Anda di halaman 1dari 2

Harta Haram Karena Pekerjaan

Jan 13, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScMuamalah42 Komentar

Harta haram sudah seharusnya dijauhi. Artinya, kita tidak boleh mencari pekerjaan dari usaha yang haram. Jika
terlanjur memilikinya, harus dicuci atau dibersihkan dari harta yang halal. Adapun pembagian harta haram secara
mudahnya dibagi menjadi harta haram karena zat -seperti daging babi- dan karena pekerjaan -seperti harta riba dari
bunga bank-.

Pembagian Harta Haram

Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan,

Harta haram ada dua macam: (1) haram karena sifat atau zatnya, (2) haram karena pekerjaan atau usahanya.

Harta haram karena usaha seperti hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).

Harta haram karena sifat (zat) seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.

Harta haram karena usaha lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dalam menjauhinya.
Oleh karenanya ulama salaf, mereka berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung
syubhat yang tumbuh dari pekerjaan yang kotor.

Adapun harta jenis berikutnya diharamkan karena sifat yaitu khobits (kotor). Untuk harta jenis ini, Allah telah
membolehkan bagi kita makanan ahli kitab padahal ada kemungkinan penyembelihan ahli kitab tidaklah syar’i atau
boleh jadi disembelih atas nama selain Allah. Jika ternyata terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama
selain Allah, barulah terlarang hewan tersebut menurut pendapat terkuat di antara pendapat para ulama yang ada.
Telah disebutkan dalam hadits yang shahih dari ‘Aisyah,

‫ وسمموُا أومنتلمم وولكللوُا‬: ‫ال وعلوميهه وووسلموم لسئهول وعمن قوموُمم يوأملتوُون هباَللممحهم ووول يلمدورىَ أووسممموُا وعلوميهه أومم ول ؟ فووقاَول‬
‫صملىَّ م‬ ‫أومن النمبه م‬
‫ي و‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak
diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda,
“Sebutlah nama Allah (ucapkanlah ‘bismillah’) lalu makanlah.”[1] (Majmu’ Al Fatawa, 21: 56-57)

Pencucian Harta Haram

Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri –semoga Allah memberkahi umur beliau– menerangkan bahwa
harta haram bisa dibagi menjadi tiga dan beliau menerangkan bagaimana pencucian harta tersebut sebagai berikut.

1- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya
dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.

2- Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta
semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.

3- Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah
dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah
pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika
dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫صلوةة بهوغميهر طللهوُمر وولو و‬


‫صودقوةة هممن لغللوُمل‬ ‫لو تلمقبولل و‬
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224).
Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah
tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma
dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu
Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal
gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014). Lihat bahasan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri
dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.

Kaedah dalam Harta Haram Secara Umum

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:

1- Harta haram karena zatnya seperti harta rampasan atau curian, maka haram untuk menerima dan membelinya.

2- Harta haram secara umum seperti khomr (minuman keras), rokok atau semacam itu tidak boleh diterima dan
tidak boleh dibeli. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 151)

Kaedah dalam Harta Haram Karena Usaha (Pekerjaan)

Kaedah dalam memanfaatkan harta semacam ini -semisal harta riba- disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin
Sholih Al ‘Utsaimin,

.‫ دون ومن أخذه منه بطريق مباَح‬،‫أن ماَ لحررم لكسبه فهوُ حرام علىَّ الكاَسب فقط‬

“Sesuatu yang diharamkan karena usahanya, maka ia haram bagi orang yang mengusahakannya saja, bukan pada
yang lainnya yang mengambil dengan jalan yang mubah (boleh)” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)

Contoh dari kaedah di atas:

1- Boleh menerima hadiah dari orang yang bermuamalah dengan riba. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)

2- Boleh transaksi jual beli dengan orang yang bermuamalan dengan riba. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)

3- Jika ada yang meninggal dunia dan penghasilannya dari riba, maka hartanya halal pada ahli warisnya. (Liqo’ Al
Bab Al Maftuh, kaset no. 10)

Contoh-contoh di atas dibolehkan karena harta haram dari usaha tersebut diperoleh dengan cara yang halal yaitu
melalui hadiah, jual beli dan pembagian waris.

‫ك وعمممن هسووُا و‬
‫ك‬ ‫ك ووأومغنههنىَّ بهفو م‬
‫ضل ه و‬ ‫اللمهلمم امكفههنىَّ بهوحلوله و‬
‫ك وعمن وحوراهم و‬
Allahummak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa aghniniy bi fadhlika ‘amman siwaak. [Ya Allah, cukupkanlah aku
dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku dari yang Engkau haramkan. Cukupkanlah aku dengan karunia-
Mu dan jauhkan dari bergantung pada selain-Mu]. (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Kata Tirmidzi,
hadits ini hasan ghorib. Sebagaimana disebutkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1: 474, hadits ini
hasan secara sanad)

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

@ Maktab Jaliyat (Islamic Center) Bathaa’, Riyadh-KSA, 28 Shafar 1434 H

Anda mungkin juga menyukai