Anda di halaman 1dari 3

Konsep Redesign

A. Pintu Masuk dan Foyer

Kondisi existing bangunan ini menggunakan pintu/pagar modern berupa besi, namun
berdasarkan hasil diskusi kelompok kami maka diputuskan untuk merubah pintu tersebut
menjadi bentuk pamesuan atau pintu masuk yang digunakan pada uma bali. Pamesuan dipilih
karena bentuknya yang sederhana dan skalanya yang manusiawi, selain itu karena objek
merupakan bangunan Jero maka pamesuan ini sekaligus menggambarkan status sosial pemilik
rumah.

Setelah melewati pemesuan terdapat dinding aling-aling yg berfungsi sebagai penghalau energi
buruk, selain itu dinding aling-aling tersebut sekaligus berfungsi sebagai partisi yang
memisahkan antara area pintu masuk dan foyer.

Foyer berguna sebagai ruang transisi dimana dari ruang tersebut terdapat 2 akses berbeda yaitu
akses menuju rumah (area privat) yang dipisahkan menggunakan movable wall yaitu dinding
yang dapat bergerak berputar dan akses menuju ruang tamu (area publik). Tujuan dari area
transis ini adalah agar privasi pemilik rumah lebih terjaga, para tamu yang tidak memiliki
kepentingan khusus dapat langsung menuju ruang tamu tanpa perlu melewati area privat
pemilik rumah dan sebaliknya.

B. Massa Bangunan

Perletakan massa bangunan pada awalnya tersebar menjadi blok-blok kecil dan tata letaknya
sedikit rumit, hal ini berdampak pada akses menuju beberapa bagian vital sedikit bermasalah.
Oleh karena itu kami memutuskan untuk mengubah massa bangunan menjadi bentuk U dengan
pola linear mengelilingi pekarangan, hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan lahan
yang kurang efektif dan membuat aliran udara dan pencahayaan alami semakin lancar.

Pola penataan massa bangunan tetap disesuaikan dengan kaidah Arsitektur Bali tetap
memperhatikan posisi bale dauh, bale daja, bale dangin, natah, dan lain-lain hanya saja dalam
bentuk yang lebih modern dan minimalis. Bentuk U akan menciptakan space pada bagian tengah
yang menjadi titik pertemuan massa bangunan, space inilah yang akan menjadi natah. Apabila
dibandingkan dengan desain bangunan lama, dimensi natah pada hasil redesign jauh lebih besar
dan mengjangkau hampir semua bagian bangunan.

Terdapat satu bangunan yang kami pertahankan pada objek ini, yaitu Bale Dangin. Bale ini
digunakan sebagai tempat upacara terdapat pelinggih di sebelah utaranya. Bale Dangin terletak
di arah timur laut dan menurut kami bangunan tersebut sudah memenuhi kaidah Arsitektur Bali
dan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan spiritual maka kami memutuskan untuk
mempertahankan bentuk dan posisi Bale tersebut.
C. Zoning Bangunan

Sesuai dengan kaidah Arsitektur Bali maka kami membuat organisasi ruang dengan membaginya
menjadi 3 zona utama yaitu : nista, madya, utama. Pembagian 3 zona ini disesuaikan dengan
fungsi dan kedudukan masing-masing ruang. Zona nista dimulai dari pintu masuk, yaitu adanya
bangunan dapur dan kamar mandi yang terletak di bagian barat. Zona madya termasuk di
dalamnya yaitu sanggar, kamar anak gadis (implementasi fungsi bale daja), dan ruang keluarga.
Sedangkan zona yang paling diutamakan yaitu zona utama dimana terdapat kamar orang tua
dan kamar pemimpin keluarga atau anak laki-laki yang terletak pada bagian timur.

D. Fungsi Tambahan

Selain berfungsi sebagai rumah tinggal, objek ini kami desain untuk dapat memenuhi kebutuhan
pemiliknya yang berprofesi sebagai seniman. Fungsi yang ditambahkan adalah adanya 2 ruang
tambahan yang berfungsi sebagai sanggar. Ruang pertama terletak di dekat pintu masuk
sedangkan ruang kedua terletak pada bagian tengah dan berdiri di tengah-tengah kolam.
Penempatan kedua ruang sanggar ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sang pemilik
dalam berkesenian, apabila butuh aktivitas seperti menari atau bermain gamelan maka dapat
dilakukan di sanggar yang berada di dekat pintu masuk karena posisinya jauh dari tempat tidur
sehingga tidak membuat gaduh. Apabila aktivitas yang diinginkan berupa melukis atau memahat
maka dapat dilakukan di sanggar kedua pada bagian tengah, hal ini dikarenakan suasana sanggar
kedua lebih mendukung dan tenang sehingga sang pemilik dapat lebih focus dalam bekerja.

E. Penerapan Konsep Rumah Tumbuh (AMK)

Hasil redesign kami bersifat fleksibel dan dapat berguna lebih dari 50 tahun kedepan.
Diantaranya penggunaan konsep rumah tumbuh. Untuk memenuhi kebutuhan rumah yang
semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu, maka uma bali harus melakukan sebuah
inovasi untuk dapat menampung orang dengan jumlah banyak dalam satu waktu. Apabila rumah
masih berpola blok-blok dengan massa kecil maka menurut kami hal tersebut kurang efektif.
Oleh karena itu dibuatlah bentuk menerus (linear) yang menghubungkan setiap ruang pada
bangunan, dan pada beberapa bagian dibuat berlantai 2 untuk menghemat penggunaan lahan.

Pada atap bangunan bagian barat digunakan jenis dak, hal ini untuk mengatisipasi kemungkinan
pada masa mendatang bangunan akan diperluas secara vertical sehingga sang pemilik tidak
perlu membongkar kembali atap bangunan. Sisa-sisa lahan pada tepi pekarangan (sesa) pun
diperhatikan untuk menghindari bahaya kebakaran dan lahan tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai kebun yang menghasilkan, atau apabila memang terdesak lahan tersebut dapat
digunakan sebagai perluasan rumah kearah horizontal.

F. Material

Pada desain ini sebagian besar material yang digunakan adalah material lokal yang ramah
lingkungan seperti roster tanah liat, batu paras, kayu, gravel, dan lain-lain. Beberapa dinding
bangunan menggunakan material roster agar sirkulasi udara tetap lancar dan dapat menambah
estetika ruang. Selain itu untuk menjaga identitas ‘bangunan bali’ maka penggunaan material
lokal bali merupakan suatu keharusan, agar tetap harmonis dengan alam dan lingkungan
sektiarnya.

Anda mungkin juga menyukai