Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan Pemeriksaan Fisik

Disusun oleh
LAELY HIDAYATI
20174030095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
Laporan Pendahuluan (LP) Pemeriksaan Fisik

1. Definisi
Pemeriksaan fisik adalah suatu tindakan untuk meninjau dari ujung rambut
sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian secara klinis
(Potter dan Perry, 2005). Menurut Raylene M Rospond (2009); Terj D. Lyrawati,
(2009). Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya
kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi), mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah
kesehatan pasien (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).
2. Tujuan
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik (Potter & perry, 2005) adalah :
1) Untuk mendapatkan data dasar terkait kesehatan pasien.
2) Untuk menambah, mengkonfirmasi atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
3) Untuk mengkonfirmasi diagnosa keperawatan.
4) Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
3. Teknik
Menurut Potter dan Perry (2005) ada empat teknik yang digunakan dalam
pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi atau melihat. Perawat melakukan
inspeksi bagian tubuh untuk mendeteksi karakteristik normal dan abnormal
pada pasien. Sangat penting bagi seorang perawat mengetahui karakteristik
normal bagi semua jenjang usia. Hal penting dalam melakukan inspeksi adalah
selalu memberikan perhatia lebih pada klien. Kualitas inspeksi bergantung
pada keinginan perawat untuk meluangkan waktu dalam melakukan iinspeksi
lebih teliti.

2) Palpasi
Palpasi merupak proses pengkajian lebih lanjut dengan menggunakan
indra peraba. Menurut Vaughan (2013) selama palpasi perawat akan menilai
turgor atau elastisitas kulit, suhu menggunakan bagian belakang tangan,
tekstur menggunakan buku-buku jari, ukuran dan bentuk dari area yang
diperiksa. Melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut
dan sensitif terhadap tanda fisik termasuk ketahanan, kekenyalan, kekasaran,
tekstur dan mobilitas.
Dua tipe palpasi yang dapat dilakukan yaitu: palpasi ringan yang
mengharuskan pemeriksa menerapkan tekanan yang memadai untuk
mempalpasi struktur 0,5 inci (1 cm) dibawah permukaan kulit; palpasi berat
yang membutuhkan tekanan cukup untuk mempalpasi organ organ
dibawahnya 2-4 cm dibawah permukaan kulit . palpasi berat dapat dilakukan
dengan satu atau dua tangan (bimanual). Palpasi ringan harus mendahului
palpasi berat.
Sebelum melakukan palpasi, harus ada komunikasi yang baik antara
perawat dengan pasien. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Jika otot mengalami ketegangan maka akan
sangat mempengaruhi hasil pemerksaan. Contohnya yaitu ketegangan pada
otot abdomen membuat palpasi pada organ-organ yang berada dibawahnya
tidak mungkin dilakukan karena mengikuti kekakuan otot. Meminta klien
melakukan nafas dalam secara perlahan akan meningkatkan relaksasi otot.
Klien akan merasa nyaman dengan tangan yang hangat dan kuku yang pendek.

3) Perkusi
Perkusi membutuhkan sentuhan atau ketukan pada area tubuh dengan ujung
jari untuk mengevaluasi ukuran, bentuk dan susunan dari struktur yang
penting misalnya udara, padat, cair. Ada dua tipe perkusi: perkusi langsung
meliputi ketukan pada permukaan kulit secara langsung dengan ujung jari;
perkusi tidak langsung membutuhkan penggunaan kedua tangan. Jari dari satu
tangan ditempatkan di permukaan kulit dari area yang akan diperkusi,
sedangkan ujung jari kedua dari tangan yang berlawanan digunakan untuk
mengetuk kulit dari buku jari pada jari pertama.

4) Auskultasi
Auskultasi meliputi mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh dengan
atau tanpa alat bantu (Vaughans, 2013). Auskultasi biasanya merupakan
teknik terakhir dari empat teknik yang dilakukan. Tetapi ketika memeriksa
abdomen, auskultasi harus dilakukan terlebih dahulu dibandingkan perkusi
dan palpasi. Hal ini dikarenakan terdapat syaraf yang mempersarafi dari
sistem gastrointestinal yaitu pleksus mesentrikus. Saraf ini peka terhadap
sentuhan sehingga akan mempengaruhi pergerakan dan bising pencernaan.
Auskultasi adalah teknik mendengarkan suara organ tubuh dengan
menempatkan stetoskop pada permukaan tubuh untuk memperjelas suara yang
normal dan abnormal. Auskultasi dilakukan pada bagian abdomen yaitu bising
usus (peristaltik), untuk mengetahui fungsi pencernaan klien setelah menjalani
oprasi dan dapat dilakukan pada denyut jantung janin pada wanita hamil
(potter&perry, 2005). Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
 Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
 Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
 Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
 Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
1. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
2. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
3. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Untuk memfasilitasi keberhasilan auskultasi, pemeriksa harus (Vaughans,


2013):
 Mendengar kekerasan, frekuensi, durasi dan kualitas suara
 Menggambarkan struktur tubuh yang penting (misalnya jantung, liver
dan perut) sebagai area yang akan diperiksa.
 Mendengarkan dalam lingkungan yang tenang
 Praktik mendengarkan sebanyak mungkin
 Mengetahui bagaimana menggunakan stetoskop dengan tenang

4. Pendekatan
a) Pemeriksaan Fisik Persistem
Menurut Turner & Roger (2011) pemeriksaan pemeriksaan fisik persistem yaitu:
A. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri dari otot, tulang dan persendian. Kelengkapan
pengkajian sistem ini bergantung pada kebutuhan pasien atau masalah
kesehatanya. Sebelum mangkaji otot, tulang dan persendian lakukan pengkajian
secara umum terlebih dahulusperti mengamati ketegapan, gaya jalan, postur, serta
posisi tubuh pasien. Setelah itu lakukan pengkajian riwayat kesehatan sperti
menanyakan pertanyaan-pertanyaan umum seperti apakah pekerjaan pasien
merupakan pekerjaan berat yang berkaitan dengan angkat mengangkat abrang.
Kemudian pertanyaan di arahkan ke keluhan-keluhan yang di alami.
1. Pemeriksaan Otot
- Lakukan inspeksi ukuran otot, misalnya pad alengan dan paha. Bandingkan
satu sisi dengan sisi yang lain serta amati ada dan tidaknya atrofi maupun
hipertrofi
- Amati apakah otot dna tendon mengalami kontrsktur atau tidak
- Amati apakah terjadi kontraksi abnormal dan tremor
- Lakukan palpasi otot pada saat istirahat untuk mengetahuo tonus otot
- Lakukan palpasi oto pada saat pasien bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengtahui adanya kelemahan (fleksiditas), kontraksi tiba-tiba involunter
(spastistas), dan kehalusan gerakan.
- Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh pasien menarik atau mendorong
tangan pemeriksaserta bandingkan kekuatan otot anggota gerak kanan dan
anggota gerak kiri.
2. Pemeriksaan Tulang
- Amati kenormalaan susunan tulang dan deformitas.
- Lakukan palpasi tulang untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
- Amati keadaan tulang untuk mengetehui adannya pembekakan
3. Pemeriksaan sendi
- Inspeksi persendian untuk mengtahui adanya gangguan perseidian
- Lakukan palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
gerakan, bengkak, krepitasi dan nodular.
- Kaji rentang gerak persendian (range of motion)
- Catat hasil pemeriksaan
B. Sistem integumen
Kulit terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian luar (epidermis), bagian tengah
(dermis), dan bagian dalam (lapisan lemak subkutan) atau yang sering dikenal
dengan sebutan hipodermis. Organ tambahan pada kulit yaitu rambut, kuku dan
kelenjar sebasea. Kulit berfungsi untuk melindungi jaringan dibawahnya, sebagai
persepsi sensori, pengatur suhu tubuh, tekanan darah, sintesisi vitamin dan sebagai
tempat keluarnya sekresi keringat. Ada beberapa Cara untuk mengkaji kulit,
rambut dan kuku yaitu :
1. Inspeksi dilakukan untuk mengetahui warna kulit, jaringan parut, lesi dan
kondisi vaskularisasi. Data inspeksi yang sudah didapat untuk menentukan apakah
ada luka tekan atau tidak pada klien.
2. Palpasi kulit untuk mengetahui suhu kulit, tekstur (halus atau kasar),
mobilitas/turgor pada kulit dan adanya lesi.
3. Inspeksi dan palpasi kuku dan catat warna, bentuk, dan setiap ketidaknormalan
atau adanya lesi.
4. Inspeksi dan palpasi pada rambut dan perhatikan jumlah, distribusi penyebaran
rambut apakah merata atau tidak dan tekstur.

C. Sistem kardiovaskuler
Menurut Priharjo (2010) Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan
pembuluh darah. masalah yang terkait sistem kardiovaskuler merupakan masalah
yang seriusdan merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Jantung
memiliki berat sekitar 300 sampai 350 gram pada pria dewasa normal dan antara
250300 gram pada wanita dewasa normal atau sekitar 0,5 % berat badannya.
Bentuk jantung kerucut dengan panjang sekitar 12 cm dan lebar 9 m, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia. Jantung terletak pada mediastinum antara tulang
rusuk ke-2 dan ke-6.
Setelah mengkaji data terkait riwayat kesehatan terdahulu, perawat dapat
mengkaji terkait dengan sirkulasi, denyut nadi dan tekanan darah. pengkajian
lebih mendalam yang langsung pada jantung meliputi bunyi jantung, tekanan vena
jugularis, ukuran jantung dan tanda-tanda tertentu misalnya bising jantung atau
terdapat bunyi jantung tambahan. Terdapat keterampilan yang harus dikuasai
perawat dalam melakukan pengkajian sistem kardiovaskuler yaitu perawat harus
dapat menggunakan serta membaca interpretasi dari EKG. Perawat harus mampu
memasang EKG di kke-12 lead.
Pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler, perawat memeriksa denyut nadi
pasien. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan perubahan tekanan pada ventrikel
kiri jantung yang dapat diketahui dengan meraba denyut nadi karotis , brakiarl,
radial, femoral popliteal, tibial posterior dan dorsalis pedis. Tempat-tempat
menghitung denyut nadi adalah:
Ateri radalis : Pada pergelangan tangan.
Arteri temporalis : Pada tulang pelipis.
Arteri carotis : Pada leher.
Arteri femoralis : Pada lipatan paha.
Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki.
Arteri poplitea : pada lipatan lutut.
Arteri bracialis : Pada lipatan siku.
Dalam melakukan pengkajian denyut nadi hal yang harus diperhatikan adalah
kualitas, frekuensi, dan kekuatan amplitudonya. Tabel dibawah ini merupakan
tabel karakteristik nadi menurut usia.
Usia Frekuensi (x/mnt) irama Amplitudo
Dibawah 1 bulan 90-170 Teratur Kuat, mudah
dipalpasi
Dibawah 1 tahun 80-160
2 tahun 80-120
6 tahun 75-115
10 tahun 70-110
14 tahun 65100
Diatas 14 tahun 60-100

Tekanan darah arteri menggambarkan dua hal, yaitu besar tekanan yang
dihasilkan ventrikel kiri sewaktu berkontraksi (sistolik) dan besar tekanan
ventrikel kiri ketika beristrahat (diastolik). Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengkaji sistem kardiovaskuler :
1. Inspeksi: secara topografik jantung berada dibagian depan rongga mediatinum.
Dilakukan inspeksi pada daerah prekordial penderita yang berbaring terlentang
atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apeks kadang susah
ditemukan misalnya pada stenosis mitral. Pulsasi letaknya sesuai dengan apeks
jantung . diameter pulsasi sekitar 2 cm dengan punctum maksimum ditengah –
tengah daerah tersebut. Pulsasi muncul pada 2 waktu sistolis ventrikel. Bila
iktus kordis bergeser kekiri dan melebar kemungkinan adanya pembesaran
ventrikel kiri (departemen keperawatan dasar Fkep Unpad, 2016). Amati
ketinggian denyut vena jugularis. Lihat vena pada leher. Vena jugularis
interna: difus, medial atau dalam terhadap sternomastoideus; vena jugularis
eksterna: lateral terhadap sternomastoid. Tentukan ketinggian vena vertikal
dalam cm diatas sudut manubrium sterni, bila mungkin gunakan denyut vena
jugularis interna. Vena jugularis eksterna lebih sering mudah terlihat , tetapi
mungkin tersumbat oleh liku-likunya, dan kurang dapat dipercaya
dibandingkan vena jugularis interna (Turner dan Blackwood, 2011). Bila
tekanan vena jugularis naik sampai lebih tinggi dari sudut manubrium sterni
dan berpulsasi, hal itu menunjukkan gagal jantung kanan. Jangan lupa mencari
tanda-tanda lain misalnya pitting edema dan hati yang besar disertai nyeri
tekan.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai
dari arteri aorta, area pulmonal, trikuspid, apikal dan epigastrium. Hasil
palpasi dijelaskan lokasinya, yaitu pada ruang interkostal ke berapa, jarak dan
garis midsternal, midklavikula dan garis aksila (Priharjo, 2007). Palpasi denyut
nadi radialis dengan kedua jari tangan serta hitung frekuensi nadinya,
perhatikan iramanya sebagai berikut:
 Teratur atau variasi normal pada pernafasan: aritmia sinus.
 Tidak teratur (ireguler) beraturan
 Ireguler tidak beraturan (ekstrasistole multiple; fibrilasi atrium )
3. Perkusi
Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara
kasar. Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah tangan kiri sebagai
landasan rapat-rapat pada dinding dada. Perkusi dapat dilakukan disemua arah
menuju letak jantung.
4. Auskultasi
Menurut Turner dan Blackwood (2011) bahwa jika melakukan auskultasi
maka dengarkan pada tempat utamayaitu pada: apeks (dan aksila jika terjadi
mur-mur); daerah trikuspid, daerah aorta dan leher bila terdapat mur-mur, serta
daerah pulmonal. Daerah daerah tersebut merupakan daerah yang mewakili
tempat dimana kita dapat mendengar bunyi jantung. Serta perhatikan hal-hal
yang akan dalam mengauskultasi :
 Bunyi jantung
 Mbunyi tambahan
 Murmur bising usus
Bila anda menemukan bunyi lemah, miringkan penderita agak kekiri dan
dengarkan pada apeks yang telah ditentukan saat palpasi. Berikut bunyi
jantung normal:
 Penutupan mitral dan trikuspid: keras pada stenosis mitral; lemah pada
inkomppetensi mitral.
 Penutupan aorta dan pulmonal biasanya terpecah (split): keras pada
hipetensi; lemah pada stenosis.
D. Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling
mudah di kaji namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh menaksir pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan
observasi dan palpasi gerakan dinding dada.

USIA FREKUENSI NAFAS PER MENIT

Bayi baru lahir 30-50

Bayi (6 bulan) 35-40

Toodler 25-32

Anak-anak 20-30

Remaja 16-19

Dewasa 12-20

POLA PERNAFASAN DESKRIFSI

Dispnea Susah bernafas yang menunjukkan adanya retraksi.


Bradipnea Frekuensi pernafasan cepat yang abnormal.

Hiperpnea Pernafasan cepat dan normal atau peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan.

Apnea Tidak ada pernafasan.

Cheyne stokes Periode pernafasan cepat dalam yang bergantian dengan periode apnea,
umumnya pada bayi dan anak selama tidur nyenyak, depresi, dan kerusakan
otak.

Kusmaul Nafas normal yang abnormal bisa cepat, normal, atau lambat umumnya pada
asidosis metabolik.

Biot Nafas tidak teratur, menunjukkan adanya kerusakan atak bagian bawah dan
depresi pernafasan.
E. Sistem neurologi
Sistem persarafan atau neurologi merupakan sistem yang paling sentral bagi
fungsi kehidupan manusia. Fungsi utama sistem persarafan adalah sebagai
pengatur berbagai aktivitas tubuh. Berikut tabel yang dapat menggambarkan
pengkajian keperawatan fungsi neurologi .

Kategori Fungsi
Kesadaran - Sadar
- Ketanggapan diri
Mentasi - Berpikir
- Mengingat
- Menerima
- Bahasa
- Pemecahan masalah
Pergerakan - Ekspresi wajah
- Bicara
- Berjalan
- Cara bergerak
- Makan (mengunyah, menelan, atau
kombinasi antara keduanya).
- Melihat gerakan dan sensasi
Sensasi - Membaui
- Mendengar
- Merasakan (rabaan, suhu, nyeri, tekanan,
posisi, bentuk, ukuran dan lain-lain)
Fungsi regulasi integrasi - Makan (ingesti, digesti)
- Eliminasi
- Bernapas
- Sirkulasi
- Pengontrol suhu
- Respon seksual
- Emosi
Pola pemecahan masalah - Kemampuan merawat diri
kecacatan/ kelemahan - Kemampuan berperan
koping - Koping

Kesadaran : kesadaran mempunyai dua komponen yang perlu dikaji, yaitu


ketanggapan dan kesadaran. Ketanggapan merupakan kesadaran yang diatur
oleh hemisfer serebri dan sistem aktivasi retikular batang otak. Ketanggapan
dapat dikaji dengan memperhatikan respon terhadap rangsang lingkungan,
rangsang verbal, atau rangsang nyeri. Respon pasien terhadap rangsangan
lingkungan dapat diketahui misalnya dengan memperhatikan respon pasien
sewaktu kita masuk keruangannya. Selanjutnya yang kedua adalah kesadaran
diri. Kesadaran diri dapat diuji menggunakan cara yang sederhana misalnya
memberikan pertanyaan pada pasien tentang siapa namanya, tanggal dan hari
apa serta diman dia berada sekarang. Kesadaran dapat dikaji menggunakan
GCS (Glasgow Coma Scake, GCS), khususnya pada pasien yang mengalami
cidera kepalaberat atau pasien yang akan mengalami penurunan kesadaran
dengan cepat. Berikut tabel GCS dibawah ini. Skor maksimal adalah 15 dan
minimal 3
Parameter Nilai
Mata :
- Membuka secara spontan 4
- Membuka terhadap suara 3
- Terhadap nyeri 2
- Tidak berespon 1
Verbal :
- Orientasi baik 5
- Bingung 4
- Kata-kata tidak jelas 3
- Bunyi tidak jelas 2
- Tidak berespon 1
Motorik :
- Mengikuti perintah 6
- Gerakan lokal 5
- Fleksi, menarik 4
- Fleksi abnormal 3
- Ekstensi abnormal 2
- Tidak ada 1

Mentasi merupakan segala aktifitas yang memerlukan penyatuan atau


integrasi perhatian, memori dan proses berfikir yang bergantung pada kondisi
korteks serebri yang diaktivasi oleh sistem aktivasi retikular. Pengujian
mentasi meliputi perhatian/atensi, mengingat, perasaan/afektif, bahasa,
berfikir, dan persepsi spasial.
Pergerakan merupakan fungsi keseluruhan yang mengacu pada koordinasi
aktivitas muskuloskeletal secara volinteer dan otomatis. Pengkajian dasar
terhadap pergerakan meliputi cara pasien melihat, berbicara, bergerak dan
berjalan. Berikut tabel dibawah memperlihatkan cara uji fungsi otot.
Tujuan Cara
Menguji kekuatan otot Anjurkan pasien memurtar kepala menentang
sternokleidomastoideus tahanan dari tangan pemeriksa, lakukan palpasi
(saraf kranial XI) pada otot sternokleidomastoideus
Menguji kekuatan otot Anjurkan pasien menaikkan kedua lengan
melawan tahanan pemeriksa
Menguji bisep dan trisep Pasien diminta menarik dan mendorong lengan
melawan tahanan pemeriksa
Menguji fleksor dan Minta pasien memfleksikan dan
ekstensor pergelangan mengekstensikan pergelangan tangan
tangan menentang tahanan
Menguji kekuatan otot Minta pasien membuka jari-jari menentang
tangan tahanan pemeriksa
Menguji fleksi dan ekstensi Pasien mengangkat kaki menentang tahanan
ekstermitas bawah serta pemeriksa.
kekuatan tulang panggul
Menguji kekuatan tungkai Minta pasien melakukan fleksi dan ekstensi
bawah pergelangan kaki menentang tahanan pemeriksa
Menguji kekuatan tungkai Minta pasien melakukan fleksi dan ekstensi
atas lutut menentang tahanan pemeriksa .

PEMERIKSAAN FISIK B1-B6

 B1 (Breathing)
Inspeksi: perhatikan peningkatan produksi sputum jika pasien batuk, sesak
napas,penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi: Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada pasien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada pasien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada
pasien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

 B2 (Blood)
Perhatikan terjadinya tanda-tanda (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada
pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
massif (tekanan darah >200mmHg).

 B3 (Brain)
Inspeksi : gaya bicara, pasien dapat mengalami paralisis otot yang
bertanggungjawab untuk menghasikan bicara. Perhatikan gerakan pasien. Pasien
kemungkinan mengalami Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya. Jika terjadi kelainan pada Lobus frontal makaakan terjadi
kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis. Stroke juga dapat terjadi
menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran, Kualitas kesadaran pasien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi system persarafan.
Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan keterjagaan Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika pasien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer Ekspresi Status mental.
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi wajah dan aktivitas
motorik pasien. Pada pasien strok tahap lanjut biasanya ststus mental pasien
mengalami perubahan. Fungsi intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus pasien mengalami brain damage yang
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemapuan bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah
lesi yang mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian porterior dari girus temporallis superior (area wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu pasien tidak dapat memahami bahasa lisan dan bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broka)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu pasien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disatria (kesulitan berbicara,
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan
pasien ini menghadapi masalah prustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi danmungkin diperberat oleh respon alamiah pasien
terhadap penyakit katastrofik ini.Masala psikologis lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, permusuhan, prustasi, dendam dan
kurang kerjasama. Strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada strok hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.
Pengkajian saraf cranial Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf
cranial I – XII:
- Saraf I Biasanya pada pasien stroke tidak ada kalinan pada fungsi
penciuman
- Saraf II Disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori primer
diantara mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada pasien denga hemiplegia kiri . pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan dalam
menyocokkan pakaian ke bagian tubuh
- Saraf III, IV dan VI Jika akibat stroke mengakibatkan paralilsis, pada satu
sisi otot -otot okularis didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
- Saraf V Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon,
ligamnetum atau periosteum derajat reflek pada respon normal; Pemeriksaan
reflek patologis; Pengkajian system sensori

 B4 (Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

 B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

 B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat

b) Pemeriksaan Fisik Head to Toe


1. Kepala
- inspeksi, yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah, tengkorak, warna
dan distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya simetris antara kanan
dan kiri. Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya
kelumpuhan/ paresif saraf ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah
simetris dengan bagian frontal menghadap kedepan dan bagian parietal
menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang,
dan kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan, tumor, maupun bekas
luka/sikatriks.
- palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembekuan, nyeri tekan,
keadaan tengkorak dan kulit kepala.
2. MATA
 Bola mata
- Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus,
strabismus.
- Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan
visus.
- Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan.
- Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan
nistagmus.
- Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
- Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
- Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah
untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.
- Cara pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).
a. Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu
gambar untuk anak-anak.
b. Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu snellen.
c. Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca dengan jelas.
d. Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.
e. Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien disuruh membaca mulai
dari huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir
yang masih dapat dibaca oleh pasien.
f. Selanjutnya lakukan pemeriksaan mata kiri.
 Kelopak Mata
- Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion,
alismata rontok, lesi, xantelasma.
- Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak
mata
 Konjungtiva, sclera dan kornea
- Beritahu pasien melihat lurus ke depan
- Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat
adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
- Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi /
benjolan ( norma : putih )
- Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam
transparan dan jernih)
 Pemeriksaan pupil
- Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
- Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
- Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun,
bandingkan kanan dan kiri Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3
mm) / Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
 Pemeriksaan tekanan bola mata
Tampa alat :
- Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata,
catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
- Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )
 Pemeriksaan tajam penglihatan
- Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
- Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak
huruf yang ditunjuk perawat.
- Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu
mata ( atau dengan alat penutup ).
- Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai
bawah.
- Tentukan tajam penglihatan pasien
 Pemeriksaan lapang pandang
- perawat berdiri di depan pasien (bagian yang tidak diperiksa ditutup)
- Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
- Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
- Jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari
3. TELINGA
 Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani
- Atur posisi pasien duduk
- Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat :
bentuk, adanya lesi atau bejolan.
- tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya
: lesi, cerumen, dan cairan yang keluar.
- Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat
adanya nyeri telinga.
- Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang
telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda
radang.
- Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan
keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar
dan utuh )
- Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.
4. HIDUNG DAN SINUS
- Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus
- Pemeriksa duduk di hadapan pasien
- Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda
radang, dan bentuk khusus hidung.
- Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri
- Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat
: adanya nyeri tekan
 Pemeriksaan fungsi penghidu
- Mata pasien dipejamkan
- Salah satu lubang hidung ditekan
- Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan
minta pasien untuk menebaknya
- Lakukan pada ke dua sisi.
5. MULUT DAN TONSIL
- Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
- Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
- Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
- Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
- Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
- Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “,
amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
- Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda
radang tonsil.
6. LEHER
 Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan.
Lakukan pengkajian gerakan leher secara aktif. Minta pasien menggerakan leher
dengan urutan sebagai berikut :
a. Antefleksi, normalnya 45º
b. Dorsifleksi, normalnya 60º
c. Rotasi kekanan, normalnya 70º
d. Rotasi ke kiri, normalnya 70º
e. Lateral felksi ke kiri, normalnya 40º
f. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40º
Palpasi :
Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua
tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari
tulang krokoid dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk,
ukuran. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-
batas, ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe
yang terdiri dari :
a. Preaurikular – didepan telinga
b. Postaurikular – superficial terhadap prosesus mostoideus
c. Oksipital – di dasar posterior tulang kepala
d. Tonsilar – disudut mandibular
e. Submandibular – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibular
f. Submental – pada garis tengah beberapa cm dibelakang ujung mandibular
g. Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoideus
h. Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapezius
i. Servikal dalam – dalam sternomastoideus dan sering tidak dapat dipalpasi
j. Supraklavikular – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan
sternomastoideus.

Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak
terdapat )
 Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah
trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda
oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ), Normalnya :
simetris ditengah.
 JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena
jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut
vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum.Atau posisi
penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi
manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut
vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris. Normalnya : tidak lebih dari
4 cm.
 Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ),
Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising.
Normalnya : tidak ada bising.
7. PEMERIKSAAN THORAX DAN PARU
1. Inspeksi
- Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
- Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris,
- Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
- Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
 Normalnya : Gerak napas simetris 16 – 24 X, abdominal / thorakoabdominal,
tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.
 Abnormal :
 Tarchipneu  napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung
 Bradipneu  napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM,
stroke
 Cheyne Stokes  napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu
berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.
 Biot  Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal :
meningitis
 Kusmoul  Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis
metabolic
 Hyperpneu  napas dalam, dengan kecepatan normal
 Apneustik  ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada
lesi pusat pernapasan.
 Dangkal  emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
 Asimetris  pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.
- Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak
ada.
2. Palpasi
- Atur posisi pasien duduk atau berbaring
- lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan (
tentukan konsistensi, besar, mobilitas)
- Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada,
sehingga ke dua ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta
napas biasa, catat : gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya
kembang paru ( normalnya 3-5 cm ). Atau dengan posisi duduk merunduk,
letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah scapula, tentukan :
kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru.
- Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke
atas, minta pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan
bedakan kanan dan kiri. Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC,
tumor paru, ada masa paru. Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru
fibrotik, covenrne paru.
3. Perkusi
- Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk
- Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas – batas paru
- lakukan perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan
suara perkusi :
- Normalnya : sonor/resonan ( dug )
- Abnormal :
Hyperresonan  menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas
Kurang resonan  “deg” : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
Redup  “bleg” : fibrosis berat, edema paru
Pekak  seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis

4. Auskultasi
- Atur posisi pasien duduk / berbaring
- Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus
dan paru, catat : suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara napas
Normal :
Trachea brobkhial  suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi
lebih keras dan pendek dari ekspirasi.
Bronkhovesikuler  suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ),
inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
Vesikuler  suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak
terputus.
Abnormal :
Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ;
pneumonie, fibrosis )
Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru
Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema
Suara tambahan
Normal : bersih, tidak ada suara tambahan
Abnormal :
Ronkhi  suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau
secret pada bronchus.
Krepitasi / rales  berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi
cairan ( seperti gesekan rambut / meniup dalam air )
Whezing  suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan
alveoli.
- Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, …, catat bunyi
resonan Vokal :
Bronkhofoni  meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris,
cavitas paru )
Pectoriloguy  meningkat sekali, suara jelas
Egovoni  sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )
Menurun / tidak terdengar  Efusi pleura, emfisema, pneumothorax
8. PEMERIKSAAN JANTUNG
1. Inspeksi
- buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30
- Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
- Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
- Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal  datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal  Cekung, Cembung ( bulging precordial )
- Amati dan catat pulsasi apeks cordis
Normal  nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).
Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan
efusi perikard.
Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak
meningkat dan bergetar ( Thrill ).
- Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan
ephygastrik NormaL  Hanya pada daerah ictus
- Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis
Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat
dilihat pada vena jugularis interna dan eksterna.
2. Auskultasi
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Irama dan frekuensi jantung
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 – 100 X/mnt
2. Intensitas bunyi jantung
Normal :
Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari
BJ 2
Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ
2
3. Adanya Bising ( Murmur ) jantung adalah bunyi jantung ( bergemuruh
) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi ( pusaran abnormal ) dari
aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Normal : tidak terdapat murmur
Abnormal : terdapat murmur  kelainan katub , shunt/pirau
4. Irama Gallop ( gallop ritme ) adalah irama diamana terdengar bunyi
S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena
darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga
terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel
Normal : tidak terdapat gallop ritme
Abnormal :
Gallop ventrikuler ( gallop S3 )
Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 )
Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )
Cara Kerja :
1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan
2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah
aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1,
splitting BJ2, dan murmur Bj2.
3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah
mitral, simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2,
splitting BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.
4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.
5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.

3. Palpasi
- Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi
daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.. Normal 
tidak ada pulsasi
- Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya
thrill, lift/heave.
Normal  terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )
Abnormal  ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift
- Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan
Normal : teraba, sulit diraba
Abnormal : mudah / meningkat
4. Perkusi
- Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line )
menuju medial, catat perubahan perkusi redup
- Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat
perubahan suara perkusi redup.
- Tentukan batas-batas jantung
9. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
a. Inspeksi
- posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
- Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar
- Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi
- Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda
radang dan lesi. Normal : gelap, menonjol
- Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.
b. Palpasi
- Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau,
konsistensi dan nyeri.
- Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan,
nyeri tekan.
- Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam
kea rah areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan
- Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.

10. PEMERIKSAAN ABDOMEN


a. Inspeksi
- Kandung kencing dalam keadaan kosong
- Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi
- Kedua lengan, disamping atau didada
- Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan terakhir
- Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perut
Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi
Abnormal :
Strie berwarna ungu  syndrome chusing
Pelebaran vena abdomen  Chirrosis
Dinding perut tebal  odema
Berbintil atau ada lesi  neurofibroma
Ada masa / benjolan abnormal  tumor
- Perhatikan bentuk perut
Normal : simetris
Abnormal :
Membesar dan melebar  ascites
Membesar dan tegang  berisi udara ( ilius )
Membesar dan tegang daerah suprapubik  retensi urine
Membesar asimetris  tumor, pembesaran organ dalam perut
- Perhatikan Gerakan dinding perut
Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi,
gerakan peristaltic pada orang kurus.
AbnormaL:
Terjadi sebaliknya  kelumpuhan otot diafragma
Tegang tidak bergerak  peritonitis
Gerakan setempat  peristaltic pada illius
- Perhatikan denyutan pada didnding perut
- Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus
- Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

b. Auskultasi
- Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu
- Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kwadaran kanan bawah ), cata
bising dan peristaltic usus.
Normal : Bunyi “ Klikc Grugles “, 5-35X/mnt
Abnormal :
Bising dan peristaltic menurun / hilang  illeus paralitik, post operasi
Bising meningkat “ metalik sound “  illius obstruktif
Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan
- Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda
ascites ). Normalnya : tidak ada
- Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,
Normal : tidak ada.
c. Perkusi
- lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat
adanya perubahan suara perkusi :
Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )
Abnormal :
Hypertympani  terdapat udara
Pekak  terdapat Cairan
- Lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda
pembesaran hepar.
- Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai
terdengar bunyi redup, untuk menentukan batas bawah hepar.
- Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas ata
- Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 da 2 untuk menentukan batas-batas
hepar yang lain.
d. Palpasi
- Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.
- Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah
perut
- Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial
atau masa feces yang mengeras.
- Lanjutkan dengan pemeriksaan organ
Hati
- Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12
- Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar
bawah / di bawah kostae.
- Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar,
tentukan besar, konsistensi dan bentuk permukaan.
- Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan,
saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran,
konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :
Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul  hepatomegali
Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler 
hepatoma
Lien
- Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11
dan 12
- Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.
- Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
- Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan,
saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran,
konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran
Daftar Pustaka

A.Potter, Perry. (2005). Fundamental Keperawatankonsep, proses dan praktik., edisi.4.

Jakarta : EGC

Priharjo Robert. (2007). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC

Turner Robert, Roger blackwood. (2011). BUKU SAKU Anamnesi & pemeriksaan fisik.

Tanggerang Selatan: Binarupa aksara publisher

Kozier, B., et al. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process, and practice. New Jersey

: Prentice Hall).

Mitchell et al. (1984). Neurogical Assesment for Nursing practice. Virginia: Prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai