tersebut berubah
menjadi pekat dan menjadi rending (Nurmufida dkk, 2017).
Kata rending itu sendiri bersal dari kata merandang atau randang..yang berarti
lama. Karena proses pemasakan yang memakana waktu yang lama. Secara
filosofis, rending adalah makanan yang berharga. Jika dibandingkan dengan
makanan sehari-hari, Andang (2012) menyatakan jika Rendang Minangkabau
memmiliki kedudukan yang paling tinggi dari makanan yang lainnya dan biasanya
disebut dengan kepalo samba (makanan utama) pada acara-acara penting dan
tradisional (Nurmufida dkk, 2017).
Manfaat dari pemasakan tersebut adalah untuk mengubah bahan mentah
menjadi bahan yang dapat dimakan (edible food) dan untuk memperpanjang masa
simpan dari rending itu sendiri. Ada 3 tipe makanan yang dapat dibuat dengan
cara pemasakan yang sama dan hanya dibedakan dari kandungan air dan warna,
yaitu: gulai (dimasak hingga kuahnya kekuningan), kalio (dimasak huingga
kuahnya berwarna cokelat dan pekat), dan rending (dimasak hingga kuahnya
pekat, kering , dan berwaarna cokelat) (Rini dkk, 2015).
Food processing, secara umum, dapat mengubah kandungan nutrisi baik
secara positif maupun negative. Perubahan positif yang dapat terjadi adalah
peningkatan daya cerna protein , peningkatan komponen bergizi, dan penurunan
komponen yang tidak bergizi pada bahan mentah. Sedangkan, perubahan negative
yang dapat terjadi ialah dapat menurunkan beberapa kandungan yang sensitive
terhadap pH, panas, udara, cahaya, dan kombinasi dari factor-faktor ersebut.
Nutrisi mikro seperti tembaga, besi, dan enzim dapat menjadi katalis dalam proses
ini (Palupi dkk, 2007 dalam Rini dkk, 2015). Kandungan protein tergantung pada
jumlah asam amino esensial dan daya cerna protein dalam makanan.
Bahan dasar dari rending yaitu daging dan santan yang kaya protein dan
lemak. Komponen tersebut dapat mengubah struktur fisik dan kimia selama
proses pemasakan. Contohnya pada pemanasan protein, pemanasan protein dapat
menyebabkan denaturasi protein, deaminasi, hidrolisis, desulfurisasi, reseminasi,
dan perubahan warna, cross linking, dan penurunan aktivitas enzim. Kebanyakan
perubahan tersebut irreversible atau tidak dapat kembali lagi dan beberapa reaksi
akan dapat membentuk komponen racun. Tetapi sebaliknya, inaktivasi enzim
dengan panas seperti protease, lipase, lip-oxigenasi, amylase, enzim oksidatif dan
enzim hidrolisis dapat mencegah perubahan rasa dari bahan pangan tersebut (Rini
dkk, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Andang, S. R. 2012. Rendang Traveler: Menyingkap Bertuahnya Rendang
Minang. Jakarta: Terrant Ink

Nurmufida, Muthia, dkk. 2017. Rendang: The Treasure of Minangkabau. Journal


of Ethnic Foods. 4(2017):232-235

Palupi, N. S.,dkk.2007. pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gii Pangan. Modul


e-learning ENBP. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Rini, dkk. 2015. The Evaluation of Nutritional Value of Rendang Minangkabau.


Agriculture and Agricultural Science Procedia. 9(2016):335-341

Yoshino. 2010. Malaysia Cuisine: A Case of Neglected Culinary Globalization.


Globalization, food and social identities in Asia Pasific region. Sophia
University, Institute of Comparative Culture

Anda mungkin juga menyukai