Anda di halaman 1dari 25

c   




 



   

  ! !" #

  $%&c '(

%%!)

!* $ !!&+, 

- . / 0 0- c  1 /  / 

 c-/ c  c/ 02 0/ . *0




 1 c0/   0- * 

- 

3
. .0

  1- 

-&.4!)

V     yang juga di kenal sebagai 


     

adalah kondisi umum yang dikeluhkan oleh kebanyakan pasien yang berobat pada

dokter mata. Keadaan mata kering ini merupakan gangguan akibat kurangnya

produksi air mata atau penguapan air mata yang berlebihan.1

Adanya gangguan pada salah satu komponen lapisan air mata akan

mengakibatkan terjadinya     , yang menimbulkan keluhan mata

terasa tidak nyaman. V  biasanya bersifat kronis dengan keluhan yang samar-

samar dan biasanya agak sulit menemukan tanda-tanda klinisnya terutama pada

awal perjalanan penyakitnya.5 Diagnosis    ditentukan berdasarkan atas

keluhan penderita, pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang,

misalnya:   test, 


 
   dan pemeriksaan 
. Meskipun

pada awalnya hanya menimbulkan keluhan yang samar-samar, bila keadaan

tersebut berlangsung terus maka dapat menyebabkan kelainan yang bersifat

ireversibel.6,8

Tingginya faktor resiko terjadinya iritasi dan infeksi pada mata menjadi dasar

pemikiran banyaknya prevalensi    di negara berkembang. V 

  ini dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan penglihatan jika

tidak segera diberikan terapi. Hal inilah yang menarik minat penulis untuk

mengangkat      sebagai topik laporan kasus. Dengan lebih

memahami penyebab, gejala dan tanda klinis yang ada, diharapkan kasus seperti

ini bisa dideteksi secara dini sehingga bisa mendapatkan pengobatan secara cepat

dan tepat dalam upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi.1,2


3 $$5! 5

Dari paparan di atas, rumusan masalah yang digali adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penyebab, tanda dan gejala klinis   ‰

2. Bagaimana menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan   ‰

3. Bagaimana komplikasidan prognosa   ‰

(/$6$!!$5!

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk mengetahui penyebab, tanda dan gejala klinis   .

2. Untuk mengetahui kriteria diagnosa dan penatalaksanaan   .

3. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosa   


. .00

/0  / c 

3-,5!&

Kapisan air mata yang melapisi permukaan kornea dan konjungtiva tersusun

dari tiga lapisan yaitu lipid, akuos dan musin. Ketiga lapisan ini melindungi epitel

kornea dan konjngtiva yang selalu terpapar.

Epitel konjungtiva terdiri dari 2-5 lapis epitel kolumnar berlapis dengan

diantaranya terdapat sel-sel berbentuk bulat atau oval yang merupakan penghasil

mucus yaitu sel goblet. Jumlahnya kepadatan sel goblet ini sekitar 30-70sel/0,1

mm2 luas permukaan mukosa. Makin ke superficial sel-sel epitel cenderung

bebentuk lebih pipih, dan mempunyai mikrovili dan mikroplika. Demikian juga

permukaan epitel kornea terdiri dari 5-6 lapis epitel yang merupakan kelanjutan dari

epitel konjungtiva bulbi. Sel-sel epitel kornea satu sama lainnya dihubungkan secara

hemidesmosom dan zonula okluden yang merupakan hubungan antar sel yang

sangat rapat sehingga hanya partikel tertentu berukuran kecil yang dapat

menembusnya. Mikrovili dan mikroplika menyebabkan permukaan epitel konjungtiva

dan kornea tidak rata, adanya struktur ini membantu melekatkan lapisan mucus

sehingga terbentuk permukaan yang hidrofilik, dengan demikian lapisan akuos

dapat tersebar merata pada permukaan depan bola mata.

Kapisan paling superficial dari lapisan air mata adalah lapisan lipid yang

mempunyai ketebalan 0,1µm. lapisan ini dihasilkan oleh kelenjar meibom palpebra

superior dan inferior, terdiri dari unsur-unsur hidrokarbon, sterol ester, triasil gliserol,

sterol bebas dan asam lemak bebas, mempunyai fungsi melicinkan pergerakan

palpebra dan sebagai barier untuk mencegah penguapan sehingga lapisan ini

memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas lapisan air mata.


Kapisan akuos merupakan 90% dari lapisan air mata terletak ditengah,

mempunyai ketebalan 6-7 µm dan dihasilkan oleh glandula lakrimalis utama dan

asesoris yaitu kelenjar Krauss dan Wolfring. Pada lapisan akuos ini selain terdapat

air sebagai penyusun utama juga didapatkan elektrolit, glukosa, oksigen dan protein

berupa: albumin, globulin dan lisozym. Adapun globulin yang terkandung terutama

immunoglobulin A sebanyak 20-30 ml/100 ml. Sedangkan elektrolit pada lapisan air

mata adalah: natrium, potassium, chloride, bikarbonat, kalsium, magnesium dan

zinc. Kapisan air mata mempunyai pH rata-rata 7,35 dengan variasi antara 5,2-8,35

dan osmolaritas 302±6,3 mOsm/l.

%-,5!&

Kapisan paling profunda adalah lapisan musin yang mempunyai ketebalan

0,002-0,005 µm. lapisan ini dihasilkan oleh sel-sel goblet. Kapisan musin

mengandung komponen utama mucus glikoprotein yang merupakan karbohidrat

yang melekat pada gugus protein. Selain dihasilkan oleh sel-sel goblet, musin juga

diproduksi oleh epitel permukaan konjungtiva dan kornea yag disebut N-linked

mucin, sedangkan musin yang dihasilkan oleh sel goblet disebut dengan O-linked

mucin. Kapisan musin akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan bola mata

sehingga lapisan akuos dapat tersebar merata diseluruh permukaan kornea dan

konjungtiva. Sehingga lapisan ini memegang peranan penting dalam kemampuan


membasahi (wettability) permukaan bola mata dan pemeliharaan stabilitas lapisan

air mata.7,3

33!4,5!&

Sembilan puluh persen dari lapisan air mata dibentuk oleh lapisan akuos

yang dihasilkan oleh glandula lakrimalis mayor dan asesorius. Grandula lakrimalis

mayor merupakan kelenjar yang multilobus yang tiap lobus terdiri dari banyak

tubulus. Tiap tubulus terdapat sel sel acini yang mengsekresikan elektrolit, air dan

protein untuk membentuk cairan primer seperti plasma dan bersifat isotonis yang

merupakan bentuk pertama dari cairan air mata atau lapisan akuos. Bentuk pertama

ini akan melalui proses lagi sehingga terbentuk air mata yang sesungguhnya yang

siap diekskresikan.7

 Volume air mata pada segmen antarior umumnya sekitar 6 -7 µK yang

terbagi 3 bagian yaitu :

1. Mengisi ruang forniks inferior sebanyak 3 -4 µK

2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 µK akan membentuk lapisan air mata

yang mempunyai ketebalan 6 10 µm

3. Sisanya sebanyak 2 3 µK akan membentuk tear meniscus.

Proses berkedip sangat efisien dalam menyebarkan air mata dari tear

meniscus keseluruh permukaan bola mata, selain itu juga membantu

menciptakan lapisan lipid.7 beberapa saat selah kedipan akan terbentuk dry

spot pada permukaan kornea. Dry spot terbentuk karena masuknya lipid ke

lapisan mukus sehingga menyebabkan lapisan akuos mengalami retraksi

akibat terjadinya daerah hidrofobik. Kapisan air mata dapat mengalami

penipisan karena adanya retraksi cairan ke forniks konjuctiva dan proses

penguapan. Selain itu lapisan akuous mengalami pergerakan atau mengalir

dari kantus lateral sampai pungtum lakrimalis, oleh karena itu lapisan air
mata merupakan lapisan yang tidak stabil dan selalu harus diperbaharui,

sedangkan lapisan lipid dan musin tidak ikut mengalami pergerakan.2,8

Demikain lapisan akuos mengalami proses yaitu diproduksi oleh grandula

lakrimalis, disebarkan merata oleh proses mengedip, mengalami penipisan karena

penguapan dan drainage melalui saluran lakrimalis, dengan bantuan proses

mengedip.14 Dengan alat flluorofotometri pada keadaan normal rata rata produksi

air mata 1 2 µK/ menit.4

Selain memelihara epitel konjungtiva dan korena agar tetap lembab lapisan

air mata juga mempunyai fungsi: membentuk permukaan refraksi yang baik,

melicinkan pergerakan palpebra, sebagai antibakterial karena adanya enzim

enzim lisosim dan ȕ lisin yang terkandung didalamnyadan sebagai pemasok

oksigen 1,2,3,4

Disebutkan bahwa fungsi air mata dapat dibagi menjadi dua yaitu 


 
 dan 
  
 . 
  
 adalah kemampuan air mata untuk

dapat menyebar merata diatas permukaan konjuctiva dan kornea, sedangkan 




 
  adalah kemampuan air mata untuk dapat membasahi permukaan bola

mata.12

Dari sebuah penelitian mengatakan bahwa penderita defisiensi akuos

mempunyai permukaan kornea ireguler yang menyebabkan gangguan fungsi visual.

Wanita menopause lenih sering menderita dry eye, namun belum diketahui secara

jelas bagaimana mekanisme estrogen dapat mempengaruhi produksi air mata.

Gangguan pada lapisan akuos dapat dideteksi dengan pemeriksaan Schirmer.2

3( %!&5-,5!  &

Walaupun sebenarnya sulit untuk menentukan secara klinis kelainan yang

terjadi akibat defisiensi masing masing komponen pembentukan lapisan air mata,
abnormalitas lapisan air mata dapat dikelompokan menjadi 3 sesuai dengan defek

penyusunnya, antara lain : 17

1. Defisiensi lipid

Merupakan abnormalitas lapisan air mata karena adanya defek pada lipid,

atau terjadi perubahan kompisisi lipid. Adapaun penyebanya antara lain :

blefaritis kronik, acne rocacea.12,13 Gangguan komponen lipid dapat diketahui

melalui pemeriksaan tear break up time yang memendek, waktupenguapan

yang cepat, dan osmolaritas yang tinggi. Nilai break up time yang memendek

menunjukan tidak stabilnya lapisan air mata.6

2. Defisiensi akuos

Keadaan ini disebabkan adanya defek pada grandula lakrimalis atau adanya

kelainan sistemik yang menyebabkan menurunnya sekresi grandula lakrimalis.

Penyebabnya dapat kongenital mapu didapat ( acquired). Kelainan

kongenitalmisalnya : alakrima, hipoplasi grandula lakrimal, sindroma Riley

day, dan sindroma cri du chat. Sedangakan kelainan yang didapat yang dapat

menyebakan turunnya sekresi grnadula lakrimalis adalah :

a. Meningkatnya usia

b. Kelaianan sistemik yang dapat menyebabkan hipofungsi grandula

lakrimalis seperti rheumathoid arthiritis dan lupus eritematosus sistemik

c. Disfungsi endikrin : penyakit Hashimoto, menopause

d. Trauma terhadap grandula lakrimalis

Ada hubungan yang erat antara epitel permukaan kornea dengan lapisanair

mata, dimana adanya perubahan morfologi pada epitel kornea akan

mempengaruhi stabilitas lapisan air mata. Penelitian dengan menggunakan

mikroskop elektron menunjukan bahwa struktur mikrovili yang normal

berhubungan dengan lapisan mukus yang normal. Hal ini mungkin disebabkan

karena adanya struktur mikrovili/ mikropika yang menghasikan tegangan


permukaan yang rendah pada perbatasan epitel dan lapisan air mata. Secara

klinis sering terlihat lapisan air mata akan menipis dan mengalami retraksi

pada daerah apitel yang ireguler.16 demikian juga adanya defek pada epitel

konjuctiva dan kornea seperti dellen, keratopati epitel pungtata, distropiepitel

kornea, edema kornea, pterigium akan mengakibatkan gangguan pemerataan

lapisan air mata.8

3'  5 !

3'"!5

V     atau 


     
adalah suatu keadaan

keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Keratokonjungtivitis

merupakan suatu kondisi komplek yang ditandai adanya inflamasi pada

permukaan mata dan kelenjar lakrimalis.

3'3 &)V  

A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal

1. Congenital

a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)

b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrimal kongenital)

c. Aplasia nervus trigeminus

d. Dysplasia ektodermal

2. Didapat

a. Penyakit sistemik

1. Sindrom sjogren

2. Sklerosis sistemik progresif

3. Sarkoidosis

4. Keukemia, limfoma
5. Amiloidosis

6. Hemokromatosis

b. Infeksi

1. Trakoma

2. Parotitis epidemica

c. Cedera

1. Pengangkatan kelenjar lakrimal

2. Iradiasi

3. Kuka bakar kimiawi

d. Medikasi

1. Antihistamin

2. Antimuskarinik: atropine, skopolamin

3. Anastesi umum: halothane, nitrous oxide

4. Beta-adrenergik bloker: timolol prastolol

e. Neurogenik-neuroparalitik (facial nerve palsy)

B. Kondisi ditandai defisiensi musin:

1. Avitaminosis A

2. Sindrom steven-johnson

3. Pemfigoid okuler

4. Konjungtivitis menahun mis trakoma

5. Kuka bakar kimiawi

6. Medikasi

7. Obat tradisional (kermes)

C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:

1. Parut tepian palpebra

2. Bleparitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:

1. Kelainan palpebra

a. Defek, koloboma

b. Ektropion dan entropion

c. Keratinisasi tepian palpebra

d. Berkedip berkurang atau tidak ada

1. Gangguan neurologic

2. Hipertiroid

3. Kensa kontak

4. Obat

5. Keratitis herpes simplek

6. Kepra

e. Kagopthalmus

1. Kagopthalmus noctura

2. Hipertiroid

3. Kepra

2. Kelainan konjungtiva

a. Pterygium

b. Symblepharon

3. Proptosis

3'(&)!55V  
 

Kelenjar air mata berfungsi untuk menghasilkan air mata yang berfungsi

untuk membasahi kornea dan konjungtiva, mempunyai daya bacterioside (anti

mikroba), dan secara mekanis membilas/ membersihkan permukaan bagian depan

mata. Adanya penyakit atau kelainan fungsi akan menyebabkan terjadinya sindroma

mata kering. Penurunan sekresi air mata dan fungsi mekanis akan merangsang
reaksi inflamasi pada permukaan mata dan beberapa penelitian menunjukkan

bahwa reaksi inflamasi ini memegang peranan penting dalam pathogenesis

terjadinya sindroma mata kering.

Populasi yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena sindroma mata kering

antara lain:

1. Penyakit inflamasi (vaskuler, alergi, asma)

2. Penyakit autoimun (RA,SKE, colitis)

3. Pada wanita peri dan postmenopause dan pasien dengan HRT

4. Diabetes mellitus

5. Penyakit thyroid

6. Sindroma sjogren¶s

7. Transplantasi corneal

8. Riwayar keratitis atau scarring kornea

9. Operasi katarak (ekstra atau intrakapsuler dengan insisi luas)

10. KASIK (Kaser in siti keratomileusis)

11. Pengobatan sistemik (diuretic, antihistamin, psychotropic,obat penurun

kolesterol)

12. Pemakaian lensa kontak

13. Kondisi lingkungan (allergen, asap rokok, angin, iklim panas, bahan kimia)

14. Defisiensi vitamin A

3''6c!5

Pasien dengan     akan mengeluh mata gatal, mata seperti

berpasir, silau dapat penglihatan dapat kabur. Pada mata didapatkan sekresi mucus

yang berlebihan, sensai terbakar, merah, sakit dan kelopak mata sukar digerakkan.

Ciri yang khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniscus

air mata ditepian palpebra inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang
normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat bertitik

halus pada fissure interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan kornea yang rusak

terpulas dengan Bengal rose 1% dan defek pada epitel kornea terpulas dengan

fluorescensi. Pada tahap lanjut keratokonjungtivitis sicca tampak filament-filamen

(satu ujung setiap filament melekat pada epitel kornea dan ujung lainnya bergerak

bebas).

3')!55

Berdasarkan pada guideline AAO (‘ 


 ‘
   
) 2003

   
  
 , tujuan dari diagnose, terapi dan managemen pasien

dengan    adalah untuk menegakkan diagnosa   ,

untuk membedakan dengan gejala iritasi dan mata merah laannya, mengetahui

penyebab     , untuk memberikan terapi yang tepat, untuk

meringankan keluhan pasien, mencegah komplikasi termasuk penurunan visus,

infeksi dan kerusakan struktur jaringa, memberikan edukasi pada pasien dan

mebgikutsertakan pasien dalam managemen penyakitnya.

Untuk menegakkan diagnose    tidaklah mudah karena adanya

inkonsistensi hubungan antara symptom dan clinical sign dan tes diagnostic yang

kurang sensitive dan spesifik. Oleh karena      adalah kondisi yang

kronis maka observasi dan pemeriksaan berkala sangat diperlukan untuk

menegakkan diagnose    dengan tepat.

Adapun klasifikasi diagnose untuk    berdasarkan National Eye

Institute Workshop adalah sebagai berikut:


Sindroma iritasi mata, instabilitas tear film, penyakit pada

Dry eye

Defisiensi produksi air Evaporasi yang meningkat


mata

Sjogren¶s Non- sjogren

eksposure
Blefaritis atau Factor lainnya:
kelainan fungsi Lensa kontak,
kelenjat meibom gerakan mengedip
abnormal,

Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti

memakai cara diagnostic berikut:

! Tes   

Tes   adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.

Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip

Schirmer ke dalam cul-de-sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga

tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basal yang terpapar

diukur 5 menit setelah dimasukkan. Bila dilakukan tanpa anastesi, tes ini

digunakan untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama. Bila panjang

bagian basal kurang dari 10mm maka dianggap abnormal. Tes   

yang dilakukan dengan anastesi topical (tetrakain 0,5%) digunakan untuk

mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Bila panjang


bagian basal kurang dari 5mm dalam waktu 5 menit maka dianggap

abnormal. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal dan tes

normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap

defisiensi musin.

 Tear  


 

Pengukuran 
   
   berguna untuk memperkirakan

kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak

mempengaruhi tes Schirmer tapi dapat menyebabkan film air mata tidak

stabil sehingga lapisan ini cepat pecah. Bintik kering akan terbentuk

sehingga memaparkan epitel kornea dan konjungtiva. Proses ini akan

menyebabkan kerusakan sel-sel epitel yang dipulas dengan 


 .

Sel epitel yang rusak akan lepas dari kornea dan meninggalkan daerah kecil

yang dapat dipulas bila permukaan kornea dibasahi fluorescein.


   
   dapat diukur dengan meletakkan secarik

kertas berfluorescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien untuk

berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt

pada slitlamp. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam

lapis fluorescein kornea adalah tear film break-up time. Keadaan normal

waktunya tidak lebih dari 15 detik tetapi akan berkurang nyata dengan

anastesi local, memanipulasi mata atau dengan menahan palpebra agar

tetap terbuka. Waktu ini akan lebih pendek pada mata dengan defisiensi air

pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan

defisiensi musin.

3. Tes  mata

Tes ini digunakan untuk meneliti mucus konjungtiva . Tes  

mata dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca

obyek bersih. Arborisasi ( ) mikroskopik terlihat pada mata normal.
Pada pasien konjungtivitis yang meninggalkan jaringan parut (pemphigoid

mata, sindrom   , parut konjungtiva difus) arborisasi mucus

berkurang atau hilang.

4. Sitologi impresi

Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada

permukaan konjungtiva. Pada orang normal populasi sel goblet paling tinggi

di kuadran infra-nasal. Kelainan pada sel goblet dapat ditemukan pada

kasus keratokonjungtivitis sicca, trachoma, pemphigoid mata cicatrix,

sindrom steven Johnson dan avitaminosis A.

5. Pemulasan fluorescein

Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitel

kornea. Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berfluorescein

adalah indikator yang baik untuk menilai derajat basahnya mata dan

meniscus air mata mudah terlihat.

6. Pemulasan 
 

Tes ini bertujuan untuk melihat sel mata (sel epitel non-vital) pada

kornea dan konjungtiva. 


 mewarnai sel dan nucleus dan hanya

sel yang telah mati. Sel mati dengan pewarnaan  
 akan

memberikan warna merah. Pewarnaan positif pada konjungtiva merupakan

hal yang selalu terjadi pada sindroma mata kering (  ). Pada

keratokonjungtivitis sicca akan terlihat segitiga berwarna merah dengan

dasar di limbus dan puncak pada kantus internus yang mengisi seluruh

celah kelopak.

7. Pengujian Kadar Kizosim air mata

Cara yang paling umum untuk menguji kadar lisozim air mata adalah

dengan spektrofotometri. Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya

terjadi pada awal perjalanan sindrom sjogren dan pengujian ini berguna
untuk menegakkan diagnosa penyakit ini. Air mata ditampung dalam kertas

schirmer dan diuji kadarnya.

8. Osmolaritas air mata

Beberapa laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes

paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat

ditemukan pada pasien dengan tes schirmer normal dan pemulasan 


 normal.

9. Kactoferrin

Kactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan

hiposekresi kelenjar lakrimal.

3(#c,45

Pada tahap awal perjalanan     , penglihatan akan sedikit

terganggu. Pada kasus yang lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan

perforasi. Kadang bisa juga terjadi infeksi bakteri sekunder yang dapat berakibat

parut dan neovaskularisasi pada kornea yang dapat menurunkan pengihatan

3(/,

Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan

pemulihan total sukar terjadi kecuali pada kasus ringan. Adapun pengobatan untuk

keratokonjungtivitis sicca ini terganting pada penyebabnya:

1. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air.

2. Pemberian lensa kontak apabila komponen mucus yang berkurang

3. Penutupan pungtum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.

Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada

punctum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu yang lebih lama

(silicon) untuk menahan secret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli
secara permanen dapat dilakukan dengan terapi thermal (panas), kauter

listrik atau dengan laser.

Pasien dengan mata kering oleh karena sembarang penyebab akan

mempunyai resiko lebih besar untuk terkena infeksi. Blepharitis menahun sering

terjadi dan harus diobati dengan memperhatikan hygiene dan memakai antibiotic

topical.
. .000
-  c 


0!&&55!
Nama : Ny. S
Umur : 42 tahun
Alamat : Karang Ploso RT 26 RW 09 Malang
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan PT Sampoerna
Register : 10655445

!!5(Autoanamnesa)
Keluhan Utama : Mata kiri merah
Anamnesa :
Pasien mengeluh mata kirinya merah sejak ± 3 minggu belakangan ini. Mata merah
terjadi tiba-tiba. Pasien juga mengeluh matanya perih, ngeres dan sering berair.
Sekarang mata kanannya juga merah.
Keluhan cekot-cekot (-), gatal (-), silau (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-).
Riwayat trauma (-)
Riwayat terapi: Pasien belum pernah berobat atas gejala ini
Riwayat penyakit dahulu: Pada tahun 2007 pasien pernah mendapat operasi CKG
pada mata kanan. Riwayat Diabetes Mellitus (-), hipertensi (-)

45!54
KU : cukup, compos mentis
T : 130/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Madarosis (-) Supracilia Madarosis (-)
Trichiasis (-) Cilia Trichiasis (-)
  
PBM   

GBM

5/15 kor 5/5 Visus 5/5f kor 5/5


Sp (-), ed (-) Palpebra Sp (-), ed (-)
CI (-), PCI (-) Konjungtiva CI (-), PCI (-)
Jernih Kornea Jernih
dalam COA dalam
Warna coklat Iris Warna coklat

 (+)
 (+)
 
 (-)  
 (-)
Bulat Pupil Bulat
RP (+) RP (+)
diameter 3mm diameter 3mm
jernih Kensa jernih
5/5,5 TIO 5/5,5

III MGD III


4mm Tear meniscus 4mm
2mm Schirmmer test 2mm

*4!))!55
ODS Dry Eye

!!!))!55
-


!!!)/,
Eye Fresh ed 6x1 ODS
KIE masase

!!!) !&!)
š Keluhan subyektif
š Tanda infeksi sekunder

&5!



.
. .02
 . 1  


Pasien Ny. S / 42 tahun datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan Mata RSSA
pada tanggal 9 Agustus 2010 dengan keluhan utama mata sebelah kiri merah.
Diagnosis dry eye syndrome ditentukan berdasarkan atas keluhan penderita,
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang. Pasien dengan usia tua
(42 tahun) mempunyai kerentanan untuk menderita dry eye syndrome. Karena
dengan meningkatnya usia akan terjadi proses degenerasi pada seluruh organ-
organ tubuh, termasuk mata. Glandula lakrimalis yang membentuk lapisan akuos
juga akan mengalami proses degenerasi sehingga mengakibatkan menurunnya
produksi air mata dimana lapisan akuos merupakan penyusun 90% dari lapisan air
mata. Towsend menyebutkan produksi air mata menurun mulai usia 40 tahun.5 Dari
literatur lain juga disebutkan bahwa wanita menopause lebih sering menderita dry
eye syndrome, namun belum diketahui secara jelas bagaimana mekanisme
estrogen dapat mempengaruhi produksi air mata.2
Pekerjaan pasien yang memerlukan daya konsentrasi tinggi dapat
mengakibatkan penggunaan mata yang berlebihan akibat kurangnya intensitas
mata untuk berkedip. Frekuensi berkedip orang normal berkisar antara 12-15
kali/menit.3 Kurangnya intensitas berkedip dapat memicu peningkatan proses
penguapan dari lapisan air mata. Kapisan air mata merupakan lapisan yang tidak
stabil dan selalu harus diperbarui.2 Sedangkan proses berkedip sangat efisien
dalam menyebarkan air mata dari tear meniscus keseluruh permukaan bola mata,
selain itu juga membantu menciptakan lapisan lipid.7
Pasien mengeluh mata sebelah kirinya merah secara tiba-tiba sejak 3
minggu lalu, disertai dengan rasa perih, ngeres dan sering berair. Dari literatur yang
ada, disebutkan bahwa dry eye syndrome biasanya bersifat kronis dengan keluhan
yang samar-samar dan biasanya agak sulit menemukan tanda-tanda klinisnya
terutama pada awal perjalanan penyakit.6 Keluhan-keluhan tersebut secara umum
disebabkan oleh karena adanya abnormalitas dari lapisan air mata, yang pada
akhirnya menyebabkan peningkatan osmolaritas lapisan air mata. Keluhan mata
berair disebabkan oleh adanya reflek sekresi akibat adanya iritasi yang terus
menerus. Selain itu keluhan mata berair dapat juga disebabkan karena
berkurangnya removal mucus akibat aliran akuos yang berkurang.2
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
dry eye syndrome. Pada pasien ini dilakukan Schirmer test yang menunjukkan hasil
2 mm OD dan 2 mm OS. Dimana nilai normal schirmer test adalah >10-35 mm atau
rata-rata 20 mm, dan abnormal bila <10mm.1 Hasil ini mengindikasikan produksi
lakrima oleh glandula lakrimalis mayor dan asesoris berkurang. Pemeriksaan
penunjang lain yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan tear meniscus.
Tear meniscus adalah genangan air mata diperbatasan margo palpebra inferior
dengan konjugtiva bulbi, yang secara teoritis pada orang normal tingginya 1
mm,sedangkan pada penderita dry eye didapatkan rata-rata 0,1 mm.2 Pada pasien
ini, pemeriksaan tear meniscus menunjukkan hasil 4 mm. Dari beberapa literature
disebutkan Schein dkk mendapatkan ± 14,6 % usia lanjut di Salisbury, Maryland
mengeluhkan gejala dry eye tanpa didapatkan kelainan yang nyata pada hasil uji
tear function, dan sebanyak 3,5% mengeluh dry eye dengan didapatkan kelainan
pemeriksaan shirmer atau pemeriksaan rose Bengal.9
Pasien mendapat terapi artificial tears yang diberikan 6 kali sehari pada
kedua mata. Dari beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa sampai saat ini
pemberian air mata buatan merupakan dasar dari penanganan dry eye syndrome.
Penderita dyr eye syndrome memerlukan air mata buatan ini sepanjang hidupnya.
Pemberian air mata buatan diharapkan dapat menggantikan fungsi lapisan air mata
sebagai pelembab atau pembasah, dengan tujuan mencegah terjadinya kekeringan
atau kematian sel.7
. .2
 /


Telah dilaporkan suatu kasus mengenai ODS dry eye syndrome. Dari
anamnesis berupa keluhan mata merah, perih, dan berair. Yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan status oftalmologis dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan hasil yang mendukung suatu diagnosa dry eye syndrome.
Penatalaksanaan dry eye syndrome pada pasien ini adalah dengan memberikan
artificial tears guna menggantikan fungsi lapisan air mata sebagai pelembab atau
pembasah, dengan tujuan mencegah terjadinya kekeringan atau kematian sel.
 / / c 

Anda mungkin juga menyukai