Beban Kerja. Isi
Beban Kerja. Isi
PENDAHULUAN
1
Dalam prakteknya beban kerja yang dijumpai merupakan kombinasi kerja
fisik dan mental. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan banyak membahas
mengenai beban kerja fisik dan mental yang sering terjadi pada para pekerja dan
pengaruh beban kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Dalam pengertian ini, telah dipelajari 2 hal penting yaitu MWL adalah faktor yang
bergantung secara eksklusif pada tuntutan tugas yang disesuaikan dengan subjek
dan konsekuensi dari hubungan antara tuntutan tugas dan keterampilan subjek
dalam hal keseimbangan permintaan sumber daya. Multidimensional MWL
melibatkan aspek fundamental yang berbeda seperti karakteristik tugas, operator,
konteks lingkungan, tekanan waktu dan aspek subjektif yang terkait dengannya
seperti stress atau kelelahan. Dalam upaya untuk membawa dimensi ini bersama-
sama dan memberikan definisi global MWL, Young dan Stanton (2005) telah
menyarankan bahwa MWL mencerminkan tingkat sumber daya perhatian yang
diperlukan untuk memenuhi kriteria kinerja objektif dan subjektif yang mungkin
dimediasi oleh tuntutan tugas, dukungan eksternal dan pengalaman masa lalu. 6
Namun, literatur MWL terutama dipusatkan pada pengukuran kinerja dengan
menggunakan tugas-tugas operatif, seperti yang terkait dengan lalu lintas atau
penelitian transportasi, penerbangan nyata, simulasi penerbangan, kontrol lalu
lintas udara dan lain-lain. 6
4
Tugas yang dibagi kepada pekerja merepresentasikan pekerjaan pekerja.
Teknik faktor manusia dari analisa tugas (task analysis) berpusat pada
pemahaman bagaimana tugas ini akan mempengaruhi keseluruhan kerja dari
pekerja, dan sejauh mana tugas-tugas tersebut tak dapat dikerjakan pada
tingkat yang diinginkan.
Task (tugas) dapat mempengaruhi beban kerja yang dirasakan oleh
pekerja melalui banyak cara. Misalnya, melalui tindakan apa yang harus
dilakukan oleh seorang pekerja dalam memenuhi tugasnya, melalui jumlah
dan tipe dari tugas yang akan ditampilkan, melalui keterbatasan waktu yang
tersedia dalam menyelesaikan tugas maupun melalui tingkat akurasi yang
dibutuhkan dalam meyelesaikan tugas. Kesemua hal di atas menjadi faktor
yang berkontribusi terhadap munculnya tuntutan situasi.
Lingkungan
Tugas yang dikerjakan oleh pekerja tidaklah dikerjakan sendiri. Suatu
tugas dilakukan di dalam suatu keadaan yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi tingkat kesulitan yang dialami oleh pekerja. Bagaimana
seorang pekerja berinteraksi dengan sekelilingnya juga memberikan dampak
yang penting terhadap kinerja dan beban kerja. Beberapa faktor eksternal
yang dapat mengubah tuntutan situasi dan mempengaruhi tingkat kesulitan
yakni lingkungan eksternal di mana tugas dilakukan (misalnya panas,
kelembaban, suara, penerangan, getaran, dan gaya gravitasi), disain dari unit
pertukaran informasi manusia-mesin (misalnya tipe dan ukuran dari
displaydan kendali, serta bentuk susunannya), desain dari pengemasan
manusia (misalnya pakaian pelindung, posisi duduk) serta desain dari
keseluruhan stasiun/ tempat kerja (misalnya ukuran, pencahayaan di
dalamnya, ventilasi, kendali kelembaban dan suhu, dan pengurangan
getaran).
5
2. Pekerja
Setiap pekerja memasuki suatu situasi dengan membawa pengaruh-pengaruh
yang dapat mempengaruhi kinerja.
Kondisi sementara
Merujuk kepada kondisi awal misalnya kondisi kesegaran tubuh seseorang,
yang bisa saja berpengaruh kepada pelaksanaan tugas.
Sifat
Tidak hanya kondisi sementara, kondisi seorang pekerja dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik yang tidak mudah berubah, misalnya tujuan/motivasi,
pengetahuan/keterampilan, dan kemampuan proses berpikir. Kemampuan
proses berpikir ini akan berinteraksi dan berintegrasi dengan pengetahuan dan
keterampilan untuk mencapai tujuan dari tugas. Individu berbeda-beda di
dalam hal tujuan, sejauh apa tujuan tersebut sudah terpuaskan hingga saat ini,
dan sejauh mana pemenuhan tugas dipandang sebagai pencapaian tujuan.
Mereka juga berbeda dalam hal persepsi mengenai kecepatan dan akurasi yang
dibutuhkan saat menyelesaikan tugas. Faktor-faktor ini akhirnya menentukan
tingkat motivasi dalam pemenuhan tugas dan sebagai akibatnya, menentukan
sejauh mana usaha yang secara sukarela diberikan oleh individu tersebut.
Kapasitas proses berpikir dari seorang individu dibedakan dari pengetahuan
dan keterampilan yang telah diperolehnya melalui pelatihan dan pengalaman.
Pengetahuan (misalnya mengenai fakta-fakta, peraturan-peraturan, prosedur
pemakaian peralatan) dapat dianggap sebagai sumber yang dimiliki oleh
individu yang dapat dimanfaatkan oleh proses kognitif. Untuk menggunakan
pengetahuan tersebut, seorang individu harus melibatkan proses dinamis
lainnya untuk mengingat dan memanipulasi pengetahuan yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan tugas. Kemampuan proses kognitif dibutuhkan untuk
mengumpulkan informasi yang didapat dari display dan memanipulasi kendali
yang ada.
6
Rodahl (1989) dan Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja
dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut;8
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja,
seperti;
Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun
kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja,
sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti
kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung
jawab pekerjaan.
Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja
bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur
organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan
kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja
psikologis.
b. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri
akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut Strain ,
berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun
subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis
kelamin,umur,ukuran tubuh,status gizi,kondisi kesehatan), faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan)
7
2.5 Hubungan beban kerja dengan kesehatan
2.5.1 Beban kerja fisik
Beban kerja fisik ditemukan mempunyai relasi terhadap keluhan
muskuloskeletal dan partsipasi ketangakerjaan. Keluhan tersebut dapat
menyebabkan kondisi serius dimasa yang akan datang. Di negera Eropa beberapa
kondisi tersebut terdaftar menjadi salah satu dari daftar penyakit akibat kerja.
Berdasarkan partisipasi ketenagakerjaan, ditemukan bahwa faktor beban kerja
fisik yang diterima seseorang dapat menjadi indikator untuk memprediksi alasan
dari ketidakhadiran tenaga kerja, dan pensiun akibat kecacatan yang didapat.4
Terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan terjadinya masalah
dalam kesehatan tubuh yang disebabkan oleh beban kerja, faktor-faktor itu dapat
dibagi kedalam 3 kategori besar yaitu faktor fisik, faktor psychosocial, dan faktor
individu.2,4,7 Untuk faktor fisik diantaranya dipengaruhi oleh mengangkat beban
berat, posisi tubuh yang janggal dan pekerjaan yang repetitif. Faktor psikososial
adalah ketidakpuasan terhadap pekerjaan, tekanan yang tinggi sehingga
menyebabkan stress. Dan faktor individu diantaranya adalah usia, gender,
kurangnya aktivitas fisik sehari-hari, merokok, IMT.8,11
Pada faktor beban kerja fisik, mengangkat beban yang berat akan memberikan
dampak yang besar bagi kesehatan pekerja. Penelitian Kelin (1984) dalam
Harrianto (2010) menyatakan bahwa pekerja angkat beban, seperti tukang
sampah, pekerja di sektor konstruksi, gudang, dan perawat, mengajukan klaim
asuransi kesehatan 10x lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan dengan tenaga
fisik yang lebih ringan.10
Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan
untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana perpindahan tenaga
dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah.
Pekerjaan-pekerjaan dan postur kerja yang janggal sangat berpotensi
mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika
kondisi seperti ini berlangsung setiap hari dan dalam waktu yang lama (kronis)
8
bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon,
ligamen dan jaringan-jaringan lain. Selain itu, bekerja dengan rasa sakit dapat
mengurangi produktivitas serta efisiensi kerja dan apabila bekerja dengan
kesakitan ini diteruskan maka akan berakibat pada kecacatan yang akhirnya
menghilangkan pekerjaan bagi pekerjanya.5,8,9
Selain itu pekerjaan yang menuntut gerakan berulang pun dapat pula
mengakibatkan keluhan muskuloskeletal dalam tahap awal dan menjadi sebuah
kondisi atau penyakit yang serius dimasa yang akan datang. Hal tersebut di
buktikan dengan penilitan yang dilakukan oleh R shiri dkk, mereka menyatakan
bahwa pada penilitannya ditemukan bahwa tuntutan kerja yang membutuhkan
genggaman yang kuat atau menggunakan alat yang bergetar dapat meningkatkan
kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pekerja, yang di perberat dengan gerakan
berulang pada pergelangan atau tangan.12
9
Perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Atma Jaya lebih
banyak dengan psikopatologi positif dibanding perawat yang bertugas di ruang
rawat jalan. Perawat RS Atma Jaya yang bertugas di rawat inap banyak
mengalami gangguan tidur karena seringnya putaran shift malam (akibat jumlah
perawat yang kurang), jumlah pasien yang banyak dan umumnya kondisi
penyakit “cukup berat”.
Pada profesi yang berbeda pun dalam penelitian Pengaruh Stres Kerja,
Beban Kerja, Terhadap Kepuasan Kerja pada Medical Representatif di Kota
Kudus mendapatkan hasil, tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap stres
kerja. Yang mana dapat diartikan bahwa semakin tinggi beban kerja, stres yang
dirasakan dapat tinggi ataupun rendah begitu juga sebaliknya. Faktor yang
mempengaruhi stres kerja itu sendiri sangat banyak sekali dan dan juga
tergantung dari persepsi individu dalam menghadapi suatu masalah. Ada inividu
yang saat menghadapi beban kerja yang berat menjadi merasa tertantang
sehingga termotivasi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sehingga individu
tersebut tidak merasakan stres dalam bekerja.12
Ada beberapa gejala yang merupakan dampak dari beban kerja mental
berlebih, seperti yang diterangkan oleh Hancock dan Meshkati (1988), yaitu:
a. Gejala Fisik; sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola
tidur, lesu, kaku pada leher belakang sampai punggung, napsu makan
menurun dan lain-lain.
b. Gejala Mental; mudah lupa, kosentrasi menurun atau sulit, cemas,
agitasi, gelisah dan putus asa.
c. Gejala Sosial atau Perilaku; banyak merokok, minum alkohol, menarik
diri dan menghindar.
2.6 Pencegahan
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five
level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:13
10
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan
periodik.
b. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene
perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti
helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju
tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
c. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik
lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa
dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja
secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan
mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin
perusahaan mencoba menempatkan keryawan-karyawan cacat di jabatan
yang sesuai.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah
sebagai berikut:9
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya
menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak
berbahaya. Atau mengganti alat yang lebih ergonomis.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih
lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD
Cara mencegah dan mengendalikan beban kerja mental adalah sebagai berikut:
a. Beban kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja
pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban yang
berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan.
11
b. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung
jawab di luar pekerjaan
c. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier,
mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.
d. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu
dengan yang lain
e. Tugas-tugas harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan
kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.
12
BAB III
KESIMPULAN
Beban kerja dibedakan menjadi beban kerja fisik dan beban kerja mental.
Dimana keduanya mempengaruhi kesehatan seseorang dalam bekerja. Beban
kerja fisik diantaranya dipengaruhi oleh mengangkat beban berat, posisi tubuh
yang janggal dan pekerjaan yang repetitif. Menurut penelitian sebelumnya beba
kerja fisik ditemukan mempunyai relasi terhadap keluhan muskuloskeletal dan
partsipasi ketangakerjaan.
Menurut penelitian sebelumnya beban kerja mental yang berlebihan akan
mengakibatkan adanya stres kerja dan terdapat hubungan bermakna antara faktor
stres kerja, yaitu konflik peran dan beban kerja berlebih secara kualitatif dengan
psikopatologi seperti obsesif kompulsif, sensitinitas interpersonal, dan depresi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Houdmont J, Leka S, Sinclair RR. Workload : A Review of Causes,
Consequences, and Potential Interventions. John Wiley & Sons. 2012 : 2
2. Krantz G, Berntsson L, Lundberg U. Total Workload, work stress and
perceived symptoms in Swedish male and female white-collar employees.
European Journal of Public Health. 2009;15;209-214
3. Andini F. Risk Factor of Low Back Pain in Worker. J Majority: 2015; 4,1 :
13-9
4. Tyenes T, Aasgestad C, Thorsen SV, Andersen LL, et all. Physical working
conditions as covered in European monitoring quastionnaires. BMC Public
Health. 2017 : 17 : 544
5. Cain B. A Review of the Mental Workload Literature. Available at
https://www.researchgate.net/publication/235159082
6. Oliver M S, Lopez J S, Torran F. Relations between mental workload and
decision-making in an organizational setting. Psicologia: Reflexao e
Critica. 2017.p.30-7
7.
8. Hariyono W, Suryani D, Wulandari Y. Hubungan antara beban kerja, stress
kerja, dan tingkat konflik dengan kelelahan kerja pada perawatdi rumah
sakit islam Yogyakarta PDHIkota Yogyakarta. Jurnal KES MAS UAD:
2009 ; 3,3:186-97
9. Didomenico A, Nussbaum MA. Interactive effects of physical and mental
workload on subjective workload assessment.. J. Ergon: 2008;01.012; 977-
83
10. Andini F. Risk Factor of Low Back Pain in Worker. J Majority: 2015; 4,1 :
13-9
11. Mikkonen P,et al. Physical workload and risk of low back pain in
adolescence. Occup Environ Med: 2012;69 : 284-290
12. Shiri R, Varonen H, Heli ̈ ovaara M, et al. Hand dominance in upper
extremity musculoskeletal disorders. J Rheumatol 2007;34:1076–82
14
13. Surilena, Kurniawan SL, Ismail RI. Hubungan Antara Stres Kerja Dan
Psikopatologi Pada Perawat Rumah Sakit Atma Jaya. Jurnal Kedokteran
Damianus.2015;14(1):28-36
14. Revalicha NS, Samian. Perbedaan stres kerja ditinjau dari shift kerja pada
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi. 2013;2(1).16-25.
15. Suwarni E. Analisis hubungan antara stresor kerja dengan gangguan
mental emosional perawat wanita di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Dr. Ciptomangunku- sumo Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia.
2010;8(9):179-84.
16. Harrianto, Ridwan. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC; 2010
17. Dhania Dhini R. Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan
Kerja (Pada Medical Representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi
Universitas Muria Kudus.2010;I(1):15-23
18. Da Costa BR, Viera ER. Risk Factor for Work-related Musculoskeletal
disorder: A systematic review of recent Longitudinal Studies. Am. J. Ind.
Med.:2010; 53:285-323
15