Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan masalah global yang menyebabkan kematian utama pada
anak di seluruh dunia.1-3 Menurut WHO, diare merupakan penyebab kematian
tertinggi pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) dan penyebab utama
malnutrisi.1,3 Sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun akibat diare, terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Riskesdas (riset kesehatan dasar)
2007, diare merupakan penyebab kematian tertinggi pada bayi dan balita Indonesia,
yakni sebesar 25-31%.3,4 Angka kejadian diare di Indonesia sebesar 4-19% dan
sebagian besar penyebabnya adalah infeksi, dengan puncak insidens diare terjadi pada
usia 6-24 bulan.3
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar yang disertai perubahan
konsistensi menjadi lunak atau cair. 1,3 Berdasarkan durasi dan etiologinya, diare
dibagi menjadi empat macam, yakni diare cair akut, diare berdarah akut atau disentri,
diare persisten, dan diare pada malnutrisi.2,3 Diare akut berlangsung dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Manifestasi klinis diare akut perlu dikenali agar tatalaksana
segera diberikan dan tidak berlanjut menjadi diare kronik atau diare persisten.
Beberapa penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa sebanyak 50-60% diare akut
disebabkan oleh infeksi Rotavirus, sehingga antibiotik tidak diperlukan.3
Penatalaksanaan diare akut menurut WHO terdiri dari rehidrasi (cairan oralit
osmolaritas rendah), diet, zink, antibiotik selektif (sesuai indikasi), dan edukasi
kepada orang tua pasien.1 Selain itu, beberapa penelitian menyatakan bahwa probiotik
efektif untuk pencegahan primer maupun sekunder serta untuk mengobati diare. 5,6
Faktor utama untuk mengurangi angka kematian akibat diare adalah program
penggunaan cairan rehidrasi oral (CRO) secara meluas sebagai terapi dan pencegahan
terhadap terjadinya dehidrasi. Hal ini sesuai dengan anjuran American Academy of
Pediatrics (AAP) ataupun WHO.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

1
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari dua minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3-4 kali.7,8
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi tinja, dapat
disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut
yang berlangsung selama 3-7 hari.9
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
(biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.10
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007, diare merupakan penyebab
kematian tertinggi pada bayi dan balita Indonesia, yakni sebesar 25-31%.3,4 Angka
kejadian diare di Indonesia sebesar 4-19% dan sebagian besar penyebabnya adalah
infeksi, dengan puncak insidens diare terjadi pada usia 6-24 bulan.3
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3
juta kasus kematian sebagai akibatnya.15 Rata-rata, anak di bawah usia 3 tahun pada
negara berkembang mengalami tiga episode diare setiap tahun. Diare yang terjadi
pada banyak negara, termasuk kolera, juga merupakan penyebab penting morbiditas
di antara anak dan orang dewasa.11
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran
provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi
3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare berdasarkan gejala sebesar 7%.12

2
Gambar 1. Periode Prevalence Diare berdasarkan Riskesdas 2013
2.3 Klasifikasi
Diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu: 1,7
 Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari,
mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan juga dapat terjadi penurunan berat
badan.
 Diare berdarah akut (disentri), mempunyai bahaya utama yaitu kerusakan
mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi.
 Diare persisten, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya
adalah malnutrisi dan infeksi usus serius dan dehidrasi.
 Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai bahaya
utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan
kekurangan vitamin dan mineral.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 7
 Diare osmotik : osmolaritas intraluminal yang meninggi
 Diare sekretorik : sekresi cairan dan elektrolit meninggi
 Diare invasif / dysentriform diarrhea : infeksi pada dinding usus
2.4 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar enteropatogen, atau kontak langsung dengan
tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau melalui
lalat.7

3
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak hieginis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal
tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, dan menurunya motilitas usus.7
2.5 Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini: 7
 Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare) : virus, bakteri, dan parasit.
a. Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b. Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherichia coli, Vibrio
cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus,
Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens,
Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica.

Escherichia coli
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). ETEC mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada
enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST)
yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery
diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi
mukosa. ETEC menyebabkan diare pada bayi dan anak di negara berkembang.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare yang
disebabkan EPEC belum jelas. Terdapat proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membran mikro vili yang akan mengganggu
permukaan absorbsi dan aktivitas disakaridase. EPEC jarang menyebabkan
penyakit pada dewasa. EPEC merupakan penyebab terjadinya diare pada anak < 2
tahun dan diare persisten pada anak.

4
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi di dalam
sel epitel kolon. EIEC menyebakan diare dengan perdarahan pada mukoid
(disentri) yang biasanya disertai demam.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT)
1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan
perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic
syndrome.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan. EAggEC menyebabkan watery diarrhea pada anak muda dan
diare persisten pada anak dengan HIV.
c. Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura, Strongiloides
stercoralis ; jamur : Candida spp.

 Infeksi parenteral (infeksi di luar alat pencernaan) seperti : otitis media akut,
tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya (sering
terjadi pada bayi dan anak umur di bawah 2 tahun).
 Malabsorpsi : defisiensi disakarida, malabsrorpsi glukosa-galaktosa.
 Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan
terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin (Clostridium
perfringens, Staphylococcus).
 Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein
sensitive enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan
lainnya.
 Imunodefisiensi : diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita
AIDS.
 Psikologis : rasa takut dan cemas.
2.6 Patofisiologi
Adapun patofisiologi diare akut dapat dijelaskan seperti di bawah ini.7

5
1. Virus
Virus terbanyak penyebab diare adalah Rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan
oleh Adenovirus, Enterovirus, Astrovirus, Minirotavirus, Calicivirus. Garis besar
patogenesisnya adalah : virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan
dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus
masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili
usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian
kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel
ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih
lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga
kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makanan akan berkurang. Pada saat
inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan
kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi
infeksi sampai terjadi penyembuhan.
2. Bakteri
Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah :
bakteri masuk ke dalam traktus digestivus kemudian berkembang biak. Bakteri ini
kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga
terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan
panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat
tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas
enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen
usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida,
dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi
hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam lumen
usus, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar
(kolon).
Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga
4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml
sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang,

6
atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.
Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter
dalam satu hari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu
keadaan yang disebut sebagai diare profus.
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan
diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang
menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang
pembentukan cAMP diantaranya, adalah Vibrio cholera, ETEC, Shigella spp., dan
Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan
cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.

Menurut mekanisme terjadinya, diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu: 7
a. Diare osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik
pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus,
sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare
osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor
aktif dengan ion natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi
monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi
defisiensi enzim ini maka disakarida tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan
osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi akan difermentasikan di
flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini
terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam,
dan pada pemeriksaan dengan klinitest terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim
amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan.
Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat
kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare
osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair (watery diarrhea) akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis
umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4)

7
distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering
dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang
dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus.

b. Diare sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase.
Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP
intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif
oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare
dan muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,
Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya akan merangsang enzim adenil siklase,
yang akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering
disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah, 3) tidak disertai dengan panas
badan, 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
c. Diare invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam
mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini
disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC,
Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba
menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut sebagai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus, setelah kuman Shigella melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak dan mengeluarkan enterotoksin.
Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi
cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan
peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar
bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi
kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel
radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.

8
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah, biasanya
BAB sering tapi sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri
abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba,
seringkali menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum.
Mekanisme diare oleh Rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana
diare oleh Rotavirus tidak berdarah. Setelah Rotavirus masuk ke dalam traktus
digestivus bersama makanan/minuman, kemudian berkembang biak dan masuk ke
dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan
diganti dengan sel dari bagian kripta yang belum matang/imatur berbentuk kuboid
atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan
makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus
memendek dan kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan
bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan
enzim disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan
terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare
osmotik.
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak
usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan
panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

2.7 Manifestasi Klinis 7


Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Klinis
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 6-72 jam 48-72
jam jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
Muntah
Nyeri Perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus, - Tenesmus, Kram

9
Kram Kolik Kram
Nyeri Kepala - + + - - -
Lama Sakit 5.7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat Tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus-
Menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Bau - ± Kadang - + -
Busuk
Warna Langu Merah- Kehijauan Tak ada Merah- Seperti
Hijau warna Hijau Air
Cucian
Beras
Leukosit - + + - - -

2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak
kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya.7
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau
tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau
basah. Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan

10
selama diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice
King, kriteria MMWR, dan lainnya.7

Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah, rewel * Lesu atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Kering
Mulut Dan Lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum biasa, Haus, ingin Malas minum
tidak haus minum banyak* atau tidak bisa
minum*
Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat* Kembali sangat
lambat*
Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat
sedang
Bila ada 1 tanda * Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau ditambah 1 atau
lebih tanda lain lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut Maurice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
yang diperiksa
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, apatis, Mengigau, koma
cengeng, atau syok
mengantuk
Kekenyelan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan
sianosis
Denyut Kuat <120 Sedang (120-140) Lemah > 140
nadi/menit

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada diare akut adalah: 7
 Darah : darah lengkap, elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotik.
 Urin : urin rutin dan kultur urin

11
 Feses :
- Pemeriksaan makroskopik:
Feses yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Sedangkan feses yang mengandung darah atau mukus dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa.
- Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit.Leukosit yang positif
pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
menghasilkan sitotoksin.
2.9 Penatalaksanaan
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare: 7,9
1. Rehidrasi
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan diteruskan
4. Antibiotik yang selektif
5. Edukasi kepada orangtua
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian
secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan-sedang. Keadaan rehidrasi
parenteral dapat juga dilakukan pada keadaan diare dengan dehidrasi ringan-sedang
karena upaya rehidrasi oral tetap akan menimbulkan defisit, yaitu apabila: 11
- Diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak (>100 ml/kgBB/hari),
atau
- Muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali,
atau
- Kembung yang sangat hebat (violent meteorism)
Penatalaksanaan dehidrasi sesuai derajatnya, yaitu:
A. Tanpa dehidrasi
Rencana terapi A menurut WHO, yaitu pada diare tanpa dehidrasi, dengan
menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah, yaitu: 8,10
1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
- Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
- Anak yang mendapat ASI ekslusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
- Anak yang tidak mendapat ASI ekslusif, beri susu biasa yang diminum dan

12
oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air
matang)
- Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dianjurkan
sedikit demi sedikit. Cairan dehidrasi new oralit 5-10 ml/kgBB setiap diare cair.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
- Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila :
- Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
- Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan jika diare memburuk
- Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
2. Beri obat zink
Beri zink 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (½ tablet/ hari)
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet/ hari)
3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
- Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
- Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
- Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau
- Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4
jam)
- Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama
2 minggu
4. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya kolera, disentri
5. Nasehati ibu/pengasuh, untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan
bila: berak cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan minum
sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.
Tabel 4. Perbedaan oralit lama dan baru

B.Dehidrasi ringan-sedang
Rencana terapi B pada diare dengan dehidrasi ringan-sedang: 8,10
- Cairan rehidrasi oral (CRO) diberikan sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam untuk
mengganti kehilangan cairan yang terjadi dan sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap
diare cair.

13
- Bila berat badan tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel dibawah ini :
Umur sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

- Bila anak menginginkan lebi banyak oralit, berikanlah


- Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
- Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air
masak selama ini.
- Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan
oralit.
- Beri obat zink selama 10 hari berturut-turut.
- Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit (tunjukkan jumlah
cairan yang harus diberikan, berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas,
periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah, bila kelopak mata anak bengkak,
hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI, beri oralit sesuai
Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang).
- Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak dengan bagan penilaian, kemudian pilih
rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi (bila tidak ada dehidrasi,
ganti ke Rencana Terapi A, bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing
kemudian mengantuk dan tidur, bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang,
ulangi Rencana Terapi B, nnak mulai diberi makanan, susu dan sari buah, bila
tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C.
- Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B (tunjukkan jumlah oralit
yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah, berikan oralit 6 bungkus
untuk persediaan di rumah, dan jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk
mengobati anak di rumah).
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah Ringer Laktat atau KaEN 3B
atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi
dievaluasi secara berkala.8
- Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
- Berat badan >15 kg : 135 ml/kgBB/hari

14
C. Dehidrasi berat
Rencana terapi C, pada diare dengan dehidrasi berat, yaitu: 8,10
- Berikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat dengan
cara pemberian:
 Umur < 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB
dalam 5 jam berikutnya.
 Umur > 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB
dalam 2,5 jam berikutnya.
- Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
- Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau1-2 jam (anak).
- Berikan obat zink selama 10 hari berturut-turut
Pemilihan jenis cairan parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat
dengan atau tanpa syok. Cairan ringer laktat mengandung konsentrasi natrium yang
tepat dan cukup laktat untuk dimetabolisme menjadi bikarbonat. Tetapi kosentrasi
kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia.
Cairan NaCl dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung
elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang
bisa memenuhi kebutuhan cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.
Seng / Zink
Seng / zink terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air
besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada
anak. Seng / Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak
mengalami diare.
Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang
hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase penyembuhan. Anak tidak
boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x
sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
Medikamentosa
- Antidiare
Tidak boleh diberi obatanti diare, kecuali pada keadaan diare non spesifik. Anti
diare dan anti motilitis belum terdapat bukti yang jelas sebagai pengobat diare. 7,8

15
Obat anti diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa,
antimotilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis
obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.8
Tabel 5. Obat antidiare non spesifik

- Antibiotik
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya kolera, shigella. Penyebab terbesar
dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan

karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi
ke dalam sirkulasi.7
Tabel 6. Terapi antibiotik untuk penyebab spesifik diare

16
- Probiotik
Probiotik dapat bermanfaat mempersingkat lama diare pada anak dan mencegah
diare pada bayi. Pemberian probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun
mikroorganisme lain. Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek
yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik didalam lumen usus sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.8

Edukasi
Langkah promotif/ preventif: 8
 ASI tetap diberikan
 Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
 Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
 Imunisasi campak
 Memberikan makanan penyapihan yang benar
 Penyediaan air minum yang bersih
 Selalu memasak makanan
2.10 Prognosis
Prognosis diare akut pada anak tergantung tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi.
Pada diare tanpa dehidrasi dan dengan dehidrasi ringan sedang memiliki prognosis
yang baik apabila ditangani dengan cepat. Diare dengan dehidrasi berat sebaiknya
ditangani dengan tepat sesuai panduan WHO supaya tidak jatuh dalam keadaan syok.
Prognosis akan buruk apabila terlambat ditangani.13

17
BAB III

STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ZI
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Koto Tuo XIII Koto Kampar
Tanggal masuk : 11 Oktober 2017
Nomor MR : 151517

II. KELUHAN UTAMA

Mencret sejak 4
hari SMRS

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Mencret sejak 4 hari SMRS, frekuensinya >3 kali/hari, jumlahnya ½ gelas,
konsistensinya air > ampas, warna kuning, baunya anyir, disertai lendir, darah
tidak ada.
 Muntah sejak 1 hari SMRS, frekuensinya 2 kali, tidak menyemprot, jumlahnya ¼
gelas, isi muntah makanan yang dimakan dan berwarna putih, muntah terjadi
setelah anak makan.
 Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada
 Buang air kecil sedikit, warna kuning jernih

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Tidak pernah menderita penyakit seperti ini
- Riwayat alergi makanan tidak ada

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan keluhan yang sama

VI. RIWAYAT KEHAMILAN

18
Anak ke 2, rutin ANC di praktik dokter 2 bulan sekali, diberikan vitamin, keputihan
saat hamil tidak ada, sakit tertentu saat hamil tidak ada.

VII. RIWAYAT KELAHIRAN


Lahir spontan pervaginam dibantu bidan, gravid aterm, bayi lahir langsung menangis,
BB lahir 2.900 gram, panjang 50 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lupa.

VIII. RIWAYAT IMUNISASI


Imunisasi lengkap
IX. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif
Nadi : 120 kali per menit
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 30 kali per menit
BB dehidrasi : 7,8 kg
BB rehidrasi : 8,3 kg
Tinggi Badan : 73 cm
BB / U : 79,2%
TB / U : 97,3%
BB / TB : 79,2%
Status Gizi : Kurang

19
Gambar 2. Grafik indeks masa tubuh pada anak laki-laki usia baru lahir - 36 bulan
X. STATUS GENERALISATA
a. Kepala
- Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung (+)
- Mata : Cekung (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)

20
- Hidung : Sekret (-), perdarahan (-)
- Telinga : Serumen (-), tanda-tanda radang (-)
- Mulut : Mukosa bibir kering (+), sianosis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-)

b. Thoraks
 Inspeksi : Normochest, gerakan pernafasan simetris kanan = kiri, retraksi
dinding dada (-)
 Palpasi : Vocal fremitus tidak dilakukan pemeriksaan, ictus cordis
teraba
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru. Redup pada batas jantung normal
 Auskultasi : Pulmo  SN: Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor  Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)

c. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk normal, simetris, ascites (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
 Perkusi : Tympani
 Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor kembali lambat

d. Genitalia
Tidak ada kelainan

e. Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+), CRT < 2”
- Inferior : Akral hangat (+), CRT < 2”

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium:
- Darah Lengkap : Hemoglobin : 13,1 gr%
Leukosit : 11.500/mm3
Hematokrit : 36,7 %
Trombosit : 413.000/mm3

XII. DIAGNOSIS KERJA

21
Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec infeksi bakterial

XIII. PENATALAKSANAAN
- IVFD Ringer Laktat 600 cc dalam 5 jam
 120 gtt/i mikro (IGD)
- IVFD Ringer Laktat 32 gtt/i mikro
(105 cc/kgBB/hari  35 cc/jam)
- Pedialite 80 cc tiap kali mencret/muntah (5-10 cc/kgBB)
- Lacto B 2 x sachet 1 (2 x 107 cuf/gr)
- Zinkid sirup 2 x cth 1 (2 x 10 mg)
- Cotrimoxazole sirup 2 x cth ¼ (2 x 2,5 ml)

FOLLOW UP HARIAN PASIEN USIA 1 TAHUN DENGAN DIAGNOSA


DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
DARI TANGGAL 11 OKTOBER 2017-13 OKTOBER 2017

SOAP Tanggal
(S) 11-10-2017 12-10-2017 13-10-2017
Subjektif (Hari 1) (Hari 2) (Hari 3)

22
-Mencret, > 3 kali / -Mencret (+), 3x, -Mencret tidak ada.
hari, air > ampas, banyak ampas, warna -Muntah tidak ada.
warna kuning, kuning kehijauan, -Demam tidak ada, batuk dan
baunya anyir, disertai baunya anyir, disertai pilek tidak ada.
lendir, darah tidak lendir, darah tidak ada. -Os mau minum banyak.
ada. Os mau banyak Os mau banyak -BAK banyak.
minum. minum.
-Muntah, 2 kali, tidak -Muntah tidak ada.
menyemprot, isi -Demam tidak ada,
muntah makanan batuk dan pilek tidak
yang dimakan, warna ada.
putih. -BAK sedikit.
-Demam tidak ada,
batuk dan pilek tidak
ada.
-BAK sedikit.
(O) -KU: Tampak sakit -KU: Tampak sakit -KU: Tampak sakit sedang
Objektif sedang sedang -Kesadaran: CM
-Kesadaran: CM -Kesadaran: CM -RR: 32x/menit
-RR:30x/menit -T: 36,10C
-T: 36,50C -RR: 34x/menit -N: 110x/menit
-N: 120x/menit -T: 36,40C -BB : 8,3 kg
-BB : 8 kg -N: 115x/menit
-BB : 8,1 kg Makroskopis Feses:
Pemeriksaan fisik -warna: kuning kehijauan
-Ubun-ubun cekung -konsistensi: lembek
(+) -darah: negatif
-Mata cekung (+) -lendir: negatif
-Bibir sedikit kering Mikroskopis Feses:
(+) -eritrosit: 0-3
-Turgor kulit kembali -leukosit: 1-3
lambat -amoeba: (-)
-sisa makanan: positif
-telur cacing: negatif
Bakteri pada feses: positif
Jamur pada feses: negatif
(A) Diare akut dengan Diare akut dengan Diare akut tanpa dehidrasi
Assesment dehidrasi ringan- dehidrasi ringan
sedang

23
(P) 1. Medikamentosa 1. Medikamentosa 1. Medikamentosa
Plan IVFD RL 32 gtt/i - IVFD RL 32 Pagi
mikro (105 gtt/i mikro (105 - IVFD RL 32 gtt/i
cc/kgBB/hari  35 cc/kgBB/hari  35 mikro (105 cc/kgBB/hari 
cc/jam) cc/jam) 35 cc/jam)
- Pedialite 80 - Pedialite 80 cc - Pedialite 80 cc tiap
cc tiap BAB cair tiap BAB cair BAB cair
- Lacto B 2 x - Lacto B 2 x - Lacto B 2 x sachet 1
sachet 1 sachet 1 - Zinkid sirup 2 x cth 1
- Zinkid sirup 2 - Zinkid sirup 2 -Cotrimoxazole sirup 2 x cth 1
x cth 1 x cth 1
- Cotrimoxazol - Cotrimoxazole Sore
e sirup 2 x cth 1 sirup 2 x cth 1 Pasien Boleh Pulang

-Dianjurkan untuk
pemeriksaan feses
2. Dietetik
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase penyembuhan.
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering
(lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
3. Edukasi

 ASI tetap diberikan


 Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
 Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
 Imunisasi campak
 Memberikan makanan penyapihan yang benar
 Penyediaan air minum yang bersih
 Selalu memasak makanan

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari 2 minggu.
Pasien anak AZ datang dengan keluhan mencret sejak 4 hari SMRS, frekuensinya
>3 kali/hari, jumlahnya ½ gelas, konsistensinya air > ampas, warna kuning, baunya
anyir, disertai lendir, darah tidak ada. Anak masih mau banyak minum. Muntah sejak
1 hari SMRS, frekuensinya 2 kali, tidak menyemprot, jumlahnya ¼ gelas, isi muntah
makanan yang dimakan dan berwarna putih, muntah terjadi setelah anak makan.
Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada. BAK banyak, jumlahnya lebih
kurang 100cc/3 jam, warna kuning jernih.
Dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, anak tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, nadi 120 x/menit, pernapasan 30 kali x/menit, suhu 36,5°C. Ubun-
ubun tampak sedikit cekung, mata cekung, mukosa bibir sedikit kering, turgor kulit
kembali lambat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dapat di diagnosis dengan
diare akut karena mengalami buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair atau setengah cair dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Menurut penentuan derajat dehidrasi menurut WHO, pasien ini
memenuhi kriteria dehidrasi ringan-sedang karena pada pemeriksan fisik didapatkan
mata cekung tetapi pasien masih mau minum, mukosa bibir sedikit kering, serta
turgor kulit kembali lambat. Pengobatan untuk diare terdiri dari pemberian cairan
pengganti, pemberian oralit, pemberian zink selama 10 hari, ASI tetap diberikan, dan
juga dapat diberikan antibiotik yang selektif sesuai dengan indikasi, dan memberikan
nasihat atau edukasi kepada ibu mengenai apa itu diare, bahaya diare, pencegahan
dan penatalaksanaan diare.
Berdasarkan teori penatalaksanaan awal diare adalah dengan cara rehidrasi oral,
sebaiknya rehidrasi tetap dengan oral jika anak masih mau minum, jika anak tidak

25
mau minum dapat menggunakan OGT atau NGT, jika dari semua itu gagal maka baru
penggantian cairan yang hilang diberikan melalui intravena. Pada anak dengan
dehidrasi ringan-sedang diberikan cairan rehidrasi oral sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3
jam, selanjutnya diberikan cairan pengganti dengan oralit dengan dosis untuk anak 5-
10 ml/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak
muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit, untuk anak dengan berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari.
Pada pasien ini berat badannya 8 kg, diberikan cairan oralit sebanyak 80 ml setiap
kali mencret, hal ini sesuai dengan teori pemberian cairan pengganti. Tapi seharusnya
untuk rehidrasi oral tahap awal diberikan 75 ml/kgBB dalam 3 jam, berdasarkan berat
badan pasien 8 kg x 75 ml/kgBB dalam 3 jam = 600 ml/kgBB dihabiskan dalam
waktu 3 jam. Untuk rehidrasi parenteral, terapi yang sudah didapatkan pasien di IGD
yaitu IVFD RL 600 cc dalam 5 jam = 120 cc/jam = 120 gtt/i mikro atau 30 gtt/i
makro. Selanjutnya diberikan cairan sesuai kebutuhuan pasien, 105 cc/kgBB/hari.
Teori mengatakan bahwa pada pasien dengan diare diberikan juga tablet zink
selama 10 hari, dengan dosis untuk anak < 6 bulan diberikan 10 mg atau setengah
tablet sedangkan untuk anak > 6 bulan tablet zink diberikan dengan dosis 20 mg atau
satu tablet. Pada pasien diberikan suplemen zink dalam bentuk sirup yang mana
pasien diberikan 2 x cth 1 (5 ml) yang mengandung zink sebanyak 10 mg, pemberian
ini sesuai dengan teori bahwa anak > 6 bulan pemberian zink sebesar 20 mg.
Berdasarkan teori untuk diit pada pasien dengan diare tidak ada perbedaan antara
makanan saat sehat dengan ketika anak mengalami diare. Untuk anak yang masih
mendapatkan ASI harus tetap diberikan karena tidak ada pengaruh pemberian ASI
dengan kejadian diare. Saat ini pasien masih kuat minum ASI.
Pada teori disebutkan pemberian antibiotik dilakukan jika ditemukan adanya diare
yang disebabkan infeksi bakteri yang memberikan gejala BAB cair lebih dari 3 kali
dan ditemukannya lendir dan darah serta terkadang terdapat kram pada perut, pada
pasien diberikan antibiotik karena pada pasien mengarah pada diare yang disebabkan
oleh suatu infeksi bakteri, sebab pasien mencret disertai adanya lendir. Pasien diberi
sirup antibiotik cotrimoxazole mengandung trimetoprim 40 mg + sulfametoxazole
200 mg = 240 mg/5ml. Dosis obat cotrimoxazole syrup pada anak: umur 6-12 tahun =
5-10mL (1-2cth), umur 2-5 tahun = 2,5-5mL (½-1cth), umur <2th = 2,5mL (½cth).

26
Pada kasus ini anak berusia 1 tahun diberi sirup cotrimoxazole 2,5mL/120mg (½cth)
dibagi dalam 2 dosis, yaitu: 1,25mL/60mg (¼cth).
Pada pasien diberikan probiotik L-Bio 2 x sachet 1, berdasarkan kriteria WHO
pemberian probiotik belum direkomendasikan tetapi berdasarkan beberapa penelitian
menyarankan pemberian probiotik pada pasien dengan diare karena pemberian
probiotik dapat mengurangi frekuensi diare dan mempercepat penyembuhan diare.

BAB V
KESIMPULAN

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari dua minggu. Klasifikasi diare berdasarkan klinisnya : diare cair akut

27
(termasuk kolera), diare berdarah akut (disentri), diare persisten, diare dengan
malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor).
Derajat dehidrasi pada diare ada 3, yaitu diare tanpa dehidrasi, diare dengan
dehidrasi ringan-sedang, diare dengan dehidrasi berat yang dinilai dari standar WHO,
Maurice King, dan lainnya. Untuk menegakkan diagnosis diare didapatkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tidak terlalu Prinsip terapi
pada diare adalah rehidrasi, zink diberikan selama 10 hari berturut-turut, ASI dan
makanan diteruskan, antibiotik yang selektif, edukasi kepada orangtua.
Prognosis diare akut pada anak tergantung tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi.
Pada diare tanpa dehidrasi dan dengan dehidrasi ringan sedang memiliki prognosis
yang baik apabila ditangani dengan cepat. Diare dengan dehidrasi berat sebaiknya
ditangani dengan tepat sesuai panduan WHO supaya tidak jatuh dalam keadaan syok.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Diarrhoeal disease. Geneva: WHO; 2013.

2. WHO. The treatment of diarrhoea. Geneva: WHO; 2005.

3. William JI, Sukardi. Manifestasi Klinis Diare Akut pada Anak di RSU Provinsi
NTB Mataram serta Korelasinya dengan Derajat Dehidrasi. Jurnal Kedokteran
Unram. 2015; 42: 567-570.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.


Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Jakarta: Depkes; 2010.

5. Gill H, Prasad J. Probiotics, immunomodulation, and health benefits. Adv Exp


MedBiol 2008; 606: 423-54.

28
6. Sanz Y, Nadal I, Sánchez E. Probiotics as drugs against human gastrointestinal
infections. Recent Pat Antiinfect Drug Discov 2007; 2: 148-56.

7. Juffrie Mohammad et al. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1. 2010.


Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal 87-118.

8. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-
152.

9. Departemen Kesehatan RI, Penanganan Anak Diare di Rumah. Direktorat


Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Depkes RI 2011.

10. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Departemen Kesehatan RI. 2011.

11. The treatment of diarrhoe. Departement of child and adolescent health and
development. WHO. 2005.

12. Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Depkes RI
2014.

13. Irwanto, Roim A, Sudarmo SM. Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan, Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 :
Salemba Medika hal 73-103.

29

Anda mungkin juga menyukai