Anda di halaman 1dari 7

Sains Peternakan Vol.

7 No 2 (2009): 73-79
ISSN 1693-8828

Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Sistem Pemeliharaan Intensif dan


Konvensional di Kabupaten Sleman Yogyakarta

Sundari, A. S. Rejeki dan H. Triatmaja

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat pendapatan dan kelayakan


usaha peternak sapi potong pada system pemeliharaan intensif dengan konvensional di Kabupaten
Sleman, Yogyakarta. Materi dan metode yang digunakan berupa 70 responden peternak sapi potong
dengan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pendapatan peternak system intensif
adalah Rp 36.943.964 / tahun atau Rp 3.078.663,7 / bulan dengan rata-rata kepemilikan ternak 8
UT dan pada system konvensional Rp 3.732.135,56 / tahun atau Rp 311.011,3/ bulan dengan rata-
rata kepemilikan ternak 2 UT. BEP penjualan/ tahun pada system intensif Rp 7.452.162,90 atau
BEP volume produksi sapi potong 0,94 unit ternak (UT) dan pada system konvensional Rp
4.283.628,31 atau BEP volume produksi sapi potong 0,56 UT. Nilai rentabilitas usaha ternak sapi
potong system intensif 46,3% dan konvensional 29,9%, sedang bunga kredit Bank Mandiri sebesar
16%/tahun. Dapat disumpulkan bahwa usaha penggemukan sapi potong baik system intensif
maupun konvensional layak dijalankan.

Kata kunci : Pendapatan, peternak, sapi potong, intensif, konvensional

The Income Analysis of Beef Cattle Farmer by Intensive and Conventional System in Sleman
Regency Yogyakarta

ABSTRACT

The study was purposed to find out income and feasibility of beef cattle farmers by intensive
and conventional systems. This evaluation was done May – July 2005. The matter used in this
evaluation was 70 beef cattle farmers in Sleman Regency, using survey method. The result showed
that beef cattle farmer profit by intensive system was Rp 36,943,964/year or Rp 3,078,663.7/month
while by conventional system Rp 3,732,135.56 /year or Rp 311,011.3/ month. Rentability of beef
cattle farmer by intensive system 46,3 % and conventional system 29,9 %. The conclusion indicated
that beef cattle farmer both system by intensive and conventional were feasible.

Key words: Income, beef cattle farmer, intensive, conventional system

PENDAHULUAN pembangunan peternakan harus mampu


menyentuh langsung petani peternak.
Pembangunan peternakan merupakan Pembangunan yang mampu menyentuh
bagian dari pembangunan nasional, maka langsung petani peternak adalah pembangunan
dalam menuju sasaran tersebut pelaksanaan yang mampu meningkatkan pendapatan

Analisis Pendapatan Sapi Potong… (Sundari et al.) 73


peternak (Hadisapoetro, 1978). Populasi produksi sapi potong adalah : jenis bangsanya,
peternak sapi potong di kabupaten Sleman umur, kualitas dan kuantitas pakan hijauan
tahun 2004 sebanyak 701 orang, 500 maupun konsentrat, penanggulangan penyakit,
diantaranya peternak dengan sistem intensif. penanganan pasca panen dan pemasarannya.
Perkembangan usaha sapi potong di Dengan keunggulan-keunggulan sistem intensif
Indonesia melahirkan berbagai inovasi yang tersebut dimungkinkan peternak sapi potong
pada prinsipnya ditujukan untuk mempercepat intensif akan memperoleh pendapatan yang
pertumbuhan dan meningkatkan pertambahan lebih besar dari pada sistem konvensional.
berat badan harian (PBBH) sapi potong yang Berdasarkan uraian di atas, telah diteliti
digemukkan. PBBH yang tinggi akan analisis pendapatan peternak sapi potong sistem
mempercepat waktu pemeliharaan, sehingga intensif dan konvensional yang nantinya
sapi dapat dijual lebih cepat dan diharapkan bisa memberikan manfaat sebagai
menguntungkan. Inovasi yang diberikan pedoman bagi peternak sapi potong untuk
biasanya dengan memanipulasi pakan. Tidak perkembangan dan pengembangan usaha ternak
sedikit macam suplemen yang ditawarkan, sapi potong.
produk tersebut dipercaya mampu Tujuan penelitian untuk mengetahui
meningkatkan laju pertumbuhan berat badan. besarnya pendapatan dan kelayakan usaha
Salah satu usaha peningkatan peternak sapi potong pada sistem pemeliharaan
pengadaan daging sapi baik dalam kuantitas intensif dan konvensional. Manfaat penelitian
maupun kualitasnya adalah dengan adalah unntuk mengetahui dan memberikan
pemeliharaan sapi secara intensif (feed lot). informasi kepada peternak mengenai besarnya
Pada sistem ini sapi jantan dipelihara di keuntungan antara pemeliharaan sapi potong
kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi dengan system intensif dan konvensional dan
hanya diberi makan dengan nilai nutrisi yang untuk bahan referensi bagi semua pihak dalam
optimal untuk menaikkan berat badan dan hal pengembangan peternakan sapi potong di
kesehatan sapi yang maksimal. Dengan system kabupaten Sleman.
ini sapi bobotnya lebih mantap, daging yang
dihasilkan akan lebih lunak walaupun MATERI DAN METODE
kandungan lemaknya menjadi sedikit lebih
tebal, kualitas dagingnya sangat baik dan harga Materi penelitian yang digunakan dalam
jualnyapun tinggi (Abidin, 2002). Pada sistem penelitian ini adalah peternak sapi potong yang
pemeliharaan konvensional/tradisional peternak berlokasi di Kabupaten Sleman, DIY.
hanya memberikan pakan seadanya biasanya Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei –
jerami dan kadang-kadang rumput tanpa Juli 2005. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pemberian konsentrat dan suplemen lainnya dengan pengamatan terhadap obyek secara
yang sifatnya dapat mempercepat pertumbuhan, langsung di lapangan dan wawancara dengan
lama pemeliharaan 1 sampai 2 tahun. bantuan kuesioner untuk mendapatkan data
Produksi dari suatu ternak adalah hasil yang diperlukan dengan metode survey.
interaksi antara genotipe dan faktor lingkungan Dari 17 kecamatan di kabupaten Sleman
seperti iklim, nutrisi, penyakit dan praktek kemudian diambil sampel responden secara
manajemen. Keterbatasan produksi ditentukan purposive random sampling yaitu 10% dari 701
oleh pakan yang buruk, ketidakseimbangan peternak. Dari 70 jumlah responden tersebut
pakan, penyakit endemik dan parasitisme. kemudian diambil sample untuk peternak sapi
Selain pengaruh langsung, terdapat interaksi potong system intensif sebanyak 38 peternak
diantara faktor-faktor tersebut (Tomaszewska et dan untuk peternak sapi potong system
al., 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi konvensional sebanyak 32 peternak.

74 Sains Peternakan Vol. 7 (2), September 2009


Data yang dikumpulkan terdiri dari data sebagai berikut :
primer dan sekunder. Data yang diperoleh
langsung dari peternak responden melalui Re turn
RCR =
kuisioner dan wawancara, yaitu banyaknya Cost
pemberian pakan, biaya pembuatan kandang,
data kepemilikan ternak, biaya bibit, biaya Keterangan :
tenaga kerja, harga jual pedet, dara dan induk RCR = Return cost ratio
afkir. Data yang diperoleh dari peternak yang Return = Penerimaan total
berkaitan dengan analisis usaha adalah data Cost = Pembiayaan total
selama periode pemeliharaan 1 tahun yaitu dari
bulan Juni 2004 – Mei 2005. Rentang waktu ini 2. BEP (Break Even Point) merupakan teknik
agar fluktuasi harga sapronak dapat terwakili analisis untuk mempelajari hubungan antara
selama satu tahun produksi. Sedangkan data Penerimaan, biaya tetap, biaya tidak tetap,
sekunder meliputi data yang diperoleh dari keuntungan-kerugian, dan volume kegiatan
instansi terkait. pada suatu keadaan dimana perusahaan
Data keadaan umum daerah penelitian tidak mendapat keuntungan dan kerugian.
dan identitas peternak responden dianalisis Termasuk biaya tetap meliputi: penyusutan
secara deskriptif. Sedangkan data lainnya kandang dan alat, sewa lahan, reparasi rutin,
dianalisis secara ekonomi sebagai berikut : tenaga tetap dan bunga modal. Biaya tetap
ini secara totalitas tidak berubah ubah
1. Analisis pendapatan meskipun ada perubahan volume produksi
Pendapatan diperoleh dengan atau penjualan. Biaya variable meliputi:
analisis output-input (Riyanto, 1996). bibit, pakan, kesehatan, pemeliharaan, air
Usaha dianggap menguntungkan jika nilai dan listrik. Biaya variable ini secara
pendapatan positif dan sebaliknya merugi totalitas berubah ubah secara proporsional
jika nila negatif. Selanjutnya nilai dengan volume produksi atau penjualan.
pendapatan dapat dihitung: (Wisnubroto, 1995). Jika total penjualan >
BEP penjualan atai volume produksi > dari
P = TR-TC BEP unit maka usaha dalam kondisi untung
dan sebaliknya.
Keterangan :
P = Pendapatan (laba) Biaya tetap
TR = Total revenue (Penerimaan total/ biaya var iabel / unit
1−
output) H arg a jual / unit
BEP rupiah =
TC = Total Cost (Biaya produksi total/
input)
BEP unit =
Biaya tetap
2. Analisis Return Cost Ratio (RCR)
Apabila nilai RCR lebih dari 1 atau H arg a jual / unit − Biaya var iabel / unit
penerimaan total lebih besar dari pada
pembiayaan total berarti usaha tersebut 4. Rentabilitas
menguntungkan. Sebaliknya, jika nilai RCR Kelayakan usaha dapat diketahui
kurang dari 1 berarti usaha tersebut dengan rentabilitas. Nilai tersebut
mengalami kerugian karena penerimaan dibandingkan dengan suku bunga bank
total kecil dari pada pembiayaan total. Nilai yang berlaku, jika nilai rentabilitas lebih
RCR dapat diperoleh dengan perhitungan besar dari suku bunga maka usaha tersebut

Analisis Pendapatan Sapi Potong… (Sundari et al) 75


layak, tetapi sebaliknya jika nilai Tingkat umur mempengaruhi
rentabilitas dibawah suku bunga bank maka kemampuan fisik petani dalam mengelola usaha
usaha tersebut tidak layak (Sutrisno, 1983). taninya, maupun pekerjaan tambahan lainnya.
Umur peternak sapi potong sistem intensif rata-
X rata 48,32 tahun sedangkan peternak sapi
R= x100%
Y potong konvensional rata-rata 49,78 tahun
keduanya merupakan usia produktif. Hal ini
Keterangan: dibutuhkan dalam mengelola ternak maupun
R = Nilai rentabilitas lahan pertanian yang cukup kuat. Menurut
X = Laba usaha pendapat Santoso (1979) usia manusia antara
Y =B 30 sampai 60 tahun mempunyai kemampuan
berfikir yang lebih baik sehingga diharapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dapat mengelola usahanya dengan baik pula.
Komposisi pendidikan peternak sapi
Keadaan Umum Daerah Penelitian potong intensif yang sebagian besar adalah SD
yaitu 42,1% dan pendidikan peternak sapi
Kabupaten Sleman berketinggian antara potong konvensional yang setengahnya adalah
100 – 2.500 meter dari permukaan air laut, SD yaitu 59,4%. Hal ini menunjukkan daya
dengan curah hujan rata-rata 15,9-17,1 serap dan pola pikir terhadap ilmu pengetahuan
mm/tahun dan temperatur udara rata-rata 19,8 - bagi peternak sapi potong masih rendah
36,20C. Produksi rumput gajah pada musim sehingga sulit untuk mengikuti perkembangan
penghujan melimpah sedangkan pada musim teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat
kemarau peternak kadang-kadang membeli dari Winarno (1985) yang menyatakan bahwa
pedagang rumput. Selain itu air untuk ternak pendidikan sedikit banyak mempunyai peranan
cukup mudah yaitu pengairan yang dialirkan ke penting terhadap produktivitas peternak dalam
kandang-kandang peternak melalui selang. Di mengelola ternaknya.
lokasi penelitian tersebut transportasi mudah. Peternak sapi potong intensif yang
Wilayah Sleman pada bagian Selatan berpengalaman 21-25 tahun sebesar 44,7%,
merupakan dataran rendah yang subur, sedangkan pengalaman beternak sapi potong
sedangkan bagian Utara sebagian besar konvensional 21-25 tahun 46,9. Dengan
merupakan tanah kering yang berupa ladang pengalaman yang cukup lama peternak akan
dan pekarangan serta memiliki permukaan yang lebih mengerti terhadap usaha yang dikelolanya
miring dan batas paling Utara gunung Merapi. dan peternak akan lebih mengerti bagaimana
cara memelihara ternak untuk mendapatkan
Karakteristik Peternak Responden hasil yang lebih baik (Kusnadi, 1982).

Kemampuan peternak sebagai pengelola Biaya, Penerimaan dan laba Usaha Sapi
sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha Potong
peternakan. Untuk mengetahui kemampuan
peternak perlu diketahui latar belakang yang Biaya produksi dapat dikelompokkan ke
berhubungan dengan keterlibatan mereka dalam dalam biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak
mengusahakan ternaknya. Pertimbangan yang tetap (variable cost). Biaya tetap (fixed cost)
digunakan untuk mengetahui kemampuan adalah biaya yang tidak terpengaruh oleh
dalam mengelola ternak sapi potong adalah tingkat kegiatan maupun volume produksi dan
umur peternak, pengalaman peternak serta biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya
tingkat pendidikan. yang sifatnya berubah-ubah tergantung volume

76 Sains Peternakan Vol. 7 (2), September 2009


Tabel 1. Biaya , penerimaan dan laba usaha ternak sapi potong system intensif dan konvensional
Sistem pemeliharaan Sistem pemeliharaan
intensif konvensional
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(Rp) (%) (Rp) (%)
Macam Biaya
1. Biaya tetap
Penyusutan kandang 46.004,49 0,06 38.313,24 0,30
Penyusutan alat 4.973,26 0,01 3.791,45 0,03
Tenaga kerja 2.103.157,89 0,01 1.080.000,00 8,45
Bunga modal 149.113,26 0,18 129.619,50 1,01
Sewa tanah kandang 13.233,55 0,02 3.691,41 0,03
Jumlah 2.316.482,46 2,85 1.255.415,60 9,82
2. Biaya tidak tetap
Bibit 4.422.368,42 5,45 3.056.250,00 23,91
Pakan 73.642.263,16 90,68 8.398.265,63 65,69
Obat/kesehatan 39.210,53 0,05 10.937,50 0,09
TK Tidak Tetap 576.000,00 0,71 0 0
Listrik 216.679,26 0,27 64.096,88 0,56
Jumlah 78.896.521,37 97,15 11.529.550,00 90,18
Sub Total Biaya /th 81.213.004 100 12.784.966 100
Macam Penerimaan
Sapi potong 58.826.108,03 99,62 16.454.101,56 99,62
Kotoran 225.852,63 0,38 63.000 0,38
Penerimaan / periode 59.051.960,66 100 16.517.101,56 100
Penerimaan / tahun 118.156.968,42 - 16.517.101,56 -
Pendapatan (laba)/tahun 36.943.964,42 - 3.732.135,56 -
Pendapatan (laba)/bulan 3.078.633,70 - 311.011,30 -
Catatan : Rata-rata :
o kepemilikan ternak : intensif 8 UT, konvensional 2 UT.
o Harga jual sapi (Rp) : intensif 7.521.875,00., konvensional 7.501.315,79.
o Harga jual kotoran / truk (Rp) : 80.000,00, (produksi feses 10 kg/hari.)
o ADG kg/hari : intensif 0,6-0,8, konvensional 0,4-0,6.
o Lama / periode : intensif 0,5 tahun dan konvensional 1 tahun.
Sumber : Data Primer Terolah 2005

produksi. Besarnya biaya tetap dan tidak tetap,


penerimaan dan laba usaha ternak sapi potong 1. Pendapatan diperoleh dengan analisis
system intensif dan konvensional selengkapnya output-input (Riyanto, 1981)
dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dihitung bahwa laba
usaha/responden/tahun pada sistem intensif
Analisis Kelayakan Usaha sebesar Rp 36.943.964,42 atau 3.078.663,7/
bulan dan dengan sistem konvensional Rp
Analisis Kelayakan Usaha pada peternak 3.732.135,56.atau 311.011,3/ bulan. Sedang
sapi potong dengan sistem intensif dan sistem laba usaha per unit ternak dengan sistem
konvensional dapat dicari dengan rumus intensif sebesar Rp 4.614.995,55 sedang
sebagai berikut : dengan sistem konvensional Rp 1.866.067,78.

Analisis Pendapatan Sapi Potong… (Sundari et al) 77


UMR di Yogya Rp 680.000,00. Pada responden responden / tahun, sedangkan konvensional
intensif diatas UMR biasanya sebagai pekerjaan sebesar Rp 16.517.101,56/ responden /
pokok dan konvensional pendapatan dibawah tahun.
UMR karena biasanya sebagai pekerjaan 3. Pendapatan (laba) usaha peternak sapi
sampingan. potong dengan sistem intensif sebesar Rp
36.943.964 / responden / tahun sedangkan
2. Analisis Return Cost Ratio (RCR) usaha sistem konvensional Rp
RCR = return / cost = Penerimaan total / 3.732.135,56/ responden / tahun.
Pembiayaan total Sedangkan laba / unit ternak / tahun dengan
RCR pada peternak sapi sistem intensif adalah sistem intensif sebesar Rp 4.617.995,55
= 118.156.968,42/ 81.213.004= 1,46 sedangkan konvensional Rp 1.866.067,77
Sedang, RCR pada peternak sapi import adalah 4. Semua sistem pemeliharaan sapi potong
= 16.517.101,56/ 12.784.966= 1,29 baik intensif maupun konvensional layak
Dari analisis RCR diatas terlihat bahwa semua dikerjakan, dengan nilai rentabilitas lebih
sistem pemeliharaan baik intensif maupun dari 16%, pada sistem intensif (46%) lebih
konvensional menguntungkan dengan nilai besar dari pada konvensional (29,2%).
RCR > dari 1.
Supaya ada perbaikan manajemen
3. Analisis Rentabilitas produksi terutama pemilihan bibit dan
Nilai Rentabilitas = (Laba usaha / Biaya pemberian pakan yang efisien, perlu dibentuk
produksi total) x 100% wadah kelompok usaha sapi potong semacam
Nilai Rentabilitas sistem intensif adalah = koperasi, guna efisiensi pengadaan pakan,
36.943.964,42 /81.213.004x 100%=46% penyaluran hasil produksi
Nilai Rentabilitas peternak konvensional adalah
= 3.732.135,56/12.784.966 x 100%=29,2% DAFTAR PUSTAKA
Dari analisis rentabilitas di atas semua
sistem pemeliharaan baik intensif maupun Abidin, Z. 2002. Penggemukkan Sapi Potong.
konvensional layak dikerjakan, dikarenakan Agromedia Pustaka. Tangerang.
nilai rentabilitasnya lebih tinggi dari bunga Hadisaputro, S. 1978. Pola Umum Pertanian Dalam
bank yang berlaku di daerah penelitian yaitu Kaitannya Dengan Pertanian Dengan Lahan
bunga kredit ketahanan pangan bank Mandiri Sempit. Agroekonomi. Edisi Maret.
16% per tahun. Departemen Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian UGM. Jogjakarta
KESIMPULAN DAN SARAN Kusnadi, U. 1982. Analisa Usaha Peternakan Sapi
Perah yang tergabung dalam Koperasi di DIY.
Berdasarkan hasil penelitian yang Tesis, Program S-2. Fak. Peternakan
dilakukan terhadap peternak sapi potong Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
dengan sistem intensif dan konvensional di Riyanto, B. 1996. Dasar-dasar Pembelanjaan
Sleman disimpulkan sbb: Perusahaan. Edisi Keempat. BPFE. Jogjakarta
1. Biaya produksi (input) usaha sapi potong Santoso. 1979. Analisis Usaha Ternak Sapi Perah
dengan sistem intensif sebesar Rp di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
81.213.004 / responden / tahun, sedangkan Buletin LPP. No.23 Bogor.
sistem konvensional sebesar Rp 12.784.966 Soetrisno. 1982. Pengantar Ekonomi Perusahaan.
/ responden / tahun. Edisi Satu. BPP. UII. Jogjakarta
2. Penerimaan (output) usaha sapi potong Tomaszewska, M.I.M. Mastika, A. Djajanegara, S.
dengan sistem intensif Rp 118.156.968,42/ Gardiner dan T.R. Wiradarya. 1993. Produksi

78 Sains Peternakan Vol. 7 (2), September 2009


Ternak Kambing dan Domba di Indonesia.
Sebelas Maret Press. Surakarta
Winarno. 1985. Analisis Manajemen dan
Pemasaran Susu Usaha Peternakan Sapi Perah
di Kota Madya yogyakarta. Tesis S-2. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Wisnubroto, 1995. Analisis Finansial. Institut Sains
dan Teknologi, Yogyakarta.

Analisis Pendapatan Sapi Potong… (Sundari et al) 79

Anda mungkin juga menyukai