Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Krisis Tiroid

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala
yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak
terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan , infeksi, atau trauma.
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat
fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini dilaksanakan dan
pengobatan diberikan secepatnya (Hannafi,2011).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis dengan
sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan
kadang-kadang vomitus yang terus menerus.

B. Etiologi
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga
mekanisme fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
1. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi
hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3 &
T4 mungkin tidak nyata dalam fenomena ini.
2. Hiperaktivitas adrenegik.
Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi
satu sama lain. Walaupun masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid
atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan sensitivitas dan
fungsi organ efektor. Namun interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan
peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen,
meningkatkan produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
status katabolik.
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.
Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan
menghasilkan energi panas yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan
vasodilatasi. Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler,
dan juga tidak dapat digunakan oleh sel.
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir
memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid,
tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak,
hipertiroid yang tidak terdiagnosa.
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik. Etiologi
yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves. Meskipun
tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi dari operasi tiroid.
Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien
hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi.
Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit
Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid.
Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.

C. Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar
hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa
komplikasi, yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan
hormon tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang
mendadak dan kadar hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal
ini terlihat pada pasca bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid
sistemik juga ditemukan produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat.
Kemungkinan lain adalah pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah,
seperti halnya setelah pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis
berlebih hormon tiroid. Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan
ambilan selular hormon tiroid. Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi
jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem
saraf adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat
adrenergik memberikan respons yang dramatik pada krisis tiroid.
Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan
(tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium,
penghentian obat antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis diabetik,
gagal jantung kongestif, hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres emosi berat,
emboli paru, cerebral vascular accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi
kelenjar tiroid yang berlebihan.

D. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh lebih
berat.
1. Demam > 370 C
2. Takikardi > 130 x/menit
3. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
4. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma\

E. Penatalakasanaan
1. Koreksi Hipertiroidisme
a. Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20 mg
tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis
awal 60-100 mg
b. Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
setiap 6 jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau
Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid.
2. Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional
tidak berhasil.
a. Terapi Definitif.
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis
Terapi Suportif
1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena
2) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
3) Multivitamin, terutama vitamin B
4) Obat aritmia, gagal jantung kongestif
5) Lakukan pantauan invasif bila diperlukan – Suplemen Oksigen
6) Obati hipertermia (asetaminofen, kompres dingin).
7) Glukokortikoid (hidrokortison 100 mg setiap 8 jam atau deksametason 2 mg
setiap 6 jam)
8) Sedasi jika perlu
9) Obat Antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah: penyekat B, reserpin, dan guanetidin. Reserpin
dan guanetidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan penyekat B.
Penyekat B yang paling banyak dipakai adalah propanolol. Dosis propanolol
adalah 20-40 mg po atau 1-5 mg iv setiap 6 jam, bila diperlukan dapat
dinaikkan sampai 240-480 mg/ hari/po. Pada penderita dengan kontraindikasi
terhadap penyekat B, dapat diberikan guanetidin dengan dosis 1-2 mg/kg/hari
dosis terbagi atau reserpin 2.5-5 mg setiap 4-6 jam.
c. Terapi Untuk Faktor Pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto
dada.Walaupun telah dilakukan pengenalan dan pengobatan dini hipertiroidisme,
krisis tiroid masih merupakan kegawatan medik yang dapat mengancam jiwa.
Pengenalan segera dan pengobatan agresif dengan pendekatan menyeluruh akan
membantu memperbaiki dekompensasi hemeostasis yang merupakan masalah
besar pada krisis tiroid. Diperlukan penelitian lanjutan untuk memahami kerja
hormon tiroid pada tingkat sel, yang mungkin menambah modalitas pengobatan
yang lebih efektif di masa mendatang.
F. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati
berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan
asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang
wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk
rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan
adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat
hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan
keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk
menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan
penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar
dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Hipermetabolisme.
3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan akibat
hipermetabolisme
5. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme

H. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan : pola napas kembali efektif dalam waktu 2x 24 jam
Kriteria hasil : RR normal 16-20x/ menit
Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
Napas pendek tidak ada
Intervensi Rasional
Mandiri
Posisikan pasien untuk semi Memaksimalkan pernapasan
Fowler
Kolaborasi
Penggunaan alat bantu Membantu pernapasan klien
pernapasan seperti nasal untuk memenuhi kebutuhan
kanul oksigen
HE
Anjurkan klien untuk bed Meminimalkan kebutuhan
rest oksigen
Evaluasi
Pantau pola napas pasien Mengetahui keefektifan
tindakan yang telah diberikan

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipermetabolisme.


Tujuan: menunjukan curah jantung yang optimal
Kriteria Hasil: HR normal 60-100x/mennit
Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan dikitunjukkan dengan
CRT < 3 detik. Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg
Intervensi Rasional
Kolaborasi
1. Berikan cairan melalui 1. Untuk memperbaiki volume
IV sesuai indikasi sirkulasi
2. Berikan obat sesuai 2. Pemberian propanolol
indikasi (digoksin, menghambat konfersi T4
propanol) menjadi T3 di perifer.
3. Berikan oksigen sesuai 3. Mendukung peningkatan
indikasi kebutuhan metabolisme
4. Lakukan pemantauan 4. Dapat menunjukan
terhadap EKG secara ketidakseimbangan
teratur elektrolit atau iskemi

Mandiri
1. Pantau tekanan darah 1. Mengetahui kerja jantung
secara teratur
2. Auskultasi bunyi 2. S1 dan murmur yang
jantung, perhatikan menonjol berhubungan
adanya bunyi jantung dengan curah jantung
tambahan, adanya irama meningkat pada keadaan
gallop dan murmur hipermetabolik. Adanya S3
sistolik sebagai tanda kemungkinan
adanya gagal jantung
3. Observasi tanda dan 3. Dehidrasi yang cepat dapat
gejala haus yang hebat, terjadi yang akan
mukosa membran menurunkan volume
kering, nadi lemah, sirkulasi dan akan
pengisian kapiler menurunkan curah jantung
lambat, penururnan
produksi urine
HE
1. Sarankan klien untuk 1. Aktivitas akan
tirah baring dan batasi meningkatkan kebutuhan
aktivitas yang tidak metabolik/ sirkulasi yang
perlu berpotensi menimbulkan
gagal jantung

3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus


Tujuan : diare dapat dikendalikan / dihilangkan dalam waktu 3x 24 jam
Kriteria hasil : Frekuensi defekasi normal 1-2 x sehari
Konsentrasi defekasi normal (tidak terlalu keras dan tidak cair)
Mempertahankan cairan dan elektrolit (tidak ada tanda mukosa kering, turgor kulit baik)

Intervensi Rasional
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai 1. Menurunkan motilitas/
indikasi : peristaltik Gidan
Antikolinergik. menurunkan sekresi digestif
untuk menghilangkan kram
dan diare

Mandiri
1. Tingkatkan tirah baring 1. Istirahat akan menurunkan
motilitas usus
2. Berikan pemasukan 2. Mengistirahatkan kolon dan
cairan intravena sesuai menghindari atau
derajat dehidrasi. menurunkan rangsangan
makanan.
3. Buang feses secara 3. Menghilangkan bau tak
cepat. Berikan sedap untuk mengurangi rasa
pengharum ruangan malu pasien
4. Pantau tanda tanda 4. Sebagai indikasi timbulnya
dehidrasi. dehidrasi
5. Pantau frekuensi dan 5. Mengetahui keefektifan
konsentrasi feses intervensi yang telah
setelah diberikan diberikan
intervensi

4. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolisme


Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil : suhu normal 36,50 – 37,5 0C
Nadi dan pernapasan dalam rentan normal
(N= 60-100x/menit, RR= 16-20x/menit)
Perubahan warna kulit tidak ada
Keletihan tidak tampak

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Berikan kompres air 1. Dapat membantu mengurangi
biasa pada aksila, kening, demam. Penggunaan alkohol
leher dan lipatan paha. akan menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara aktual.
Selain itu, alkohol dapat
mengeringkan kulit.
2. Lepaskan pakaian yang 2. Mempermudah pengeluaran
berlebihan dan tutupi panas
pasien dengan pakaian
yang tipis
3. Berikan asupan cairan 3. Untuk menyeimbangkan antara
intravena. pemasukan cairan dengan
pengeluarannya

Kolaborasi
1. Berikan obat anti piretik 1. Digunakan untuk mengurangi
sesuai kebutuhan demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
2. Berikan selimut dingin 2. Digunakan untuk mengurangi
demam yang umumnya lebih
besar dari 39,50-400C
Evaluasi
1. Pantau suhu minimal 1. Mengetahui kemungkinan
setiap 2 jam sekali, adanya kenaikan suhu secara
sesuai kebutuhan mendadak
2. Pantau adanya aktivitas 2. Kenaikan suhu yang tinggi
kejang dapat menimbulkan kejang
3. Pantau hidrasi secara 3. Hipertermi akan meningkatkan
teratur (turgor kulit dan kebutuhan cairan dalam tubuh
kelembapan membran
mukosa)
Daftar pustaka

Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.

Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.

Yeung SJ, Habra M, Chiu C. Graves disease. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/234233-print.

Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P. Thyroid ,


thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/213213-print.

Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database.


php?key=thyroid_crisis.

Kanbay M, Sengul A, Gilvener N. Trauma induced thyroid storm complicated by multiple organ
failure. Chin Med J. 2005;118(11):963-5.

Duggal J, Singh S, Kuchinic P, Butler P, Arora R. Utility of esmolol in thyroid crisis. Can J Clin
Pharmacol. 2006;13(3):e292-5.

Sharma PK, Barr L, Rubin A. Complications of thyroid surgery. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/946738-print.

Yamaji Y, Hayashi M, Suzuki Y, Noya K, Yamamoto O. Thyroid crisis associated with severe
hypocalcemia. Jpn J Med. 1991;30(2):179-81.

Kahara T, Yoshizawa M, Nakaya I, et al. Thyroid crisis following interstitial nephritis. Intern
Med. 2008;47(13):1237-40.

Prof.Dr.M.W.Haznam, Endokrinologi, 1991

Jiang Y, Hutchinson KA, Bartelloni P, Manthous A. Thyroid storm presenting as multiple organ
dysfunction syndrome. Chest. 2000;118:877-9.

Emdin M, Pratali L, Iervasi G. Abolished vagal tone associated with thyrotoxicosis triggers
prinzmetal variant angina and paroxysmal atrial fibrillation. Ann Intern Med.
2000;132(8):679.

Sheng W, Hung C, Chen Y, et al. Antithyroid-drug-induced agranulocytosis complicated by life-


threatening infections. Q J Med. 1999;92:455-61.
Izumi K, Kondo S, Okada T. A case of atypical thyroid storm with hypoglycemia and lactic
acidosis. Endocr J. 2009;56(6):747-52.

Harrison’s, Principles Of Internal Medicines 12th Edition, 1991

Anda mungkin juga menyukai