Anda di halaman 1dari 6

Bagaimana Nasib Blue Bird & Express Setelah Gandeng Gojek & Uber?

Seorang pria melintasi jajaran kendaraan di Pool Taxi Express milik PT. Express Transindo Utama Tbk di Tanah Kusir,
Jakarta, Jumat (6/10/17). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Oleh: Ringkang Gumiwang - 20 April 2018


Keputusan perusahaan taksi konvensional berkolaborasi dengan aplikasi penyedia jasa
transportasi ada yang berdampak tapi juga sebaliknya.
tirto.id - Putut bergelut dengan jalanan hampir 15 tahun sebagai sopir taksi di ibu kota.
Beberapa tahun lalu semua berjalan biasa-biasa saja, sampai semuanya berubah ketika taksi
online atau taksi aplikasi muncul sekitar 2015.
“Yang paling terasa itu pada 2016, sepi penumpang. Kalah dengan taksi aplikasi. Jadi, harus
lebih kerja keras lagi untuk dapat penumpang,” katanya kepada Tirto.
Semenjak 2017, jumlah penumpang yang dilayani Putut perlahan-lahan meningkat.
Menurutnya, orderan yang meningkat itu lantaran didorong oleh kolaborasi antara Blue Bird
dengan Gojek Indonesia. Pengakuan Patut bukan mengada-ada, Rivki, warga Bogor yang
bekerja di Jakarta Pusat mengaku sering memakai taksi Blue Bird pada fitur GO-CAR.
“Saya bahkan pernah memakai taksi Blue Bird secara berturut-turut selama sepekan. Padahal,
saya memilih fitur GO-CAR, bukan Go-Blue Bird, ” kata pria berumur 28 tahun ini kepada
Tirto.
Kehadiran taksi aplikasi pada 2015 memang berdampak negatif terhadap bisnis taksi
konvensional. Berbagai cara perusahaan taksi agar dapat bertahan hidup, antara lain
menggandeng para perusahaan aplikasi. Blue Bird dan Gojek mulai menjalin kerja sama
sejak 1 Februari 2017. Pelanggan GO-CAR yang mendapatkan taksi Blue Bird akan
menikmati tarif dan promo yang sama dengan armada GO-CAR lainnya.
Kerja sama Blue Bird dan Gojek kian erat pada Maret 2017. Gojek mengumumkan layanan
baru dari aplikasinya, yakni GO-BlueBird. Dengan layanan baru itu, pelanggan yang dilayani
taksi Blue Bird akan dikenakan tarif argo.
“Dengan bertambahnya channel order kami, selain menyetop di jalan, pangkalan, aplikasi My
Blue Bird, dan GO-BLUE BIRD, saya harap pengemudi Blue Bird semakin semangat dan
sejahtera,” ujar Adrianto Djokosoetono Direktur PT Blue Bird Tbk.
Kolaborasi perusahaan taksi dan perusahaan aplikasi penyedia jasa transportasi ternyata
dilakukan taksi Express. Taksi milik konglomerat Peter Sondakh ini menggandeng Uber pada
19 Desember 2016.
Dari kerja sama itu, para pengemudi taksi Express dapat menggunakan aplikasi Uber untuk
menerima pemesanan perjalanan uberX. Sedangkan, pengemudi Uber mendapatkan fasilitas
untuk mencicil kendaraan dari Express Group.
Apa dampak kolaborasi terhadap kinerja keuangan masing-masing taksi konvensional di
2017?
Pertumbuhan pendapatan Blue Bird terakhir kali terjadi pada 2015, saat itu pendapatan Blue
Bird naik 15 persen menjadi Rp5,47 triliun dari tahun sebelumnya Rp4,75 triliun. Namun,
pada tahun berikutnya, pendapatan Blue Bird turun 12 persen menjadi Rp4,79 triliun sebagai
imbas menjamurnya taksi online, terutama di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jadetabek).
Sepanjang 2017, Blue Bird kembali mencatatkan penurunan pendapatan. Taksi dengan logo
bergambar Burung Biru ini meraup pendapatan senilai Rp4,2 triliun, turun 12 persen dari
2016 sebesar Rp4,79 triliun. Pendapatan Blue Bird dari Jadetabek mencapai Rp3,26 triliun,
turun 10 persen dari Rp3,63 triliun. Sedangkan pendapatan dari luar Jadetabek mencapai
Rp940,31 miliar, atau turun 19 persen dari Rp1,15 triliun.

Menurunnya pendapatan usaha, membuat laba bersih Blue Bird juga ikut terkoreksi. Emiten
dengan kode BIRD ini meraup laba bersih sebesar Rp427,49 miliar sepanjang 2017. Angka
itu turun 16 persen dari laba bersih 2016 senilai Rp510,2 miliar.

Baca juga: Sayonara Taksi Sedan, Selamat Datang Taksi MPV!

Secara tahunan pendapatan dan laba bersih Blue Bird pada 2017 menurun, kinerja Blue Bird
pada tahun Ayam Api itu relatif stabil, dan cenderung merangkak naik apabila dilihat antar
kuartal.

Pada kuartal I-2017, pendapatan Blue Bird tercatat menurun 10 persen menjadi Rp1,03 triliun
dari kuartal IV-2016. Namun pada kuartal-kuartal berikutnya, pendapatan mulai naik. Kuartal
II-2017, pendapatan naik 0,2 persen, kuartal III-2017 naik 1 persen, dan kuartal IV-2017 naik
2 persen.
Pola yang hampir sama juga terjadi pada laba bersih Blue Bird. Pada kuartal I-2017, laba
bersih Blue Bird turun 20 persen, pada kuartal II-2017 turun 36 persen, kuartal III-2017 naik
44 persen dan kuartal IV-2017 naik 15 persen.
“Jika melihat historis secara kuartal 2017, besar kemungkinan pendapatan Blue Bird stabil
karena menggandeng Gojek. Selain itu, aplikasi Blue Bird juga sudah banyak penggunanya,”
kata Kiswoyo Adi Joe, analis PT Narada Kapital Indonesia kepada Tirto.
Membaiknya jumlah pemesanan di seluruh channel perseroan, seperti aplikasi Gojek, aplikasi
Blue Bird dan lain sebagainya juga tidak terlepas dari persoalan tarif taksi online dengan tarif
taksi konvensional yang sudah tak berjarak. Contohnya ketika menggunakan aplikasi Gojek
pukul 19.00 WIB di Jakarta Pusat. Misalnya untuk jarak 2 kilometer, tarif GO-CAR
mencapai Rp17.000. Sementara fitur Go Blue Bird, tarifnya berkisar dari Rp7.000-8.000.
“Tidak seperti tarif pada 2016, tarif taksi aplikasi dengan taksi online gap-nya sudah semakin
kecil sekarang ini. Bahkan, dalam kondisi tertentu, tarif taksi aplikasi (online) bisa lebih
mahal,” kata Michael Tene, Head of Investor Relations Blue Bird kepada Tirto.
Infografik kinerja emite taksi kuartalan
Express Makin Tersungkur
Bisnis taksi konvensional yang terpukul taksi online sepanjang 2017 juga dirasakan oleh PT
Express Trasindo Utama Tbk. Kinerja pendapatan Express tercatat Rp304,71 miliar
sepanjang 2017, anjlok 51 persen dari 2016 sebesar Rp618,2 miliar.
Anjloknya pendapatan, membuat perusahaan dengan kode emiten TAXI ini menanggung rugi
bersih hingga Rp492,1 miliar, atau naik 166 persen dari rugi bersih tahun sebelumnya sebesar
Rp184,74 miliar.
Baca juga: Curhat Sopir Angkot Soal Driver Taksi Online yang Menolak Uji Kir
Selain Blue Bird, kinerja Express dari kuartal pertama sampai dengan kuartal IV-2017 justru
terus terperosok. Kolaborasi antara Express dan Uber tampaknya belum bisa menahan
tergerusnya kinerja pendapatan. Apalagi Uber kin sudah masuk dalam skema aksi korporasi
dari Grab di Asia Tenggara.
Pendapatan Express pada kuartal I-2017 tercatat anjlok 26 persen dari kuartal IV-2016. Pada
kuartal berikutnya, pendapatan tumbuh 3 persen, turun lagi 9 persen di kuartal III-2017 dan
naik tipis 0,3 persen pada kuartal IV-2017.

“Meski telah berkolaborasi dengan aplikasi (Uber), sangat berat bagi Express untuk bisa
menumbuhkan pendapatannya. Apalagi, jumlah pengemudi Express juga sudah berkurang,”
tambah Kiswoyo.

Sekretaris Perusahaan Express Megawati Affan sayangnya tidak merespons saat Tirto
mengonfirmasi soal kondisi kinerja perusahaan dan jumlah pengemudi yang berkurang.
Sepanjang semester I-2017, Express telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
kepada 250 karyawan.

Dalam dua tahun terakhir, bisa dibilang fokus strategi emiten taksi adalah bagaimana untuk
bertahan hidup dari taksi online. Jurus merangkul lawan dengan berkolaborasi punya dampak
bagi Blue Bird.
Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI UMUM atau tulisan menarik lainnya Ringkang
Gumiwang
(tirto.id - Ekonomi)

Reporter: Ringkang Gumiwang


Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra
Sumber : https://tirto.id/bagaimana-nasib-blue-bird-amp-express-setelah-gandeng-gojek-amp-
uber-cH4h
Waktu akses : 19:03 WIB. 9/17/2018
Nama : Wildan Pratama
NIM : 3411161014
Kelas : SCDM-A

Taksi BLUE BIRD berkolaborasi dengan perusahaan Gojek Indonesia


Taksi merupakan kendaraan umum yang dimana terbiasa mangkal di beberapa tempat
seperti, stasiun, bandara, supermarket, dan lain-lain. Konsumen yang ingin menggunakan
jasanya maka harus menuggu taksi lewat, atau menghampiri taksinya. Pemabayarannya pun
secara tunai. Sekarang bisnis tersebut mulai tersingkirkan, dengan adanya taksi online.
Blue Bird berkolaborasi dengan Go-Jek Indonesia membuat perubahan proses
bisnisnya berubah, sehingga memberikan manfaat baik konsumen, pengemudi. Konsumen
hanya membuka apalikasi di handphone, menetukan tujuan, menghitung jarak keluar total
harga. Pengemudi yang on akang menghampiri konsumen melihat dari gps dan chat langsung
terhadap penumpang, setelah mencapai tujuan melakukan pembayaran bisa tunai/ atau pakai
go-pay(e-money Go-jek).
Proses bisnis demikian lebih banyak dipilih konsumen saat ini, dikarenakan gaya hidup
yang ingin serba praktis, seperti hanya perlu menunggu dijemput taksinya. Keperktisan lebih
ditonjolkan , seperti pembayaran tidak hanya scara tunai bisa pake go-pay. Harga perjalan
langsung diketahui karena sudah menentukan lokasi tujuan, sehingga ada perkiraan dari
konsumennya.
Kesimpulan, kolaborasi antara blue-bird dan go-jek indonesia bisa menaikan
keuntungan blue bird yang awalnya mengalami penurunan.

Anda mungkin juga menyukai