PEMBIMBING:
dr. Budi Kartika Yasa, Sp.A
1
RESPONSI
DEMAM BERDARAH DENGUE
PEMBIMBING:
dr. Budi Kartika Yasa, Sp.A
2
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga responsi ini dapat tersusun hingga selesai. Responsi ini telah ditulis
dengan penyertaanNya.
Terselesaikannya penulisan responsi ini tidak terlepas dari penyertaanNya
dan bantuan dari pihak-pihak terkait. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
responsi ini.
Responsi ini tentu saja tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Definisi.......................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................. 3
2.3 Etiologi dan Transmisi Demam Dengue........................................ 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 11
2.6 Diagnosis....................................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue...................................... 18
2.8 Diagnosis Banding Demam Dengue.............................................. 20
2.9 Penatalaksanaan............................................................................. 21
2.9 Pencegahan Demam Dengue......................................................... 31
2.10 Prognosis..................................................................................... 33
BAB 3. LAPORAN KASUS ............................................................................ 34
3.1 Identitas......................................................................................... 34
3.2 Heteroanamnesis ........................................................................... 34
3.3 Pemeriksaan Fisis ......................................................................... 36
3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 39
3.5 Diagnosis Banding......................................................................... 43
3.6 Diagnosis ...................................................................................... 43
3.7 Penatalaksanaan............................................................................. 43
BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 44
BAB 5. KESIMPULAN ................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 49
4
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot, nyeri sendi, disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan
trombositopenia. 1 DD dan DBD adalah penyakit yang cukup sering dijumpai di
Indonesia. Penyebab dari DD dan DBD, yaitu virus dengue, merupakan suatu
virus yang tergolong Arthropod-Borne Virus (Arbovirus), genus Flavivirus, dan
termasuk dalam famili Flaviviridae. DBD dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penyakit ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Wabah DBD sering terjadi di negara – negara yang terletak di daerah tropis dan
sub tropis.2
Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat 2,5 sampai 3
milyar penduduk dunia yang memiliki risiko terkena infeksi virus dengue. Pada
setiap tahun, terdapat 50 hingga 100 juta penduduk dunia yang terinfeksi virus
dengue, di mana 500 ribu di antaranya membutuhkan perawatan intensif di
fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahun, dilaporkan sebanyak 21.000 anak
meninggal karena DBD.3 Sampai saat ini, DBD masih menjadi masalah kesehatan
yang besar di Indonesia. Indonesia adalah wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Angka insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk.1 Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, Bali adalah
propinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu sebesar 204,22. Berdasarkan
Profil Kesehatan Propinsi Bali, pada tahun 2013, Kementerian Kesehatan
mencatat terdapat 103.649 penderita DBD dengan angka kematian mencapai 754
orang. Angka kejadian DBD/DD paling banyak ditemukan pada umur 5–10 tahun
yaitu sebesar 42,4%. Tingginya angka kesakitan ini disebabkan oleh perubahan
iklim, pembukaan pemukiman baru, dan mobilisasi penduduk. Di Bali sendiri,
kabupaten dengan jumlah kasus DBD terbanyak adalah Kota Denpasar,
Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung. Daerah-daerah tersebut memiliki
1
jumlah penduduk yang tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
sehingga merupakan salah satu faktor risiko penyebaran DBD.2,4
Manifestasi klinis dari infeksi virus Dengue sangat bervariasi, dari
asimtomatik, ringan, hingga kasus-kasus yang berat dengan ciri demam tinggi
yang muncul mendadak disertai menifestasi perdarahan dan berpotensi
menyebabkan syok dan bahkan kematian. Pasien dengan DBD memiliki
kemungkinan untuk mengalami infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi oleh salah satu serotipe hanya akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lainnya.5 Infeksi virus dengue dapat dibedakan
menjadi infeksi virus dengue asimtomatik dan infeksi dengue simtomatik. Infeksi
virus dengue simtomatik dapat dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinisnya
menjadi 3 kelompok yaitu undifferentiated fever, dengue fever/demam dengue
(DD) dan dengue haemorrhagic fever/demam berdarah dengue (DBD). DBD
dapat dibedakan lagi menjadi 4 grade. DBD grade 3 dan 4 disebut juga sebagai
sindrom syok dengue (SSD)/dengue shock syndrome (DSS).6
Mengingat tingginya angka kejadian dan kematian DBD di Indonesia,
serta pentingnya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian
pada kasus – kasus DBD, maka pemahaman mengenai penyakit DBD sangatlah
penting. Pemahaman yang baik mengenai pencegahan, diagnosis, serta
penatalaksanaan DBD dapat menurunkan angka kejadian dan kematian DBD.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1,3 milyar merupakan daerah endemis DBD. Jumlah kematian oleh penyakit ini
diperkirakan mencapai 25.000 setiap tahunnya. Indonesia adalah wilayah endemis
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Angka insiden DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk.1 Menurut WHO, Indonesia adalah
negara dengan kasus DBD tertinggi se-Asia Tenggara sejak tahun 1968-2009.
Menurut hasil data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada tahun 2010, di
Indonesia terdeteksi jumlah kasus DBD mencapai 150.000 kasus.8 Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia, dilaporkan bahwa pada tahun 2014 jumlah penderita
DBD mencapai 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang
(IR/Angka kesakitan= 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian=
0,9%). 2
Propinsi Bali menduduki peringkat pertama propinsi dengan angka
kesakitan DBD tertinggi di Indonesia.2 Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi
Bali, sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 103.649
penderita dengan angka kematian mencapai 754 orang. Angka kejadian DBD/DD
terbanyak pada umur 5–10 tahun, 52 anak (42,4%). Berdasarkan distribusi jenis
kelamin, laki-laki lebih banyak 66 (54,6%). Tingginya angka kesakitan ini
disebabkan oleh perubahan iklim, pembukaan pemukiman baru, dan mobilisasi
penduduk. Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar dan Badung merupakan kabupaten
dengan jumlah kasus terbanyak. Daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang
besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga merupakan salah
satu faktor risiko penyebaran DBD.4
4
Virus ini memiliki 4 serotipe tipe virus yaitu DENV-1, DENV- 2, DENV- 3,
dan DENV- 4. Keempat serotype ini dapat menyebabkan demam dengue dan
DBD pada manusia melalui gigitan nyamuk. Walaupun secara antigen keempat
serotipe ini mirip, namun keempat serotipe ini hanya memberikan proteksi
beberapa bulan setelah infeksi dari salah satu serotipe. Infeksi akibat salah satu
serotipe memberikan imunitas selama hidup terhadap serotipe tersebut. Keempat
serotipe tersebut dapat ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak dan ada hubungannya dengan kasus-kasus berat pada saat
terjadi kejadian luar biasa (KLB).10
Proses penularan virus dengue dipengaruhi oleh tiga faktor yang memegang
peranan penting, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Di Indonesia,
nyamuk penular (vektor) penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sering
ditemui adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris. Namun,
hingga saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah nyamuk
Aedes aegypti. Aedes aegypti memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan
bercak-bercak putih keperakan diatas dasar warna hitam. Ciri khas utamanya
adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral
dan dua buah garis putih sejajar di garis median punggungnya yang berwarna
dasar hitam.10 Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang
menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan
telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit atau menghisap darah.
Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 3 minggu sampai 3 bulan atau
rata-rata 1½ bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara di sekelilingnya.
Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di
dalam rumah, seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan
lembab. Nyamuk Aedes memiliki kebiasaan menggigit di siang hari. Selain itu
juga, nyamuk ini sangat aktif terutama 2 jam setelah matahari terbit dan beberapa
jam sebelum matahari terbenam, namun tidak menutup kemungkinan nyamuk ini
dapat menggigit di malam hari. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
dengue setelah menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
5
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa inkubasi 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.11,12
6
kebocoran dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah.9 Pada pasien dengan DBD,
permeabilitas vaskuler akan meningkat secara akut. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler. Kebocoran ini akan
menimbulkan hemokonsentrasi dan juga menurunnya tekanan darah. Volume
plasma dapat menurun mencapai 20% pada kasus – kasus yang berat yang diikuti
dengan efusi pleura dan hipoproteinemia. Pada proses penyembuhan, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat. Penyerapan cairan tersebut akan
menurunkan hematokrit.15
Virus
Dengue
Viremia
Pengaktif
an
komplek
Peningkat Virus
imun Penuruna
an mengelua
antibodi n
permeabil rkan zat Trombosi
itas
Kebocora (Bradikin
Merangsa tTrombosi
npembuluh
Plasma in, PGE2
ng topenia
darah serotonin
di
Hipovole trombin,
hipotalam
Termoreg Koagulop
mi histamin)
us
ulasi ati
instabil
Syok Hiperter Pendarah
mia an
Risiko Risiko
syok pendaraha
hipovolem n
i
Gambar 2.1 Model patofisiologi Demam Berdarah Dengue.16
Antibody dependent enhancement atau ADE akan berikatan dengan
makrofag dan monosit.14 ADE akan terbentuk jika fagosit mononuklear terinfeksi
melalui reseptornya oleh kompleks imun yang dibentuk oleh DENV dan antibodi
yang tidak ternetralkan dari infeksi dengue sebelumnya.13,14 Ketidakmampuan
antibodi dalam menetralkan virus dengue akan mengarahkan kepada penyakit
yang lebih berat dengan ekspresi IgM, IgG1, dan IgG3 pada serum penderita.
7
Kondisi ini disebut dengan kondisi viremia. Kondisi ini akan berlangsung selama
5-7 hari.13,15
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah saat pasien
demam pada hari ke-5. Antibodi dalam darah akan meningkat pada minggu
pertama sampai minggu ketiga dan kemdian akan menghilang setelah 60-90 hari.
Pada infeksi primer, antibodi IgG akan mengalami peningkatan pada demam hari
ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder, antibodi IgG meningkat pada hari kedua.
Diagnosis dini pada infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat. Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan
pada sebagian besar kasus DBD. Trombosit mulai menurun seiring dengan
munculnya demam. Trombosit kemudian akan mencapai nilai terendah pada saat
pasien mengalami syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa
konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak permulaan
sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.16
Gangguan hemostasis pada pasien DBD meliputi perubahan vaskuler,
pemeriksaan Tourniquet positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan
koagulopati. Pada DBD stadium akut, akan terjadi proses koagulasi dan
fibrinolisis. Pada kasus yang berat, maka akan terjadi Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) yang juga dapat disertai dengan syok.16 Peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak, yang menyebabkan
terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh
darah dan masuk ke dalam ruang interstisial dapat menyebabkan munculnya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, dan efusi pleura. Kondisi tersebut
akan disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Pada kasus yang berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam. Jika kondisi hipovolemi tidak segera ditangani, maka akan
mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pertukaran
ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti dengan penurunan
kontraksi otot jantung sehingga akan memperberat kondisi syok.17
8
2.5 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asimtomatis
dan simtomatis. Infeksi simptomatis dapat dibedakan lagi menjadi demam yang
tidak terdiferensiasi (undifferentiated fever), demam dengue (dengue fever),
demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever), dan demam berdarah
dengan manifestasi yang tidak biasa (expanded dengue syndrome). Manifestasi
klinis yang muncul pada masing – masing pasien dipengaruhi oleh strain virus dan
faktor host seperti umur dan sistem imun. Klasifikasi manifestasi klinis infeksi
virus dengue dapat dilihat pada gambar.18,19,20,21
Infeksi Virus
Dengue
Asimtomatis Simtomatis
9
bersifat self limited. Namun, infeksi kedua yang terjadi setelah viral syndrome
akan menimbulkan gejala yang lebih berat.19,21
10
hematokrit (≥20% dari nilai dasar) dan penurunan albumin serum (0,5 g/dl dari
data dasar).21
a. Fase kritis
1. Pada fase kritis, terjadi perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (time of fever defervescence).
Pada fase ini, terjadi kebocoran plasma yang mencapai puncaknya
sehingga pasien dapat mengalami syok hipovolemik.21
2. Pada fase ini penting untuk mengenali warning sign untuk mengantisipasi
syok. Warning sign terjadi menjelang akhir fase demam antara hari ke 3-7.
Tanda awal berupa muntah terus menerus dan nyeri perut hebat.
Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah
merupakan manifestasi perdarahan penting. Sering ditemukan
hepatomegali. Terjadi penurunan jumlah trombosit dibawah 100.000
sel/mm3 serta kenaikan hematokrit diatas data dasar, serta leukopenia
(≤5000 sel/mm3).21
3. Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi) namun bila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan
jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan
profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ
progresif, dan koagulasi intravaskular.21
11
Gambar 2.3 Perjalanan penyakit infeksi dengue.17
12
daerah perifer (vasokontriksi perifer). Hal ini ditandai dengan ekstremitas dingin
dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi bercak-bercak, pengisisan waktu kapiler
memanjang. Dengan adanya vasokontriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi
perifer sehingga tekanan diastolik meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap
sehingga terjadi tekanan nadi menyempit. Pada tahap ini sistem pernafasan
melakukan kompensasi dengan quite tachypnea (takipnea tanpa peningkatan kerja
otot pernafasan).21
13
Pada syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan
kardiovaskular gagal. Pada keadaan ini ditandai dengan tekanan sistolik dan
diastolik menurun (syok hipotensif). Jika pengobatan tidak adekuat akan terjadi
profound shock yang ditandai dengan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
terukur, sianosis makin jelas. Tabel 1 memperlihatkan rangkaian hemodinamik
pada anak dengan sirkulasi stabil, syok terkompensasi, dan syok dekompensasi.21
2.6 Diagnosis
Adapun kriteria diagnosis klinis demam dengue : 19,20,21
a) Demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus,
bifasik
b) Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau
melena maupun uji tourniquet positif
c) Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retro orbital
d) Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
lingkungan rumah
e) Leukopenia <4.000/mm3
14
f) Trombositopenia <150.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan. 19,20,21
Diagnosis klinis demam berdarah dengue ditegakkan setelah pasien
dievaluasi beberapa hari untuk melihat tanda-tanda permbesan plasma yang
muncul beberapa hari setelah panas timbul.
Adapaun diagnosis klinis demam berdarah dengue sebagai berikut : 19,20,21
a) Demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus,
bifasik
b) Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau
melena maupun uji tourniquet positif
c) Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retro orbital
d) Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
lingkungan rumah
e) Hepatomegali
f) Terdapat tanda kebocoran plasma yang ditandai dengan
• Peningkatan nilai hematokrit >20% dari pemeriksaan awal atau
dari data populasi menurut umur
• Hipoalbuminemia, hipoproteinemia (penurunann albumin
serum 0,5 g/dl dari data dasar)
g) Trombositopenia <150.000/mm3.
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD. Tanda bahaya atau warning signs perlu dievaluasi untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadi syok pada penderita DBD sebagai berikut : 19,20,21
a) Demam turun tapi keadaan anak memburuk
b) Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
c) Muntah yang menetap
d) Letargi, gelisah
e) Perdarahan mukosa
15
f) Pembesaran hati
g) Akumulasi cairan
h) Oligouria
i) Peningkatan hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
j) Hematokrit awal tinggi
Untuk menegakkan diagnosis DSS harus memenuhi kriteria DBD dan
ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi ataupun
dekompensasi. Berikut adalah tanda dan gejala syok terkompensasi : 19,20,21
a) Takikardi
b) Takipnea
c) Tekanan nadi <20 mmHg
d) Waktu pengisian kapiler >2 detik
e) Kulit dingin
f) Produksi urin <1ml/kgBB/jam
g) Anak gelisah
Tanda dan gejala syok dekompensasi berupa : 19,20,21
a) Takikardi
b) Hipotensi
c) Nadi cepat dan lemah
d) Pernafasan kusmaull atau hiperpneu
e) Sianosis
f) Kulit lembab dan dingin
g) Pada profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur
16
DD Demam disertai minimal dengan − Leukopenia (jumlah
2 gejala leukosit ≤4.000
− Nyeri kepala sel/mm3)
− Nyeri retro-orbital − Trombositopenia
− Myalgia (jumlah trombosit
− Arthralgia <150.000 sel/mm3)
− Tidak ada bukti
perembesan plasma
− Serologi Dengue
Positif
*DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Shock Syndrome (DSS)
2.7.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.
Pemeriksaan yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap.10
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
17
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD dengan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih)
menunjukkan adanya kebocoran plasma. Selain itu, jumlah trombosit cenderung
memberikan hasil yang rendah. Selain hemokonsentrasi, juga didapatkan
trombositopenia dan leukopenia. Adanya pertumbuhan virus dengue dapat
diketahui dengan melakukan fluorescence antibody technique test secara langsung
atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate. Untuk identifikasi virus
dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal.10
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen vius RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengan berupa antibodi total, IgM maupun IgG.1
Parameter laboratoris yang dapat dperiksa antara lain:1
• Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatf (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15%dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
18
• Imunologi IgG : pada infeksi primer IgG mulai terdeteksi hari ke 14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
2.7.2 Radiologi
Pemeriksaan radiologi x-ray yang dapat dikerjaan adalah foto thoraks untuk
mengetahui adanya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan, tetapi apabila
ada perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat djumpai pada kedua hemitoraks.
Selain itu pemeriksaan USG dapat pula dikerjaan untuk evaluasi asites dan efusi
pleura.1
19
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat jelas
tanda anemisnya. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelas diagnosis leukemia.
20
sangat penting untuk menentukan apakah pasien perlu rawat jalan atau harus
rawat inap.23
21
Penggunaan NSAID sebaiknya dihindari karena dapat menyebaban
gastritis dan pendarahan.
d. Anak dianjurkan minum cukup, lebih baik yang mengandung
elektrolit seperti jus buah atau oralit. Tanda kecukupan cairan
adalah diuresis tiap 4-6 jam.
a. Pasien demam dengue tanpa komorbiditas dan indikasi sosial
diberlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien harus kontrol
setiap hari mengingat tanda dan gejala awal DBD sangat
menyerupai demam dengue pada fase awal.
22
Gambar 2.5 Tatalaksana Kasus Demam Dengue24
1. Manajemen Demam Berdarah Dengue
Observasi diperlukan pada setiap pasien untuk menilai tanda awal adanya
syok. Peningkatan hemokonsentrasi mengindikasikan terjadinya plasma leakage
dan hilangnya volume sehingga terapi cairan memegang peranan yang penting. 25
Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun. Pemeriksaan
nilai hematokrit merupakan indikator sensitif untuk menilai perembesan plasma,
sehingga cairan yang diberikan sesuai dengan kadar hematokrit. Kebocoran
plasma pada DBD bersifat sementara, sehingga pemberian cairan dalam jumlah
banyak dan lama dapat menimbulkan kelebihan cairan. 23
a. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan berat badan, kondisi klinis, dan
hasil laboratorium. Penghitungan disarankan sesuai berat badan ideal. Pada
DBD terjadi hemokonsentrasi (>20%), maka jumlah cairan diberikan sebesar
rumatan ditambah 5% perkiraan defisit cairan. Jika pasien belum menunjukkan
peningkatan hematokrit yang berarti namun dikhawatirkan merupakan sebuah
fase awal DBD maka volume cairan yang diberikan cukup rumatan. Cairan
23
ditingkatkan jika nilai hematokrit naik dan sebaliknya. Umumnya cairan
dihentikan 24-48 jam setelah keadaan umum stabil. 23
5 500 750
10 1.000 1.500
15 1.250 2.000
20 1.500 2.500
25 1.600 1.850
30 1.700 3.200
Selain pemberian cairan, terapi simtomatis seperti antipiretik dan penilaian status
gizi juga diperlukan untuk menunjang kesembuhan pasien. 23
24
Gambar 2.6 Tatalaksana Kasus DBD Derajat I atau II24
25
2.9.3 Penatalaksanaan DBD Grade III
26
2.9.4 Penatalaksanaan Dengue Syok Syndrome
Syok pada dengue merupakan syok hipovolemik akibat perembesan plasma
dimana fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya adalah syok
dekompensasi. 4
27
aquadest (dilarutkan dua kali), diberikan secara intravena perlahan-lahan, dapat
diberikan setiap 6 jam bila diperlukan. Koreksi hipoglikemia dengan larutan
glukosa dengan dosis glukosa 0,5-1 g/kgBB diberikan secara bolus. Transfusi
darah diberikan atas indikasi, diberikan transfusi darah segar (fresh whole blood)
dengan dosis 10 ml/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5-10 ml/kgBB.
Kadar hemoglobin dan hematokrit diperiksa ulang 3-4 jam pasca transfusi untuk
menentukan apakah diperlukan transfusi lagi atau tidak. 23
28
Indikasi Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila22:
a) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
b) Nafsu makan membaik
c) Secara klinis tampak perbaikan
d) Hematokrit stabil dan hemodinamik baik (24 jam stabil)
e) Tiga hari setelah syok teratasi
f) Jumlah trombosit > 50.000/μl
g) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).
29
c. Perubahan perilaku untuk mengurangi kontak vektor dengan manusia.
Upaya yang dapat dilakukan seperti memakai celana dan baju lengan
panjang, kaos kaki tebal dan hindari menggantung pakaian di dalam
kamar, memakai kelambu yang diberi insektisida, memakai obat
nyamuk bakar, oles, dsb, memasang kawat kasa di ventilasi kamar, dan
mengatur pencahayaan agar ruangan di rumah tidak lembab.
2. Manajemen biologis
Pengendalian biologis dimaksudkan untuk membasmi vektor pada tingkat
larva. Kontrol biologis yang dapat dilakukan antara lain:
a. Memelihara ikan pemakan larva nyamuk, seperti Gambusia affinis dan
Poecilia reticulate maupun Copepoda predator seperti Cyclopoidea.
3. Manajemen kimiawi
30
menutup setelah menggunakannya serta menimbun barang bekas yang berpotensi
sebagai tempat perindukan nyamuk. Selain itu, dapat dilakukan dengan
melakukan tindakan plus seperti menggunakan kelambu saat tidur, memasang
kasa, menggunakan obat nyamuk oles/ repellant, memeriksa jentik nyamuk secara
berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.10
31
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : NI
No CM : 198447
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Tgl MRS : 19 April 2018
Tgl Pemeriksaan : 23 April 2018
3.2 HETEROANAMNESIS
Keluhan utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Mangusada tanggal 19 April 2018, dengan
keluhan demam sejak 4 hari yang lalu awalnya pasien merasa tidak enak badan
pada sore hari, dan mulai mengigil seperti kedinginan, kemudian panas tubuhnya
meningkat, demam tinggi pada malam hari diukur dengan thermometer dengan
suhu 37.6oC, demam membaik dengan pemberian obat penurun panas yang ia
minum sebanyak 1 kali, dan juga membaik jika diberikan kompres hangat, demam
ini membuat pasien tidak dapat tidur semalaman. Demam naik dimalam hari turun
atau membaik di pagi hari.
Demam juga disertai nyeri kepala, serta nyeri pada sendi, kurang lebih 1
hari setelah demam dirasakanya. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala, tidak
berdenyut, terasa seperti ditekan. Nyeri sendi juga dirasakan pada bagian
persendian lengan, kaki, leher. Nyeri sendi dan nyeri kepala ini membaik juga
setelah diberikan obat, dan muncul kembali jika demamnya kembali naik.
32
Selain itu pasien juga mengeluh batuk sejak 4 hari yang lalu berbarengan
dengan demam, batuk tidak terlalu mengganggu, membaik dengan meminum air
hangat, dan juga membaik saat istirahat.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, di lingkungan
sekolah didapatkan teman sekelasnya yang tidak masuk sekolah dikarenakan
demam naik turun.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir per vaginam. Dikatakan cukup bulan yaitu 38 minggu, dengan
berat badan lahir 2.700gr, panjang badan lahir lupa, dan segera menangis setelah
lahir.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dikatakan BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3
kali, Campak 1 kali. Pasien dikatakan tidak pernah menerima vaksin dengue.
Riwayat Nutrisi
ASI : sejak lahir hingga usia 3 bulan dengan frekuensi on
demand
Susu formula : sejak usia 7 minggu dengan frekuensi on demand
33
Bubur susu : sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
Nasi Tim : sejak usia 8 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
Makanan dewasa : sejak usia 10 bulan dengan frekuensi 3-4 kali/hari
Status Antropometri
Berat badan : 37 kg
Tinggi badan : 149 cm
Berat badan ideal : 41 kg
BB/U : P25-P50
TB/U : P25-P50
BB/TB : P25-P50
Status Waterlow : 90,2% (Gizi baik)
Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan cairan : 1.840ml/hari
34
Kebutuhan kalori : 40-65 kkal/kg/hari ~1.650-2.665 kkal/hari
Kebutuhan protein : 0,9 gr/kgBB/hari ~36,9 gr/hari
Status general:
Kepala : Normocephali, cekung (-)
Wajah : Sianosis (-)
Mata : Konjungtiva hiperemis -/-, konjungtiva anemis(-/-);
sklera icterus (-/-), pupil reflex (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)
THT
Telinga : Hiperemis -/-, sekret-/-
Hidung : Hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Tenggorokan : T1/T1, faring hiperemis (+)
Lidah : Sianosis (-), lidah licin (-), lidah kotor (-)
Bibir : Sianosis (-), mukosa bibir bersih, dan basah
Leher : kelenjar tiroid normal, pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, retraksi (-)
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : sulit dievaluasi
Auskultasi : S1/S2 normal reguler, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris , retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Aksila : Pembesaran Kelenjar getah bening (-)
Abdomen
Inspeksi : Hepatosplenomegali (-), ascites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
35
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Hangat (+), edema (+), petekie (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterus (-), turgor normal
Inguinal : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pemeriksaan Lain
Uji Torniquet : Negatif
36
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
37
38
39
40
3.5 DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Berdarah Dengue Grade I
2. Demam Tifoid
3.7 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 24 tpm
- Paracetamol ¾ tablet (375 mg) @ 8 jam
- Ambroxol 30 mg @ 8 jam
41
BAB IV
PEMBAHASAN
42
Pada pasien ini didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue Grade I yang
ditandai dengan adanya manifestasi klinis berupa demam tinggi yang berlangsung
selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, serta ditemukan pula nyeri kepala dan
nyeri pada persendian. Pada pemeriksaan fisik didapatkan uji tourniquet yang
positif, serta pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan penurunan trombosit
hingga dibawah 150.000/mm3 (54 x 103/uL), meskipun tidak ditemukan adanya
peningkatan hematokrit >20% atau hemokonsentrasi. Kemungkinan sudah
terdapat kebocoran plasma namun tidak masif sehingga tidak menyebabkan
terjadinya peningkatan hematokrit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue dibedakan menjadi 5, seperti
pada tabel berikut ini:
43
Berdasarkan pada kasus, pasien diberikan terapi suportif berupa pemberian
cairan sebanyak 1840 ml/hari yang telah disesuaikan dengan berat badan pasien.
Pemberian cairan dilakukan dengan cara oral sebanyak 112 ml/hari dan dibantu
dengan IVFD RL 72 ml/jam ~ 24 tpm. Terapi simptomatik yang diberikan pada
pasien ini adalah pemberian antipiretik berupa paracetamol sirup 10 mg/kgbb/kali
atau setara dengan 370 mg/kali minum. Paracetamol tablet dapat diberikan
sebanyak 2 tablet/kali apabila suhu ≥ 38oC dan dapat diulang setiap 8 jam. Pasien
juga diistirahatkan dengan bed rest. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tatalaksana
pasien dengan DD dan DBD pada dasarnya adalah terapi yang bersifat suportif
dan simptomatis. Terapi suportif dapat berupa penggantian cairan yang merupakan
pokok utama dalam penatalaksanaan DD dan DBD. Hal ini dilakukan untuk
mencegah pasien mengalami syok akibat kebocoran plasma yang terjadi. Pada
pasien dengan DBD, pemberian cairan dapat dilakukan melalui oral maupun
intravena dan disesuaikan dengan kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal.
Sedangkan terapi simptomatis diberikan sesuai dengan keluhan yang dialami
pasien seperti pemberian antipiretik dan istirahat.
Monitoring tanda vital dan status klinis penting dilakukan untuk dapat
mencegah munculnya komplikasi lebih lanjut. Selain itu, juga perlu monitoring
perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase kritis), balance cairan
dan produksi urine ditampung minimal 8-12 jam, hematokrit (sebelum dan
sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan
fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
Selain itu perlu dilakukan KIE kepada orang tua pasien agar turut membantu
memantau asupan nutrisi serta cairan pasien. Langkah-langkah pencegahan
demam berdarah juga perlu dijelaskan kepada orang tua pasien agar tidak ada
infeksi berulang.
Prognosis pasien dengan DBD biasanya tergantung pada kecepatan dan
ketepatan penanganan yang diberikan. Pada pasien ini tergolong dubius ad bonam
karena pasien sudah mendapat penanganan dengan cepat sebelum munculnya
komplikasi, terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik.
44
1 3 4 5
PERJALANAN2PENYAKIT 6 7 89
45
BAB V
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
47
13. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2(2):110-119
14. Guzman M, Halstead S, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Gubler D et al.
Dengue: a continuing global threat. Nature Reviews Microbiology.
2010;8(12):S7-S16
15. Sellahewa. Pathogenesis of Dengue Haemorragic Fever and Its Impact on
Case Management. Malaysia. Departmen of Medicine. 2013.
16. Hardinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan Tata
LaksanaInfeksi Virus Dengue padaAnak. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2014:13-32.
17. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of
Dengue. 2012
18. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock
Syndrome. Last updated on 01-08-2010, Available on
http://www.pediatriconcall.com. Accessed: 9 Oktober 2015.
19. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996.
20. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-06-2011.
Tersedia dari www.dinkes-dki.go.id/db.html. Diakses 24 November 2017.
21. Sumakto, Sumakto, dkk. 2013. "Risiko Kenaikan Hematokrit Terhadap
Terjadinya Syok Pada Kasus Demam Berdarah Dengue."Jurnal
Kedokteran Brawijaya 20.2 :pp-62.
22. Setiawan, Meddy. 2012. "Demam Berdarah Dengue (DBD) dan NS1
Antigen untuk Deteksi Dini Infeksi Akut Virus Dengue." Jurnal Saintika
Medika 6.12
23. Hadinegoro SR., Moedjito., Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014
24. Arhana BNP, Utama MGDL, dan Gustawan IW. Infeksi dan Penyakit
Tropis. Dalam: Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak, RSUP
Sanglah, Denpasar. Edisi tahun 2010. 2010;208-214.
48
25. Biswas A., Devgan V., Pangtey G., dkk. National Guidelines for Clinical
Management of Dengue Fever. Goverment of India; 2014
26. Fadhila, S.R. Sekilas Tentang Vaksin Dengue. Tersedia dari
www.idai.or.id. Diakses : 23 November 2017); 2017.
49