Anda di halaman 1dari 53

RESPONSI

DEMAM BERDARAH DENGUE

Bagus Sastra Pramaya Bharata Made 1302006006


Soraya Juventia Primadanti 1302006193
Dewa Ayu Komang Trisya Artha Putri 1302006101

PEMBIMBING:
dr. Budi Kartika Yasa, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNUD / RSUD MANGUSADA BADUNG
2018

1
RESPONSI
DEMAM BERDARAH DENGUE

Bagus Sastra Pramaya Bharata Made 1302006006


Soraya Juventia Primadanti 1302006193
Dewa Ayu Komang Trisya Artha Putri 1302006101

PEMBIMBING:
dr. Budi Kartika Yasa, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNUD / RSUD MANGUSADA BADUNG
2018

2
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga responsi ini dapat tersusun hingga selesai. Responsi ini telah ditulis
dengan penyertaanNya.
Terselesaikannya penulisan responsi ini tidak terlepas dari penyertaanNya
dan bantuan dari pihak-pihak terkait. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
responsi ini.
Responsi ini tentu saja tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Denpasar, April 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Definisi.......................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................. 3
2.3 Etiologi dan Transmisi Demam Dengue........................................ 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 11
2.6 Diagnosis....................................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue...................................... 18
2.8 Diagnosis Banding Demam Dengue.............................................. 20
2.9 Penatalaksanaan............................................................................. 21
2.9 Pencegahan Demam Dengue......................................................... 31
2.10 Prognosis..................................................................................... 33
BAB 3. LAPORAN KASUS ............................................................................ 34
3.1 Identitas......................................................................................... 34
3.2 Heteroanamnesis ........................................................................... 34
3.3 Pemeriksaan Fisis ......................................................................... 36
3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 39
3.5 Diagnosis Banding......................................................................... 43
3.6 Diagnosis ...................................................................................... 43
3.7 Penatalaksanaan............................................................................. 43
BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 44
BAB 5. KESIMPULAN ................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 49

4
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot, nyeri sendi, disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan
trombositopenia. 1 DD dan DBD adalah penyakit yang cukup sering dijumpai di
Indonesia. Penyebab dari DD dan DBD, yaitu virus dengue, merupakan suatu
virus yang tergolong Arthropod-Borne Virus (Arbovirus), genus Flavivirus, dan
termasuk dalam famili Flaviviridae. DBD dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penyakit ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Wabah DBD sering terjadi di negara – negara yang terletak di daerah tropis dan
sub tropis.2
Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat 2,5 sampai 3
milyar penduduk dunia yang memiliki risiko terkena infeksi virus dengue. Pada
setiap tahun, terdapat 50 hingga 100 juta penduduk dunia yang terinfeksi virus
dengue, di mana 500 ribu di antaranya membutuhkan perawatan intensif di
fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahun, dilaporkan sebanyak 21.000 anak
meninggal karena DBD.3 Sampai saat ini, DBD masih menjadi masalah kesehatan
yang besar di Indonesia. Indonesia adalah wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Angka insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk.1 Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, Bali adalah
propinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu sebesar 204,22. Berdasarkan
Profil Kesehatan Propinsi Bali, pada tahun 2013, Kementerian Kesehatan
mencatat terdapat 103.649 penderita DBD dengan angka kematian mencapai 754
orang. Angka kejadian DBD/DD paling banyak ditemukan pada umur 5–10 tahun
yaitu sebesar 42,4%. Tingginya angka kesakitan ini disebabkan oleh perubahan
iklim, pembukaan pemukiman baru, dan mobilisasi penduduk. Di Bali sendiri,
kabupaten dengan jumlah kasus DBD terbanyak adalah Kota Denpasar,
Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung. Daerah-daerah tersebut memiliki

1
jumlah penduduk yang tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
sehingga merupakan salah satu faktor risiko penyebaran DBD.2,4
Manifestasi klinis dari infeksi virus Dengue sangat bervariasi, dari
asimtomatik, ringan, hingga kasus-kasus yang berat dengan ciri demam tinggi
yang muncul mendadak disertai menifestasi perdarahan dan berpotensi
menyebabkan syok dan bahkan kematian. Pasien dengan DBD memiliki
kemungkinan untuk mengalami infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi oleh salah satu serotipe hanya akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lainnya.5 Infeksi virus dengue dapat dibedakan
menjadi infeksi virus dengue asimtomatik dan infeksi dengue simtomatik. Infeksi
virus dengue simtomatik dapat dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinisnya
menjadi 3 kelompok yaitu undifferentiated fever, dengue fever/demam dengue
(DD) dan dengue haemorrhagic fever/demam berdarah dengue (DBD). DBD
dapat dibedakan lagi menjadi 4 grade. DBD grade 3 dan 4 disebut juga sebagai
sindrom syok dengue (SSD)/dengue shock syndrome (DSS).6
Mengingat tingginya angka kejadian dan kematian DBD di Indonesia,
serta pentingnya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian
pada kasus – kasus DBD, maka pemahaman mengenai penyakit DBD sangatlah
penting. Pemahaman yang baik mengenai pencegahan, diagnosis, serta
penatalaksanaan DBD dapat menurunkan angka kejadian dan kematian DBD.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Dengue


Demam dengue (dengue fever) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi satu dari empat virus dengue, yaitu
DENV1, DENV2, DENV3, dan DENV4. Vektor terpenting yang mentransmisikan
virus dengue kepada manusia adalah Aedes aegypti, yaitu melalui gigitan ketika
nyamuk ini telah terinfeksi dengan virus tersebut. Nyamuk dapat terinfeksi ketika
nyamuk tersebut menggigit manusia dengan virus dengue di dalam darahnya.
Nyamuk dapat menularkan virus dengue kepada orang sehat melalui gigitan
setelah satu minggu terinfeksi.7
Terdapat 4 serotipe yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue. Serotipe DENV-3 adalah serotipe yang dominan. Infeksi
dengan serotipe ini diasumsikan memiliki manifestasi klinis yang berat
dibandingkan serotipe lainnya. Penyakit infeksi ini memiliki manifestasi klinis
berupa demam mendadak yang muncul selama 2-7 hari, nyeri otot, nyeri sendi,
leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia. Pada DBD, terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan terjadinya hemokonsentrasi serta
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome) merupakan suatu keadaan infeksi dari Deman Berdarah Dengue yang
ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi, termasuk menyempitnya tekanan
nadi (<20mmHg).1.3

2.2 Epidemiologi Demam Dengue


Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di negara
– negara yang terletak di daerah tropis dan sub tropis. WHO memperkirakan
sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk dunia berisiko terinfeksi virus dengue
dan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta penduduk dunia terinfeksi virus dengue.
Diperkirakan sekitar 500 ribu di antaranya membutuhkan perawatan intensif di
fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap tahun dilaporkan sebanyak 21.000 anak
meninggal karena DBD.3 Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk sekitar

3
1,3 milyar merupakan daerah endemis DBD. Jumlah kematian oleh penyakit ini
diperkirakan mencapai 25.000 setiap tahunnya. Indonesia adalah wilayah endemis
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Angka insiden DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk.1 Menurut WHO, Indonesia adalah
negara dengan kasus DBD tertinggi se-Asia Tenggara sejak tahun 1968-2009.
Menurut hasil data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada tahun 2010, di
Indonesia terdeteksi jumlah kasus DBD mencapai 150.000 kasus.8 Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia, dilaporkan bahwa pada tahun 2014 jumlah penderita
DBD mencapai 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang
(IR/Angka kesakitan= 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian=
0,9%). 2
Propinsi Bali menduduki peringkat pertama propinsi dengan angka
kesakitan DBD tertinggi di Indonesia.2 Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi
Bali, sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 103.649
penderita dengan angka kematian mencapai 754 orang. Angka kejadian DBD/DD
terbanyak pada umur 5–10 tahun, 52 anak (42,4%). Berdasarkan distribusi jenis
kelamin, laki-laki lebih banyak 66 (54,6%). Tingginya angka kesakitan ini
disebabkan oleh perubahan iklim, pembukaan pemukiman baru, dan mobilisasi
penduduk. Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar dan Badung merupakan kabupaten
dengan jumlah kasus terbanyak. Daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang
besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga merupakan salah
satu faktor risiko penyebaran DBD.4

2.3 Etiologi dan Transmisi Demam Dengue


Penyebab penyakit Demam Dengue dan DBD adalah virus dengue. Virus ini
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dalam genus
flavivirus, family flaviviridae. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis,
memiliki diameter 45-60 nm, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh
dietil eter dan natrium dioksikolat, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, dan stabil pada suhu 70oC.9,10

4
Virus ini memiliki 4 serotipe tipe virus yaitu DENV-1, DENV- 2, DENV- 3,
dan DENV- 4. Keempat serotype ini dapat menyebabkan demam dengue dan
DBD pada manusia melalui gigitan nyamuk. Walaupun secara antigen keempat
serotipe ini mirip, namun keempat serotipe ini hanya memberikan proteksi
beberapa bulan setelah infeksi dari salah satu serotipe. Infeksi akibat salah satu
serotipe memberikan imunitas selama hidup terhadap serotipe tersebut. Keempat
serotipe tersebut dapat ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak dan ada hubungannya dengan kasus-kasus berat pada saat
terjadi kejadian luar biasa (KLB).10
Proses penularan virus dengue dipengaruhi oleh tiga faktor yang memegang
peranan penting, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Di Indonesia,
nyamuk penular (vektor) penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sering
ditemui adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris. Namun,
hingga saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah nyamuk
Aedes aegypti. Aedes aegypti memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan
bercak-bercak putih keperakan diatas dasar warna hitam. Ciri khas utamanya
adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral
dan dua buah garis putih sejajar di garis median punggungnya yang berwarna
dasar hitam.10 Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang
menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan
telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit atau menghisap darah.
Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 3 minggu sampai 3 bulan atau
rata-rata 1½ bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara di sekelilingnya.
Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di
dalam rumah, seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan
lembab. Nyamuk Aedes memiliki kebiasaan menggigit di siang hari. Selain itu
juga, nyamuk ini sangat aktif terutama 2 jam setelah matahari terbit dan beberapa
jam sebelum matahari terbenam, namun tidak menutup kemungkinan nyamuk ini
dapat menggigit di malam hari. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
dengue setelah menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

5
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa inkubasi 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.11,12

2.4 Patofisologi Demam Dengue


Melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, virus dengue akan masuk ke tubuh
melalui air liur nyamuk. Lalu, virus akan menyebar dalam darah dan akan menuju
organ sasaran, yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfa,
sumsum tulang, dan paru-paru.13 Melalui reseptor non spesifik, virus dengue di
kulit akan menginfeksi sel dendritik imatur. Kemudian sel dendritik imatur ini
akan mengalami pematangan dan bermigrasi ke nodus limfa dimana antigen virus
dipresentasikan kepada sel T sehingga terjadi respon imun humoral dan selular. 14
Kemudian, makrofag akan bereaksi dengan menangkap virus. Genom virus akan
masuk ke dalam sel, dan membentuk komponen perantara serta komponen
struktur virus. Perakitan komponen struktur virus diikuti pelepasan virus dari
dalam sel. Pelepasan tersebut akan menimbulkan reaksi imunitas protektif
terhadap serotipe virus ini namun tanpa proteksi silang dengan serotipe virus
lainnya.13
Imunopatogenesis dengue dapat terjadi melalui dua teori, yaitu secondary
heterologous infection dan ADE. Menurut teori secondary heterologous infection,
infeksi sekunder oleh serotipe virus yang sama dengan infeksi primer pada
seseorang dapat menimbulkan kekebalan terhadap serotipe virus tersebut dalam
jangka waktu yang lama. Namun, infeksi sekunder oleh serotipe virus yang
berbeda akan menimbulkan gejala infeksi yang lebih berat. 13 Hal ini disebabkan
oleh heterologous antibody pada infeksi primer yang membentuk kompleks
dengan infeksi serotipe virus baru, di mana kompleks tersebut tidak dapat
dinetralkan bahkan cenderung bersifat infeksius. Kompleks ini akan teraktivasi
dan membentuk IL-1, IL-6, TNFα, dan platelet activating factor (PAF) sehingga
terjadi peningkatan infeksi virus dengue. TNFα akan menyebabkan terjadinya

6
kebocoran dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah.9 Pada pasien dengan DBD,
permeabilitas vaskuler akan meningkat secara akut. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler. Kebocoran ini akan
menimbulkan hemokonsentrasi dan juga menurunnya tekanan darah. Volume
plasma dapat menurun mencapai 20% pada kasus – kasus yang berat yang diikuti
dengan efusi pleura dan hipoproteinemia. Pada proses penyembuhan, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat. Penyerapan cairan tersebut akan
menurunkan hematokrit.15

Virus
Dengue

Viremia

Pengaktif
an
komplek
Peningkat Virus
imun Penuruna
an mengelua
antibodi n
permeabil rkan zat Trombosi
itas
Kebocora (Bradikin
Merangsa tTrombosi
npembuluh
Plasma in, PGE2
ng topenia
darah serotonin
di
Hipovole trombin,
hipotalam
Termoreg Koagulop
mi histamin)
us
ulasi ati
instabil
Syok Hiperter Pendarah
mia an

Risiko Risiko
syok pendaraha
hipovolem n
i
Gambar 2.1 Model patofisiologi Demam Berdarah Dengue.16
Antibody dependent enhancement atau ADE akan berikatan dengan
makrofag dan monosit.14 ADE akan terbentuk jika fagosit mononuklear terinfeksi
melalui reseptornya oleh kompleks imun yang dibentuk oleh DENV dan antibodi
yang tidak ternetralkan dari infeksi dengue sebelumnya.13,14 Ketidakmampuan
antibodi dalam menetralkan virus dengue akan mengarahkan kepada penyakit
yang lebih berat dengan ekspresi IgM, IgG1, dan IgG3 pada serum penderita.

7
Kondisi ini disebut dengan kondisi viremia. Kondisi ini akan berlangsung selama
5-7 hari.13,15
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah saat pasien
demam pada hari ke-5. Antibodi dalam darah akan meningkat pada minggu
pertama sampai minggu ketiga dan kemdian akan menghilang setelah 60-90 hari.
Pada infeksi primer, antibodi IgG akan mengalami peningkatan pada demam hari
ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder, antibodi IgG meningkat pada hari kedua.
Diagnosis dini pada infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat. Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan
pada sebagian besar kasus DBD. Trombosit mulai menurun seiring dengan
munculnya demam. Trombosit kemudian akan mencapai nilai terendah pada saat
pasien mengalami syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa
konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak permulaan
sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.16
Gangguan hemostasis pada pasien DBD meliputi perubahan vaskuler,
pemeriksaan Tourniquet positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan
koagulopati. Pada DBD stadium akut, akan terjadi proses koagulasi dan
fibrinolisis. Pada kasus yang berat, maka akan terjadi Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) yang juga dapat disertai dengan syok.16 Peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak, yang menyebabkan
terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh
darah dan masuk ke dalam ruang interstisial dapat menyebabkan munculnya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, dan efusi pleura. Kondisi tersebut
akan disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Pada kasus yang berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam. Jika kondisi hipovolemi tidak segera ditangani, maka akan
mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pertukaran
ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti dengan penurunan
kontraksi otot jantung sehingga akan memperberat kondisi syok.17

8
2.5 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asimtomatis
dan simtomatis. Infeksi simptomatis dapat dibedakan lagi menjadi demam yang
tidak terdiferensiasi (undifferentiated fever), demam dengue (dengue fever),
demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever), dan demam berdarah
dengan manifestasi yang tidak biasa (expanded dengue syndrome). Manifestasi
klinis yang muncul pada masing – masing pasien dipengaruhi oleh strain virus dan
faktor host seperti umur dan sistem imun. Klasifikasi manifestasi klinis infeksi
virus dengue dapat dilihat pada gambar.18,19,20,21

Infeksi Virus
Dengue

Asimtomatis Simtomatis

Undifferentiat Dengue Fever Dengue Expanded


ed Fever Hemorrhagic Dengue
(Viral Fever Syndrome /
syndrome) Isolated
Without Non Shock Organopathy
hemorrhagic (unusual
manifestation)

With unusual Dengue Shock


hemorrhagic Syndrome

Gambar 2.2 Klasifikasi Manifestasi Klinis Infeksi Dengue.18

2.5.1 Viral Syndrome


Anak - anak yang terlahir terinfeksi virus dengue, dan pasien yang terinfeksi
untuk pertama kali (infeksi primer) dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa
demam yang tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus
lain. Ruam makulopapular dapat muncul bersamaan dengan demam atau pada saat
penyembuhan. Gejala saluran pernafasan juga sering ditemukan. Viral syndrome

9
bersifat self limited. Namun, infeksi kedua yang terjadi setelah viral syndrome
akan menimbulkan gejala yang lebih berat.19,21

2.5.2 Demam dengue (DD)


Pada pasien dengan demam dengue, akan ditemukan demam akut selama 2-
7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis berikut, yaitu nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, myalgia, arthralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan
(petekie atau uji bending positif), leukopenia, trombosit di bawah 150.000, dan
hematokrit naik 5-10%. Pasien dengan demam dengue memiliki pemeriksaan
serologi dengue yang positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.1

2.5.3 Demam Berdarah Dengue


Pada pasien dengan demam berdarah dengue, manifestasi klinis dapat
terbagi menjadi tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,
dan masa penyembuhan (convalescence, recovery).21
a. Fase demam
Pada fase demam, dapat ditemukan gejala berupa demam tinggi selama 2-7
hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Pada fase ini, dapat
ditemukan facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorokan dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan
nyeri perut. Pada fase ini, muncul manifestasi perdarahan berupa:
a) Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
b) Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
c) Epistaksis, perdarahan gusi
d) Perdarahan saluran cerna
e) Hematuria (jarang)
Selain itu, pada fase ini juga dapat ditemukan hepatomegali. Hepar akan teraba
2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan dapat disertai dengan kelainan fungsi
hati. Dapat juga ditemukan tanda kebocoran plasma secara klinis berupa efusi
pleura dan asites. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan

10
hematokrit (≥20% dari nilai dasar) dan penurunan albumin serum (0,5 g/dl dari
data dasar).21

a. Fase kritis
1. Pada fase kritis, terjadi perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (time of fever defervescence).
Pada fase ini, terjadi kebocoran plasma yang mencapai puncaknya
sehingga pasien dapat mengalami syok hipovolemik.21
2. Pada fase ini penting untuk mengenali warning sign untuk mengantisipasi
syok. Warning sign terjadi menjelang akhir fase demam antara hari ke 3-7.
Tanda awal berupa muntah terus menerus dan nyeri perut hebat.
Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah
merupakan manifestasi perdarahan penting. Sering ditemukan
hepatomegali. Terjadi penurunan jumlah trombosit dibawah 100.000
sel/mm3 serta kenaikan hematokrit diatas data dasar, serta leukopenia
(≤5000 sel/mm3).21
3. Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi) namun bila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan
jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan
profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ
progresif, dan koagulasi intravaskular.21

c. Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Apabila pasien dapat melalui fase kritis selama 24-48 jam, terjadi
reabsrobsi cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang intravaskular yang
berlangsung secara bertahap selama 48-72 jam. Fase penyembuhan ditandai
dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali merupakan indikasi
untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus
bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada
DD.21

11
Gambar 2.3 Perjalanan penyakit infeksi dengue.17

2.5.4 Dengue Shock Syndrome(DSS)


DSS merupakan syok hipovolemik yang terjadi akibat peningkatan
permeabilitas kapiler yang disertai dengan perembesan plasma. Syok biasa terjadi
pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7
ditandai dengan warning sign.21
Dengue Shock Syndrome dapat dibedakan menjadi syok terkompensasi dan
syok dekompensasi. Adanya hipovolemi menyebabkan tubuh melakukan
mekanisme kompensasi melalui jalur neuro hormonal untuk mencegah
hipoperfusi pada organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi
melalui peningkatan isi sekuncup, laju jantung, dan vasokontriksi perifer. Pada
syok terkompensasi, gejala klinis ditandai dengan takikardi yang terjadi saat suhu
mulai turun walaupun tekanan darah belum terlalu turun karena kompensasi dari
peningkatan laju jantung. Tahap selanjutnya kompensasi dilakukan dengan
mempertahankan sirkulasi ke arah organ vital dengan menurunkan sirkulasi ke

12
daerah perifer (vasokontriksi perifer). Hal ini ditandai dengan ekstremitas dingin
dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi bercak-bercak, pengisisan waktu kapiler
memanjang. Dengan adanya vasokontriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi
perifer sehingga tekanan diastolik meningkat sedangkan tekanan sistolik tetap
sehingga terjadi tekanan nadi menyempit. Pada tahap ini sistem pernafasan
melakukan kompensasi dengan quite tachypnea (takipnea tanpa peningkatan kerja
otot pernafasan).21

Tabel 2.1 Hemodinamik Pada Anak Dengan Sirkulasi Stabil, Syok


Terkompensasi, dan Syok Dekompensasi21

Parameter Sirkulasi stabil Syok Syok dekompensasi


terkompensasi
Kesadaran Clear dan lucid Clear dan lucid Perubahan status
mental
Waktu < 2 detik > 2detik Sangat memanjang,
pengisian kulit mottled
kapiler (CRT)
Ekstremitass Hangat dan Dingin Dingin dan lembab
kemerahan
Volume nadi Volume baik Lemah dan halus Lemah atau
perifer menghilang
Frekuensi Normal sesuai usia Takikardi Takikardi berat,
jantung bradikardi pada syok
lanjut
Tekanan darah Tekanan darah Tekanan diastolik Hipotensi (syok
normal sesuai usia meningkat, tekanan hipotensi)
Tekanan nadi sistolik tetap Tekanan darah tidak
normal sesuai usia Tekanan nadi terukur (profound
menyempit (≤20 shock)
mmHg)

Frekuensi Normal sesuai usia Quite tachypnea Asidosis


nafas metabolik/hiperpnea
pernafasan Kusmaull
Diuresis Normal Cenderung Oligouria/anuria
menurun

13
Pada syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan
kardiovaskular gagal. Pada keadaan ini ditandai dengan tekanan sistolik dan
diastolik menurun (syok hipotensif). Jika pengobatan tidak adekuat akan terjadi
profound shock yang ditandai dengan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
terukur, sianosis makin jelas. Tabel 1 memperlihatkan rangkaian hemodinamik
pada anak dengan sirkulasi stabil, syok terkompensasi, dan syok dekompensasi.21

2.5.5 Expanded dengue syndrome (EDS)


Manifestasi klinis dari expanded dengue syndrome (EDS) menunjukkan
adanya keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak, maupun jantung yang
berhubungan dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukan tanda kebocoran
plasma. EDS terjadi pada syok berkepanjangan dan berlanjut menjadi gagal organ
atau pasien dengan komorbiditas atau koinfeksi. Maka dapat disimpulkan bahwa
EDS terdiri dari penyulit infeksi dengue dan manifestasi tidak lazim. Penyulit
infeksi dengue dapat berupa kelebihan cairan dan gangguan elektrolit, sedangkan
manifestasi klinis yang tidak lazim adalah ensefalopati dengue, perdarahan hebat,
infeksi ganda, kelainan ginjal, dan miokarditis.21

2.6 Diagnosis
Adapun kriteria diagnosis klinis demam dengue : 19,20,21
a) Demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus,
bifasik
b) Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau
melena maupun uji tourniquet positif
c) Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retro orbital
d) Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
lingkungan rumah
e) Leukopenia <4.000/mm3

14
f) Trombositopenia <150.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan. 19,20,21
Diagnosis klinis demam berdarah dengue ditegakkan setelah pasien
dievaluasi beberapa hari untuk melihat tanda-tanda permbesan plasma yang
muncul beberapa hari setelah panas timbul.
Adapaun diagnosis klinis demam berdarah dengue sebagai berikut : 19,20,21
a) Demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus,
bifasik
b) Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau
melena maupun uji tourniquet positif
c) Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retro orbital
d) Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
lingkungan rumah
e) Hepatomegali
f) Terdapat tanda kebocoran plasma yang ditandai dengan
• Peningkatan nilai hematokrit >20% dari pemeriksaan awal atau
dari data populasi menurut umur
• Hipoalbuminemia, hipoproteinemia (penurunann albumin
serum 0,5 g/dl dari data dasar)
g) Trombositopenia <150.000/mm3.

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD. Tanda bahaya atau warning signs perlu dievaluasi untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadi syok pada penderita DBD sebagai berikut : 19,20,21
a) Demam turun tapi keadaan anak memburuk
b) Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
c) Muntah yang menetap
d) Letargi, gelisah
e) Perdarahan mukosa

15
f) Pembesaran hati
g) Akumulasi cairan
h) Oligouria
i) Peningkatan hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
j) Hematokrit awal tinggi
Untuk menegakkan diagnosis DSS harus memenuhi kriteria DBD dan
ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi ataupun
dekompensasi. Berikut adalah tanda dan gejala syok terkompensasi : 19,20,21
a) Takikardi
b) Takipnea
c) Tekanan nadi <20 mmHg
d) Waktu pengisian kapiler >2 detik
e) Kulit dingin
f) Produksi urin <1ml/kgBB/jam
g) Anak gelisah
Tanda dan gejala syok dekompensasi berupa : 19,20,21
a) Takikardi
b) Hipotensi
c) Nadi cepat dan lemah
d) Pernafasan kusmaull atau hiperpneu
e) Sianosis
f) Kulit lembab dan dingin
g) Pada profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur

Tabel 2.2 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue1

DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium

16
DD Demam disertai minimal dengan − Leukopenia (jumlah
2 gejala leukosit ≤4.000
− Nyeri kepala sel/mm3)
− Nyeri retro-orbital − Trombositopenia
− Myalgia (jumlah trombosit
− Arthralgia <150.000 sel/mm3)
− Tidak ada bukti
perembesan plasma
− Serologi Dengue
Positif

DBD I Gejala di atas ditambah dengan Trombositopenia


uji bendung positif <150.000 sel/mm3,
bukti kebocoran plasma

DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia


perdarahan spontan <150.000 sel/mm3,
bukti kebocoran plasma

DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia


kegagalan sirkulasi (kulit dingin <150.000 sel/mm3,
dan lembab serta gelisah) bukti kebocoran
plasma;
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia
dan nadi yang tidak terdeteksi <150.000 sel/mm3,
bukti kebocoran plasma

*DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Shock Syndrome (DSS)

2.7 Pemeriksaan Penunjang Demam Dengue

2.7.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.
Pemeriksaan yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap.10
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

17
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD dengan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih)
menunjukkan adanya kebocoran plasma. Selain itu, jumlah trombosit cenderung
memberikan hasil yang rendah. Selain hemokonsentrasi, juga didapatkan
trombositopenia dan leukopenia. Adanya pertumbuhan virus dengue dapat
diketahui dengan melakukan fluorescence antibody technique test secara langsung
atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate. Untuk identifikasi virus
dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal.10
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen vius RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengan berupa antibodi total, IgM maupun IgG.1
Parameter laboratoris yang dapat dperiksa antara lain:1
• Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatf (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15%dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.

• Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia (<150.000/mm3) ada


hari ke 3-8.

• Hematokrit : kebocoran pasma ditandai dengan peningkatan hematokrit


>20% dari hematokrit awal, umumnya terjadi pada hari ke 3 demam.

• Protein/albumin : terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

• SGOT/SGPT : dapat meningkat.

• Ureum/kreatinin : bila didapatkan gangguan fugsi ginjal.

• Elektrolit : sebagai parameter untuk pemberian cairan.

• Imonologi IgM : terdeteksi mulai hari 3-5 meningkat sampai minggu ke 3,


menghilang setelah hari ke 60-90.

18
• Imunologi IgG : pada infeksi primer IgG mulai terdeteksi hari ke 14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

• Uji HI : diakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat


pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans

• NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari


pertama sampai hari ke delapan. Spesifitsitas tes ini sama tingginya dengan
spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif NS1 tidak menyingkirkan
adana infeksi virus dengue.

2.7.2 Radiologi
Pemeriksaan radiologi x-ray yang dapat dikerjaan adalah foto thoraks untuk
mengetahui adanya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan, tetapi apabila
ada perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat djumpai pada kedua hemitoraks.
Selain itu pemeriksaan USG dapat pula dikerjaan untuk evaluasi asites dan efusi
pleura.1

2.8 Diagnosis Banding Demam Dengue

Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan dalam mendiagnosis


demam dengue diantaranya sebagai berikut:22
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi virus
seperti influenza, campak serta hepatitis B, demam dengue serta penyakit
akibat parasit dan bakteri seperti malaria dan tifoid. Adanya trombositopenia
yang jelas dapat membedakan antara DD dengan penyakit lain.

b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya


seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis

19
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit


infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, sejak semula
penderita kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda
infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD


derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.
Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi,
dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal daripada ITP. Namun pada DBD derajat I dapat dibedakan dari ITP
melalui anamnesis saja, yaitu pada DBD derajat satu tidak ada tanda-tanda
perdarahan spontan.

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan sangat jelas
tanda anemisnya. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelas diagnosis leukemia.

2.9 Penatalaksanaan Demam Dengue


Penatalaksaan pasien dengan infeksi dengue dibagi berdasarkan derajat
penyakit. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif. Pembagian tatalaksana
meliputi tersangka infeksi virus Dengue, terapi DD, DBD grade I dan II, Grade III
dan grade IV.22 Pasien dengan tanpa tanda-tanda kegawatan dapat ditangani
dengan penanganan simtomatis. Pasien dengan DBD grade III dan IV yang
mengalami pendarahan signifikan banyak organ memerlukan terapi ketat untuk
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas. Pasien yang dicurigai infeksi virus
dengue yang berobat ke tempat pelayanan kesehatan dapat bermanifestasi sebagai
demam dengue, demam berdarah dengue atau dengan syok. Skrining di triase

20
sangat penting untuk menentukan apakah pasien perlu rawat jalan atau harus
rawat inap.23

Gambar 2.4 Tatalaksana Kasus Tersangka Infeksi Virus Dengue24

1. Penanganan Demam Dengue


Secara umum penanganan pasien dengan demam dengue adalah: 23,25
a. Bed rest dianjurkan selama fase akut
b. Jaga temperatur agar dibawah 38,5°C
c. Antipiretik seperti parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/dosis
dapat diulang setiap 4-6 jam dapat diberikan saat demam.

21
Penggunaan NSAID sebaiknya dihindari karena dapat menyebaban
gastritis dan pendarahan.
d. Anak dianjurkan minum cukup, lebih baik yang mengandung
elektrolit seperti jus buah atau oralit. Tanda kecukupan cairan
adalah diuresis tiap 4-6 jam.
a. Pasien demam dengue tanpa komorbiditas dan indikasi sosial
diberlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien harus kontrol
setiap hari mengingat tanda dan gejala awal DBD sangat
menyerupai demam dengue pada fase awal.

22
Gambar 2.5 Tatalaksana Kasus Demam Dengue24
1. Manajemen Demam Berdarah Dengue
Observasi diperlukan pada setiap pasien untuk menilai tanda awal adanya
syok. Peningkatan hemokonsentrasi mengindikasikan terjadinya plasma leakage
dan hilangnya volume sehingga terapi cairan memegang peranan yang penting. 25
Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun. Pemeriksaan
nilai hematokrit merupakan indikator sensitif untuk menilai perembesan plasma,
sehingga cairan yang diberikan sesuai dengan kadar hematokrit. Kebocoran
plasma pada DBD bersifat sementara, sehingga pemberian cairan dalam jumlah
banyak dan lama dapat menimbulkan kelebihan cairan. 23

a. Penggantian jenis cairan


Kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD. Pada bayi <6
bulan diberikan NaCl 0,45% atas dasar pertimbangan fungsi fisiologis. Dalam
keadaan normal, cairan isotonis dapat bertahan ¼ volume dalam intravaskuler
sedangkan cairan hipotonik seperti NaCl hanya 1/12 volume. Cairan koloid
hiperonkotik seperti Dextran 40 atau HES walaupun bertahan lama di
intravaskuler namun memiliki efek samping seperti alergi dan gangguan fungsi
ginjal.23
Indikasi pemberian koloid 4:
- Perembesan plasma masif yang ditunjukkan oleh nilai hematokrit yang
meningkat walaupun telah diberi kristaloid adekuat.
- Keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan
kristaloid kedua.

a. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan berat badan, kondisi klinis, dan
hasil laboratorium. Penghitungan disarankan sesuai berat badan ideal. Pada
DBD terjadi hemokonsentrasi (>20%), maka jumlah cairan diberikan sebesar
rumatan ditambah 5% perkiraan defisit cairan. Jika pasien belum menunjukkan
peningkatan hematokrit yang berarti namun dikhawatirkan merupakan sebuah
fase awal DBD maka volume cairan yang diberikan cukup rumatan. Cairan

23
ditingkatkan jika nilai hematokrit naik dan sebaliknya. Umumnya cairan
dihentikan 24-48 jam setelah keadaan umum stabil. 23

BB ideal (kg) Rumatan (mL) Rumatan + defisit 5% (mL)

5 500 750

10 1.000 1.500

15 1.250 2.000

20 1.500 2.500

25 1.600 1.850

30 1.700 3.200

Tabel 2.3 Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal23

Selain pemberian cairan, terapi simtomatis seperti antipiretik dan penilaian status
gizi juga diperlukan untuk menunjang kesembuhan pasien. 23

24
Gambar 2.6 Tatalaksana Kasus DBD Derajat I atau II24

25
2.9.3 Penatalaksanaan DBD Grade III

Gambar 2.5 Tatalaksana cairan DBD grade III23

26
2.9.4 Penatalaksanaan Dengue Syok Syndrome
Syok pada dengue merupakan syok hipovolemik akibat perembesan plasma
dimana fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya adalah syok
dekompensasi. 4

Gambar 2.6 Penatalaksanaan DBD grade IV23

Secara umum, terapi cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien


sesuai dengan berat badan atau berat badan ideal untuk basien dengan obesitas. 22
Segera setelah masuk rumah sakit. Hematokrit, platelet, dan vital sign harus
diperiksa untuk mengevaluasi kondisi pasien dan terapi cairan harus segera
dimulai. Jika pasien telah menerima 1000 ml cairan intravena harus diubah
dengan koloid.25
Koloid yang digunakan adalah hydroxyethyl starches (HES) atau gelatin.
Cara koreksi hipokalsemia: Kalsium glukonas 10% diberikan dengan dosis 1
ml/kgBB/dosis (maksimum 10 ml Kalsium Glukonas) diencerkan dengan

27
aquadest (dilarutkan dua kali), diberikan secara intravena perlahan-lahan, dapat
diberikan setiap 6 jam bila diperlukan. Koreksi hipoglikemia dengan larutan
glukosa dengan dosis glukosa 0,5-1 g/kgBB diberikan secara bolus. Transfusi
darah diberikan atas indikasi, diberikan transfusi darah segar (fresh whole blood)
dengan dosis 10 ml/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5-10 ml/kgBB.
Kadar hemoglobin dan hematokrit diperiksa ulang 3-4 jam pasca transfusi untuk
menentukan apakah diperlukan transfusi lagi atau tidak. 23

Terapi Perdarahan Berat:


a) Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, perdarahan harus dihentikan jika
memungkinkan. Pada epistaksis berat, dapat dilakukan dengan nasal packing.
Transfusi darah perlu dilakukan tanpa perlu menunggu level hematokrit
rendah. Jumlah transfusi darah disesuaikan dengan jumlah kehilangan darah
jika penghitungan memungkinkan dilakukan. Jika tidak, transfusi PRC dapat
diberikan sebanyak 5ml/kgBB atau transfusi whole blood dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgBB.
b) Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan PPI dapat digunakan.
Tidak ditemukan bukti yang mengindikasikan pemberian komponen darah
seperti platelet, fresh frozen plasma, atau cryoprecipitate. Pemberian
komponen tersebut malah dapat berkontribusi pada overload cairan.
c) Rekombinan faktor VII dapat diberikan, namun sangat mahal dan jarang
dapat ditemukan.22

Indikasi Pasien Masuk Rumah Sakit


Pasien harus dirawat di rumah sakit apabila muncul hal – hal berikut, yaitu22:
a) Tanda-tanda syok
b) Perdarahan
c) Trombosit <150.000/mm3 dan atau peningkatan hematokrit 10-20%
d) Nyeri abdominal hebat
e) Tempat tinggal jauh dari rumah sakit
f) Hiperpireksia

28
Indikasi Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila22:
a) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
b) Nafsu makan membaik
c) Secara klinis tampak perbaikan
d) Hematokrit stabil dan hemodinamik baik (24 jam stabil)
e) Tiga hari setelah syok teratasi
f) Jumlah trombosit > 50.000/μl
g) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).

2.10 Pencegahan Demam Dengue


Terdapat beberapa upaya pencegahan terhadap penyakit DBD. Upaya
tersebut antara lain10 :
1. Manajemen lingkungan

Manajemen lingkungan bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan


perkembangbiakan vektor sehingga kontak manusia dengan vektor berkurang.
Terdapat 3 jenis manajemen lingkungan:

a. Modifikasi lingkungan, dengan pengubahan fisik habitat larva jangka


panjang. Hal yang dapat dilakukan adalah mengubur barang-barang
bekas yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya larva nyamuk,
seperti kaleng, botol maupun ember.

b. Manipulasi lingkungan, dengan pengubahan sementara habitat vekor


melalui pemusnahan tempat perkembangbiakan nyamuk. Tindakan
yang dapat dilakukan antara lain menguras dan menyikat tempat
penampungan air minimal seminggu sekali karena siklus hidup nyamuk
Aedes aegypti adalah 9-12 hari, menutup tempat penampungan air agar
nyamuk tidak dapat bertelur, membersihkan pekarangan dan halaman
dan menutup lubang pada pohon, dan membersihkan air yang tergenang
di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali.

29
c. Perubahan perilaku untuk mengurangi kontak vektor dengan manusia.
Upaya yang dapat dilakukan seperti memakai celana dan baju lengan
panjang, kaos kaki tebal dan hindari menggantung pakaian di dalam
kamar, memakai kelambu yang diberi insektisida, memakai obat
nyamuk bakar, oles, dsb, memasang kawat kasa di ventilasi kamar, dan
mengatur pencahayaan agar ruangan di rumah tidak lembab.

2. Manajemen biologis
Pengendalian biologis dimaksudkan untuk membasmi vektor pada tingkat
larva. Kontrol biologis yang dapat dilakukan antara lain:
a. Memelihara ikan pemakan larva nyamuk, seperti Gambusia affinis dan
Poecilia reticulate maupun Copepoda predator seperti Cyclopoidea.

b. Menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis serotipe H-14 yang efektif


untuk spesies Aedes aegypti dan Aedes stephensi yang ramah
lingkungan tetapi harus dilakukan berulang.

3. Manajemen kimiawi

Pengendalian kimiawi dilakukan dengan cara pengendalian menggunakan zat


kimia. Cara pengendalian ini dapat dilakukan dengan :

a. Pengasapan / fogging menggunakan malathion atau fenthion. Namun


pengasapan kurang efektif karena hanya membunuh nyamuk dewasa.

b. Menaburkan bubuk abate, bubuk Temephos/Altosoid 2-3 bulan sekali


sebanyak 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk
100 liter air pada tempat penampungan air untuk membunuh larva yang
sulit dikuras.

Di Indonesia, cara pencegahan DBD yang paling dikenal masyarakat luas


sekaligus cara yang paling mudah dan efektif adalah 3M Plus. 3M Plus yaitu,
menguras dan menyikat tempat penampungan air minimal seminggu sekali,

30
menutup setelah menggunakannya serta menimbun barang bekas yang berpotensi
sebagai tempat perindukan nyamuk. Selain itu, dapat dilakukan dengan
melakukan tindakan plus seperti menggunakan kelambu saat tidur, memasang
kasa, menggunakan obat nyamuk oles/ repellant, memeriksa jentik nyamuk secara
berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.10

Sejak September 2016, BPOM telah menyetujui peredaran vaksin dengue di


Indonesia. Vaksin dengue merupakan vaksin untuk mencegah infeksi dengue atau
mengurangi risiko terkena infeksi dengue yang berat. Usia yang paling efektif
untuk memberikan vaksin dengue adalah rentan 9-16 tahun. Vaksin ini diberikan
sebanyak 3 kali dalam dengan masing-masing jarak pemberian 6 bulan. Namun
kelemahan dari vaksin ini adalah harganya yang kurang terjangkau.26

2.11 Prognosis Demam Dengue


Terapi yang cepat, tepat dan adekuat memberikan prognosis yang baik.
Angka kematian penyakit DBD masih tergolong tinggi. Perjalanan penyakit pada
anak-anak umumnya lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa.10

31
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : NI
No CM : 198447
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Tgl MRS : 19 April 2018
Tgl Pemeriksaan : 23 April 2018

3.2 HETEROANAMNESIS
Keluhan utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Mangusada tanggal 19 April 2018, dengan
keluhan demam sejak 4 hari yang lalu awalnya pasien merasa tidak enak badan
pada sore hari, dan mulai mengigil seperti kedinginan, kemudian panas tubuhnya
meningkat, demam tinggi pada malam hari diukur dengan thermometer dengan
suhu 37.6oC, demam membaik dengan pemberian obat penurun panas yang ia
minum sebanyak 1 kali, dan juga membaik jika diberikan kompres hangat, demam
ini membuat pasien tidak dapat tidur semalaman. Demam naik dimalam hari turun
atau membaik di pagi hari.
Demam juga disertai nyeri kepala, serta nyeri pada sendi, kurang lebih 1
hari setelah demam dirasakanya. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala, tidak
berdenyut, terasa seperti ditekan. Nyeri sendi juga dirasakan pada bagian
persendian lengan, kaki, leher. Nyeri sendi dan nyeri kepala ini membaik juga
setelah diberikan obat, dan muncul kembali jika demamnya kembali naik.

32
Selain itu pasien juga mengeluh batuk sejak 4 hari yang lalu berbarengan
dengan demam, batuk tidak terlalu mengganggu, membaik dengan meminum air
hangat, dan juga membaik saat istirahat.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Keluhan demam naik turun disertai nyeri pada sendi baru pertama kali
dirasakannya, jika ada demam pasien biasa mengkonsumsi paracetamol yang ia
beli dari apotek terdekat.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat gejala serupa yang dialami olehnya disangkal oleh keluarga
pasien. Riwayat penyakit sistemik dalam keluarga seperti tekanan darah tinggi,
kencing manis, kelainan jantung, TBC disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, di lingkungan
sekolah didapatkan teman sekelasnya yang tidak masuk sekolah dikarenakan
demam naik turun.

Riwayat Persalinan
Pasien lahir per vaginam. Dikatakan cukup bulan yaitu 38 minggu, dengan
berat badan lahir 2.700gr, panjang badan lahir lupa, dan segera menangis setelah
lahir.

Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dikatakan BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3
kali, Campak 1 kali. Pasien dikatakan tidak pernah menerima vaksin dengue.

Riwayat Nutrisi
ASI : sejak lahir hingga usia 3 bulan dengan frekuensi on
demand
Susu formula : sejak usia 7 minggu dengan frekuensi on demand

33
Bubur susu : sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
Nasi Tim : sejak usia 8 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
Makanan dewasa : sejak usia 10 bulan dengan frekuensi 3-4 kali/hari

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakan kepala : 3 bulan
Membalikan Badan : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 14 bulan

3.3 PEMERIKSAAN FISIS


Status present:
Kondisi Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : E4V5M6 /Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/mnt, isi cukup, kuat angkat cukup regular
Respirasi : 26 x/mnt
Suhu aksila : 37 °C

Status Antropometri
Berat badan : 37 kg
Tinggi badan : 149 cm
Berat badan ideal : 41 kg
BB/U : P25-P50
TB/U : P25-P50
BB/TB : P25-P50
Status Waterlow : 90,2% (Gizi baik)

Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan cairan : 1.840ml/hari

34
Kebutuhan kalori : 40-65 kkal/kg/hari ~1.650-2.665 kkal/hari
Kebutuhan protein : 0,9 gr/kgBB/hari ~36,9 gr/hari

Status general:
Kepala : Normocephali, cekung (-)
Wajah : Sianosis (-)
Mata : Konjungtiva hiperemis -/-, konjungtiva anemis(-/-);
sklera icterus (-/-), pupil reflex (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)
THT
Telinga : Hiperemis -/-, sekret-/-
Hidung : Hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Tenggorokan : T1/T1, faring hiperemis (+)
Lidah : Sianosis (-), lidah licin (-), lidah kotor (-)
Bibir : Sianosis (-), mukosa bibir bersih, dan basah
Leher : kelenjar tiroid normal, pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, retraksi (-)
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : sulit dievaluasi
Auskultasi : S1/S2 normal reguler, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris , retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Aksila : Pembesaran Kelenjar getah bening (-)
Abdomen
Inspeksi : Hepatosplenomegali (-), ascites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

35
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Hangat (+), edema (+), petekie (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterus (-), turgor normal
Inguinal : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Pemeriksaan Lain
Uji Torniquet : Negatif

36
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

37
38
39
40
3.5 DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Berdarah Dengue Grade I
2. Demam Tifoid

3.6 DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue Grade I

3.7 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 24 tpm
- Paracetamol ¾ tablet (375 mg) @ 8 jam
- Ambroxol 30 mg @ 8 jam

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pada kasus, pasien datang dengan keluhan demam mendadak


tinggi sejak 4 hari yang lalu, demam pada malam hari sempat diukur dengan
termometer dan menunjukkan suhu 37,6oC, demam membaik dengan pemberian
obat penurun panas dan kompres hangat. Demam naik dimalam hari turun dan
membaik di pagi hari. Pasien juga mengeluh nyeri kepala serta nyeri pada sendi
kurang lebih 1 hari setelah munculnya keluhan demam. Nyeri kepala dirasakan di
seluruh kepala, tidak berdenyut, terasa seperti ditekan. Nyeri sendi juga dirasakan
pada bagian persendian lengan, kaki, dan leher. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
kriteria diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan bila ditemukan gejala
demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain meliputi:
a) Demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi, terus menerus, bifasik
b) Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena maupun uji
tourniquet positif
c) Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retro orbital
d) Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
lingkungan rumah
e) Leukopenia <4000/mm3
f) Trombositopenia <100.000/mm3
Berdasarkan kriteria klinis diagnosis demam dengue, pada pasien ini
memenuhi kriteria klinis yaitu demam tinggi mendadak tanpa disertai dengan
sebab yang jelas yang berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, serta adanya
nyeri pada daerah persendian. Selain itu, berdasarkan anamnesis mengenai
riwayat sosial pasien, di lingkungan sekolah pasien didapatkan teman sekelas
pasien juga tidak masuk sekolah dikarenakan sakit panas seperti pasien, yaitu
mengalami DBD. Berdasarkan kriteria laboratorium, pada kasus terdapat adanya
penurunan trombosit hingga di bawah 100.000/mm3 dengan nilai trombosit pasien
ini mencapai 54 x 103/uL (nilai normal 150 – 440 x 103/uL).

42
Pada pasien ini didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue Grade I yang
ditandai dengan adanya manifestasi klinis berupa demam tinggi yang berlangsung
selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, serta ditemukan pula nyeri kepala dan
nyeri pada persendian. Pada pemeriksaan fisik didapatkan uji tourniquet yang
positif, serta pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan penurunan trombosit
hingga dibawah 150.000/mm3 (54 x 103/uL), meskipun tidak ditemukan adanya
peningkatan hematokrit >20% atau hemokonsentrasi. Kemungkinan sudah
terdapat kebocoran plasma namun tidak masif sehingga tidak menyebabkan
terjadinya peningkatan hematokrit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue dibedakan menjadi 5, seperti
pada tabel berikut ini:

DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium


DD Demam disertai minimal − Leukopenia (jumlah
dengan 2 gejala leukosit ≤4000 sel/mm3)
− Nyeri kepala − Trombositopenia (jumlah
− Nyeri retro-orbital trombosit <150.000
− Myalgia sel/mm3)
− Arthralgia − Tidak ada bukti
perembesan plasma
− Serologi Dengue Positif

DBD I Gejala di atas ditambah Trombositopenia <150.000


dengan uji bendung positif sel/mm3, bukti kebocoran
plasma
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <150.000
perdarahan spontan sel/mm3, bukti kebocoran
plasma
DBD* III Seperti derajat I atau II Trombositopenia <150.000
ditambah kegagalan sirkulasi sel/mm3, bukti kebocoran
(kulit dingin dan lembab plasma;
serta gelisah)
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia <150.000
darah dan nadi yang tidak sel/mm3, bukti kebocoran
terdeteksi plasma
*DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Shock Syndrome(DSS)

43
Berdasarkan pada kasus, pasien diberikan terapi suportif berupa pemberian
cairan sebanyak 1840 ml/hari yang telah disesuaikan dengan berat badan pasien.
Pemberian cairan dilakukan dengan cara oral sebanyak 112 ml/hari dan dibantu
dengan IVFD RL 72 ml/jam ~ 24 tpm. Terapi simptomatik yang diberikan pada
pasien ini adalah pemberian antipiretik berupa paracetamol sirup 10 mg/kgbb/kali
atau setara dengan 370 mg/kali minum. Paracetamol tablet dapat diberikan
sebanyak 2 tablet/kali apabila suhu ≥ 38oC dan dapat diulang setiap 8 jam. Pasien
juga diistirahatkan dengan bed rest. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tatalaksana
pasien dengan DD dan DBD pada dasarnya adalah terapi yang bersifat suportif
dan simptomatis. Terapi suportif dapat berupa penggantian cairan yang merupakan
pokok utama dalam penatalaksanaan DD dan DBD. Hal ini dilakukan untuk
mencegah pasien mengalami syok akibat kebocoran plasma yang terjadi. Pada
pasien dengan DBD, pemberian cairan dapat dilakukan melalui oral maupun
intravena dan disesuaikan dengan kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal.
Sedangkan terapi simptomatis diberikan sesuai dengan keluhan yang dialami
pasien seperti pemberian antipiretik dan istirahat.
Monitoring tanda vital dan status klinis penting dilakukan untuk dapat
mencegah munculnya komplikasi lebih lanjut. Selain itu, juga perlu monitoring
perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase kritis), balance cairan
dan produksi urine ditampung minimal 8-12 jam, hematokrit (sebelum dan
sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan
fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
Selain itu perlu dilakukan KIE kepada orang tua pasien agar turut membantu
memantau asupan nutrisi serta cairan pasien. Langkah-langkah pencegahan
demam berdarah juga perlu dijelaskan kepada orang tua pasien agar tidak ada
infeksi berulang.
Prognosis pasien dengan DBD biasanya tergantung pada kecepatan dan
ketepatan penanganan yang diberikan. Pada pasien ini tergolong dubius ad bonam
karena pasien sudah mendapat penanganan dengan cepat sebelum munculnya
komplikasi, terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik.

44
1 3 4 5

PERJALANAN2PENYAKIT 6 7 89

Demam Demam (Tax 37,70C) Demam (Tax Demam


Demam (Tax (Tax
mendadak Nyeri kepala 37,80C) 36,70C)
36,50C)
37,60C)
dengan suhu Nyeri Nyeri kepalaNyeri kepala dan
Nyeri sendi
terukur kepala dan membaik
Batuk dan pilek (sekretNyeri sendi nyeri
Nyeri sendi
sendi tidak ada
37,60C nyeri sendi Batuk
Batuk dan pilek dan pilek tidak
hidung +/+, faring Batuk dan pilek
Batuk (+), hiperemis +) (sekret hidung
ada +/+,
(sekret
(sekret hidung
hidung +/+,
Pilek (+) Uji tourniquet + -/-,
faring hiperemis faring hiperemis
faring+)hiperemis +)
Laboratorium Uji tourniquet
-)
Uji-tourniquet -
Hematocrit: 41,8% Laboratorium Uji tourniquet -
Laboratorium
Leukosit: 2,86x103/uLHematokrit:Laboratorium
39,3%
Hematokrit: 39,3%
Trombosit: 64x103/uL Leukosit: Hematokrit:
Leukosit: 39,5% 39,3%
5,62x103/uLLeukosit:
5,62x103/uL
4,31x103/uL
Trombosit: 3,95x103/uL
Trombosit:
54x103/uL Trombosit:
54x103/uL
58x103/uL
86x103/uL
Demam naik turun Dibawa ke RS
(naik saat malam Demam (Tax 37,70C)
hari, turun saat Nyeri kepala
pagi/siang hari) Nyeri sendi
Demam turun Batuk dan pilek (sekret
dengan obat hidung +/+, faring
penurunn panas hiperemis +) Demam terus sepanjang hari
dan kompres Uji tourniquet + Demam tidak turun dengan
hangat Laboratorium obat penurunn panas dan
Hematokrit: 40,8% kompres hangat
Leukosit: 2,21x103/uL
Trombosit: 75x103/uL

45
BAB V
KESIMPULAN

Keluhan utama pada pasien NI (perempuan, 12 tahun) berupa demam.


Demam dikatakan muncul sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh nyeri kepala, nyeri pada daerah persendian, dan batuk yang muncul
bersamaan dengan keluhan demam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital
normal. Hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap pertama kali didapatkan
perubahan kadar platelet yang rendah, 75 x 103/uL dan terus menurun hingga nilai
paling rendah yaitu 54 x 103/uL. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
disimpulkan pasien memenuhi kriteria demam dengue. Penatalaksanaan pada
pasien ini secara suportif, dengan bed rest, terapi cairan, antipiretik ketika suhu
pasien ≥ 38°C, dan ambroxol. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan,
klinis dan darah lengkap karena komplikasi syok.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. Edisi Keenam.
2014;539-548.
2. Kementerian Kesehatan R.I. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2015.
3. WHO. Dengue and dengue haemorrhagic fever. 2014. Tersedia dari http://
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en.
4. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia.
5. Putra, T.R., Suega, K., Artana, I.G. Demam Berdarah Dengue. Dalam:
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah,
Denpasar. 2013;559-569.
6. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock
Syndrome. Tersedia dari http://www.pediatriconcall.com. Diakses: 24
November 2017.
7. Center for Disease Control and Prevention. Dengue. June 2014. Tersedia
dari https://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/index.html
8. Paisal, et al. Serotipe virus Dengue di Provinsi Aceh. Aspirator-Journal of
Vector-borne Disease Studies, 2015:7-12.
9. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever : An
Indonesia Perspective. Majalah Kedokteran Atma Jaya 2011 Jan : 3 (1) :
37-49.
10. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996.
11. Irianto, K.,Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan
Klinis. CV. Alfabeta. Bandung. 2014
12. Center for Disease Control and Prevention. Dengue - Entomologi/Ecology.
2012. Tersedia dari
https://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html

47
13. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2(2):110-119
14. Guzman M, Halstead S, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Gubler D et al.
Dengue: a continuing global threat. Nature Reviews Microbiology.
2010;8(12):S7-S16
15. Sellahewa. Pathogenesis of Dengue Haemorragic Fever and Its Impact on
Case Management. Malaysia. Departmen of Medicine. 2013.
16. Hardinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan Tata
LaksanaInfeksi Virus Dengue padaAnak. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2014:13-32.
17. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of
Dengue. 2012
18. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock
Syndrome. Last updated on 01-08-2010, Available on
http://www.pediatriconcall.com. Accessed: 9 Oktober 2015.
19. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996.
20. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-06-2011.
Tersedia dari www.dinkes-dki.go.id/db.html. Diakses 24 November 2017.
21. Sumakto, Sumakto, dkk. 2013. "Risiko Kenaikan Hematokrit Terhadap
Terjadinya Syok Pada Kasus Demam Berdarah Dengue."Jurnal
Kedokteran Brawijaya 20.2 :pp-62.
22. Setiawan, Meddy. 2012. "Demam Berdarah Dengue (DBD) dan NS1
Antigen untuk Deteksi Dini Infeksi Akut Virus Dengue." Jurnal Saintika
Medika 6.12
23. Hadinegoro SR., Moedjito., Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014
24. Arhana BNP, Utama MGDL, dan Gustawan IW. Infeksi dan Penyakit
Tropis. Dalam: Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak, RSUP
Sanglah, Denpasar. Edisi tahun 2010. 2010;208-214.

48
25. Biswas A., Devgan V., Pangtey G., dkk. National Guidelines for Clinical
Management of Dengue Fever. Goverment of India; 2014
26. Fadhila, S.R. Sekilas Tentang Vaksin Dengue. Tersedia dari
www.idai.or.id. Diakses : 23 November 2017); 2017.

49

Anda mungkin juga menyukai