Anda di halaman 1dari 11

FROZEN SHOULDER

A. DEFINISI

Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak
menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada foto Rontgen. tetapi
menunjukkan adanya pembatasan gerak. Frozen shoulder dapat diidentikkan dengan
capsulitis adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak baik
secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak.
Adhesive capsulitis dianggap fibrosis kapsul sendi glenohumeral dengan respon
inflamasi kronis. Pasien mengalami rasa sakit, rentang gerak yang terbatas, dan
kecacatan umumnya berlangsung antara 1 sampai 24 bulan. Tujuan dari saran klinis
ini adalah untuk meninjau patofisiologi adhesiva capsulitis dan mendiskusikan
intervensi terapi fisik yang didukung oleh bukti, sehingga meningkatkan praktik
berbasis bukti.

B. TANDA DAN GEJALA


1. Frozen / Kaku / Keterbatasan Gerakan Glenohumeral Joint
Pada tahap regenerasi (4 hari – 3 minggu) tidak berjalan sebagaimana
mestinya, maka nosisensorik tetap meninggi (proses radang terus berlanjut)
penderita sulit bergerak karena nyeri bahu, jaringan parut yang dihasilkan tidak
maksimal terulur, selain itu akibat proses peradangan kronis suplai makanan
berkurang sehingga terjadi atropi atau kematian jaringan pada kapsula sendi.
Kapsula menjadi mengerut terjadi perlengketan dan berkurang elastisitasnya.
Atropi biasanya terjadi pada hampir seluruh sisi kapsula (dominan anterior dan
caudal) yang ditandai dengan gerakan eksorotasi dan abduksi paling sering
terbatas.

2. Nyeri Bahu / Pain


Proses peradangan yang berlanjut bisa diakibatkan proses regenerasi
jaringan tidak terjadi. Nosisensorik tetap peka dengan NAR yang rendah.
Keadaan ini menyebabkan setiap pergerakan di bahu menimbulkan nyeri / sakit
gerak. Nyeri akan dirasakan pada C3-C4 sehingga otot-otot yang dipersafinya
bisa mengalami spasme seperti : M. Deltoid, M. Supra / Infra, M. Teres Minor,
yang berakibat menambah frozen shoulder yang dapat menyebabkan pasien
tidak dapat mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat
mengambil dompet.

3. Atropi otot dan Kelemahan pada M. Deltoid, Supra / Infra


Keadaan kronis pada bahu yang berulang dari 4 hari / 2-3 minggu ke atas
menyebabkan otot tidak dapat digunakan secara baik. Akibat nyeri, spasme
pada Frozen, otot cenderung tidak digunakan, akibatnya sifat fisiologi otot
menurun. Serabut otot (myofibril) mengalami atropi sehingga fleksibilitas dan
ekstensibilitas menurun. Atropi secara langsung berdampak pack fungsi motor
unit saraf motorik yang bertanggung jawab sehingga kekuatan otot akan
menurun dan otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil.

C. FASE-FASE FROZEN SHOULDER

Pengetahuan mengenai fase-fase ini sangat penting artinya terutama dalam


pelaksanaan terapi fisioterapi.
Fase I
Dari 24 jam?minggu I setelah trauma dengan gejala-gejala: nyeri yang dominan,
gerakan sendi terbatas ke segala arah karena sakit, dan kadang-kadang disertai
bengkak.
Fase II
Dari minggu II s/d IV setelah trauma, dengan gejala-gejala yang dominan : jarak
gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama pada abduksi dan exorotasi, nyeri tajam
pada akhir ROM dan gangguan koordinasi dan aktivitas lengan/bahu.
Fase III
Setelah minggu IV, dengan gejala-gejala dominan : bahu kaku dan terkunci pada
ROM tertentu serta timbulnya subtle sign, gerakan sendi bahu sangat terbatas,
membesarnya otot-otot daerah gelang bahu dan sedikit rasa nyeri.

D. KLASIFIKASI DARI FROZEN SHOULDER :


 Pembagian Frozen shoulder
1. Periarthritis
– Tendinitis Supraspintus
– Tendinitis Bisipitalis
– Bursitis Akromialis
2. Kapsulitis Adehesive
– Sama seperti pada penderita periarthritis, yaitu tidak dapat menyisir
rambut karena nyeri dan bagian di depan samping bahu.
– Nyeri pada daerah tersebut terasa jika lengan digerakkan secara aktif,
ini berarti bahwa gerakan aktif dibatasi nyeri.
– Tetapi bila gerakan pasif diperiksa, maka ternyata gerakan tersebut
pun terbatas karena adanya sesuatu yang disebabkan oleh
perlengketan.
– Bila diperiksa, maka nyeri yang dirasakan bagian depan dan samping
bahu menjalar ke lipatan siku dan ke permukaan anterior lengan
bawah serta ke daerah otot pectoralis.
 Keterbatasan sendi bahu (kaku pada bahu) yang dikaitkan dengan kapsula
adhesive secara langsung dapat disebabkan oleh :
1. Causa Primair
 Pengerutan / atropi dari hampir seluruh atau sebagian kapsula sendi
glenohumeral pada bagian anterior dan caudal
 Perlengketan antara kapsula sendi jaringan lunak disekitarnya
 Penurunan tingkat elastisitas kapsula sendi
2. Causa Sekundair
– Adanya nyeri saat sendi diupayakan bergerak / digerakkan
(mobilisasi)
– Kelemahan otot di sekitar bahu.
Keadaan bahu seperti di atas dapat diawali dengan tendinitis Supraspinatus /
Bisipitalia atau Bursitis Acroamilis, karena tidak diobati dan gerakan di sendi
bahu yang menimbulkan nyeri tidak dilatih, maka lama kelamaan menimbulkan
perlengketan.
 Frozen Shoulder Akibat Tendinitias Supraspinatus
Otot supraspinatus dengan tendonnya sering menjadi korban pekerjaan atau
trauma. Karena bekerja terlampau berat dan berkepanjangan dengan lengan yang
harus mengangkat (kontraksi isotonik) atau harus mendorong, menyangga
(kontraksi isometric) dan sebagainya, maka otot-otot rotator cuff bisa mengalami
gangguan dan kerusakan.
Tendinitis supraspinatus ini disebabkan oleh kerusakan akibat gesekan atau
penekanan yang berulang-ulang dan berkepanjangan oleh tendon otot biceps
dalam melakukan gerakan ekstensi lengan dan ke depan. Tendon otot
supraspinatus dan tendon otot biceps bertumpang tindih dalam melewati
terowongan yang dibentuk oleh caput humeri yang dibungkus oleh capsul sendi
glenohumeral sebagai lantainya, dan ligamentum ccoracoacromialis serta
akromiom sebagai atapnya. Adakalanya berkus neurovakuler yang mendampingi
tendon otot supraspinatus ikut terjebak, sehingga terjadi ischemia otot
supraspinatus.
Adanya gerakan atau penekanan yang berulang-ulang akan diikuti dengan
“proses peradangan akut” proses peradangan akan ditandai dengan nyeri dan
oedema pada sendi baku, diikuti spasme otot sekitar shoulder dan fuctional lesa.
Jika terjadi proses peradangan fisiologi maka dalam 3 minggu keadaan ini
menjadi baik, tetapi jika berubah menjadi proses patologi maka akan terjadi
proses peradangan berlanjut yang ditandai dengan adanya; deformity, disability,
atropi, oedema dan nyeri yang terjadi pada daerah bahu.

E. PATOFISIOLOGI
Frozen shoulder dapat terjadi selain karena gangguan miofisial “rotator cuff”,
dapat pula dikarenakan oleh Diabetes Melitus, “disuse” dari sendi bahu yang sering
terjadi pada stroke / Hemiparese / Hemiplegia, Immobilisasi (fraktur, dislokasi,
operatif). Kebanyakan penderita frozen shoulder adalah wanita yang umur di atas 40
tahun.
Pada frozen shoulder posisi menggantung lengan disertai hilangnya kekuatan otot
dan pengikat sendi (ligament) sebagai penyangga mengakibatkan keluar nya kepala
sendi dari mangkoknya yang disebut subluksasi sendi bahu sehingga mengakibatkan
tidak sempurnanya scapulo humeral rhythm.
Bila lengan digerakkan ke atas secara pasif, gerakan berputar tulang belikat dan
terangkatnya tulang akromion yang dibutuhkan tidak terjadi, sehingga tonjolan tulang
humerus membentur tulang akromion dan penderita merasa sakit. Stabilisasi pasif
sendi (ligament) coracohumrale yang berfungsi dalam mekanisme pengerem terhadap
gerakan berlebihan sendi bahu sering terganggu akibat hilangnya mekanisme
perlindungan otot-otot bahu; akibatnya, fungsinya sebagai pengerem hilang, sehingga
pada keadaan tersebut otot-otot sekitar sendi bahu (rotator cuff) akan sangat mudah
mengalami cedera atau terjadinya penguluran yang berlebihan yang dikenal dengan
over stretch.
a) Dengan berbagai faktor di atas, penderita cenderung takut bila lengannya
digerakkan ke atas, dan mempertahankan lengan nya dalam posisi
mendekat di badan (adduksi). Bila hal ini terjadi dan berlangsung lama,
akan mengakibatkan perlengketan kapsul dan mengkerutnya kapsul sendi
sehingga gerakan sendi tersebut akan mengalami keterbatasan dan
bertambah nyeri.

F. PEMERIKSAAN FISIOTERAPI:

Pemeriksaan fisioterapi pada kondisi frozen shoulder merupakan istilah untuk


semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup
gerakan.
Pembatas lingkup gerakan di sendi bahu akibat gangguan miofasial sering
dikelompokkan juga dalam frozen shoulder, sehingga termasuk di dalamnya Bursiris
Akromialis, Tendinitis Supraspinatus, Tendinitis Bisipitalis, yang tepatnya
digolongkan dalam kelompok periarthritis., sebagai berikut:
a) Anamnesis Umum : Identitas penderita
b) Anamnesis khusus:
1. Keluhan utama penderita
2. Lokasi keluhan utama
3. Sifat keluhan utama
4. Lamanya keluhan
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
c) Inspeksi : Dilakukan dalam posisi statis dan dinamis penderita.
d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.
e) Pemeriksaan Fungsi Dasar : Gerakan aktif, pasif dan tes isometrik melawan
tahanan sendi bahu.
f) Pemeriksaan Spesifik:
1. Tes intra artikular (Joint Play Movement) sendi bahu.
2. Tes kekuatan otot.
3. Tes koordinasi gerakan.
4. Tes sirkumferentia otot (lingkar otot) daerah bahu.
5.
G. TES-TES KHUSUS FROZEN SHOULDER
1. Yergason’s test.
Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon otot biceps dapat
mempertahankan kedudukannya di dalam sulkus intertuberkularis atau tidak.
2. Speed test
Pemeriksa memberikan tahanan pada shoulder pasien yang berada dalam
posisi fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan supinasi lengan
bawah dan ekstensi elbow. Tes ini positif apabila ada peningkatan tenderness
di dalam sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.
3. Drop-arm test / Test Moseley
Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada
otot –otot serta tendon yang menyusun rotator cuff dari bahu.
4. Supraspinatus test
ABD shoulder pasien sampai 90 dalam posisi netral dan pemeriksa
memberikan tahanan dalam posisi tersebut. Medial rotasi shoulder sampai
30, dimana thumb pasien menghadap ke lantai. Tahanan terhadap ABD
diberikan oleh pemeriksa sambil melihat apakah ada kelemahan atau nyeri,
yang menggambarkan hasil tes positif. Jika hasil tes positif indikasi ada
kerobekan / cidera otot atau tendon supraspinatus.
5. Apprehension test untuk dislokasi posterior shoulder
Pemeriksa memfleksikan kedepan shoulder pasien disertai medial rotasi,
lalu pemeriksa menekan kearah posterior elbow pasien.
6. Apprehension test untuk dislokasi anterior shoulder
Pemeriksa mengabduksikan dan lateral rotasi shoulder pasien secara
perlahan.
7. Allen Maneuver
Pemeriksa memfleksikan elbow pasien sampai 90, sementara shoulder
ekstensi horizontal dan lateral rotasi, disertai rotasi kepala pasien ke sisi
yang berlawanan.
8. Adson Maneuver
Kepala pasien rotasi ke sisi shoulder yang diperiksa lalu ekstensi kepala
pasien sementara pemeriksa memposisikan shoulder pasien lateral rotasi dan
ekstensi.
9. Apley Scratch test
Pasien diminta menggaruk daerah di sekitar angulus medialis scapula
dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala.
10. Test Roos
Posisi pasien duduk dengan bahu retraksi dan depresi sejauh mungkin,
selanjutnya pasien diminta untuk menutup dan membuka jarinya kuat-kuat
secara bergantian.
H. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus frozen shoulder Adapun masalah yang


sering mengganggu pasien seperti ini adalah : rasa nyeri gerak, terbatasnya ROM
sendi bahu, kelemahan otot-otot daerah bahu, tidak mampu melakukan gerakan-
gerakan fungsional, yaitu : menyisir rambut, mengambil sesuatu yang tinggi,
mengambil dompet.
Tujuan fisioterapi :
1. Mengatasi rasa nyeri pada bahu.
2. Menambah gerak sendi bahu
3. Meningkatkan kekuatan otot-otot bahu.
4. Mengembalikan aktifitas fungsional bahu.
I. PENATALAKSANAAN TERAPI
1) Elektro Terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah Continuous Electro
Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus AC dengan frekuensi terapi 27 MHz
yang memproduksi energi elektromagnetik dengan panjang gelombang 11,6
meter, di gunakan untuk menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui suatu
proses tertentu dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini menghasilkan energi
internal kinetika di dalam jaringan tubuh sehingga timbul panas; energi ini akan
menimbulkan pengaruh biofisika tubuh misalnya pada thermosensor lokal
maupun sentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur persendian.
Tujuan yang diharapkan dan arus CEM ini adalah menurunkan aktifitas noxe
sehingga nyeri berkurang, meningkatkan elastisitas aringan dan sebagai
pendahuluan sebelum exercises.
2) Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi yang diberikan adalah gerakan roll dan slide pada gerakan-
gerakan sendi bahu yang mengalami keterbatasan.Tujuan metode ini adalah
membebaskan perlengketan pada permukaan sendi, sehingga jarak gerak sendi
akan bertambah. Dasar teknik ini adalah memperhatikan bentuk kedua permukaan
sendi dan mengikuti aturan Hukum Konkaf dan Konveks suatu persendian.
3) Exercises Therapy
Exercises therapy yang diberikan pada kondisi tersebut adalah latihan
Resistance Exercises dan Metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
(PNF) yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot daerah bahu baik manual
maupun dengan menggunakan beban. Selain itu juga dapat diberikan latihan
dengan teknik Hold Relax yang bertujuan untuk mengulur otot -otot yang
memendek pada daerah bahu. Latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setelah
penderita mendapatkan modalitas elektro terapi.
4) Latihan aktivitas sehari-hari
Bentuk aktivitas yang bermanfaat bagi penderita frozen shoulder adalah
menyisir rambut, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet, memutar
lengan, dan mengangkat beban yang kecil-kecil.

Goal of treatment :
- mengurangi nyeri
-mengurangi spasme
-menormalkan LGS
-meningkatkan kekuatan otot
-mengembalikan fungsional aktifitas secara optimal
DAFTAR PUSTAKA

1. Djohan Aras. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder, Akfis


Ujungpandang. 1994.
2. De Wolf AN, Mens JMA. Pemeriksaan alat penggerak tubuh, diagnostik fisis
umum, cet 11, Bohn Statleu Van Loghum Houten/Zaventem. 1994.
3. Kisner C. Lynn AC. Therapeutic exercises foundation and techniques, ed.
11.Philadelphia, USA: F.A. Davis Co. 1990.
4. Djohan Aras. Pelatihan Elektro Terapi. Makalah Akfis. Ujungpandang. 1993.
5. Priguna Sidharta. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek umum, Pustaka
Universitas UI, Jakarta. 1983.
8. Soeharyono. Sinkronisa.ci gerak persendian daerah gelang bahu pada gerak
abduksi lengan. Maj Fisioterapi 1994; 2(23).
6. Purnomo. Fisioterapi pada kapsulitis adhesive, TITAFI ke VI, Jakarta. 1988.
7. Cailliet R. Soft tissue pain and disability. Philadelphia, USA: F.A. Davis Co.
1977.

Anda mungkin juga menyukai