Karena Indeks pendapatan berada pada pertengahan titik maksimum dan minimum maka
kasus Armenia pada th 1999 terdapat efek utilitas marjinal yang semakin menurun.
Untuk mencari Indeks Usia harapan hidup didapatkan dari usia harapan hidup negara
tersebut dikurangi 25 th. Kemudian UNDP membagi hasilnya dengan 85 dikurangi 25 atau 60
yang mencerminkan usia harapan hidup yang diharapkan. Contoh armenia pada th 1999
mempunyai usia harapan hidup 72,7. Maka
Indeks Pendidikan terbag atas 2 bagian dimana bobot dua per tiga untuk baca tulis dan
sepertiga untuk masa bersekolah. Indeks ini dibatasi 100 % . di armenia kemampuan baca tulis
orang dewasa diperkirakan 98,3 % dan 79,9 % penduduk armenia diperkirakan bersekolah,
maka
Maka IPM Armenia= 1/3 ( 0,517) + 1/3 (0,975) + 1/3 ( 0,922) = 0,745
Provinsi Angka Harapan hidup Angka Melek Huruf Rata2 lama sekolah
‘99 ‘02 ‘04 ‘05 ‘99 ‘02 ‘04 ‘05 ‘99 ‘02 ‘04 ‘05
DKI Jakarta 1 72.3 72.4 72.5 8 98.2 98.3 98.3 9 10.4 10.4 10.6
DI Yogyakarta 9 72.4 72.6 72.9 5 85.9 85.8 88.7 7.9 8.1 8.2 8.4
Kaltim 69 69.4 69.7 70.3 6 95.2 95.0 95.3 7.8 8.5 8.5 8.7
Riau 8 68.1 69.8 70.7 7 96.5 96.4 97.8 7.3 8.3 8.2 8.4
Maluku 4 65.5 66.2 66.2 8 96.3 97.8 98.0 7.6 8.0 8.4 8.5
Sulut 5 70.9 71.0 71.7 2 98.8 99.1 99.3 7.6 8.6 8.6 8.8
Kalteng 2 69.4 69.8 70.7 8 96.4 96.2 97.5 7.1 7.6 7.8 7.9
Sumut 3 67.3 68.2 68.7 9 96.1 96.6 97.0 8.0 8.4 8.4 8.5
Sumbar 5 66.1 67.6 68.2 7 95.1 95.7 96.0 7.4 8.0 7.9 8.0
Bali 6 70.0 70.2 70.4 8 84.2 85.5 86.2 6.8 7.6 7.3 7.4
Indonesia 66.2 66.2 67.6 68.1 88.4 89.5 85.5 86.2 6.7 7.1 7.2 7.3
1. Strategi pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan
modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan
memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui
proses merambat ke bawah (trickle–down effect ) pendistribusian kembali.
Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya
pertumbuhan ekonomi.
Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang
terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
3. Strategi Ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan kedua mendorong para ahli ekonomi
mencari alternatif lain sehingga pada tahun 1965 muncul strategi pembangunan dengan
nama strategi ketergantungan. Inti dari konsep strategi tergantungan adalah :
Kemiskinan di negara – negara berkembang lebih disebabkan karena adanya
ketergantungan negara tersebut dari pihak / negara lainnya. oleh karena itu jika suatu
Negara ingin terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, Negara tersebut
harus mengarahkan upaya pembangunan ekonominya pada usaha melepaskan diri dari
ketergantungan dari pihak lain. langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah :
meningkatkan produksi nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam
bidang produksi, lebih mencintaiproduk nasional, dan sejenisnya.
Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan “…….
Teori ketergantungan tersebut memang cukup relevanm namun sayangnya telah mnjadi
semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk membangun masyarakat
sendiri (Self Development). sebab selalu akan gampang sekali bagai kita untuk
menumpahkan semua kesalahan pada pihak luar yang memeras, sementara pemerasan
yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat kita sendiri dibiarkan saja …….” (Kothari
dalam Ismid Hadad, 1980).
Ada dua cara untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia yakni :
1. Makmur dan Adil (Growth and Equity), dan
2. Makmur dengan Adil (Growth with Equity)
Cara pencapaian ini dikenal dengan istilah tujuan makmur dengan adil (growth with equity
objectives). Dasar logika dari pendekatan ini adalah bahwa pembangunan ekonomi terdiri dari
serangkaian proyek pembangunan. Dalam mengimplementasikan setiap proyek mestinya tidak
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, melainkan sekaligus mempertimbangkan
pembagian keuntungan dari proyek tersebut. Pendekatan ini disponsori oleh lembaga-lembaga
internasional seperti The World Bank, Organisasi Pembangunan Industri PBB, Organisasi
Negara-negara Maju, dll.
Cara pencapaian yang kedua ini telah banyak diperdebatkan di Indonesia pada tahun 1976.
Banyak menteri kabinet waktu itu lebih menghendaki cara pencapaian yang pertama
(pertumbuhan dan pemerataan). Namun, barang kali sebagian disebabkan oleh tekanan luar
negeri, terutama Bank Dunia, pendekatan kedua terpaksa disetujui dan diterapkan mulai pada
Pelita III melalui delapan jalur pemerataan. Sejak Pelita III (1979) tujuan pemerataan
ditempatkan diatas tujuan pertumbuhan. Demikianlah tujuan pembangunan diimplementasikan
pada waktu itu, namun tampaknya tidak begitu lama setelah itu sampai sekarang, tidak lagi
terdengar istilah delapan jalur pemerataan tersebut. Disamping itu, juga tidak jelas bagaimana
ukuran keberhasilan tujuan pembangunan itu diperoleh, apakah dibiarkan begitu saja terpisah
antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ketimpangan pembagian pendapatan.
Setelah tahun 1979 tingkat pertumbuhan pendapatan nasional tidak secara nyata berbeda dari
periode sebelumnya. Demikian juga halnya dengan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan
nasional.