Anda di halaman 1dari 2

SIARAN PERS

Zakat untuk Kesejahteraan Petani: Ketahanan Pangan dan Zakat Fitrah

Menjadi hal yang ironis, sebagai negara agraris yang kelimpahan sumber daya alam, Indonesia tetap
harus impor beberapa komoditas/lokal. Salah satu penyebabnya menurut penelitian IDEAS, adalah
Kesenjangan kepemilikan lahan yang berakibat kepada kesenjangan ekonomi, dimana sejak lebih
dari enam dekade lalu, rata-rata luas lahan yang dikuasai petani tidak pernah lebih dari 1 hektar per
satu rumah tangga usaha pertanian.

Distribusi tanah sangat terkonsentrasi hanya di segelintir elit, sedangkan fakta yang ada dilapangan,
sebagian besar masyarakat pedesaan masih menggantungkan penghidupannya pada sektor
pertanian. Kesenjangan penguasaan lahan pertanian tersebut, selain mengancam keberlanjutan
produksi pangan domestik, juga berdampak negatif pada penciptaan lapangan kerja dan pendapatan
di sektor pertanian dan perekonomian secara keseluruhan.

Urbanisasi dan ekspansi ke kota-kota terutama di Jawa juga terjadi akibat tidak mencukupinya
pendapatan di sektor pertanian, hal tersebut meningkatkan investor yang melakukan akuisisi lahan
skala besar untuk berbagai proyek residensial dan industri semakin besar.

Berdasarkan data IDEAS, dari 5,1 juta Rumah Tangga (RT) usaha pertanian yang tersisa dalam
rentang satu dekade terakhir 2003-2013, sekitar 90% nya terjadi di Jawa. Hilangnya RT usaha
pertanian skala kecil terjadi merata di seluruh Jawa. Penurunan jumlah RT usaha pertanian terbesar
terjadi di daerah penyangga Jakarta (Jabodetabek), yaitu Kab. Tangerang (-140 ribu RT) dan Kab.
Bekasi (-119 ribu RT), serta koridor timur Jakarta seperti Kab. Karawang (-138 ribu RT), Kab.
Indramayu (-104 ribu RT) dan Kab. Cirebon (-103 ribu RT). Penurunan jumlah RT usaha pertanian
yang signifikan juga tercatat di kantong-kantong pertanian di Jawa Timur seperti Kab. Jember dan di
Jawa Tengah seperti Kab. Klaten dan Kab. Jepara.

Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tecermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, terjangkau, dan berbasis pada keragaman
sumber daya lokal.

Menurut Bulog dalam situs resminya, UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan,
namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan
kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan
pangan (food safety).

Disisi lain ternyata ada fakta mengejutkan dengan diterbitkannya ijin impor sebanyak satu juta ton
beras dari Thailand dan Vietnam oleh Kementerian Perdagangan selama 2018. Sikap lain ditunjukkan
oleh Kementerian Pertanian. Kebijakan impor tersebut sangat disesalkan oleh Kementerian
pertanian, pasalnya menurut mereka produksi beras dari petani lokal justru sedang melimpah.

"Kami sangat kecewa karena petani sudah berdarah-darah dan produksi berlimpah," kata Direktur
Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhie usai
ditemui dalam acara panen di Desa Banyurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jumat
(12/1).
Lembaga Amil Zakat (LAZ) menjadi salah satu instrumen penting dalam peningkatan kesejahteraan
petani melalui program-program pemberdayaan petani padi di berbagai daerah. Salah satunya
adalah yang dilakukan oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat, yang merupakan anggota Forum Zakat, dalam
upaya mewujudkan ketersediaan pangan nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani
desa, melalui program Desa Gemilang.

Pada program tersebut, LAZ Al-Azhar Peduli Umat melakukan pemberdayaan masyarakat desa
secara terpadu berdasarkan potensi yang ada di masyarakat dalam suatu kesatuan kawasan. Lebih
dari 11 ribu orang petani padi telah terbantu melalui program tersebut. Lebih menariknya lagi,
petani-petani binaan LAZ Al-Azhar tersebut mampu menghasilkan produksi beras sebanyak lebih dari
8.600 ton dalam setiap kali panen.

Hal ini menjadi bukti bahwa pendayagunaan dana zakat untuk pemberdayaan petani padi di desa
sangat berdampak. Selain memperpendek rantai distribusi beras dari petani kepada konsumen,
sehingga petani mendapatkan kesejahteraan yang semakin baik, beras yang dihasilkan berkualitas,
pemberdayaan petani padi oleh LAZ juga memberikan kontribusi bagi upaya pemerintah dalam
mencapai ketahanan pangan nasional.

Sejalan dengan isu kesejahteraan petani, bulan Ramadhan merupakan momen yang tidak bisa
dilewatkan begitu saja. Pada bulan ini, permintaan terhadap beras meningkat dengan adanya
kewajiban ibadah zakat fitrah. FOZ memandang, jika dana zakat fitrah dari masyarakat dialihkan
untuk membeli beras dari petani binaan LAZ maka akan memberikan dampak yang besar bagi
kesejahteraan petani.

Menurut data Litbang FOZ, tercatat sebanyak 20 Milyar lebih dana zakat fitrah yang dihimpun oleh
LAZ anggota FOZ pada Ramadhan 2017. Angka ini menjadi potensi yang besar jika dialihkan kepada
petani beras binaan LAZ. Belum lagi jika digabungkan dengan dana zakat fitrah yang dihimpun secara
mandiri oleh masjid-masjid di seluruh Indonesia. Tentunya akan memberikan efek peningkatan
kesejahteraan petani yang mengesankan.

Karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pemerataan penggunaan lahan pertanian oleh
masyarakat, serta jaminan proses distribusi hasil pertanian yang berpihak kepada petani. Selain itu,
FOZ melalui Ketua Umumnya Bambang Suherman juga mendorong pemerintah untuk lebih serius
membuat desain program pemberdayaan petani yang intensif bagi tumbuhnya produksi beras
petani secara nasional dengan menggandeng pihak-pihak yang memiliki perhatian yang sama
terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani pagi, dalam hal ini Lembaga Amil Zakat.

“Langkah ini perlu segera dimulai setidaknya karena dua alasan; masa depan ketahanan pangan
Indonesia dan moratorium perubahan fungsi lahan pertanian” tutup Bambang.

Narahubung:
Agus Budiayanto (Sekretaris Eksekutif FOZ): 08121000783

Anda mungkin juga menyukai