2. Umi Lutfiani Masithah (085288795559) 3. Diny Ambar Lestari (085851352854) 4. Lufi Wirantika (085883799599) a. Rendang Rendang adalah makanan tradisional suku Minangkabau, Sumatera Barat. Rendang dimasak dengan manggunakan api dari kayu bakar. Proses pembuatan rendang memakan waktu sekitar 6-7 jam, dengan suhu sekitar 80-90°C hingga daging menjadi empuk dan berwarna cokelat gelap atau hitam serta memberikan aroma dan rasa yang khas (Rini dkk, 2015). Rendang Minangkabau memiliki karakteristik yaitu teksturnya yang kering dan memiliki aroma yang kuat karena pamasakannya yang memakan waktu yang lama. Rendang datang ke Sumatera Barat pada awal tahun 1900an. Menurut Yoshino (2010), pada tahun 1900an, imigran dari Indonesia, terutama orang Minang, yang melakukan perjalanan panjang ke Malaysia, mempopulerkan dan mengenalkan masakan Rendang di sana. Hingga saat ini, Rendang sendiri cukup popular di Malaysia (Nurmufida dkk, 2017) Dalam survey yang dilakukan CNN pada tahun 2011 dan 2017, rending dipilih menjadi makanan paling lezat di dunia menurut pilihan pembaca. Rending merupakan makanan tradisional khas Sumatera Barat yang mengunakan berbagai macam rempah dan komposisi. Bumbu-bumbu yang digunakan antara lain bawang putih, bawang bmerah, cabai merah, kunyit, jahe, merica, dserai, galangal, bunga awing, daun jeruk perut, daun salam, daun kunyit, dan asam kandis. Asal mula dari rending kemungkinan dari datingnya saudagar India yang membawa makanannya ke Indonesia yang diubah oleh orang Minang menjadi gulai. Masyarakat Minang memasak gulai ini lebih lama untuk membuat kali. Proses pemasakan berlangsung lama hingga kuah masakan tersebut berubah menjadi pekat dan menjadi rending (Nurmufida dkk, 2017). Kata rending itu sendiri bersal dari kata merandang atau randang..yang berarti lama. Karena proses pemasakan yang memakana waktu yang lama. Secara filosofis, rending adalah makanan yang berharga. Jika dibandingkan dengan makanan sehari-hari, Andang (2012) menyatakan jika Rendang Minangkabau memmiliki kedudukan yang paling tinggi dari makanan yang lainnya dan biasanya disebut dengan kepalo samba (makanan utama) pada acara-acara penting dan tradisional (Nurmufida dkk, 2017). Manfaat dari pemasakan tersebut adalah untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan yang dapat dimakan (edible food) dan untuk memperpanjang masa simpan dari rending itu sendiri. Ada 3 tipe makanan yang dapat dibuat dengan cara pemasakan yang sama dan hanya dibedakan dari kandungan air dan warna, yaitu: gulai (dimasak hingga kuahnya kekuningan), kalio (dimasak huingga kuahnya berwarna cokelat dan pekat), dan rending (dimasak hingga kuahnya pekat, kering , dan berwaarna cokelat) (Rini dkk, 2015). Food processing, secara umum, dapat mengubah kandungan nutrisi baik secara positif maupun negative. Perubahan positif yang dapat terjadi adalah peningkatan daya cerna protein , peningkatan komponen bergizi, dan penurunan komponen yang tidak bergizi pada bahan mentah. Sedangkan, perubahan negative yang dapat terjadi ialah dapat menurunkan beberapa kandungan yang sensitive terhadap pH, panas, udara, cahaya, dan kombinasi dari factor-faktor ersebut. Nutrisi mikro seperti tembaga, besi, dan enzim dapat menjadi katalis dalam proses ini (Palupi dkk, 2007 dalam Rini dkk, 2015). Kandungan protein tergantung pada jumlah asam amino esensial dan daya cerna protein dalam makanan. Bahan dasar dari rending yaitu daging dan santan yang kaya protein dan lemak. Komponen tersebut dapat mengubah struktur fisik dan kimia selama proses pemasakan. Contohnya pada pemanasan protein, pemanasan protein dapat menyebabkan denaturasi protein, deaminasi, hidrolisis, desulfurisasi, reseminasi, dan perubahan warna, cross linking, dan penurunan aktivitas enzim. Kebanyakan perubahan tersebut irreversible atau tidak dapat kembali lagi dan beberapa reaksi akan dapat membentuk komponen racun. Tetapi sebaliknya, inaktivasi enzim dengan panas seperti protease, lipase, lip-oxigenasi, amylase, enzim oksidatif dan enzim hidrolisis dapat mencegah perubahan rasa dari bahan pangan tersebut (Rini dkk, 2015). DAFTAR PUSTAKA Andang, S. R. 2012. Rendang Traveler: Menyingkap Bertuahnya Rendang Minang. Jakarta: Terrant Ink
Nurmufida, Muthia, dkk. 2017. Rendang: The Treasure of Minangkabau. Journal
of Ethnic Foods. 4(2017):232-235
Palupi, N. S.,dkk.2007. pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gii Pangan. Modul
e-learning ENBP. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
Rini, dkk. 2015. The Evaluation of Nutritional Value of Rendang Minangkabau.
Agriculture and Agricultural Science Procedia. 9(2016):335-341
Yoshino. 2010. Malaysia Cuisine: A Case of Neglected Culinary Globalization.
Globalization, food and social identities in Asia Pasific region. Sophia University, Institute of Comparative Culture