KOLELITIASIS
1.1 Pendahuluan
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan salah satu kelainan yang banyak
terjadi pada masyarakat. Di Amerika prevalensi batu kandung empedu terjadi
sekitar 10-15%, sebagian besar pasien tidak merasakan adanya timbul gejala. Pada
penderita ini kemungkinan untuk mengalami kolik adalah 1% setiap tahunnya,
0,3% mejadi kolesistitis akut, 0,3% menjadi koledokolitiasis dan 0,4-1,5%
menjadi gallstone pankreatitis.1
Terdapat dua jenis utama batu empedu, yaitu batu kolesterol dan batu
pigmen. Di dunia barat, didapatkan sekitar 80% mengalami batu kolesterol yang
terdiri lebih dari 50% kristal kolesterol monohidrat dan 20% mengalami batu
pigmen yang terdiri dari garam kalsium bilirubin.2
Batu pigmen terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu batu pigmen hitam dan
batu pigmen cokelat. Batu pigmen hitam terdiri dari kalsium bilirubinat yang
terpolarisasi dan mengendap akibat meningkatnya kadar kalsium dan bilirubin tak
terkonjugasi melebihi ambang kelarutannya dalam cairam empedu. Kondisi ini
biasa didapat pada penyakit dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebihan, misalnya pada sirosis hepatis, hemoglobinopati dengan hemolisis, dan
kelainan dengan proses eitropoesis yang tidak efektif. Batu pigmen berwarna
cokelat pada umumnya terbentuk di saluran empedu akibat infeksi bakteri yang
membuat enzim B-glucoronidae yang akan menghidrolisis asam glukoronat dari
bilirubin, proses ini akan mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi berkurang
daya larutnya dalam cairan empedu dan membentuk batu pigmen berwarna
cokelat.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kandung Empedu 3,4
Kandung Empedu merupakan kantong berongga berbentuk seperti buah
pir yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekeresi secara
terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran
empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera
bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bersatu dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Duktus koledokus bersatu dengan
duktus pankreatikus membentuk ampula vateri (bagian duktus yang melebar pada
tempat menyatu) sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang disebut sfingter
Oddi.
Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus.
Panjang duktus sistikus 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
berbentuk katup spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan
empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan ujung
hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga
ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari
nervus vagus dan cabang simpatik yang melewati pleksus seliakus (preganglionik
T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier melewati aferen
simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf
muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri
diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi
kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
2
Gbr. 1. Anatomi Kandung Empedu
5
Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya
insiden terbentuknya batu empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli,
diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis
dikaitkan dengan semakin menigkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes,
sirosis hati, pankreatitis, kanker kandung empedu, dan penyakit atau reseksi
ileum. Faktor lain yang berkaitan dengan timbulnya batu empedu adalah obesitas,
multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera
makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah.
6
Gambar 1. Lokasi Batu Empedu
7
garam kalsium bilirubin tidak terkonjugasi, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan
glikoprotein musin dalam jumlah lebih sedikit, dan sejumlah kecil kristal
kolesterol monohidrat.
Batu pigmen cokelat mengandung garam kalsium bilirubin tidak terkonjugasi
murni, glikoprotein musin, kolesterol dalam jumlah substansial serta garam
kalsium palmitat dan stearat. Batu hitam jarang bergaris tengah melebihi 1,5 cm,
hampir selalu dalam jumlah banyak (dengan perbandingan terbalik antara ukuran
dan jumlah: Gbr), dan mungkin hancur jiika dipegang. Kontur batu ini biasanya
berduri dan berlipat-lipat, batu cokelat cenderung berlapi-lapis dan lunak, serta
konsistensinya mugkin seperti sabun atau terasa berlemak. Karena adanya kaslium
karbonat dan fosfat.
9
empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional ata
disebabkan oleh obstruksi mekanisme.
Pada ikterus obstruksi pada penderita kolelitiasis, ikterus disebabkan oleh
karena adanya sumbatan pada ekstrahepatik yaitu sumbatan batu empedu, yang
umumnya terjadi pada ujung duktus koledokus yang menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar
fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum.
2.8 Diagnosa1,3
Batu empedu yang tidak menunjukkan gejala biasanya ditemukan secara
kebetulan saat pasien melakukan pemriksaan kesehatan berkala atau pemeriksaan
penyakit lain. Diagnosa kolelitiasis akut atau kronik dan kolesistitis sering
didasarkan pada ultrasonografi yang dapat menunjukkan adanya batu atau
malfungsi kandung empedu. Kolesisititis akut juga dapat didiagnosis
menggunakan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif
IV. Selanjutnya pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk menilai adanya
kandung empedu dan pola biliar. Bila tidak tersedia peralatan USG, digunakan
kolesistografi oral. ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatografi) dapat
dugunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus. Batu empedu dapat
terlihat pada foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.
USG merupakan pemindaian paling baik untuk batu empedu dengan
spesifitas sekitar 95% untuk batu dengan diameter > 2 mm dan yang membentuk
acustic shadows. Pada gambaran USG batu tampak sebagai bayangan ekogenik
yang menyangat dan membentuk acustic shadow, adanya sludge atau lumpur
empedu di kandung empedu atau batu-batu kecil (microlithiasis) akan nampak
sebagai lapisan yang ekogenk di dalam kandung empedu tanpa acustic shadow.
USG juga dapat dipakai untuk menilai kontraktilitas kandung empedu dan patensi
duktus sistikus, denga melakukan USG saat puasa 8 jam, mengukur besaran
kandung empedu kemudian diulangi lagi setelah pasien diminta makan makanan
berlemak (post fat meal), berkurangannya besaran kandung empedu pada USG
yang signifikan pada USG post fat meal mengindikasikan fungsi kontraindikasi
dan patensi duktus sistikus baik.
10
Untuk batu saluran empedu (koledokolitiasis) USG hanya mempunyai
sensitivitas 50%. Pelebaran > 6 mm pada duktus koledokus dapat divisualisasikan
dengan USG dengan atau tanpa batu yang nampak di dalamnya.
2.9 Penatalaksanaan1
Batu empedu yang tidak bergejala tidak memerlukan terapi. Diperkirakan
hanya sekitar 2-18% batu empedu yang asimtomatik menjadi simtomatik dalam
kurun waktu 5-15 tahun. Di antaranya hanya 2% yang mengalami komplikasi
yang bermakna. Batu empedu yang megalami komplikasi berarti harus segera
ditangani. Masalah yang sering dialami adalah kolik bilier, kolesistitis akut,
pakreatitis bilier dan masalah khusus seperti obstruksi duktus koledokus yang
mengakibatkn ikterus obstruksi dan kolangitis. Pada prinsipnya penanganan batu
empedu ditujukan pertama untuk memeperbaiki keadaan umum dan mengatasi
komplikasi seperti kolangitis atau pankreatitis, diteruskan dengan mengatasi
sumbatan dengan jalan membersihkan batu dari saluran, diikuti pengangkatan
kandung empedu yang mengandung batu dan yang merupakan pabrik pembuat
batu.
- Pengobatan Medikal (non Surgical)
Pengobatan medikal menggunakan pelarut batu empedu yaitu
mempergunakan Chenodeoxycholic Acid (CDCA) atau Urchodeoxycholic Acid
12
(UDCA). UDCA yang diberikan per oral diberikan dengan dosis 8mg sampai
10mg / Kg BB per hari selama 6 bulan dikatakan berhasil melarutkan batu pada
70% kasus batu berdiameter <5 mm. Dengan syarat batu tidak mengandung
kalsium, kontraksi kandung empedu baik dan duktus sisitikus tidak tersumbat
(paten). Tetapi pengobatan ini hanya efektif untuk batu kolesterol kecil. Pernah
dikembangkan teknik dengan meneteskan larutan langsung ke batu (kontak
langsung) dengan menggunakan kateter yang dipasang langsung kedalam saluran
empedu atau kandung empedu pada saaat ERCP (terapi nasobilier disolution)
tetapi prosedur ni sekarang ditinggalkan karena terbukti kurang efektif dan
menimbulkan banyak efek samping, dan batu yang sudah terlarut 30-50%
terbentuk kembali (residitif).
- ESWL (Extra Corporal Shock Wave Lithotripsi)
Dilakukan dengan menggunakan gelombang suara bertekanan tinggi yang
dipancarkan melalui alat ESWL difokuskan ke batu, melalui cairan dan
menembus jaringan lunak. Gelombang ini dapat membuat lubang pada dinding
depan batu, dan selanjutnya terjadi fragmentasi. Batu yang sudah terfragmentasi
ini selanjutnya dilarutkan dengan mempergunakan metode oral disslution. Oleh
karena itu pemilihan pasien pada metode ini sama seperti pada pengobatan oral
dissolution. ESWL membantu memecahkan batu yang besar. Adanya komplikasi
batu empedu seperti kolesisititis, kolangitis, pankreatitis dll, merupakan kontra
indikasi untuk terapi ini. Komplikasi yang sereing terjadi adalah petechiae pada
lokasi ESWL, hematom di liver, onstruksi duktus sisitikus oleh fragmen batu,
nyeri bilier dan bahkan pakreatitis. Frekuensi terjadinya komplikasi pada
pengobatan ini berkisar 2-30%.
- Kolesistektomi
Pengangkatan kandung empedu merupakan terapi pilihan untuk
pengobatan definitif batu kandung empedu. Dapat dilakukan dengan laparotomi
kolisistektomi (open cholechystectomy), atau laparoskopi kolesistektomi. Pada
dekade terakhir ini laparoskopi merupakan terapi pilihan, karena dirasa lebih
nyaman untuk pasien, tidak terlalu menakutkan dan trauma yang dihasilkan lebih
sedikit. Waktu yang paling tepat menjalankan kolisistektomi pada kasusu batu
kandung empedu dengan kolesistitis (kalkulus kolesistitis) akut adlah segera
13
setelah kondisi pasien stabil dan dipastikan tidak ada tanda sumbatan pada duktus
koledokus.
- Penanganan Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Koledokolitiasis sering menimbulkan sumbatan saluran empedu total atau
parsial. Sumbatan total sering menimbulkan gejala obstruksi bilier dengan atau
tanpa nyeri bilier. Sumbatan parsial sering asimtomatik, tetapi sering pula
menimbulkan gejala nyeri bilier dengan atau tanpa tanda –tanda obstruksi bilier
ringan. Sebelum melakukan kolesistktomi untuk kolelitiasis, sebaiknya dipastikan
terlebih dahulu apakah ada batu dalam duktus koledokus. Obstruksi bilier ditandai
adanya ikterik, peningkatan enzim hati (SGPT dan SGOT). Pemeriksaan USG
dapat mendeteksi adanya dilatasi saluran empedu intra hepatal atau ekstra hepatal.
Dengna MRCP atau ERCP dapat mendiagnosa pelebaran duktus koledokus, dan
mendeteksi adanya batu. Pada ERCP tindakan dapat langsung diteruskan dengan
tindakan terepeutik untuk memeberihkan duktus koledokus. Teteapi karena ERCP
adalah suatu tindakan invasif, berisiko menimbulkan komplikasi, dan harus
ditangaini oleh seorang ahli degnan skill yang cukup terlatih. Sehingga dengan
saat ini adanya MRCP, ERCP diagnostik sudah tidak dianjurkan lagi, kecuali pada
kasus bila MRCP tidak tersedia.
Bila batu saluran empedu diketahui sebelum kolesistektomi, pilihan terapi
terbaik adalah dengan melakukan ERCP terapeutik dilakukan untuk drainase
saluran empedu (membersihkan saluran empedu dari sumbatn) yang kemudian
diikuti laparoskopi kolisistektomi. Unutk memperoleh akses ke dalam saluran
empedu dilakukan kanulasi kemudian membuka sfingteroktomi/ papilotomi
(membuka papila vateri unutk mencapai akses ke duktus koledokus) dan ektraksi
batu (pembersihan saluran koledokus dari batu). Setelah duktus koledokus bersih
dari sumbatan, segera diikuti dengan laparoskopi kolisistektomi. Bila fasilitas
ERCP terapeutik tidak tersedia atau gagal membersihkan saluran empedu, maka
kolesistektomi dilakukan dengan cara pembedahan konvensional (open surgery),
dengan eksplorasi kedalam duktus koledokus dan ekstraksi batu.
Bila batu duktus koledokus diketahui pada saat kolesistektomi, maka
pilihan tindakan adalah 1). Bila kolesistektomi dilakukan dengan laparoskopi,
segera diubah menjadi laparotomi dan dilakukan ekplorasi duktus koledokus. 2)
14
laparoskopi diteruskan dengan koledokoskopi. 3). Laparoskopi kolesisitektomi
diteruskan, diikuti dengan ERCP terapeutik. Faktor yang menentukan pilihan
tindakan adalah jumlah dan posisi batu, skill operator dan fasilitas yang tersedia.
Batu duktus koledokus yang diketahui setelah kolesistektomi pilihan terapi adalah
ERCP terapeutik.
15