Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak Akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit

yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di

negara maju. Salah satu di antaranya adalah TB. World Health organization

memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi

oleh Mycobacterium tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan

Amerika Latin.1

Tuberkulosis, terutama TB paru merupakan masalah yang timbul tidak

hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap

merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di

negara berkembang maupun di negara maju.1

Meningitis TB merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat

menyerang semua orang. Bayi, anak dan dewasa muda merupakan golongan usia

yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis.Meningitis TB merupakan

komplikasi TB pada anak yang paling sering terjadi pada usia 6 tahun dengan

insiden tertinggi terdapat pada usia 2-3 tahun, berhubungan dengan seringnya

terjadi TB milier pada usia tersebut11

Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia karena

morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada

anak dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.2

Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung

oleh penyebaran hematogen, melainkan diawali oleh pembentukan tuberkel pada

1
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah dan

memasuki rongga arakhnoid.2

Pedoman untuk pengobatan Meningitis TB pada Anak berdasarkan WHO.

Pedoman WHO merekomendasikan rejimen lini pertama adalah 2 bulan Isoniazid,

Rifampicin, Pirazinamid dan Etambutol yang diikuti oleh 10 bulan isoniazid dan

rifampicin.12 Prognosis dari meningitis TB sangat bergantung pada status neurologis

dan inisiasi waktu pengobatan.13

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Meningitis Tuberkulosis (MTB)

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini

merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit

tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara

limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti

perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.2,11,14

2.2 Anatomi dan Fisiologi Meningens

Meningen (selaput otak) merupakan selaput yang membungkus otak dan

sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresei (serebro spinal), memperkecil terjadinya

benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan.3

a. Durameter (Lapisan sebelah luar)

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan

kuat. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang

mengalirkan darah vena ke otak yang dinamakan sinus longitudinal

superior, terletak diantara kedua hemisfer otak.

3
b. Arachnoid (Lapisan tengah)

Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dan piameter

membentuk sebuah kantong atau balon yang berisi cairan orak yang

meliputi seluruh susunan saraf pusat.

c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)


Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan

otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur – struktur

jaringan ikat yang disebut trabekel.

Gambar 1. Anatomi Meningens

Adapun fungsi meningeal sebagai berikut: 3

1. Menyelubungi dan melindungi susunan saraf pusat.


2. Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venus
3. Berisi cairan serebrospinal.

4
2.3 Epidemiologi

Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu

perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang

cepat.1

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan julah kasus TB

anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985,

dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% diantaranya berusia <5 tahun. Di

negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh

kasus TB, sedangkan di negara maju, 5-7%. Pada tahun 1989, WHO

memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak, dan

450.000 anak usia <15 tahun meninggal dunia karena TB.1

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam

tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya

sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis

tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis

tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis.5

Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena

morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang

semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih

rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan

4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah

ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3%

5
anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada

meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%.3,4,11

Karena sulitnya mengakkan diagnosis TB pada anak, data mengenai

meningitis TB anak sangat terbatas, termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi

keulitan tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat konsensus

diagnosis di berbagai negara.1

2.4 Etiologi MTB

Mycobacterium tuberculosis merupakan organisme penyebab terjadinya


meningitis TB. M. tuberculosis adalah bakteri basil tahan asam gram positif. Pada
pewarnaan ziehl-neelsen membentuk kompleks di dinding sel yang mencegah
dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga tampak basil berwarna merah terang
yang menonjol jelas terhadap latar biru.15

Gambar 2. Mycobacterium tuberculosis dengan pewarnaan ziehl-neelsen

Mycobacteria bervariasi dalam bentuk dari spherical sampai filamen


pendek, yang mungkin bercabang. Meskipun tampak seperti batang pendek sampai
sedang, bakteri bisa melengkung dan sering terlihat seperti rumpun. Masing-masing
basil umumnya berdiameter 0,5-1 μm dan panjang 1,5-10 μm. M. Tuberculosis
bersifat nonmotile dan tidak membentuk spora.15
Salah satu ciri khas mycobacteria adalah kemampuan mereka untuk
mempertahankan pewarna dalam basil yang biasanya dikeluarkan oleh
mikroorganisme lain dengan alkohol dan larutan encer dari asam mineral kuat
seperti asam klorida. Kemampuan ini disebabkan oleh lapisan seperti lilin yang

6
terdiri dari asam lemak rantai panjang, asam mycolic, yang terdapat pada dinding
sel. Akibatnya, mycobacteria disebut basil tahan asam.15

2.5 Patofisiologi MTB

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak

ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke

sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat

menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan

beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.4,5,11

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951.

Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak,

selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen

selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik

walaupun jarang Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka

akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan

meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi

dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi

tersebut adalah trauma kepala.5

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.

Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang

reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi

radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang

7
menyeluruh akan berkembang.Proses ini mungkin terjadi segera sesudah

dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun.Jika

hal ini terjadi pada pasien yang sudag tersensitasi, maka masuknya basil ke dalam

ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan

dalam cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar

tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas diselaput otak pada dasar otak

dan ependym. Reaksi radang akut di leptomenings tersebut, ditandai dengan adanya

eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan dibasis otak, yang dapat menginfiltrasi

pembuluh darah kortikomeningeal dan menimbulkan radang,obstruksidan

selanjutnya infark serebri.Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan

komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf cranialis(disfungsi saraf III,IV dan

VII),infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus komunikans

karena eksudat mengganggu aliran normal cairan serebrospinal kedalam dan keluar

sistem ventrikel pada setinggi sisterna basilar. Perlengketan yang terjadi dalam

kanalis sentralis medula spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.4,5,8

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis

tuberkulosis:

1. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik

yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah.

Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin,

berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri

dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih

8
lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta

mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami

paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III

dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai

saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala

penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila

mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang

sifatnya permanen5.

2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang

melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini

menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.

Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.

Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis

interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan

terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,

ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika

adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan

tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan,

hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada

tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi,

dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta

cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat

mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis

9
serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas,

diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear

dan perubahan fibrin 5.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang

akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis. Adapun

perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan

menyebabkan spinal block dan paraplegia.2,5

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis Meningitis Tb berbeda untuk masing–masing penderita. Faktor

yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan

patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis Meningitis Tb muncul perlahan–

lahan dalam waktu beberapa minggu.7

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk

dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mngejangnya

otot-otot ekstensor tengkuk. Kesadaran menurun, tanda kernig dan Brudzinki

positif.7

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta

virus apa yang menyebabkan. Gejala yang paling umum adalam demam tinggi,

sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu penderita merasa sangat lelah,

leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang

jelas.7

Gejala meningitis meliputi:

10
1. Gejala Infeksi akut
 Panas
 Nafsu makan menurun
 Anak Lesu
2. Gejala kenaikan tekanan Intra Kranial
 Kesadaran menurun
 Kejang
 Ubun – ubun besar menonjol
3. Gejala rangsang meningeal
 Kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinski

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa


dikelompokkan dalam tiga stadium.11

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)


a.Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan-lahan, tanpa
kelainan neurologis
Gejala tidak khas meliputi: demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah,
nafsu makan menurun (anorexia), nyeri perut, sakit kepala, tidur terganggu,
mual, muntah, konstipasi, apatis dan irritablle.11
Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi
yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua
memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah
menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul
kejang intermiten..4,7,9
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka
stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan
langsung masuk ke stadium III.11

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

11
Disebut juga fase meningitik, yang ditandai dengan memberatnya penyakit.
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak/meningen.4,11
Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk
diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan
Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat
(massa jelly berwarna abu) di dasar otak  menyebabkan gangguan otak /
batang otak.3,11
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan
kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal,
saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan
karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau
edema otak yang berat.3,11
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak
yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya
makin menurun.
Gejala meliputi:
 Akibat rangsang meningen : sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)5
 Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
 Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
 Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
 Tanda: - strabismus, diplopia, ptosis, reaksi pupil lambat, gangguan
penglihatan kabur.

12
Gambar 3. Brudzinski neck dan kernig sign pada anak penderita meningitis

3. Stadium III (koma / fase paralitik)11


 Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu
 Gangguan fungsi otak semakin jelas.
 Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi
oleh eksudat yang mengalami organisasi.
 Gejala: pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil. hiperglikemia,
kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma,
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan
tidak bereaksi sama sekali.nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur.

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum

pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1

minggu.5

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang

penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila

pengobatan terlambat atau tidak adekuat.5

13
2.7 Diagnosis MTB

Meningitis Tuberculosis (MTB) sulit untuk didiagnosis, dan tingginya

indeks kecurigaan diperlukan untuk melakukan diagnosis dini.15Diagnosis pasti

ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas

lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau biopsi jaringan. Pada anak,

kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya

jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum).1

Beberapa alasan di atas menyebabkan diagnosis TB anak terutama

didasarkan pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak

spesififk. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, foto thoraks, dan pemeriksaan lab.1

Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji

tuberkulin positif, gejala dan tanda sugestif TB, dan foto thoraks yang mengarah

pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk menyatakan anak sakit TB.1

2.6.1 Anamnesis

Tanyakan tentang riwayat medis dan sosial pasien, termasuk kontak terakhir

dengan pasien TB. Riwayat positif tes mantoux. Tentukan apakah pasien memiliki

riwayat imunosupresan dari penyakit yang diketahui atau dari terapi obat.15

Periksa apakah pasien memiliki riwayat negatif untuk vaksinasi BCG. Pada

pasien MTB dicurigai secara klinis, diagnosis harus diselidiki secara ketat; riwayat

negatif vaksinasi BCG tidak mengesampingkan diagnosis. Pada orang yang

imunokompeten, pada sistem saraf pusat (SSP) biasanya terbentuk meningitis yang

14
ditandai dengan demam, sakit kepala, mengantuk, dan kebingungan selama sekitar

2-3 minggu.15

Biasanya, selama periode prodromal, gejala nonspesifik hadir, termasuk

kelelahan, malaise, mialgia, dan demam. Dalam sebuah penelitian, hanya 2%

pasien yang melaporkan gejala meningitis. Durasi gejala yang muncul dapat

bervariasi mulai dari 1 hari sampai 9 bulan, walaupun 55% mengalami gejala

kurang dari 2 minggu.15

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Tergantung stadium penyakit. Pemeriksaan fisik dapat mendukung

diagnosis meningitis TB adalah kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lainnya.

Kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun.11,14

Gambar 4. Tanda Rangsang meningeal

Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika pada pemeriksaan fisik

ditemukan: 16

 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.

 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.

15
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa

negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS,

gizi buruk atau baru menderita campak.

 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat

menurut panjang/tinggi badan.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

a. Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis

yang paling bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin

pada anak dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi

hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan

penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium

tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan

bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji

tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter

daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.10

Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :


1. Pembengkakan : 0–4 mm → uji mantoux negatif.
(Indurasi) Arti klinis : tidak ada
infeksiMycobacterium tuberculosa.
2. Pembengkakan : 3–9 mm → uji mantoux
(Indurasi) meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan
teknik, reaksi silang
dengan Mycobacterium atypic atau
setelah vaksinasi BCG.

16
3. Pembengkakan : ≥ 10 mm → uji mantoux positif.
(Indurasi) Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mycobacterium
tuberculosa

Gambar 5. (Left) Administering the mantoux TST, (Right) Reading the mantoux
TST correctly – Only the indurration is being measured17

b. Vaksin BCG

Bila dalam penyuntikan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin) terjadi

reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi ≥ 5 mm, maka anak

dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

c. Dari hasil pemeriksaan laboratorium10

1. Darah: anemia ringan

- peningkatan laju endap darah pada 80% kasus

2. Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi

lumbal) :

- Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk

batang-batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah

berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.

17
- Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan

limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear

lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada

fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.

- Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini

menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarnaxanthochrom dan pada

permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.

- Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal

sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor

cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa darah.

- Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun

- Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat

ditemukan kuman.

Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi

lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa

menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.3

d. Pemeriksaan radiologi:4

- Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

- Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira

pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal

- CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah

basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan

18
CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala pada pasien

meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring

berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan

adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans

yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang

masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent,

biasanya di daerah korteks serebri atau talamus.

Gambar 6. CT scan pada anak dengan Meningitis TB

Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI

merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu

pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.16

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan

jumlah skor ≥ 6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien

TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor

kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan

19
pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi

anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan

dan lain-lainnya (yang mungkin tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini).16

Gambar 7. Tabel Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak16

20
2.7 Penatalaksanaan16

Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema dibawah ini

Skor TB ≥ 6

Beri OAT
selama 2 bulan dan dievaluasi

Respon (+) > Terapi Respon (-) > Terapi TB


TB diteruskan diteruskan sambil mencari
tahu penyebabnya
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup

adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun

pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter

terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang

nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti,

OAT tetap dihentikan.

Panduan Obat TB pada anak

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan

pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah

minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan

dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada

TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun

tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan

dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa

pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R),

21
Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin

(R) dan Isoniasid (H).

Dosis

 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari


 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang

relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam

bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC).

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H


(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan

anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut. Tabel berikut ini adalah contoh dari

dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg

dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg,

Tabel 1. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

22
Berat Badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa

Tuberculosis

 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak

Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak


Jenis obat BB <10kg BB 10-20KG BB 20-32KG
(Kombipak)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 2b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak


Jenis obat BB <10kg BB 10-20KG BB 20-32KG
(Kombipak)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB

milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:

23
 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin,

Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).

 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,

TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama

pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh

dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–6 minggu. Tujuan

pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah

terjadi perlekatan jaringan.

Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan,

karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf

pendengaran, dan terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar

terhadap alat suntikan.

Tindak lanjut

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus

dievaluasi. Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang,

nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk

berkurang. Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan

sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak

baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan sambil mencari penyebabnya. Sistem

skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil

pengobatan.

24
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk anak

Bila anak balita sehat, yang tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA

positif, mendapatkan skor < 5 pada evaluasi dengan sistem skoring, maka kepada

anak balita tersebut diberikan isoniazid dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6

bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG

dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

Tindakan kesehatan masyarakat

Laporkan setiap kasus ke Dinas Kesehatan setempat. Pastikan

bahwadilakukan pemantauan pengobatan. Periksa semua anggota keluarga serumah

(bila mungkin mungkin juga kontak di sekolah) untuk mendeteksi kemungkinan TB

dan upayakan pengobatannya.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala

sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,

paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan

saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.

Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan

pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh

penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang

hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan

dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal.

Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima

pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan

25
akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon

pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.2

2.9 Prognosis

Mortalitas tergantung virulensi kuman penyebab,daya tahan tubuh


penderita, terlambat atau cepatnya mendapatkan pengobatan yang tepat dan pada
cara pengobatan dan perawatan yang diberikan2.

Prognosis Meningitis TB tergantung umur dan stadium penyakit.3,11


 Umur <2 tahun Mortalitas / insiden sekuele rendah
 Stadium 1 Kesembuhan 100%, insiden sekuele rendah
 Stadium 2 Mortalitas 15-30%, insiden sekuele 75%
 Stadium 3 Mortalitas 50%, insiden sekuele >80%

BAB III

KESIMPULAN

26
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini

merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit

tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara

limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti

perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.2,11,14

Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu

perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang

cepat.1

Karena sulitnya mengakkan diagnosis TB pada anak, data mengenai

meningitis TB anak sangat terbatas, termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi

keulitan tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat konsensus

diagnosis di berbagai negara.1

Mycobacterium tuberculosis merupakan organisme penyebab terjadinya

meningitis TB. M. tuberculosis adalah bakteri basil tahan asam gram positif. Pada

pewarnaan ziehl-neelsen membentuk kompleks di dinding sel yang mencegah

dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga tampak basil berwarna merah terang

yang menonjol jelas terhadap latar biru.15

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak

ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke

sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat

27
menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan

beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.4,5,11

Gejala klinis Meningitis Tb berbeda untuk masing–masing penderita. Faktor

yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan

patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis Meningitis Tb muncul perlahan–

lahan dalam waktu beberapa minggu.7

Meningitis Tuberculosis (MTB) sulit untuk didiagnosis, dan tingginya

indeks kecurigaan diperlukan untuk melakukan diagnosis dini.15Diagnosis pasti

ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas

lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau biopsi jaringan. Pada anak,

kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya

jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum).1

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup

adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun

pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter

terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang

nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti,

OAT tetap dihentikan.

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala

sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,

paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan

saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.

28
Mortalitas tergantung virulensi kuman penyebab,daya tahan tubuh

penderita, terlambat atau cepatnya mendapatkan pengobatan yang tepat dan pada

cara pengobatan dan perawatan yang diberikan2.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Rahajoe, N.N et all. 2015. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi pertama.

Cetakan keempat. Jakarta: UKK respirologi IDAI


2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan

Anak.Jakarta:Infomedika Jakarta:2007.
3. Duus Peter.Meningen,ventrikel dan cairan serebrospinalis.Dalam:Suwono

Wita J,editor.Diagnosis topik neurologi:anatomi,fisiologi,tanda dan

gejala.Edisi kedua, Jakarta:EGC:1994.


4. Soetomenggolo T S, Ismael S. Meningitis TB.Buku Ajar Neurologi Anak 2nd

Ed.Jakarta:Badan Penerbit IDAI.Th :2000, hal 363-371.


5. Rahajoe N,Basir D,Makmuri, Kartasamita CB.

Tuberkulosis.Dalam:Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja

Pulmonologi PP IDAI,Jakarta.Th :2005,hal 54.


6. Gerdunas TBC.2005.Penemuan Penderita TBC Pada Anak,
Avalable from
http://update.tbcindonesia.or.id/module/article.php?

articleid=11&print=1&pathid
7. Hill,Mark.2008.Mycobacterium tuberculosis. Avalable from
http://embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacterium-

tuberculosis.jpg .
8. Mediastore.2008.Uji Tuberkulin Dan Klasifikasi Tuberculosis.

http//embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacterium-

tuberculosis.jpg.
9. Meningitis Research Foundation.2008. Understand Meningitis And

Septicaemia. http://www.meningitis.org/
10. Mardjono, M. Sidharta, P. 2010. Neurologi Klinis Dasar Ed Jakarta:Penerbit

Dian Rakyat
11. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika. Infeksi

Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda Melinda.

Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229

30
12. Mars, G.E et all. 2011. Tuberculous meningitis: Diagnosis and Treatment

overview: Available from:

http://www.hindawi.com/journals/trt/2011/798764/
13. Moore, Keith L. 2013. Anatomi berorientasi klinis. Jakarta: Erlangga
14. Pudjiadi, A.H. et all. 2010. Pedoman Pelayanan Medis, Jilid 1. IDAI:

Jakarta
15. Ramachandran, T.S. 2014. Tuberculous Meningitis. Mescape.
Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a5
16. WHO. 2005. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit:

pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.

Jakarta: Indonesia.

17. CDC. 2013. Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinician Should

Know, sixth edition. Available from:

https://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/corecurr_all.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai