Anda di halaman 1dari 27

Makalah Proses Pembuatan Semen

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap
mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya
dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan
fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di
Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat.
Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai
bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil
percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan
Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100-1500 M) resep
ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John
Smeaton, seorang insinyur asal Inggris menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar
biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat
membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Material itu sendiri adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam
bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan Sains material yaitu suatu cabang ilmu yang
meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang mengkaitkan komposisi, struktur
dan pemrosesan material dengan sifat-sifat kegunaannya. Semen termasuk material yang
sangat akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.

1.2 Masalah dan Batasan Masalah


Dalam mengetahui kegiatan dalam proses pembuatan semen dan karakteristik dari
jenis-jenis semen dan kegunaannya terdapat beberapa masalah tentang proses pembuatan dan
simulasi pembuatan material tersebut, dimana setiap proses tersebut terdapat pembatasan
masalah yang diperlukan agar tidak menyimpang dalam pembahasan mengenai semua
komponen pembuatan material semen itu sendiri.
1.2.1 Masalah
Perumusan masalah pada laporan ini menjelaskan tentang tata cara bekerja dengan baik,
cara proses kerja yang baik dan benar. Perumusan masalah pada laporan ini menjelaskan
tentang bagaimana cara pengoperasian mesin secara konvensional atau non konvesional.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar tidak menyimpang dalam pembahasan mengenai
semua komponen mesin. Berikut ini adalah pembatasan yang diperlukan untuk membatasi
masalah-masalah dalam penggunaan mesin tersebut :
1. Benda kerja yang dipakai.
2. Proses kerja membahas pentingnya keselamatan bekerja, dan kenyaman bekerja.
3. Pekerjaan teramati dalam kelompok maupun individu.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan semen
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis semen dan kegunaanya
3. Mengetahui bagaimana karakteristik semen
4. Mengetahui proses pembuatan semen dalam industri semen
5. Mengetahui bagaimana pengaruh atau dampak dari industri semen terhadap lingkungan.
6. Mengetahui bagaimana cara menanggulangi dampak negatif dari industri semen.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan untuk pembuatan laporan proses pembuatan semen
adalah studi pustaka dan studi lapangan. Dimana kedua metode tersebut digunakan untuk
pengambilan data selama praktikum berlangsung.
1.4.1 Studi Pustaka
Semua pembelajaran tentang materi pengoprasian mesin, memperoleh pembelajaran
tersebut dari buku modul.
Dimana setelah proses pembelajaran melalui modul kemudian diimplementasikan ke
praktikum teknik sipil dasar.
1.4.2 Studi Lapangan
Data yang dapat diamati tentang pembelajaran ini diambil dari lokasi penelitian maupun
dalam ruang laboratorium.
Data juga dapat diperoleh melalui proses praktikum, dimana setelah melakukan proses
praktikum dapat memperoleh data atas suatu praktikum tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan laporan yang dibuat berdarkan hasil dari data yang telah
dilakukan selama proses pembuatan. Berikut adalah sistematika penulisan yang digunakan
pada penyusunan laporan akhir ini.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan umum, tujuan khusus, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
1. Berisi teori tentang mesin, baik berupa definisi dan cara pengoperasian serta hal-hal lainnya
yang berkaitan dengan mesin tersebut.
2. Berisi tentang teori, baik berupa definisi, jenis-jenis semen dan ciri-ciri dari setiap jenis semen.

BAB III PROSES KERJA


Berisi teori tentang proses kerja dari pembuatan material semen, proses kerja pada
pembuatan material semen, dan proses kerja pembuatan produk yang diinginkan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran atas praktikum proses kerja yang telah
dilaksanakan oleh praktikan.
Dimana kesimpulan dan saran diperoleh setelah kita melakukan penelitian maupun praktikum
dalam proses pembuatannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Semen
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu
produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga
menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis
yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur
dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824 mencoba
membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan,
digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur
(CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO)
bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi
tepung yang kemudian dikenal dengan Portland. Semen portland adalah semen yang paling
banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland yang digunakan di Indonesia harus
memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan
fisik di sektor konstruksi sipil. jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika
ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan
agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton
keras (concrete).

2.2 Jenis-Jenis Semen


Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan
yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi duka kelompok yaitu : 1). Semen non-
hidrolik dan 2). Semen hidrolik.
1. Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat
mengeras diudara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis dialam. Kapur telah digunakan selama
berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan. Hal tersebut
terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun sebelum masehi. Kapur
digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman Romawi dan Yunani.
Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium oksida yang
tinggi ketika maish berbentuk kapur tohor (belum berhubungan dengan air) dan akan
mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air.
2. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air.
Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan,semen terak, semen alam,
semen portland, semen portland-pozollan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina
dan semen expansif.
Kapur hidrolik
a. Bahan
Sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu
kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika,alumina,magnesia dan oksida besi.
b. Cara pembuatan
Kapur Hidrolik dibuat dengan cara membakar batu kapur yang mengandung silika dan
lempung sampai menjadi klinker dan mengadung cukup kapur dan silikat untuk menghasilkan
kapur hidrolik. Klinker yang dihasilkan harus mengandung cukup kapur bebas sehingga massa
klinker itu dapat menghasilkan kapur tohor setelah berhunbungan dengan air.
c. Produksi Kapur di Indonesia
Bahan mentah yang biasa dugunakan sebagai pozollan yang terdapat di Indonesia
umumnya berupa teras bahan, misalnya batu apung yang dihasilkan dari magma gunung berapi
yang mati.
d. Sifat-sifat Kapur Hidrolik
Kapur hidrolik memperlihatkan sifat hidroliknya, namu tidak cocok untuk bangunan-
bangunan didalam air, karena membutuhkan udara yang cukup untuk mengeras. Sifat umum
dari kapur adalah sebagai berikut :
a. Kekuatannya rendah
b. Berat jenis rata-rata 1000kg/m3
c. Bersifat hidrolik
d. Tidak menunjukan pelapukan
e. Dapat terbawa arus
Semen Pozollan
Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium yang tidak
mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida
pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen.
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang apabila
dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung
pozolla adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.

Semen Terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran
seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Semen terak dibuat melalui
proses tertentu yakni penggilingan yang menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus
berkurang jumlah sulfatnya yang dapat merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan
ditambahi kapur tohor dengan perbandingan tertentu. Seluruh bahan kemudian dicampur dan
dihaluskan kembali menjadi butiran yang halus.
Semen Alam
Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung
pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi
serbuk halus. Kadar silika alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya
bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat
yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik.
Semen Portland
Semen portland adalah semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton.
Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar
Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
standar tersebut.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan
fisik di sektor konstruksi sipil. jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika
ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan
agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton
keras (concrete).
Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Penambangan di quarry
b. Pemecahan di crushing plant
c. Penggilingan (blending)
d. Pencampuran bahan-bahan
e. Pembakaran (ciln)
f. Penggilingan kembali hasil pembakaran
g. Penambahan bahan tambah (gypsum)
h. Pengikatan (packing plant)
Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses basah dan
proses kering.
Semen portland dibagi menjadi lima jenis yaitu :
Ø Tipe I, semen portland yang dalam penggunaanya tidak memerlukan persyaratan
khusus seperti jenis-jenis lainnya.
Ø Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Contohnya konstruksi beton yang selalu berhubungan
dengan air kotor atau air tanah atau fondasi yang tertanam didalam tanah yang mengandung
garam sulfat dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.
Ø Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal
yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.contohnya digunakan pada
konstruksi didaerah yang mempunyai musim dingin.
Ø Tipe IV, semen portland yang didalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
yang rendah. Contohnya digunakan untuk pekerjaan yang besar dan masif seperti pekerjaan
bendung, fondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya.
Ø Tipe V, semen portland yang dalam penggunaan memerlukan ketahanan yang tinggi
terhadap sulfat. Contohnya digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air
buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap kimia. \
Semen Portland Pozollan
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan yang
bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU. Semen jenis ini biasanya
digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat.

Semen Putih
Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari
0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak mengandung
oksida besi dan pasir silika. Semen ini biasanya digunakan untuk membuat keramik dan beda
yang lebih banyak nilai seninya, dan tidak digunakan untuk bangunan struktur.
Semen alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah
digiling halus pada suhu 1600°C. Hasil pembakaran tersebut berupa klinker dan selanjutnya
dihaluskan hingga menyerupai bubuk, jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu. Semen
ini digunakan untuk negara yang mempunyai musim dingin karena kekuatan semen ini akan
perlahan-lahan berkurang apabila suhu lebih dari 29°C.

2.3 Karakterisasi Material Semen


Sifat-Sifat Semen Portland:
a. Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk
mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-senyawa yang
terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF)

b. Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)


Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa
Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC
2 (3CaO.2SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2 (3CaO.2SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak sempurna,
bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5) hal ini
dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat mencegah baja
mengalami korosi.

c. Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan menghasilkan kalsium
alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana kristalnya berbentuk kubus di dalam semen
karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi
dengangypsum menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa
disebut ettringite namun pada akhirnya gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium
alumina hidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O 3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O 3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan, hal ini
disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan Kristal C3A.
d. Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO. Al2O3. Fe2O3+ 2Ca(OH)2+10H2O 4CaO.Al2O3.6H2O
+ 3CaO.Fe2O3.6H2O

e. Setting dan Hardening


Setting dan Hardening adalah pengikatan dan penerasan semen setelah terjadi reaksi
hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan dapat
dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak berubah dan periode
ini sering disebut Dorman Period (period tidur).
Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah,
namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial Set, sedangkan
waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut Initial Setting
Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga
didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement Pasta. Kondisi ini disebut final
Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut Final Setting
Time (waktu pengikatan akhir). Proses penerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu
akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama Hardening.
Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting, sebab
waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran semen masih
bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan waktu akhir
maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan
C2S + 5H2O C2S. 5H2O
C3S + 5H2O C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2
C3A+ 3Cs+ 32H2O C3A. 3Cs+.32H2O
C4AF + 7H2O C3A.6 H2O+ CF. H2O
MgO+ H2O Mg(OH)2

f. Panas Hiderasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses hiderasi.
Jumlah panas hiderasi yang terajdi tergantung, tipe semen, kehalusan semen, dan perbandingan
antara air dengan semen.
Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar kemungkinan terajadi
retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga
terajdi pemuaian pada proses pendinginan.

g. Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya:
Drying Shringkage ( penyusutan karean pengeringan)
Hideration Shringkage (penyuautan karena hiderasi)
Carbonation Shringkage (penyuautan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah Drying Shringkage,
penyusutan ini terjadi karena penguapan selama prosessetting dan hardening. Bial besaran
kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari. Penyusutan ini
dioengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.

h. Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uaap air dan CO2 dan dalam jumlah yang
cukup banyak sehigga terjadi penggumpalan. Semen yang menggumpal kualitasnya akan
menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya spesifik gravity
sehingga kekuatan semen menurun, waktu pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan
terjadinya false set.
Loss On Ignation (Hilang Fajar)
Loss On Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral yang terurai
pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu setelah beberapa
tahun kemudian.

i. Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting dalam
perancangan beton. Didalam pengontrolan kualitas Spesifik gravitydigunakan untuk
mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga menetahui
apakah klinker tercampur dengan impuritis.

j. False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Setdapat
dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali karbonat tidak
terbentuk didalam semen.

2.4 Dampak dan Penanggulangan dari Industri Semen


Industri semen merupakan salah satu penyumbang polutan yang cukup besar
pada pencemaran udara seperti emisi gas dan partikel debu. Dalam proses produksi industri
semen sebagian besar menggunakan bahan bakar fosil, jadi menimbulkan dampak gas rumah
kaca. Disamping itu, dalam proses produksi industri semen juga memberikan dampak fisik
secara langsung baik pada Pekerja dan Masyarakat sekitar, yaitu dampak tingkat kebisingan
serta getaran mekanik dari rangkaian proses poduksi semen.
Limbah yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel,
yang termasuk limbah gas dan limbah B3. Udara adalah media pencemar untuk limbah gas.
Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah
udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan Jain-lain. Penambahan gas
ke dalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan
kualitas udara.
Zat-Zat yang Mempengaruhi Pencemaran Udara
Limbah yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel,
yang termasuk limbah gas dan limbah B3. Udara adalah media pencemar untuk limbah gas.
Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah
udara mengandung unsur-unsur :
1. CO (Karbon Monoksida)
Formasi CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam
proses pembakaran di dalam ruang bakar mesin diesel. Percampuran yang baik antara udara
dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharge
merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida yang
meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan
jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi penurunan kadar karbon
monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi seperti pengggunaan bahan katalis yang
mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar.
2. Nitrogen Dioksida (NO2)
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm
dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut
disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm
akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit
atau kurang. Percobaan dengan pemakaian NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap
manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
3. Sulfur Oksida (SOx)
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk
gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), yang keduanya
disebut sulfur oksida (SOx). Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi
sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada
kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi
pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap
orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan
kadiovaskular.
4. Ozon (O3)
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen
dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan ozon
sangat berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk di udara
pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242 nm secara
perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen, tergantung dari jumlah
molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar
matahari dengan kuat di daerah panjang gelombang 240-320 nm.
5. Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon di udara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk
ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di
daerah industri dan padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan
luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
6. Khlorin (Cl2)
Gas Khlorin ( Cl2) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat jenis
gas khlorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen khlorida yang toksik. Gas
khlorin sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan pada perang dunia ke-1.Selain bau
yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila
gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat
membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan
peradangan. Gas khlorin juga dapat mengalami proses oksidasi dan membebaskan oksigen
seperti pada proses yang terjadi di bawah ini.
7. Partikulat Debu (TSP)
Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara
yang dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan
berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena
partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan
menyebabkan iritasi.
8. Timah
Logam berwarna kelabu keperakan yang amat beracun dalam setiap bentuknya ini
merupakan ancaman yang amat berbahaya bagi anak di bawah usia 6 tahun, yang biasanya
mereka telan dalam bentuk serpihan cat pada dinding rumah. Logam berat ini merusak
kecerdasan, menghambat pertumbuhan, mengurangi kemampuan untuk mendengar dan
memahami bahasa, dan menghilangkan konsentrasi. Zat-zat ini mulai dari asbes dan logam
berat (seperti kadmium, arsenik, mangan, nikel dan zink).

Dampak negatif yang dapat dihasilkan pabrik semen tersebut yaitu :


Salah satu dampak negatif dari industri semen adalah pencemaran udara oleh debu.
Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri semen terdiri dari debu yang dihasilkan pada
waktu pengadaan bahan baku, debu selama proses pembakaran, dan debu yang dihasilkan
selama pengangkutan bahan baku ke pabrik serta bahan jadi ke luar pabrik, termasuk
pengantongannya. Selain itu, pabrik semen juga meningkatkan suhu udara dan suara yang
ditimbulkan mesin-mesin dalam pabrik juga menimbulkan kebisingan.
Debu semen memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan maupun lingkungan
hidup.

1. Dampak negatif bagi kesehatan


2. Iritasi pada kulit, hal ini dapat terjadi akibat sifat semen yang abrasive kontak dengan kulit.
Prosesnya pun bisa secara langsung maupun tidak langsung (terlindung maupun oleh keringat).
3. Alergi, hal ini dapat terjadi bergantung pada tingkat kesensitifan seseorang, alergi yang dapat
timbul akibat debu semen diantaranya: bersin-bersin, susah bernafas bagi penderita asthma,
gatal-gatal.
4. Iritasi pada mata, hal ini dapat terjadi tergantung pada banyaknya paparan debu, iritasi yang
timbul mulai gangguan mata merah sampai cidera mata serius.
5. Gangguan pernafasan, hal-hal yang bisa menjadi faktor penyebab diantaranya saat
mengosongkan kantong semen sehingga debu semen terhirup. Saat megaduk, menghaluskan
atau memotong material campuran semen juga dapat melepaskan sejumlah debu semen. Untuk
jangka pendek dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, sedangkan untuk jangka
panjang dapat menyebabkan gangguan pernafasan.
6. Dampak negatif bagi lingkungan hidup
7. Lahan
Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
Perubahan ini dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air
yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi
ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.
a. Air
Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan
sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi,
yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan
masalah banjir pada musim hujan.
b. Flora dan Fauna
Berkurangnya keanekaragaman flora karena berubahnya pola vegetasi dan jenis
endemic, dan pembentukkan klorofil serta proses fotosintesis, Sedangkan berkurangnya
keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka) disebabkan karena
berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
Selain debu, pabrik semen juga memicu kenaikan suhu udara. Sumber utama
peningkatan suhu udara adalah akibat peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) secara terus
menerus pada atmosfer bumi, penyebabnya adalah meningkatnya laju aktivitas industri
(termasuk industri semen), dalam mengkonsumsi energi – terutama pembakaran bahan bakar
fosil – serta adanya penebangan dan pembakaran hutan, serta penggunan bahan-bahan CFC
(Chloro Fluoro Carbon) sebagai pendingan dan pemantul panas pada industri perkantoran dan
perumahan.
Suara yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang beroperasi dalam pabrik pun
menimbulkan kebisingan. Udara yang bising dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti kerusakan saraf pendengaran, tili, stress, sulit
tidur dan ketegangan jiwa. Kebisingan diatas 50 dB sudah dapat dianggap kebisingan yang
perlu mendapatkan perhatian, karena sudah menggangu kenyamanan pendengaran.

Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Pencemaran Udara


This is the critical point. Kita sebagai masyarakat yang tidak punya wewenang
mengatur pabrik-pabrik, selain menanam pohon di lingkungan sekitar ataupun rajin olahraga
di pagi hari demi kesehatan. Kita hanya bisa berharap kepada pemerintah untuk mengurus dan
mengatur sarana-prasarana yang menjadi sumber pencemar udara. Pemerintah kita faktanya
memang sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menangani masalah pencemaran
udara. Mari kita lihat kebijakannya berikut ini :
1. Dasar-Dasar Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara :
2. Undang-undang No.23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
4. Undang-undang No.23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. Pasal 6 ayat (1) : “setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”.
6. Pasal 14 ayat (1) : “untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/
atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
7. Pasal 14 ayat (2) : “ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan pengaturan
pemerintah”.
8. Pasal 15 ayat (1) : “setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup”.

Upaya untuk Mengurangi Dampak Negatif yang Ditimbulkan oleh Pabrik


Semen
Dalam mengatasi limbah hasil industry, kita harus mengetahui jenis limbah yang akan
kita tangani. Untuk limbah dari industry pabrik semen limbahnya berupa limbah gas. Limbah
seperti ini dapat ditanggulangi dengan cara diminimalisasi. Artinya pihak perusahaan atau
pabrik lebih memberlakukan bahan-bahan yang berpotensi menghasilkan limbah non
ekonomis dengan meminimalisasi penggunaannya atau memberikan zat yang mampu
menetralisasi munculnya limbah yang melimpah ruah.
Selain itu, kesadaran manusia untuk menanggulangi limbah hasil industry sangat
penting. Para pemilik serta pengolah industry adalah pihak pertama yang seharusnya memiliki
kesadaran tersebut tanpa kesadaran dari mereka limbah hasil industri tidak akan berkurang
begitu saja. Berbagai tindakan dan upaya perlu dilakukan agar pabrik-pabrik di Negara
kita bisa menghasilkan produk yang berkualitas tinggi tanpa menimbulkan limbah yang
berbahaya bagi masyarakat serta lingkungan sekitar.
BAB III
PROSES KERJA

3.1 PROSES PEMBUATAN SEMEN


Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku


Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur
dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan
proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses
– proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan
bahan baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya
pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas
dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk
yang sama yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai
berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%

Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:


a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )

Proses Penambangan Bahan Baku

2. Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil
ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk
menghancurkan batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah
tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 –
1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim
pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder.
Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500
mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay
Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher
bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan
mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih
homogen.

Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku
penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan
pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan
dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana
jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku
adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari
suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan
pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara
effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah
(tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material
yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat
tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm.
Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan
terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena
putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi
di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan
bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.

Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung
ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku
adalah suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan
awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon
untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai
tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu
berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali
di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil
sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan
berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat
dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension
preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan
udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut.
Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang
cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC)
dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang
paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary
kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar.
Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan
kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas
yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di
dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu
ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir
dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem
suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini,
bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang
diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan
bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat
diperoleh.
3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal
load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
4. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang
relatif rendah.
5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.

b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi
proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke
dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur
putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen,
karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya
(raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone
transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian
zone kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi
di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di
dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik
untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang
terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis
batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
coating antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4. temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah
berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan
terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk
pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan
temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran
bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat
rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum
bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner
jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh
kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas
keluar dari top cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar
yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan
udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan
perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary
sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding
dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga
sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di
calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar
300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang
dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar
2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier.
Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan
diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan
udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000
TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga
diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary
cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran

c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah
cooler. Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan
menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker
yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah
terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan
berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses
pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga
mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan
terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi
keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat
berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen
yang dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk
semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat
menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih
besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.
5 Penggilingan akhir
Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak
dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder)
dan beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah
tertentu, selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open
circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a”
closed circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali
dari diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit
panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat.
Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai
industri semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak
menjadi semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator
menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup
halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui
cyclone, kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement
silo.

Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir

6 Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak
(kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan
didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah
akan didistribusikan ke proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk
menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan
pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo
dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke
bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.

BAB 1V
PENUTUP

41 Kesimpulan
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh. Beberapa
jenis semen diantaranya semen portland putih, semen portland pozolan, semen portland /
Ordinary Portland Cement (OPC), semen portland campur, semen masonry, semen portland
komposit.
Langkah utama proses produksi semen diantaranya penggalian, penghancuran, pencampuran
awal, penghalusan dan pencampuran bahan baku, pembakaran, pendinginan klinker dan
penghalusan akhir.
Dampak dari industri semen diantaranya pencemaran lingkungan, polusi udara dan suara, dan
lain-lain.

4.2 Saran
Penggalian dan pengolahan semen sangat mendukung kemajuan suatu Negara, tetapi
yang jangan dilupakan adalah masalah limbah. Untuk mengatasi permasalah tersebut
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, diantaranya:
A. Industri, diharapkan sebelum membuang limbah pabriknya harus dimenetralisasinya atau
mendaurnya.
B. Pemerintah, diharapkan melakukan pengawasan yang ketat terhadap industri-industri,
terutama dalam masalah penanggulangan limbahnya.
C. Masyarakat, diharapkan turut serta dalam melakukan pengawasan kinerja industri-industri
terutama masalah penanggulangan limbahnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://tekniksipilblog006.blogspot.co.id/2013/08/strategi-pengembangan-
sumberdaya-air.html
http://jharwinata.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-dan-jenis-semen.html
http://industrisemen-
prosespembuatansemen.blogspot.co.id/2015/04/tahapan-pembuatan-
semen_8.html
https://rendymalik29.wordpress.com/2014/10/27/dampak-negatif-
pencemaran-lingkungan-dari-pabrik-semen/
TUGAS ILMU TEKNOLOGI DAN BAHAN

MAKALAH

PROSES PEMBUATAN SEMEN

DI SUSUN OLEH :

1. INJILIN CAROLIN KOIBUR(5111417046)

2.SEMENIUS GAWE (5111417047)

Anda mungkin juga menyukai