Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis Biaya Volume Laba/BVL (cost volume profit analysis/CVP) merupakan
suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini
dikarenakan CVP menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga,
semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP berfokus
kepada lima hal, yaitu: harga produk (prices of products), volume produksi, biaya
variable per unit, total biaya tetap (biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh
fluktuasi kuantitas produksi), dan mix of product sold (bauran produk dalam penjualan).

Analisis CVP dapat membantu manajemen untuk mengetahui beberapa hal penting,
antara lain: Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas; Dampak
pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas; Dampak kenaikan harga
terhadap laba ; Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk
mencapai tingkat laba yang diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki; Tingkat
sensitivitas harga atau biaya terhadap laba.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisis cost
volume profit analysis, titik impas dalam unit maupun dolar, analisis multiproduk, dan
penyajian grafis hubungan cost volume profit analysis agar manajer dapat dengan bijak
mengambil keputusan yang pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan
perusahaan

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud konsep variable costing ?
1.2.2 Apakah asumsi – asumsi dalam Cost Volume Profit Analysis ?
1.2.3 Bagaimana cara menghitung dan menginterpretasikan Break Even Point (BEP) ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami konsep variable costing dan
asumsi-asumsi dalam cost volume profit (CVP) analysis dan mampu untuk menghitung
dan menginterpretasikan Break Event Point

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP VARIABLE COSTING


Variable Costing merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang
hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah direct
costing.
Biaya Bahan Baku Rp. xxx
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp. xxx +
Harga Pokok Produksi Rp. xxx

Penentuan harga pokok variabel (variable costing) adalah suatu konsep penentuan
harga pokok yang hanya memasukkan biaya produksi variabel sebagai elemen harga pokok
produk. Biaya produksi tetap dianggap sebagai biaya periode atau atau biaya waktu (period
cost) yang langsung dibebankan kepada laba-rugi periode terjadinya dan tidak diperlakukan
sebagai biaya produksi.
Tujuan Penentuan Harga Pokok Variabel (Variable Costing) yaitu penentuan harga
pokok variabel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam memperoleh
informasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan jangka pendek, yaitu:
a) Membantu manajemen untuk mengetahui batas kontribusi (contribution margin)
yang sangat berguna untuk perencanaan laba melalui analisa hubungan biaya-
volume-laba (cost-profit-volume) dan untuk pengambilan keputusan (decision
making) yang berhubungan dengan kebijaksanaan manajemen jangka pendek.
b) Memudahkan manajemen dalam mengendalikan kondisi-kondisi operasional yang
sedang berjalan serta menetapkan penilaian dan pertanggungjawaban kepada
departemen atau divisi tertentu dalam perusahaan.
Jika dihubungkan dengan pihak-pihak yang memakai laporan biaya, maka variabel
costing bertujuan sebagai berikut:
a) Untuk pihak internal, variabel costing digunakan untuk tujuan-tujuan:
 Perencanaan laba
 Penentuan harga jual produk
 Pengambilan keputusan oleh manajemen

2
 Pengendalian biaya
b) Untuk pihak eksternal, meskipun tujuan utamanya untuk pihak internal, konsep
variabel costing dapat pula digunakan oleh pihak eksternal untuk tujuan:
a) Penentuan harga pokok persediaan
b) Penentuan laba
Tujuan eksternal tersebut hanya dapat dicapai apabila laporan yang disusun atas
dasar variabel costing disesuaikan dengan teknik-teknik tertentu, menjadi laporan
yang disusun atas dasar konsep harga pokok penuh (full costing), sebab konsep
variabel costing tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dengan menggunakan Metode Variable Costing
a. Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai
unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai
biaya dalam periode terjadinya.
b. Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat
pada persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode
terjadinya.
c. Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan
tersebut diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan
datang.
Pada metode variable costing, biaya digolongkan menjadi:
1) Biaya variabel (variable costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya berubah secara
proporsioanal sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini dikelompokkan ke
dalam:
a) Biaya variabel produksi, yaitu BBB, BTKL dan BOP variabel.
b) Biaya variabel non produksi, yaitu biaya pemasaran variabel (variable of
marketing expense), biaya adminstrasi dan umum variabel (variable of general
& administative expense), biaya finansial variabel (variable of financial
expense).
2) Biaya tetap (fixed costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap pada konsep variable costing
disebut pula dengan biaya periode (period cost) atau disebut pula biaya kapasitas
(capacity cost).

3
2.2 ASUMSI-ASUMSI DALAM COST VOLUME PROFIT ANALYSIS

Pengertian analisis cost volume profit adalah analisis yang digunakan untuk
menentukan bagaimana perubahan dalam biaya dan volume dapat mempengaruhi pendapatan
operasional (operating income) perusahaan dan pendapatan bersih (net income).

Analisis biaya volume laba merupakan instrumen perencanaan dan pengendaliaan.


Proses analisis ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan masalah dengan
bertumpukan pada pemahaman terhadap pola-pola perilaku biaya perusahaan. Analisis biaya
volume laba (cost-volume-profit analysis) adalah analisis pola-pola prilaku biaya yang
mendsari hubungan-hubungan antara biaya,volume, dan laba. Analisi biaya-volume-laba
kerap pula disebut analisis impas (break-even analysis) karena signifikansiume mengacu
pada sebuah pemicu biaya aktivitas, seperti unit penjualan, yang diasumsikan berkorelasi
dengan perubahan-perubahan pendapatan, biaya, dan laba. Analisis biaya-volume-laba
merupakan persoalan yang kompleks karena hubungan-hubungan tersebut kerap dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian diluar kendali manajemen. Sebagai contoh,
harga jual sebuah produk dipengaruhi tidak hanya oleh biaya produksi saja, yang biasanya
berada dibawah kendali manajemen, tetapi juga oleh perubahan-perubahan trend perilaku
konsumen dan tindakan-tindakan pesaing yang umumnya diluar wilayah kendali manajemen.

Ketidakpastian masa depan, kemungkinan pola-pola prilaku biaya nonlinier, dan sifat
dunia bisnis yang senantiasa bergejolak menuntut asumsi-asumsi yang membatasi aplikasi
teknik analisi biaya-volume-laba. Keterbatasan-keterbatasan analisis biaya-volume-laba ini
sepatutnya dievaluasi secara cermat dalam rangka memastikan bahwa asumsi-asumsinya
realistik untuk seperangkat kondisi operasi dunia nyata.

Analisis biaya-volume-laba merupakan suatu model statistik dari kondisi-kondisi


bisnis kendati pun kondisi-kondisi yang sama di dunia nyata sangatlah dinamik. Oleh karena
itu, manajemen mestilah merevisi fakta-fakta yang terdapat dalam analisis CVP-nya
manakala terjadi perubahan kondisi bisnis yang tengah dipertimbangkan.

Analisis biaya-volume-biaya tergantung pada sejumlah asumsi yang membatasi.


Asumsi-asumsi tersebut diantaranya :

a) Semua biaya dklasifikasikan sebagai biaya variable ataupun biaya tetap. Lebih jauh
dianggap bahwa biaya-biaya lainya, seperti biaya campuran, dapat dipilah-pilah
menjadi unsur-unsur biaya variabel dan tetap. Jumlah biaya tetap sifatnya konstan

4
pada saat aktivitas berubah, dan biaya variabel per unit itidak berganti ketika aktivitas
berubah. Efisiensi dan produktivitas proses produktif serta tenaga kerja dianggap
konstan pula.
b) Fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relavan. Asumsi ini sahih dalam
kisaran relavan kegiatan usaha normal.
c) Fungsi jumlah kegiatan pendapatan adalah linier dalam kisaran relavan. Harga jual
perrunit dianggap konstan dalam kisaran volume produksi. Hal ini menyiratkan pasar
yang murni kompetitif untuk produk atau jasa akhir. Jumlah pendapatan berubah
sebanding dengan perubaha volume penjualan unit produk. Harga jual rata-rata
perrunit produk adalah konstan.
d) Analisisnya untuk sebuah produk atau bauran penjualan dari bermacam-macam
produk adalah konstan dalam kisaran relavan . apabila produk-produk mempunyai
harga jual dan biaya yang berbeda-beda, perubahan bauran penjualan akan
mempengaruhi hasil-hasil analisis biaya-volume-laba.
e) Hanya terdapat satu pemicu biaya : volume unit produk atau rupiah penjualan
Dalam perusahaan pabrikasi, tingkat persediaan pada awal dan akhir periode adalah
sama. Hal ini menyiratkaan bahwa jumlah unit yang diproduksi selama periode
berjalan sama dengan unit yang dijual

2.3 BREAK EVENT POINT

Ukuran yang sering dipakai dalam menilai keberhasilan suatu manajemen perusahaan
ialah tercapainya target penjualan, hal ini berarti terjadinya laba yang maksimal. Untuk
mencapai laba yang maksimum di pengaruhi oleh tiga faktor pendukung, yaitu :

a) Biaya produksi,
b) Harga jual, dan
c) Banyaknya penjualan.

Biaya akan menentukan berapa harga jual, harga jual ini akan mempengaruhi banyaknya
yang akan dijual, banyaknya penjualan akan mempengaruhi banyaknya produksi ,dan
banyaknya yang akan produksi akan mempengaruhi biaya.

Tujuan utama dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya agar
perusahaan tersebut dapat terus berjalan dengan baik. Dalam pencapaian memperoleh laba,

5
manajemen perusahaan menggunakan sebuah pendekatan yang dikenal dengan nama Break
Event Point.

Break Even Point disebut juga analisis titik impas. Break Even Point diartikan sebagai
suatu keadaan atau titik dimana perusahaan dalam kegiatan operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak mengalami kerugian juga. Atau dengan kata lain Break Even Point
(BEP) ialah suatu titik impas antara besarnya jumlah laba dan biaya suatu perusahaan dalam
posisi yang sama atau seimbang, sehingga dalam prosesnya tidak mendapatkan keuntungan
dan kerugian. Break Even Point ini digunakan untuk menganalisis produksi berapa banyak
jumlah barang yang diproduksi atau berapa banyak uang atau laba yang harus diterima untuk
mencapai titik impas atau kembalinya modal.

Dalam suatu perusahaan sebelum memproduksi suatu produk, pertama perusahaan


merencanakan seberapa besar laba yang ingin didapatkan. Ketika menjalankan usaha maka
akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan menggunakan BEP untuk mengetahui
waktu dan tingkat harga penjualan yang dilakukan tidak menempatkan usaha tersebut merugi
dan mampu menetapkan penjualan dengan harga pasar tanpa melupakan laba yang
ditetapkan.Hal ini terjadi karena, biaya produksi merupakan hal yang paling berpengaruh
terhadap penentuan harga jual dan sebaliknya, sehingga dengan penentuan BEP ini dapat
diketahui berapa jumlah barang dan harga pada penjualan. Analisis BEP digunakan untuk hal
yang lain contohnya seperti analisis laporan keuangan. Dalam penentuan BEP atau titik
impas ini perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini agar dapat ditentukan dengan
tepat, yaitu:

a. Tingkat laba yang menjadi target dalam suatu periode


b. Kapasitas produksi yang tersedia
c. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, seperti biaya tetap dan biaya variabel.

Dalam menghitung berapa besar BEP atau titik impas tentu saja memerlukan komponen-
komponen. Berikut ini merupakan komponen dari BEP, yaitu:

1. Fixed Cost

Komponen ini termasuk dalam biaya tetap atau konstan, jika adanya kegiatan
produksi ataupun tidak sedang berproduksi.

6
2. Variabel Cost

Komponen ini bersifat dinamis. Variabel cost disebut biaya per unit, yang bergantung
pada tingkat volume produksinya. Jika produksi meningkat, maka variabel cost juga akan
meningkat. Contohnya yaitu biaya bahan baku, biaya listrik, dan sebagainya.

3. Selling Price

Pengertian selling price adalah harga jual per unit barang atau jasa yang telah
diproduksi.

Rumus yang digunakan untuk menghitung Break Event Point ada dua, yaitu:

1. Dasar Unit

Cara menghitung berapa unit jumlah barang atau jasa yang harus diproduksi untuk
mendapatkan titik impas:

BEP = FC /(P-VC)
2. Dasar Penjualan

Cara menghitung berapa rupiah nilai penjualan yang harus diterima untuk mendapat
titik impas:

FC/ (1 – (VC/P))*

Penghitungan (1 – (VC/P)) biasa juga disebut dengan istilah Margin Kontribusi Per Unit.

Keterangan:

BEP : Break Even Point

FC : Fixed Cost

VC : Variabel Cost

P : Harga per unit

S : Volume Penjualan

7
Contoh Soal :
Diketahui:
Total Biaya Tetap (FC) bernilai Rp 100 juta

Total Biaya Variabel (VC) per unit bernilai Rp 60 ribu

Harga jual barang per unit bernilai Rp 80 ribu

Penyelesaian:

Perhitungan BEP Unit


BEP = FC/ (P – VC)
BEP = 100.000.000/ (80.000 – 60.000)
BEP = 5000

Penghitungan BEP Penjualan


BEP = FC/ (1 – (VC/P))
BEP = 100.000.000/ (1 – (60.000/80.000))
BEP = Rp 400.000.000

Dari analisis perhitungan diatas, perusahaan dapat mengetahui laba yang akan diperoleh
berdasarkan besarnya penjualan minimum. Berikut merupakan rumus untuk menghitung
target laba sebagai berikut:

BEP – Laba = (FC + Target Laba) / (P – VC)

FC, VC, dan P mengikuti contoh sebelumnya, dengan tambahan perusahaan ini memiliki
target laba sebesar Rp 80 juta per bulan.

BEP – Laba = (FC + Target Laba) / (P – VC)


BEP – Laba = (100.000.000 + 80.000.000) / (80.000 – 60.000)
BEP – Laba = 180.000.000 / 20.000
BEP – Laba = 9.000 unit atau
BEP – Laba = Rp 720 juta (didapat dari: 9000 unit x Rp 80.000)

8
BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Penentuan harga pokok variabel (variable costing) adalah suatu konsep penentuan
harga pokok yang hanya memasukkan biaya produksi variabel sebagai elemen harga pokok
produk. Biaya produksi tetap dianggap sebagai biaya periode atau atau biaya waktu (period
cost) yang langsung dibebankan kepada laba-rugi periode terjadinya dan tidak diperlakukan
sebagai biaya produksi.
Analisis biaya volume laba merupakan instrumen perencanaan dan pengendaliaan.
Proses analisis ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan masalah dengan
bertumpukan pada pemahaman terhadap pola-pola perilaku biaya perusahaan. Analisis biaya
volume laba (cost-volume-profit analysis) adalah analisis pola-pola prilaku biaya yang
mendsari hubungan-hubungan antara biaya,volume, dan laba. Analisi biaya-volume-laba
kerap pula disebut analisis impas (break-even analysis) karena signifikansiume mengacu
pada sebuah pemicu biaya aktivitas, seperti unit penjualan, yang diasumsikan berkorelasi
dengan perubahan-perubahan pendapatan, biaya, dan laba.
Break Even Point disebut juga analisis titik impas. Break Even Point diartikan sebagai
suatu keadaan atau titik dimana perusahaan dalam kegiatan operasinya tidak memperoleh
keuntungan dan tidak mengalami kerugian juga. Atau dengan kata lain Break Even Point
(BEP) ialah suatu titik impas antara besarnya jumlah laba dan biaya suatu perusahaan dalam
posisi yang sama atau seimbang, sehingga dalam prosesnya tidak mendapatkan keuntungan
dan kerugian.

9
DAFTAR PUSTAKA
http://accounting-media.blogspot.co.id/2013/06/perbedaan-konsep-variable-costing.html
Hansen, D.R., dan Mowen, M.M. 2005. Managerial Accounting. Seventh Edition.
Cincinnati: South-Western College Publishing

10

Anda mungkin juga menyukai