Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka
dapat dilakukan :
a) Jaw thrust
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas di atas
clavicula, raccoon eye
b) Head tilt chin lift
Dilakukan pada pasien non trauma
c) Back blow untuk bayi dan anak
sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara
tulang scapula di punggung
d) Neck cholar
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
d. Berathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
Saturasi oksigen 90 – 94 %
Tidak ada katub
c) NRM
Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
Saturasi oksigen < 85 %
Ada katub
b. Masalah yang sering muncul
a) Open pneumothorax
Nyeri pada lokasi yang cidera
Napas pendek
Terdengar suara bubbling
Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
Trauma tembus atau benda tajam
Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera
Distensi vena dan distensi trachea
Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
Perkembangan dada tidak simetris
Fraktur iga 2 – 3
d) Hematothorax massif
Adanya darah dalam rongga pleura
Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
Jvp melemah
Bunyi jantung melemah
Penanganannya Perikardiosintesis
e. Circulation
Control perdarahan dengan balut tekan. Jika patah tulang pada daerah yang
menampung cairan darah banyak bisa mengakibatkan Syok.
Adapun kondisi perdarahan yang bisa mengakibatkan Syok adalah pada
daerah:
Thorax
Abdomen
Pelvis
Femur
Tanda gejala dari syok yaitu
kulit dingin atau lembab.
kulit pucat.
pernapasan dangkal dan cepat.
denyut jantung cepat.
sedikit atau tidak ada urin yang dihasilkan.
kebingungan.
kelemahan.
nadi lemah.
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk wbc x 4 untuk prc
Pemasangan infuse intra vena 2 jalur
Ambil darah pada saat akses IV untuk pemeriksaan crossmatch
Berikan cairan kristaloid seperti RL
Perbaikan volume cairan dengan perbandingan 1 : 3 dari cairan /
darah yang hilang.
f. Disability
Pupil ; isokor, unisokor
GCS
Kategori respon Respon Nilai
Spontan 4
Membuka mata
Perintah verbal 3
Nyeri 2
Mengikuti perintah 6
Meghindari nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Disorientasi 4
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanjutnya
nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu
E1V1M1
Somnolen(11-10)
Delirium (GCS: 9-7)
Compos Mentis/CM (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
g. Expouser
Gunting baju
Hipotermi, selimuti
2) SECONDARY SURVEI
Anamnesa
Alergi
Medication
Post illness
Last meal
Event
Pemeriksaan fisik
Head to toe : bentuk, tumor, luka, sakit
vital sign
kesimpulan
B. GAYA KEPEMIMPINAN
a. Demokratis
Definisi pemimpin yang selalu mendengar dan mempertimbangkan atas masukan – masukan
dari para pegawainya.
Contoh
Disebuah ruang perinatalogi terlihat kepala ruang dan para perawat sangat dekat. Kepala
ruang perinatalogi sering mendisusikan tentang pelayanan yang lebih baik dan para perawat
pun aktif dalam memberikan masukan – masukan.
b. Otoriter
Definisi gaya pemimpin yang memusatkan pada segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh.
Contoh
Dalam menjalankan tugas para perawat dibangsal bedah saraf harus sesuai tujuan yang telah
ditentukan oleh kepala ruang, tidak ada sedikit pun bantahan dari perawat untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan kepala ruang.
c. Laisez faire
Definisi pemimpin memberikan dan membiarkan pegawainya untuk melakukan kinerja
masing – masing sesuka hati
Contoh
Seorang kepala ruang disuatu bangsal memberikan kepercayaan penuh kepada para
pegawainya untuk melaksanakan tugas masing – masing, kepala ruang hanya menerima
laporan perkembangan kinerjanya.
d. Otokratis
Definisi ketergantungan kepada yang berwenang dan tidak akan melakukan apa – apa kecuali
jika diperintah
e. Karismatik
Definisi suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang dipimpin.
C. METODE PRAKTEK KEPERAWATAN FUNGSIONAL
a. Metode Fungsional
Contoh
Seorang perawat bernama heyna bekerja di ruang penyakit dalam, dalam ruangan tersebut pasiennya
sangat banyak tetapi perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien yang ada. Ruangan tersebut
kekuarangan perawat pelaksana, suster heyna sangat ahli dalam melakukan tugas debridement setiap
harinya, disamping itu ada perawat yang lain yang tugasnya memberikan obat dan ada pula yang
memantau vital sign.
b. Metode TIM
Definisi
Membagi perawat menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki penanggung jawab
sebagai ketua
Contoh
Dalam pemberian tugas IGD kepala ruang membagi tugas perawat pelaksana dalam beberapa
kelompok, kepala ruang memiliki harapan agar mencapai pelayanan yang professional. Perawat yang
dipilih untuk menjadi penanggung jawab terhadap anggotanya. Perawat untuk menjadi penanggung
jawab merupakan perawat yang sudah memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan
anggotanya.
c. Metode Kasus
Definisi penjelasan dari pelayanan asuhan keperawatan dengan model kasus yaitu pemberian asuhan
keperawatan yang secara menyeluruh dengan satu penanggung jawab sehingga pasien akan merasa
puas dan perawat bekerja secara professional.
Contoh
Diruang hemodialisa terdapat 15 tempat tidur setiap harinya 15 tempat tidur tersebut selalu ditempati
pasien yang sudah terjadwal untuk cuci darah demi menjangkau kualitas mutu pelayanan yang baik
pihak rumah sakit menjadwalka untuk satu pasien satu perawat.
d. Metode Primer
Definisi pemberian asuhan keperawatan yang menugaskan kepada perawat yang bertanggung jawab
penuh terhadap keadaan pasien selama 24 jam dengan kinerja mulai pengkajian, evaluasi hingga pasien
pulang dengan dibantu perawat pelaksana.
Contoh
Diruang asoka terdapat 9 perawat setiap shift pagi dengan kepala ruang. Dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berkualitas, kepala ruang menugaskan setiap perawat memiliki tanggung – jawab
penuh selama 24 jam bagi pasiennya dengan dibantu perawat pelaksana.
D. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. Planning (perencanaan)
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui
perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas - tugas staf. Dengan tugas ini seorang
pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta
menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas-
tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data yang
dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara
optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka
miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang
sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
E. PERHITUNGAN RUMUS BOR, ALOS, TOI
a. BOR
RUMUS =
Jumlah perawat x 100% ÷ ( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode)
b. ALOS
Rumus
Jumlah lama dirawat ÷ jumlah pasien keluar
c. TOI
Rumus
( Jumlah tempat tidur x jumlah 1 periode ) – Hari perawatan ÷ jumlah pasien keluar
Anemia megaloblastik
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st
gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen
kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi,
pecandu alkohol.
Anemia hemolitika
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik
kronik, Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase, Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
e) Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab : penyakit kronis, faktor keturunan, kurang nutrisi,
kehilangan darah
Anemia
Kerusakan
transport O2 Gangguan metabolisme protein
atau lemak Hipoksia jaringan
Metabolisme
Menurun Pemecahan lemak
meningkat
Resistensi tubuh
menurun
ATP yang
dihasilkan menurun Sensasi selera
makan menurun
(anoreksia) RESTI INFEKSI
Energi menurun
Kelemahan,
RESTI NUTRISI
Kelelahan KURANG DARI
KEBUTUHAN
RESIKO CIDERA
INTOLERANSI AKTIVITAS
f) Criteria anemia
1 laki-laki Hb <13gr/dl
3 Perempuan Hb <11gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila
terdapat nilai sebagai berikut.
1. Hb <10gr/dl
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8juta
g) Komplikasi
gagal jantung,
parestisia dan
kejang.
h) Pemeriksaan penunjang
o Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
o Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41%)
o Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
o Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
o Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
i) Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan:
Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang
Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
j) Diagnose keperawatan & intervensi
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
Intervensi
Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan
Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor
psikologis
Intervensi
Kaji adanya alergi makanan.
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang berat badan setiap hari.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.
3. Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
c) Etiologi
Pola makan
Genetic
Asupan tinggi garam
d) Manifestasi klinis
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing,
sakit kepala, tekanan darah meningkat.
e) Komplikasi
Stroke
Infark miokard
Gagal ginjal
Ensefalopati (kerusakan otak)
f) Penatalaksanaan
Pola makan sehat
Berhenti merokok
Mengurangi konsumsi garam
Olahraga secara teratur
g) Diagnose
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Intervensi
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat, Catat
keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler, Catat edema
umum, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
Intervensi
Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen).
Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Intervensi
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan, Batasi aktivitas.
Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin, Beri obat analgesia dan
sedasi sesuai pesanan.
Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
c. Asuhan keperawatan pasien dengan deabetus mellitus
a) Definisi
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Arjatmo, 2002).
b) Etiologi
DM tipe I
Kerusakan fungsi sel beta di pancreas
Autoimun, idiopatik
Ketergantungan insulin
DM tipe II
Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan
berkurangnya produksi insulin relatif.
DM malnutrisi
pankreas.
c) Manifestasi klinis
d) Komplikasi
Neuropati diabetic
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah
dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa
terbakar terutama pada malam hari,
Retinopati diabetic
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang
diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
Nefropati diabetic
Ulkus/gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
e) Penatalaksanaan
Pre operasi
o Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
o Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
o Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
o Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP
pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
Post operasi
Irigasi/Spoling dengan Nacl
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan
obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
f) Diagnose keperawatan
1. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan
obstruksi uretra.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan
pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
irigasi kandung kemih sering
c. Manifestasi klinis
hipertensi atau darah tinggi yang di akibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron
gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner atau edema paru-paru yang di
akibatkan oleh penumpukan cairan yang berlebihan di paru-paru dan
perikarditis atau radang pada lapisan luar jantung yang di akibatkan oleh iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksin uremia.
pada kulit pasien adalah mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir.
anoreksia, mual disertai muntah,
Pernafasan kusmaul
Nafas berbau ammonia
d. Komplikasi
Hiperkalemia (tingginya kadar kalium didalam darah) yang diakibatkan penurunan
eksresi asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih yang berlebihan.
Perikarditis, efusi perincardial dan juga temponade jantung
Hipertensi yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin angioaldosteron
Anemia yang di akibatkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestinal akibat iritasi pada lapisan mukosa saluran pencernaan.
Penyakit tulang seperti osteoporosis dan lain-lain yang diakibatkan oleh retensi fosfat
kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan
kadar aluminium
e. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
Ureum dan kreatinin
Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
b) Radiologi
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu
obstruksi Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
IIntra Vena Pielografi (IVP) :Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
USG Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
EKG Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
f. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air
yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
b) Penatalaksanaan Diet
Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
Lemak diberikan bebas.
Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada
klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur,
daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
g. Diagnose keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi, sensasi,
penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
g. Asuhan keperawatan pasien dengan asma
a) Definisi
Gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas episodik dan obstruksi jalan
nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi mucus, dan edema mukosa
b) Klasifikasi
Asma alergik (Ekstrinsik) Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe. Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak.
Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic) Tidak berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik, saluran nafas atas, aktifitas, emosi/stress dan polusi lingkungan akan
mencetuskan serangan. Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa > 35 tahun.
Asma Campuran Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan
dengan bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik
c) Etiologi
Zat allerge
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan
salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)
Polusi udara
Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
d) Manifestasi klinis
Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas
Wheezing
Ekspirasi lebih panjang
Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
Hypoksemia dan sianosis
Keletihan
e) Komplikasi
o Pneumothoraks
o Pneumomediastinum
o Atelektasis
o Aspergilosis
o Bronkhitis
f) Pemeriksaan penunjang
Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ). Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna
terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
Sputum, Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
Sel eosinofil, pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 – 200/mm 3 .Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
g) Penatalaksanaan
1. Farmakologi
o Memberikan oksigen pernasal
o Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg).
Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
o Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
o Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam
serangan sangat berat25
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta
adrenergik dan anti kolinergik.
2. Non farmakologi
o Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
o Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
o Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
o Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
o Hindarkan pasien dari faktor pencetu
h) Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas
h. Asuhan keperawatan pasien dengan LUKA BAKAR
a. Penyebab luka bakar
o Luka bakar karena api
b) Derajad II
o Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
o Dijumpai bulae.
o Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan
dalam waktu 10-14 hari.
c) Derajad III
o Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
o Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
o Tidak dijumpai bulae.
o Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar.
o Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar. \Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
o Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
c. Berat ringannya luka bakar
a) Mayor berat
o Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
o Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
o Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi
b) Minor ringan
Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
c) Modera sedang
o Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
o Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
o Tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
d. Luas luka bakar
Kepala leher 9%
Genetalia 1%
e. Penatalaksanaan
a) Penanganan awal kejadian
o Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari,
anjurkan korban untuk berguling-guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah
dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar
berada di ruangan tertutup.
o Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.
o Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life support) dan oksigen
jika diperlukan.
o Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 20 oC
(suhu air yang terlalu rendah akan menyebabkan hipotermia) selama 15-20 menit segera
setelah terjadinya luka bakar (jika tidak ada masalah pada jalan napas korban).
o Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak-banyaknya
untuk menghilangkan zat kimia dari tubuh korban.
o Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan cedera lain yang
menyertai luka bakar.
o Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (tutup tubuh korban
dengan kain/kasa yang bersih selama perjalanan ke rumah sakit).
b) Penanganan pertama luka bakar di UGD
o Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan napas); B: Breathing
(pernapasan); C: Circulation (sirkulasi).
o Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
o Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami trauma
inhalasi).
o Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu dilakukan intubasi atau
trakheostomi).
o Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur,
riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) dan penyebab
luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui secara akurat tingkat kedalamannya).
o Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang CVP
(kolaborasi dengan dokter).
o Pasang kateter urine
o Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
o Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan sesuai
formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama. Pada 8 jam I
diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan sisanya (disesuaikan
dengan produksi urine tiap jam)
o Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang mengalami trauma
inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat
bronkodilator.
o Periksa lab darah.
o Berikan suntikan ATS/Toxoid.
o Perawatan luka.
o Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik, antibiotik dll.
o Mobilisasi secara dini (range of motion).
o Pengaturan posisi.
c) Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
o Pantau keadaan klien dan setting ventilator.
o Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap jam dan suhu
setiap 4 jam.
o Pantau nilai CVP.
o Amati GCS.
o Pantau status hemodinamik.
o Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)
o Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.
o Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.
o Pantau saturasi oksigen.
o Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu
o Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).
o Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.
o Ganti posisi klien setiap 3 jam.
o Fisioterapi dada.
o Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter, tube setiap hari.
o Ganti tube dan NGT setiap minggu.
o Observasi letak tube (ETT) setiap shift.
o Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.
o Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein (albumin), gula darah
(kolaborasi dengan dokter).
o Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.
o Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.
f. Diagnose keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler
dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravaskuler.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
g. Rumus menghitung kebutuhan cairan pada luka bakar
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam
b) Manifesatasi klinis
Frekuensi bab (buang air besar) pada bayi lebih dari 3x/hari dan pada neonatus
lebih dari 4x/hari, Bentuk cair pada buang air besarnya kadang-kadang disertai
lendir dan darah
Nafsu makan menurun
Warna tinja lama-kelamaan kehijauan karna bercampur dengan empedu
Muntah
Rasa haus
Malaise
Adanya lecet pada daerah sekitar anus
Fases bersifat banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diserap oleh usus
Adanya tanda dehidrasi
c) Penatalaksanaan
Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan glukosa
oral dan larutal elktrolit.
Untuk diare sedang, obat-obat non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber non infeksius
Diresepkan antimicrobial jika telah terindentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah diare menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011),
adalah sebagai berikut:
d) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada
intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan
uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
natrium, kalium, kalsium dan phospor serum pada diare yang disertai kejang).
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. Duodenal
intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama
pada diare kronik
e) Diagnose keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat dengan keseimbangan input dan
out put serta bebas dari tanda dehidrasi.
Intervensi :
Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembabab membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator adanya dehidrasi/hipovolemia dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
Pantau input dan out put cairan, catat/ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Rasional : Untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi dan pedoman untuk penggantian
cairan .
Timbang BB klien secara teratur/sesuai jadwal.
Rasional : Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk
mepertahankan berat badan dalam rangka pertumbuhan dengan kriteria hasil porsi makan
dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
Buat jadwal masukan tiap jam, anjurkan mengukur cairan atau makanan dan minuman
sedikit demi sedikit.
Rasional : Pemberian makanan dan minuman yang teratur dapat membantu
mempertahankan keseimbangan nutrisi klien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
Rasional : Gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung.
c) Klasifikasi
o Stroke Hemoragik
Pendarahan intaserebral (PIS)
gejala prodomal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karna hipertensi
serangan sering kali disiang hari, waktu kerja, emosi, marah
sifat nyeri kepala hebat sekali
mual muntah sering terjadi pada permulaan serangan
hemifaresis/ hemiplegi bisa terjadi sejak terjadi serangan
kesadaran biasanya menurun
pendarahan subaraknoid (PSA)
prodromal, nyeri kepala hebat dan akut
kesadaran sering terganggu dan berpariasi
ada tanda/ gejala rangsanggan maningal
o Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Timbulnya defisit neurologi mendadak
Terjadi pada waktu istirahat atau bangun tidur
Kesadaran biasanya tidak menurun kecuali bila embolus cukup besar
Biasanya terjadi pada usis > 50 tahun
d) Manifestasi klinis
Kelumpuhan wajah, anggota badan yang timbul mendadak
Gangguan hemisensorik
Perubahan mendadak setatus mental
Afasia
Gangguan penglihatan
Ataksia
vertigo, mual dan muntah, nyeri kepala
e) Pemeriksaan penunjang
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa
atau malformasi vaskuler.
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
f) Penatalaksanaan
vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher
g) Pencegahan stroke
Hindari merokok, kopi, dan alcohol,Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal
(cegah kegemukan), Batasi intake garam bagi penderita hipertensi, Batasi makanan
berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya), Pertahankan diet dengan
gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran, Olahraga secara teratur.
B. PERSALINAN
a. Tanda – tanda persalinan
a) Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
b) Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian
servik.
c) Kadang-kadang ketuban pecah
d) Pada pemeriksaan daam, servik mendatar
b. Faktor yang mempengaruhi persalinan
a) Power / tenaga
b) Passangges / jalan lahir
c) Passanger / janin
d) Psikologis ibu
c. Tahapan persalinan
a) Kala I Pembukaan
Tanda – tandanya
Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil
pada servik.
Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
multigravida sekitar 8 jam.
FASE DALAM KALA I
Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi, pembu
kaan servik secara bertahap
Pembukaan serviks kurang dari 4 cmBiasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
Fase aktif
Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm.
Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm.
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sd lengkap (+ 10 cm).
e. Lochea
a. Hari 2 – 3 post partum : Lochea rubra
Cairan secret berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa selaput
ketuban.
b. Hari 7 – 14 post partum : lochea serosa,
Berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning
c. Lochea sanguilenta
Cairan secret berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada
hari 3 – 7 post partum
d. Lochea alba,
bentuknya seperti cairan putih berbentu cream terdiri atas leokosit dan sel – sel
desidua.
f. PERIODE NIFAS
a. Early Puerperium (masa nifas dini)
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sendini mungkin.
b. Immediate Puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yag lamanya sampai dengan 6-8 minggu
c. Later Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama
kehamilan atau bersalin mengalami komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan.
g. ADAPTASI PSIKOLOGIS POST PARTUM
a. Fase Taking In (dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu
membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat
ketergantungan.
b. Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan
belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber
informasi.
c. Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran, dimana
ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
h. KB
a. Jangka panjang
a) Mantap
MOW (metode operasi wanita ) Tubektomi
MOP (metode operasi pria ) Vasektomi
b. Tahun
AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim )
IUD 10 tahun
Implant 3 tahun
c. Jangka pendek
a) Suntik
1 bulan tdk disarankan ibu menyusui
3 bulan disarankan ibu menyusui
b) Pil KB, Kondom
i. Fisiologi persalinan
Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi.
Moulage 1
Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan.
Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
lagi.
V. KEPERAWATAN ANAK
A. REFLEK PADA BAYI BARU LAHIR
a. Refleks Moro
gerakan mengayunkan/merentangkan lengan dan kaki seolah ia akan meraih sesuatu dan
menariknya dengan cepat ke arah dada dengan posisi tubuh meringkuk.Terjadi pada usia 1-2
minggu dan akan menghilang ketika berusia 6 bulan
b. Reflek Rooting
Jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi bayi, ia akan memutar kepala ke arah benda itu
dan membuka mulutnya. Refleks ini terus berlangsung selama bayi menyusu.
c. Refleks Swallowing
Muncul ketika benda-benda yang dimasukkan kedalam mulut, seperti puting susu ibu dan bayi
akan berusaha menghisap lalu menelan. Proses menelan ini yang disebut reflek swallowing.
Reflek ini tidak akan hilang
d. Reflek Menghisap (Sucking )
Berikan bayi botol dan dot atau jari kelingking pemeriksaan di bibir bayi. Bayi menghisap
dengan kuat dalam berespon terhadap stimulus, reflex ini menetap selama masa bayi dan
mungkin terjadi selama tidur.
e. Reflex Babinski
Jari-jari mencengkram/hiperekstensi ketika bagan bawah kaki diusap, indikasi syaraf
berkembang dengan normal. Hilang di usia 4 bulan.
B. APGAR SCORE
Keterangan
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
APPERANCE / WARNA KULIT Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis
b. (usia/2) +3
* dimana : BBL adalah Berat Badan Lahir Usia dinyatakan dalam bulan.
Atau dengan Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) keluaran Depkes RI yaitu :
c) Strategi pelaksanaan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
Evaluasi latihan nafas dalam
Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
Latihan sholat/berdoa
Buat jadual latihan sholat/berdoa
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat.
Susun jadual minum obat secara teratur
c. Isolasi social
a. Tanda gejala
Mengatakan malas berinteraksi
Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
Merasa orang lain tidak level
Menyendiri atau Mengurung diri
Tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain
b. Startegi pelaksanaan
Pasien
SP I
Mengidentifikasi penyebab isolasi social pasien
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan oranglain
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
Menganjurkan pasien memasukan kegiatan harian berbincang – bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan
orang lain
Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan berkenalan
dengan dua orang atau lebih
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi social yang dialami pasien
Sp II
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi
social
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
d. Halusinasi
a. Tanda gejala
Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan
Bau darah atau urine, parfum
Mengecap darah urine, feses
Merasa nyeri atau kesetrum
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap
dengan orang lain
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III
Megevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan pasien
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
e. Waham
a. Tanda gejala
Merasa curiga
Merasa diancam / diguna – guna
Merasa sebagai orang hebat
Merasa memiliki kekuatan luar biasa
Merasa sudah mati
b. Strategi pelaksanaan
Pasien
Sp I
Membantu oreintasi realita
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda gejala waham, jenis waham yang dialami pasien
Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP II
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP III
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
Sp IV
Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
Mengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan yang realistis
Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
Nilai Keterangan
0 Tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan salah satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan
satu fungsi tambahan
D. Barthel indeks
20 : Mandiri
E. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang meningeal
Kaku kuduk :
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
Kernig sign :
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan
pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan
Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi
kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
Lasegue sign :
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit
dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60°.
2. Saraf-saraf otak
Nervus Olfactorius
Fungsinya sebagai penciuman yang Sifat sensoriknya membawa rangsangan aroma dari
hidung ke otak. Cara Pemeriksaan : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau
yang dirasakan (kopi, teh,dll)
Nervus Optikus
Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan pandang mata
Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
Nervus Okulomotorius
Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata yang Sifat motoriknya,mensarafi otot-
otot orbital. Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
Nervus Troklearis
Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam. Cara Pemeriksaan:
Sama seperti nervus III
Nervus Trigeminus
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea
dan refleks kedip. Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan
kornea dengan kapas
Nervus Abdusen
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral. Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Nervus Fasialis
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah. Cara pemeriksaan: senyum, bersiul,
mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk
membedakan gula dan garam
Nervus Verstibulocochlearis
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan. Cara pemeriksaan: test
webber dan rinne
Nervus Glosofaringeus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa. Cara pemeriksaan: membedakan
rasa manis dan asam
Nervus Vagus
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan. Cara pemeriksaan:
menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
Nervus Asesoris
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu. cara pemeriksaan: suruh pasien untuk
menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus
Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah. cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan
lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
3. Refleks fisiologis
Biseps
minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. Cara : ketukan pada jari
pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Triseps
dilakukan dengan pasien duduk dengan Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respon : ekstensi lengan bawah
pada sendi siku
Reflek patella
Posisi klien dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang Cara : ketukan
pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris
VIII. ANALISA GAS DARAH
a. Nilai normal analisa gas darah
Nilai normal
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmHg
Hco3 22 – 36 meq/L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl
b. Macam – macam asam basa dalam tubuh
a) Asidosis respiratory
Ph < 7,35, Pco2 > 45 mmhg
Tanda gejalanya : overdosis obat, trauma dada dan trauma kepala
b) Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, Pco2 > 45 mmhg terkompensasi dengan HCO3 meningkat
c) Asidosis metabolic
Ph < 7,35, Hco3 < 22 meq/L
Tanda gejala : pernafasan lebih cepat ( kusmuul), koma
d) Asidosis metabolic terkompensasi
Ph < 7,35, Hco3 < 22 meq/L terkompensasi dengan Pco2 yang menurun
e) Alkalosis respiratory
Ph > 7, 45, Pco2 < 35 mmhg
Tanda gejala : hiperefleksi, cemas, keringat dingin
f) Alkalosis respiratory terkompensasi
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg terkompensasi dengan Hco3 turun
g) Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, Hco3 > 26 meq/L
h) Alkalosis metabolic terkompensasi
Ph > 7,45 , Hco3 > 26 meq/L, terkompensasi dengan Pco2 meningkat
e. Komplikasi
Hematoma : darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum
Infiltrasi : masuknya cairan infus kedala jaringan sekitar akibat ujung jarum
infus melewati pembuluh darah.
Tromboflebitis : bengkak pada pembuluh darah vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketet dan benar.
Emboli udara : masuknya udara kedalam sirkulasi darah terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah
f. Prosedur tindakan pelaksanaan
Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
Cek alat-alat yang akan digunakan
Cuci tangan
Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
Perkenalkan nama perawat
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tanyakan keluhan klien saat ini
Jaga privasi klien
Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan
(buat klien senyaman mungkin)
Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril
Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem
pada posisi off
Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa
menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan
penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan
tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol
dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol
IV.
Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat
yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih
dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang
terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
Kenakan sarung tangan sekali pakai
Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket
mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi
yang dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya
cidera atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV.
Periksa nadi distal.
Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk
mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok,
lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler
dari tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan
sampai kering. (klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama
30 detik)
Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang
tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan
penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik
IV kateter ke dalam vena
Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan
yang lain
Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat,
jangan menyentuh titik masuk selang infuse
Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan
terlebih dulu)
Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan
kasa steril, pasang plester
Atur tetesan infus sesuai ketentuan
Beri label pada temapt pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang
kateter, dan inisial perawat.
Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan
Cuci tangan
Berikan reinforcement positif
Buat kontrak pertemuan selanjutnya
Akhiri kegiatan dengan baik
Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan
(jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar,
kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
Dokumentasikan di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi,
kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon
terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.
g. Cara menghitung cairan infuse
Mikrodrips (tetes mikro) : 60 tetes/ml (infuset mikro)
Makrodrips (tetesmakro) : 10 tetes/ml, 15 tetes/ml, 20 tetes/ml (infuset regular/makro)
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya adalah
sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h Tetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)
FASE ORIENTASI
Memberikan salam teraupelik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan ,tanda dan gejala reaksi tranfusi
Menayakan persetujuan / kesiapan pasien
Minta tanda tangan persetujuan / informan konsen
FASE KERJA
Periksa produk darah yang di siapkan,
Identitas
Jenis dan golongan darah
Nomor kantong darah
Tanggal kadaluarsa
Hasil cross test dan jumlah darah
Menggunakan hanscoen
Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk darah
Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada satu waktu,
kecuali diwajibkan oleh kondisi pasien.
Monitor temapat Iv terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan infeksi
local.
Monitor tanda-tanda vital (pada awal, sepanjang dan setelah tranfusi)
Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse
Monitor kecepatan aliran tranfusi
Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam darah atau
produk
Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai
Tahap kerja
Menjaga privacy klien
Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh perawat
Membuka bak instrumen
Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing
Menuangkan H2O2 ke dalam cucing
Mengambil kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam cucing yang berisi
larutan NaCl 0,9%
Mengambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
Memeras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing
Taruh perasan kasa di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen bagian dalam
Pasangkan perlak di bawah luka klien
Buka balutan luka klien, sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau
semprot dengan alkohol
Masukan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
Observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak dan kedalaman
luka dengan Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
Buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan gunting jaringan
Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan streil
Melakukan debridement
Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl 0,9% dan larutan
H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
Oleskan obat luka (jika ada)
Tutup luka dengan kasa kering streil secukupnya
Fiksasi luka dengan hipafiks
Rapikan klien
Tahap terminasi
Bereskan peralatan
Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai
Sampaikan terimakasih atas kerjasamanya
Lepas sarung tangan
Cuci tangan , Dokumentasikan kegiatan