Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KOLELITIASIS
1.1 Pendahuluan
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan salah satu kelainan yang banyak
terjadi pada masyarakat. Di Amerika prevalensi batu kandung empedu terjadi
sekitar 10-15%, sebagian besar pasien tidak merasakan adanya timbul gejala. Pada
penderita ini kemungkinan untuk mengalami kolik adalah 1% setiap tahunnya,
0,3% mejadi kolesistitis akut, 0,3% menjadi koledokolitiasis dan 0,4-1,5%
menjadi gallstone pankreatitis.1
Terdapat dua jenis utama batu empedu, yaitu batu kolesterol dan batu
pigmen. Di dunia barat, didapatkan sekitar 80% mengalami batu kolesterol yang
terdiri lebih dari 50% kristal kolesterol monohidrat dan 20% mengalami batu
pigmen yang terdiri dari garam kalsium bilirubin.2
Batu pigmen terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu batu pigmen hitam dan
batu pigmen cokelat. Batu pigmen hitam terdiri dari kalsium bilirubinat yang
terpolarisasi dan mengendap akibat meningkatnya kadar kalsium dan bilirubin tak
terkonjugasi melebihi ambang kelarutannya dalam cairam empedu. Kondisi ini
biasa didapat pada penyakit dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebihan, misalnya pada sirosis hepatis, hemoglobinopati dengan hemolisis, dan
kelainan dengan proses eitropoesis yang tidak efektif. Batu pigmen berwarna
cokelat pada umumnya terbentuk di saluran empedu akibat infeksi bakteri yang
membuat enzim B-glucoronidae yang akan menghidrolisis asam glukoronat dari
bilirubin, proses ini akan mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi berkurang
daya larutnya dalam cairan empedu dan membentuk batu pigmen berwarna
cokelat.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kandung Empedu 3,4
Kandung Empedu merupakan kantong berongga berbentuk seperti buah
pir yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekeresi secara
terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran
empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera
bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bersatu dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Duktus koledokus bersatu dengan
duktus pankreatikus membentuk ampula vateri (bagian duktus yang melebar pada
tempat menyatu) sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang disebut sfingter
Oddi.
Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus.
Panjang duktus sistikus 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
berbentuk katup spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan
empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan ujung
hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga
ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari
nervus vagus dan cabang simpatik yang melewati pleksus seliakus (preganglionik
T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier melewati aferen
simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf
muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri
diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi
kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
2
Gbr. 1. Anatomi Kandung Empedu

Gbr. 2. Perdarahan Kandung Empedu

2.2 Fisiologi Kandung Empedu 3,5


Fungsi utama kandung empedu adalah untuk menyimpan dan
memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 30-60 ml
empedu. Empedu hati tidak bisa segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus empedu masuk ke duktus sisitikus dan ke kandung
empedu . dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
3
mengarbsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam keadaan
kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan dengan empedu hati. Secara berkala
kandung empedu mengosongkan isinya kedalam duodenum melalui kontraksi
simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter oddi. Hormon Kolesistokinin
(CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid,
dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi kanding empedu.
Normalnya empedu dihasilkan oleh hati sebanyak 600-1000 ml/hari.
Empedu melakukan dua fungsi penting:
Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan
absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan
pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu melakukan dua hal:
(1) asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat
diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, dan (2) asam
empedu membantu absropsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui
membran mukosa intestinal.
Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin,
suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol.
Empedu memiliki komposisi yang terdiri dari air, garam empedu,
bilirubin, kolesterol, asam lemak, lesitin, Na+, K+,Ca++,Cl-, dan HCO3-

Tbl. 1. Komposisi Empedu


4
2.3 Etiologi dan Patogenesis Kolelitiasis3
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati
penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yag sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebih ini mengendap dalam kandung empedu
(dengan cara yang masih belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama setelah kehamilan)
dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi lebih mungkin timbul
sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab
terbentuknya batu empedu.

2.4 Epidemiologi Kolelitias3


Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu mengenai
20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang
menderita penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu
relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun wanita yang meminum
obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih berisiko menderita batu empedu,
bhakan dalam usia remaja dan usia 20-an.

5
Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya
insiden terbentuknya batu empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli,
diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis
dikaitkan dengan semakin menigkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes,
sirosis hati, pankreatitis, kanker kandung empedu, dan penyakit atau reseksi
ileum. Faktor lain yang berkaitan dengan timbulnya batu empedu adalah obesitas,
multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera
makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah.

2.5 Lokasi Batu Empedu1


Ada beberapa lokasi yang bisa mengalami penyumbatan pada kandung
empedu ataupun pada saluran empedu, diantaranya:
1. Batu Kandung Empedu : terjadi di dalam kandung empedu dan biasanya
bersifat asimtomatik, terjadi pada 75% kasus.
2. Batu Intermiten : terjadi penyumbatan di leher kandung empedu yang
menimbulkan kolik empedu dan terjadi pada 20% kasus.
3. Batu Duktus Sistikus : terjasi penyumbatan di duktus sisitikus yang biasa
menimbulkan kolesisititis dan terjadi pada 10% kasus.
4. Batu Muara Sistikus : batau terjadi di muara duktus sistikus dan menekan
duktus koledokus menyebabkan osbtruksi atau sindroma Mirizzi’s
sebanyak terjadi <0,1% kasus
5. Batu duktus Koledokus : terjadi penyumbatan di duktus koledokus
menyebabkan terjadinya koledokolitiasi yang menimbulkan obstruksi
ikterus, kolik bilier, asending kolangitis dan pakreatitis. Terjadi pada 5%
kasus
6. Batu menembus duodenum : menimbulkan sindroma Bouveret’s (gastric
outlet obstruction), biasa terjadi pada <0,1% kasus
7. Batu dinding kandung empedu: batu yang lama menempel pada dinding
kandung empedu dan diduga memicu kanker kandung empedu.

6
Gambar 1. Lokasi Batu Empedu

2.6 Morfologi Batu Empedu2


- Batu Kolesterol
Batu kolesterol terbentuk hanya di kandung empedu dan terdiri dari
kolesterol dengan kadar bervariiasi dari 100% murni (jarang dijumpai) hingga
hanya 50%. Batu kolesterol tampak kuning pucat, bulat hingga lonjong, dan
memiliki permukaan luar keras berbutir halus (gbr.), yang pada transeksi
memperlihatkan deretan kristal memancar dan berkilap. Dengan meningkatnya
proporsi kalsium karbonat, fosfat, dan bilirubin, batu memperlihatkan diskolorasi
dan mungkin mempunyai lamela dan tampak abu-abu putih hingga hitam pada
transeksi. Umunya ditemukan banyak batu dengan garis tengah hingga beberapa
sentimeter, meskipun jarang, terbentuk hanya satu batu besar yang mengisi
hampir seluruh fundus. Permukaan batu multipel mungkin bulat atau berfaset,
karena letak yang berdempetan.
- Batu Pigmen
Batu pigmen secara sederhana dibagi menjadi batu pigmen hitam dan batu
pigmen cokelat. Secara umum, batu pigmen hitam ditemukan di kandung empedu
steril, dan batu pigmen cokelat ditemukan di saluran empedu intrahepatik dan
ektrahepatik yang terinfeksi. Batu pigmen hitam mengandung polimer teroksidasi

7
garam kalsium bilirubin tidak terkonjugasi, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan
glikoprotein musin dalam jumlah lebih sedikit, dan sejumlah kecil kristal
kolesterol monohidrat.
Batu pigmen cokelat mengandung garam kalsium bilirubin tidak terkonjugasi
murni, glikoprotein musin, kolesterol dalam jumlah substansial serta garam
kalsium palmitat dan stearat. Batu hitam jarang bergaris tengah melebihi 1,5 cm,
hampir selalu dalam jumlah banyak (dengan perbandingan terbalik antara ukuran
dan jumlah: Gbr), dan mungkin hancur jiika dipegang. Kontur batu ini biasanya
berduri dan berlipat-lipat, batu cokelat cenderung berlapi-lapis dan lunak, serta
konsistensinya mugkin seperti sabun atau terasa berlemak. Karena adanya kaslium
karbonat dan fosfat.

2.7 Gambaran Klinis Kolelitiasi1,3


Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
gejala. Sebagian gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang sering
terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus. Penderita
batu empedu sering mengalami kolesistisis akut atau kronis. Bentuk akut ditandai
dengan nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas,
nyeri dapat menyebar ke punggung dan ke bahu kanan. Penderita dapat
berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke
kiridi atas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat
berlangsung selama berjam-jam atau dapat kambuh lagi setelah remisi parsial.
Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu.
Kolesisitisis akut dapat disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering
disebut kolik bilier.
Kolik Bilier diakibatkan oleh obstruksi yang intermiten dari duktus
sistikus akibat batu tanpa disertai inflamasi kandung empedu. Lokaliasis nyeri di
epigastrium atau kudran kanan atas abdomen timbul dalam 15 menit dan bertahan
mencapai 1-6 jam dan kadang disertai mual. Frekuensi serangn bervariasi dari
beberapa hari sampai beberapa bulan sekali. Pemeriksaan fisik pasien terlihat
baik, selain keluahn sakit ringan sampai sedang di epigastrium atau kuadran kanan
atas perut.
8
Gejala kolisistitis kronis mirip dengan gejala kolisistitis akut, tetapi
beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Setelah terbentuk, batu empedu dapat diam dalam kandung empedu dan
tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi.
Komplikasi yang tersering adalah infeki kandung empedu (kolisistitis) dan
obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi seperti ini dapat
bersifat sementara, intermiten atau permanen. Kadang-kadang batu dapat
menembus dinding batu empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menyebabkan terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung
empedu.
Koledokolitiasis merupakan sumbatan pada duktus koledokus yang berasal
dari batu dalam kandung empedu yang bermigrasi melalui duktus sisitikus. Batu
ini dapat menyebabkan sumbatan di duktus koledokus yang bersifat intermiten,
dan lebih sering asimtomatik. Bila menimbulkan gejala, sukar dibedakan dari
gejala nyeri bilier yang lain, dan merupakan faktor pencetus timbulnya kolangitis
dan pankreatitis bilier akut. Bila sumbatan bersifat total dan menetap dapat
menimbulkan gejala obstruksi. Pada kelainan ini laboratorium yang terlihat adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi yang jauh melebihi peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi, disertasi peningkatan alkali fosfatase.
Kolangitis adalah batu di duktus koledokus yang menyebabkan sumbatan
disertai super infeksi dan bekteremia. Gejala yang timbul adalah nyeri bilier,
ikterus dan demam (Trias Charcoat’s) pada 70% pasien. Baktremia akan diikuti
tanda-tand awal sepsis yang ditandai dengan kekacauan mental dan delirium. Pada
kondisi ini harus dilakukan segera tindakan drainage cairan empedu.
Salah satu gambaran klinis pada kolelitiasis adalah ikterus obstruksi yang
dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau urin yang menjadi lebih gelap bila bilirubin
serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl. Ada empat mekanisme umum yang
menyebabkan ikterus, yaitu (1) pembentukan bilirubin yang berlebihan, (2)
gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati, (3) gangguan
konjugasi bilirubin dan (4) penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi dalam

9
empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional ata
disebabkan oleh obstruksi mekanisme.
Pada ikterus obstruksi pada penderita kolelitiasis, ikterus disebabkan oleh
karena adanya sumbatan pada ekstrahepatik yaitu sumbatan batu empedu, yang
umumnya terjadi pada ujung duktus koledokus yang menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar
fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum.

2.8 Diagnosa1,3
Batu empedu yang tidak menunjukkan gejala biasanya ditemukan secara
kebetulan saat pasien melakukan pemriksaan kesehatan berkala atau pemeriksaan
penyakit lain. Diagnosa kolelitiasis akut atau kronik dan kolesistitis sering
didasarkan pada ultrasonografi yang dapat menunjukkan adanya batu atau
malfungsi kandung empedu. Kolesisititis akut juga dapat didiagnosis
menggunakan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif
IV. Selanjutnya pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk menilai adanya
kandung empedu dan pola biliar. Bila tidak tersedia peralatan USG, digunakan
kolesistografi oral. ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatografi) dapat
dugunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus. Batu empedu dapat
terlihat pada foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.
USG merupakan pemindaian paling baik untuk batu empedu dengan
spesifitas sekitar 95% untuk batu dengan diameter > 2 mm dan yang membentuk
acustic shadows. Pada gambaran USG batu tampak sebagai bayangan ekogenik
yang menyangat dan membentuk acustic shadow, adanya sludge atau lumpur
empedu di kandung empedu atau batu-batu kecil (microlithiasis) akan nampak
sebagai lapisan yang ekogenk di dalam kandung empedu tanpa acustic shadow.
USG juga dapat dipakai untuk menilai kontraktilitas kandung empedu dan patensi
duktus sistikus, denga melakukan USG saat puasa 8 jam, mengukur besaran
kandung empedu kemudian diulangi lagi setelah pasien diminta makan makanan
berlemak (post fat meal), berkurangannya besaran kandung empedu pada USG
yang signifikan pada USG post fat meal mengindikasikan fungsi kontraindikasi
dan patensi duktus sistikus baik.
10
Untuk batu saluran empedu (koledokolitiasis) USG hanya mempunyai
sensitivitas 50%. Pelebaran > 6 mm pada duktus koledokus dapat divisualisasikan
dengan USG dengan atau tanpa batu yang nampak di dalamnya.

Gambar 2. USG Batu di Kandung Empedu dan Kandung Empedu Normal

Endoscopic Ultrasound (EUS) adalah pemeriksaan USG dimana probe


diletakkan di ujung endoskop, sehingga probe dapat masuk ke dalam duodenum
dan melakukan deteksi USG melalui dinding duodenum atau gaster. Sangat akurat
untuk mendiagnosis batu duktus koledokus dan kelainan-kelainan lain di duktus
koledokus dengan spesifitas 97%. Beberapa literatur menyatakan EUS sedikit
lebih akurat dibandingkan ERCP dalam mendiagnosis adanya batu di duktus
koledokus.
Oral Kolesistografi menggunakan kontras dalam bentuk kapsul yang
ditelan oleh pasien. Dapat memperlihatkan gambaran batu di kandung empedu
dengan senitivitas pemeriksaan 90% dan dapat mengindikasikan apabila duktus
sistikus tidak tersumbat. Bila duktus sistikus tersumbat kandung empedu tidak
dapat divisualisasikan. Pemeriksaan ini sudah banyak ditinggalkan setelah ada
pemeriksaan pencitraan lain yan lebih baik.
ERCP (Endoscopi Retrograge Cholangio Pancreatografi) merupakan
pemriksaan dengan menggunakan duodenoskopi, kontras media dan fluoroskopi
dapat memvisualisasikan gambaran dalam duktus koledokus, mendeteksi batu
yang tampak sebagai bayangan radiolusen. ERCP merupakan prosedur standar
untuk diagnostik batu duktus koledokus dengan sensitivitas dan spesifisitas
mencapai 95%. Keuntungan dari prosedur ini dapat sekaligus melakukan drainase
dan pembersihan batu dari duktus koledokus sehingga saat melakukan
11
kolesistoktomi tidak lagi diperlukan melakukan eksplorasi ke dalam duktus
koledokus. Kerugiannya adalah prosedur ini adalah tindakan invasif dengan
komplikasi mencapai 2-7 % terjadi pankreatitis, perdarahan atau kolangitis, dan
keberhasilan prosedur sangat bergantung pada keterampilan operator dan fasilitas
peralatan.
MRCP (Magnetic Resonance Cholangiography) merupakan pemeriksaan
cepat, non invasif yang dapat memperlihatkan gambaran duktus koledokus dan
duktus pankreatikus, setara dengan ERCP yang memiliki sensitivitas dan
spesifisitas 93%. Prosedur ini tidak operator dependent, tetapi kerugiannya hanya
mampu untuk mendiagnosa, tidak dapat melakukan tindakan terapeutik sekaligus.
CT Scan Abdomen tidak terlalu dianjurkan untuk menegakkan diagnosis
akut, tetapi sangat baik untuk mendiagnosa komplikasi yang terjadi akibat batu
empedu atau tindakan mengatasi batu empedu. Misalnya pada abses, perforasi
kandung empedu atau CBD, pankreatitis dll. Dengan spiral CT lebih baik dalam
mendiagnosa batu di duktus koledokus.

2.9 Penatalaksanaan1
Batu empedu yang tidak bergejala tidak memerlukan terapi. Diperkirakan
hanya sekitar 2-18% batu empedu yang asimtomatik menjadi simtomatik dalam
kurun waktu 5-15 tahun. Di antaranya hanya 2% yang mengalami komplikasi
yang bermakna. Batu empedu yang megalami komplikasi berarti harus segera
ditangani. Masalah yang sering dialami adalah kolik bilier, kolesistitis akut,
pakreatitis bilier dan masalah khusus seperti obstruksi duktus koledokus yang
mengakibatkn ikterus obstruksi dan kolangitis. Pada prinsipnya penanganan batu
empedu ditujukan pertama untuk memeperbaiki keadaan umum dan mengatasi
komplikasi seperti kolangitis atau pankreatitis, diteruskan dengan mengatasi
sumbatan dengan jalan membersihkan batu dari saluran, diikuti pengangkatan
kandung empedu yang mengandung batu dan yang merupakan pabrik pembuat
batu.
- Pengobatan Medikal (non Surgical)
Pengobatan medikal menggunakan pelarut batu empedu yaitu
mempergunakan Chenodeoxycholic Acid (CDCA) atau Urchodeoxycholic Acid
12
(UDCA). UDCA yang diberikan per oral diberikan dengan dosis 8mg sampai
10mg / Kg BB per hari selama 6 bulan dikatakan berhasil melarutkan batu pada
70% kasus batu berdiameter <5 mm. Dengan syarat batu tidak mengandung
kalsium, kontraksi kandung empedu baik dan duktus sisitikus tidak tersumbat
(paten). Tetapi pengobatan ini hanya efektif untuk batu kolesterol kecil. Pernah
dikembangkan teknik dengan meneteskan larutan langsung ke batu (kontak
langsung) dengan menggunakan kateter yang dipasang langsung kedalam saluran
empedu atau kandung empedu pada saaat ERCP (terapi nasobilier disolution)
tetapi prosedur ni sekarang ditinggalkan karena terbukti kurang efektif dan
menimbulkan banyak efek samping, dan batu yang sudah terlarut 30-50%
terbentuk kembali (residitif).
- ESWL (Extra Corporal Shock Wave Lithotripsi)
Dilakukan dengan menggunakan gelombang suara bertekanan tinggi yang
dipancarkan melalui alat ESWL difokuskan ke batu, melalui cairan dan
menembus jaringan lunak. Gelombang ini dapat membuat lubang pada dinding
depan batu, dan selanjutnya terjadi fragmentasi. Batu yang sudah terfragmentasi
ini selanjutnya dilarutkan dengan mempergunakan metode oral disslution. Oleh
karena itu pemilihan pasien pada metode ini sama seperti pada pengobatan oral
dissolution. ESWL membantu memecahkan batu yang besar. Adanya komplikasi
batu empedu seperti kolesisititis, kolangitis, pankreatitis dll, merupakan kontra
indikasi untuk terapi ini. Komplikasi yang sereing terjadi adalah petechiae pada
lokasi ESWL, hematom di liver, onstruksi duktus sisitikus oleh fragmen batu,
nyeri bilier dan bahkan pakreatitis. Frekuensi terjadinya komplikasi pada
pengobatan ini berkisar 2-30%.
- Kolesistektomi
Pengangkatan kandung empedu merupakan terapi pilihan untuk
pengobatan definitif batu kandung empedu. Dapat dilakukan dengan laparotomi
kolisistektomi (open cholechystectomy), atau laparoskopi kolesistektomi. Pada
dekade terakhir ini laparoskopi merupakan terapi pilihan, karena dirasa lebih
nyaman untuk pasien, tidak terlalu menakutkan dan trauma yang dihasilkan lebih
sedikit. Waktu yang paling tepat menjalankan kolisistektomi pada kasusu batu
kandung empedu dengan kolesistitis (kalkulus kolesistitis) akut adlah segera
13
setelah kondisi pasien stabil dan dipastikan tidak ada tanda sumbatan pada duktus
koledokus.
- Penanganan Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Koledokolitiasis sering menimbulkan sumbatan saluran empedu total atau
parsial. Sumbatan total sering menimbulkan gejala obstruksi bilier dengan atau
tanpa nyeri bilier. Sumbatan parsial sering asimtomatik, tetapi sering pula
menimbulkan gejala nyeri bilier dengan atau tanpa tanda –tanda obstruksi bilier
ringan. Sebelum melakukan kolesistktomi untuk kolelitiasis, sebaiknya dipastikan
terlebih dahulu apakah ada batu dalam duktus koledokus. Obstruksi bilier ditandai
adanya ikterik, peningkatan enzim hati (SGPT dan SGOT). Pemeriksaan USG
dapat mendeteksi adanya dilatasi saluran empedu intra hepatal atau ekstra hepatal.
Dengna MRCP atau ERCP dapat mendiagnosa pelebaran duktus koledokus, dan
mendeteksi adanya batu. Pada ERCP tindakan dapat langsung diteruskan dengan
tindakan terepeutik untuk memeberihkan duktus koledokus. Teteapi karena ERCP
adalah suatu tindakan invasif, berisiko menimbulkan komplikasi, dan harus
ditangaini oleh seorang ahli degnan skill yang cukup terlatih. Sehingga dengan
saat ini adanya MRCP, ERCP diagnostik sudah tidak dianjurkan lagi, kecuali pada
kasus bila MRCP tidak tersedia.
Bila batu saluran empedu diketahui sebelum kolesistektomi, pilihan terapi
terbaik adalah dengan melakukan ERCP terapeutik dilakukan untuk drainase
saluran empedu (membersihkan saluran empedu dari sumbatn) yang kemudian
diikuti laparoskopi kolisistektomi. Unutk memperoleh akses ke dalam saluran
empedu dilakukan kanulasi kemudian membuka sfingteroktomi/ papilotomi
(membuka papila vateri unutk mencapai akses ke duktus koledokus) dan ektraksi
batu (pembersihan saluran koledokus dari batu). Setelah duktus koledokus bersih
dari sumbatan, segera diikuti dengan laparoskopi kolisistektomi. Bila fasilitas
ERCP terapeutik tidak tersedia atau gagal membersihkan saluran empedu, maka
kolesistektomi dilakukan dengan cara pembedahan konvensional (open surgery),
dengan eksplorasi kedalam duktus koledokus dan ekstraksi batu.
Bila batu duktus koledokus diketahui pada saat kolesistektomi, maka
pilihan tindakan adalah 1). Bila kolesistektomi dilakukan dengan laparoskopi,
segera diubah menjadi laparotomi dan dilakukan ekplorasi duktus koledokus. 2)
14
laparoskopi diteruskan dengan koledokoskopi. 3). Laparoskopi kolesisitektomi
diteruskan, diikuti dengan ERCP terapeutik. Faktor yang menentukan pilihan
tindakan adalah jumlah dan posisi batu, skill operator dan fasilitas yang tersedia.
Batu duktus koledokus yang diketahui setelah kolesistektomi pilihan terapi adalah
ERCP terapeutik.

2.10 Penyulit Batu Empedu1


- Striktur Saluran Empedu
Striktur pada saluran empedu disebabkan oleh komplikasi tindakan pada
koleistektomi, akibat peradangan pada kolangitis, pankreatitis, sclerosing
kolangitis dan batu saluran empedu. Terapi dilakukan dengan dilatai saluran
melalui ERCP dan pemasangan stent. Bila tindakan ini tidak mungkin dilakukan
maka dilakukan operasi rekonstruksi saluran empedu, melakukan anastmosis
koledoko duodenostomi atau koledok jejunostomi.
- Sindrom Post Kolesistektomi
Sindrom post koleisistektomi ditandai denga keluhan nyeri, kembung,
mual atau rasa tak nyaman di perut setelah kolisistektomi. Beberapa kemungkinan
penyebab keluhan yang haru dipikirkan adalah adanya gangguan di traktus biliaris
yaitu striktur, sisa duktus sisitikus yang meradang, sphincter Oddi Disfunction
(SOD), keganasan di saluran empedu, choledochocele. Gangguan di pankreas
berupa pankreatitis, pseudocyst pankreas, keganasan pankreas. Gangguan
gastrointestinal berupa gastro esophageal reflux diseas (GERD), esophageal
motor disorder, tukak peptikum, iskemia mesenterium, perlengketan di dalam
abdomen, irritable bowel syndrome (IBS). Penyebab gangguan di luar saluran
cerna anatara lain masalah psikis, penyakit koroner, neuritis interkostalis, dan
peyakit-penyakit neurologi.

15

Anda mungkin juga menyukai