Esdm Sde PDF
Esdm Sde PDF
SUPPLY DEMAND
ENERGI
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
kami sampaikan hasil kajian evaluasi dan analisis Supply-Demand
Energi Tahun 2012. Laporan ini menggambarkan kondisi pasokan
dan kebutuhan energi data tahun 2011 dan faktor-faktor yang
memengaruhi dinamika kondisi tersebut serta upaya-upaya yang
dilakukan untuk mengatasinya.
Penyusun
Daftar Isi
Energy Overview 1
Overview Energi Primer 1
Overview Energi Final 3
Perkembangan Ekonomi Makro dan Peran Energi dalam
Perekonomian Nasional 7
Peran Sektor Energi dalam Perekonomian Nasional 10
Analisa Supply dan Demand Minyak 13
Harga 14
Produksi Minyak Bumi 16
Produksi BBM 19
Kebutuhan Minyak Bumi 22
Kebutuhan BBM 24
Konsumsi BBM Sektor Transportasi 25
Konsumsi BBM Sektor Industri 29
Konsumsi BBM Sektor Pembangkit 30
Konsumsi BBM Sektor Rumah Tangga 31
Konsumsi BBM Sektor Komersial 32
Konsumsi BBM Sektor Lainnya 33
Kebutuhan LPG 34
Ekspor-Impor 35
Analisa Supply dan Demand Gas 38
Harga 39
Produksi 40
Kebutuhan 42
Gas Bumi untuk Industri 43
Gas Bumi untuk Pembangkit 45
Ekspor-Impor 45
Analisa Supply dan Demand Batubara 47
Harga 48
Produksi 49
Kebutuhan Batubara untuk Pembangkit 51
Kebutuhan Batubara untuk Industri 52
Ekspor-Impor 53
Analisa Supply dan Demand Listrik 55
Harga 55
Produksi 56
Konsumsi/Penjualan 59
Analisa Supply Demand Energi Baru Terbarukan 62
Potensi 62
Pemanfaatan 64
Analisa dan Rekomendasi Kebijakan Dalam Pengembangan
Energi 66
Evaluasi Peranana Sektor dalam Perekonomian Nasional 66
Pengaturan Harga Energi 66
Kebijakan Domestic Market Obligation 67
Penurunan Produksi Minyak Naasional 68
Infrastruktur Energi 68
Energy Overview
Keseimbangan interaksi supply-demand energi dapat ditunjukan
melalui neraca energi. Melalui format ini, alur dan besaran yang terjadi
dalam proses penyediaan dan pemanfaatan energi dapat diketahui
termasuk efisiensi yang terjadi selama porses penyediaan energi
hingga akhirnya dapat digunakan oleh sektor pengguna.
1
rata-rata 15,1% per tahun dari 323.569 ribu SBM menjadi 1.483.738
ribu SBM. Sementara minyak bumi cenderung mengalami penurunan
produksi rata-rata 4% per tahun dari 517.489 ribu SBM menjadi
329.265 ribu SBM. Di sisi lain, ekspor batubara juga mengalami
peningkatan yang sangat cepat, dengan rata-rata pertumbuhan
mencapai 15,3% per tahun dari 245.534 ribu SBM menjadi 1.145.220
ribu SBM. Sementara pada sisi impor, produk petroleum merupakan
jenis energi yang mengalami pertumbuhan impor sangat besar hingga
mencapai 15,1% per tahun dari 93.285 ribu SBM menjadi 311.472 ribu
SBM selama kurun waktu 2000 s.d 2011.
2
mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan peningkatan
yang terjadi pada sisi konsumsi energi primer. Dibandingkan kondisi
pada 2010, masing-masing produksi, impor, dan ekspor energi primer
2011 meningkat 10,76%, 60,15%, dan 19,45%. Sementara konsumsi
energi primer dalam negeri hanya meningkat 1,7%. Peningkatan
produksi yang tidak diimbangi dengan peningkatan konsumsi
dapat berarti bahwa kebijakan pengelolaan energi di Indonesia
belum sepenuhnya menjadikan sumber energi sebagai sumber
pembangunan negara, sumber energi baru sebatas berupa komoditas
yang menguntungkan untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan.
3
Grafik 3. Konsumsi Energi Final per Jenis Energi 2000-2010
Bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi energi yang paling besar
dikonsumsi dibandingkan dengan jenis energi lainnya. Konsumsi
BBM pada tahun 2011 mencapai 365 juta SBM atau setara dengan
32,7% (dengan bilomassa) dan 43,6% (tanpa biomasa) terhadap total
konsumsi energi final seluruhnya. Sementara LPG merupakan jenis
energi yang mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dengan
energi jenis lainnya. Pada tahun 2011, konsumsi LPG mencapai 37.046
ribu SBM atau tumbuh 15,56% dibandingkan konsumsi pada tahun
sebelumnya. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh perluasan program
konversi minyak tanah ke LPG ke wilayah-wilayah yang sebelumnya
belum terjangkau oleh program ini. Konsumsi listrik pada tahun 2011
juga menunjukan peningkatan yang cukup besar hingga 8,04% jika
dibandingkan pada tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi listrik
tidak lepas dari program-program dan kebijakan Pemerintah dan PLN
dalam rangka meningkatkan rasio eletrifikasi nasional, mengurangi
pemadaman bergilir dan melakukan program sambungan satu juta
pelanggan.
4
Grafik 4. Perbandingan Konsumsi Energi Final 2010 dan 2011
5
Gambar 1. Komposisi Penggunaan Energi Final Berdasarkan Sektor 2010-2011
6
Perkembangan Ekonomi
Makro dan Peran Energi
dalam Perekonomian
Nasional
Meskipun secara global pada tahun 2011 kondisi ekonomi dunia
sedang mengalami perlambatan akibat krisis utang Eropa, namun
ekonomi Indonesia dapat menunjukan kemampuannya untuk tetap
bertahan, terlihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi hingga
6,5%, merupakan angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, disertai
realisasi inflasi pada angka 3,79%, jauh di bawah target inflasi yang
ditetapkan di dalam APBNP 2011 5,65% . Pertumbuhan tersebut juga
didukung dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang ditunjukan dari
pertumbuhan investasi menjadi 8%, konsumsi rumah tangga 4,7%,
ekspor naik 29,05% mencapai US$203,62 miliar sedikit diatas target
pemerintah sebesar US$200 miliar, tingkat pengangguran menurun
dari 7,1% pada tahun 2010 menjadi 6,6% pada 2011 dan kemiskinan
dari 13,33% menjadi 12,36%, pemerataan pertumbuhan ekonomi
antar wilayah yang semakin membaik, cadangan devisa meningkat
dari US$95,3 miliar menjadi US$110,12 miliar, dan nilai tukar rupiah
menguat 3,56% menjadi Rp 8.786 per dolar AS dari sebelumnya Rp
9.080 per dolar AS. Indonesia juga mencatatkan surplus yang relatif
besar sebesar US$11,9 miliar pada neraca transaksi berjalan maupun
transaksi modal.
7
sehingga harga dapat lebih terkendali dan daya beli masyarakat tetap dapat terjaga.
Hal lain yang mendukung ekonomi Indonesia adalah struktur demografi masyarakat
indonesia yang sebagian besar berada dalam usia produktif.
Tabel 1.Nilai
Tabel 1. NilaiPDB PDB
MenurutMenurut Lapangan
Lapangan Usaha Usaha Tahun 2009-2011
Tahun 2009-2011
Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2011 mencapai Rp 2.463,2
triliun, sedangkan pada tahun 2010 hanya Rp 2.178,9 triliun. Jika
dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2011 meningkat Rp
990,8 triliun dari Rp 6.436,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp
7.427,1 triliun
8
Ekonomi indonesia tahun 2011 masih banyak dipengaruhi oleh tiga
sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan
sektor perdagangan. Peranan ketiga sektor tersebut dalam distribusi
PDB nasional mencapai 52,8 %. Sektor industri memberikan peran
sebesar 24,3 %, sektor pertanian 14,7 %, dan sekor perdagangan 13,8
%. Dibandingkan tahun 2010, dari ketiga sektor tersebut hanya sektor
perdagangan yang mengalami peningkatan peranan dari sebelumnya
13,7 %, sementara peranan sektor industri dan pertanian mengalami
penurunan dari sebelumnya 24,8 % untuk sektor industri dan 15,3
% untuk sektor pertanian. Jika dibandingkan berdasarkan provinsi-
provinsi di Indonesia; DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat adalah
tiga provinsi penyumbang terbesar PDB nasional dengan kontribusi
masing-masing sebesar 16,5 %, 14,7 %, dan 14,3 %.
9
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Non Migas 5 Negara Utama Tujuan Ekspor Indonesia
NILAI (Juta USD) VOLUME (Juta Kg)
Negara Tujuan Ekspor 2010 2011 Growth Share 2011 Share
2011/10 2011 2011
Jepang 16.497 18.332 11,1% 11,3% 41.826 8,0%
Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation * 12.087 3.366 -72,2% 2,3% 35.423 6,8%
Rubber and articles thereof * 1.233 1.933 56,8% 1,3% 447 0,1%
Electrical machinery and equipments; sound
recorders/reproducers, visu* 1.240 1.115 -10,0% 0,8% 58 0,0%
Amerika Serikat 13.327 15.685 17,7% 9,7% 3.788 0,7%
Rubber and articles thereof * 2.183 3.210 47,1% 2,2% 753 0,1%
Articles of apparel and clothing accessories, knitted or
crocheted* 1.836 1.966 7,1% 1,3% 147 0,0%
Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or
crocheted* 2.041 1.937 -5,1% 1,3% 101 0,0%
Singapura 9.554 11.116 16,4% 6,9% 8.258 1,6%
Electrical machinery and equipments; sound
recorders/reproducers, visu* 2.212 2.357 6,6% 1,6% 80 0,0%
Nuclear reactors, boilers, machinery and mechanical
appliances; partspearls,* 1.303 1.279 -1,9% 0,9% 87 0,0%
Tin and articles thereof boilers, machinery and mechanical
appliances; parts* 1.123 1.368 21,8% 0,9% 63 0,0%
Cina 14.081 21.595 53,4% 13,3% 205.519 39,3%
Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation* 6.024 6.592 9,4% 4,4% 104.450 20,0%
Ores, slag, and ash* 1.387 2.621 88,9% 1,8% 91.004 17,4%
Animal or vegetable oils/fats and their cleavage products* 2.446 2.831 15,7% 1,9% 2.902 0,6%
India 9.851 13.279 38,8% 8,2% 81.615 15,6%
Animal or vegetable oils/fats and their cleavage products* 4.567 5.010 9,7% 3,4% 5.126 1,0%
Mineral fuels, mineral oils and products of their distillation* 2.484 4.292 72,8% 2,9% 74.705 14,3%
Ores, slag, and ash* 977 1.043 6,8% 0,7% 360 0,1%
10
Di dalam APBN-P 2011, sektor ESDM ditargetkan menyumbang Rp
336,93 triliun atau setara dengan 29% dari total rencana penerimaan
negara 2011 sebesar Rp 1.165, 25 triliun, dimana penerimaan
dari sektor migas ditargetkan mencapai Rp 249,59 trilliun. Jika
dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, target penerimaan
sektor ESDM tahun 2011 meningkat 16,65%. Dari Rp 336,93 triliun
yang ditargetkan, realisasi penerimaan negara dari sektor ESDM
diperkirakan mencapai 151% yaitu Rp 387,97 triliun, terdiri dari
penerimaan migas Rp 278,4 triliun, pertambangan umum Rp 107,3
triliun, panas bumi Rp 0,4 triliun, dan lainnya Rp 1,8 triliun.
11
barang tambang ke luar negeri sehingga kontribusi sektor pertambangan terhadap
negara tidak ada.
Tabel
Tabel 3. Penerimaan
3. Penerimaan Negara
Negara Sektor ESDMSektor
Target danESDM
Realisasi Target dan Realisasi
2010 2011
Satuan
Realisasi APBN-P Realisasi
PENERIMAAN SEKTOR ESDM 288,84 336,93 387,97
Migas 220,99 249,59 278,39
Pertambangan umum Rp Triliun 68,82 86,12 107,27
Panas bumi 0,52 0,36 0,43
Lain-lain 0,52 0,86 1,89
Sumber : Kementerian ESDM
12
Analisa Supply dan Demand
Minyak
Selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan cadangan terbukti
minyak bumi sebesar 92,5 juta barel per tahun, atau dengan kata
lain selama sepuluh tahun cadangan minyak dan kondensat nasional
hilang sebesar 1 miliar barel.
13
Selain usaha tersebut, perlu juga dipikirkan usaha pembentukan
cadangan strategis minyak bumi guna meningkatkan ketahanan
energi nasional seperti yang berlaku di beberapa negara antara lain
China yang memiliki cadangan strategis minyak setara 30 hari impor
minyak dan akan ditingkatkan menjadi 90 hari impor, serta Amerika
Serikat yang memiliki cadangan strategis lebih dari 700 juta barel atau
setara 35 hari konsumsi minyak nasional .
Harga
Di dalam APBN-P 2011 harga minyak mentah Indonesia ditetapkan
sebesar USD 95 per barel, namun antara Januari s.d Desember 2011
rata-rata realisasi ICP sebesar USD 111,55 per barel atau 17,42%
lebih tinggi dari perkiraaan yang terdapat di dalam APBN-P 2011.
ICP sempat mencapai USD 123 per barel pada April 2011, kemudian
kembali menurun dan berada pada kisaran USD 109-117 per barel.
selain faktor-faktor fundamental seperti adanya musim dingin ekstrim
di Eropa dan Amerika, menurunnya stok minyak mentah Amerika
Serikat, terhentinya suplai minyak dari jalur pipa Trans-Alaska akibat
kebocoran, faktor geopolitik seperti krisis politik di Timur Tengah dan
tumbangnya Khadafi di Libya juga mempengaruhi peningkatan harga
minyak serta adanya krisis ekonomi yang melanda wilayah Eropa dan
Amerika.
SLC/Minas
Sep 111,0 85,6 112,2 Rata-2 ICP dari 50 jenis Minyak Indonesia
70,00
Rata-2 ICP Jan-Des'11*)
02-M ei
06-M ei
12-M ei
18-M ei
24-M ei
30-M ei
03-J un
09-J un
15-J un
21-J un
27-J un
02-N op
08-N op
14-N op
18-N op
24-N op
30-N op
05-Okt
11-Okt
17-Okt
21-Okt
27-Okt
01-D es
07-D es
13-D es
17-D es
23-D es
29-D es
06-D es
12-D es
16-D es
22-D es
28-D es
01-J ul
07-J ul
13-J ul
19-J ul
25-J ul
29-J ul
01-F eb
07-F eb
11-F eb
17-F eb
23-F eb
01-M ar
07-M ar
11-M ar
17-M ar
23-M ar
29-M ar
04-Apr
08-Apr
14-Apr
20-Apr
26-Apr
01-Sep
07-Sep
13-Sep
19-Sep
23-Sep
29-Sep
04-Agus t
10-Agus t
16-Agus t
22-Agus t
26-Agus t
14
Bagi Indonesia sendiri, kenaikan harga minyak mentah menjadi
sebuah dilema tersendiri. Di satu sisi kenaikan harga minyak
mengakibatkan penerimaan negara ikut naik, namun pada saat yang
sama pengeluaran negara juga ikut melonjak, akibat adanya subsidi
yang diberikan untuk harga BBM dan listrik. Perhitungannya, setiap
kenaikan harga minyak sebesar USD 1 per barel, dengan asumsi kurs
Rp 9000, dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 3,37
triliun. Namun kenaikan tersebut juga mengakibatkan meningkatnya
pengeluaran negara hingga Rp 4,3 triliun .
15
subsidi untuk minyak tanah dan solar karena premium lebih
banyak digunakan untuk kendaraan pribadi yang memiliki kondisi
perekonomian yang lebih baik . Saat ini yang terjadi adalah, sebagian
besar yang menikmati subsidi BBM bukanlah golongan masyarakat
tidak mampu namun justru kelompok masyarakat yang memilki
kendaraan pribadi dengan kondisi prekonomian yang lebih baik.
Untuk jenis LPG non subsidi yaitu LPG 12 kg dan 50 kg, harga yang
berlaku pada tahun 2011 adalah Rp 5.950 per kg untuk LPG 12 kg
dan Rp 7.500 per kg untuk LPG 50 kg. Harga tersebut sesungguhnya
jauh di bawah harga pasar dunia namun karena Pemerintah tidak
mengizinkan Pertamina menaikan harga maka pada tahun 2011,
diperkirakan Pertamina menanggung kerugian sebesar Rp 4,9 triliun
dari penjualan LPG 12 kg dan 50 kg.
Produksi
Produksi Minyak Bumi
16
Grafik 1. Produksi Minyak Bumi Nasional
200 600
0 400
2000
200 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0
2000 of2001
Sumber : Handbook 2002and
Energy 2003Economic
2004 2005 2006 of
Statistic 2007 2008 2009
Indonesia 20122010 2011
Tabel 5. Sepuluh Produsen Minyak Terbesar Indonesia (ribu barel per hari)
17
PT Chevron Pacific Indonesia masih menjadi produsen minyak bumi
dan gas (Migas) terbesar di Indonesia pada tahun 2011, dengan
tingkat produksi sebesar 356.987 barel per hari, 169 barel lebih tinggi
dari target APBN-P 2011 sebesar 356.818 barel per hari. PT Pertamina
(Persero) menempati posisi kedua dengan produksi 123.518 barel per
hari. Peringkat ketiga ditempati oleh PT Total Indonesia E&P yang
beroperasi di Kalimantan Timur dengan tingkat produksi sebanyak
82.232 barel per hari, atau 9.768 barel lebih rendah dari target APBN-P
2011 sebesar 92 ribu barel.
18
mengantongi ijin kontrak kerja sama, hanya 46 wilayah kerja yang
menghasilkan minyak dan gas dimana dari ke 46 wilayah tersebut
41 diantaranya merupakan lapangan yang berasal dari kontrak lama
dibawah rejim UU No 8 tahun 1971.
Produksi BBM
Sebagian besar kilang minyak yang dimiliki Indonesia saat ini dimiliki
oleh Pertamina dengan usia rata-rata diatas 30 tahun, mengingat
sudah lebih dari 20 tahun tidak ada penambahan kapasitas kilang
minyak baru di Indonesia. Berdasarkan teknologinya sebelum tahun
1970 kilang yang dibangun adalah kilang dengan low processing
dimana spesifikasi kilang dirancang untuk mengolah minyak ringan.
Setelah 1970 kilang yang dibangun dirancang dengan spesifikasi high
processing untuk mengolah minyak berat baik yang berasal dari sumur
lokal maupun timur tengah. Dua kilang minyak lainnya (Tri Wahana
Universal, dan Tuban/TPPI) yang dikelola swasta belum mampu
melakukan produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan BBM
nasional.
Dari kapasitas kilang nasional sebesar 1.157 juta barel per hari, kilang
Pertamina memproduksi BBM nasional hanya mencapai 37,7 juta kilo
liter per tahun atau sekitar 0,65 juta barel per hari. Produksi tersebut
diantaranya terdiri dari premium 10,2 juta KL, solar 18,5 juta KL, minyak
tanah 2,3 juta KL, dan avtur 2,7 juta KL . Selain memproduksi bahan
bakar minyak, kilang-kilang minyak Pertamina juga menghasilkan
bahan bakar khusus seperti pertamax, pertamax plus, pertadex, LPG,
serta produk petrokimia seperti pelumas, aspal, propilen, dan naphta.
Terkait dengan rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan
BBM bersubsidi, Pemerintah perlu mempertimbangkan kemungkinan
impor BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax plus, Pertamina Dex)
karena produksi BBM non subsidi dalam negeri hanya 3,3 juta barel
per tahun, jauh di bawah kebutuhan BBM nasional dan terbatas hanya
19
pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi, Pemerintah perlu
mempertimbangkan kemungkinan impor BBM non subsidi (Pertamax, Pertamax plus,
Pertamina Dex) karena produksi BBM non subsidi dalam negeri hanya 3,3 juta barel per
tahun, jauh di bawah kebutuhan BBM nasional dan terbatas hanya dihasilkan dari
Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, dan Kilang Balpongan. Pertimbangan lainnya adalah
dihasilkan dari Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, dan Kilang Balongan.
adanya excess produksi BBM subsidi akibat kebijakan pembatasan tersebut.
Pertimbangan lainnya adalah adanya excess produksi BBM subsidi
akibat kebijakan pembatasan tersebut.
20
300.000 bph dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2010. Pertamina
juga sempat bekerjasama dengan NIORDC dari Iran dan Petrofield
dari Malaysia untuk membangun kilang Bojonegoro pada tahun
2009. Namun sampai saat ini belum ada satu pun kilang minyak baru
yang berhasil dibangun. Mundurnya rencana pembangunan kilang
di Indonesia banyak disebabkan oleh kecilnya insentif yang dapat
diberikan oleh Pemerintah kepada investor disamping masalah lain
seperti sulitnya pembebasan lahan.
21
Gambar 1. Sebaran dan Lokasi Kilang Minyak Indonesia
Permintaan
Kebutuhan Minyak Bumi
Total minyak mentah yang dibutuhkan oleh kilang minyak dalam negeri
pada tahun 2011 adalah sebesar 300,5 juta barel. Dibandingkan tahun
sebelumnya, kebutuhan minyak bumi tahun 2011 lebih rendah 40 juta
barel atau 11,7%. Dari jumlah tersebut 201,1 juta barel berasal dari
dalam negeri, sementara sisanya 99,4 juta barel berasal dari impor.
Sedangkan dari total jumlah kebutuhan minyak bumi yang berasal dari
domestik, 85,5% berasal dari bagian Pemerintah sementara sisanya
berasal dari pembelian langsung dari KKKS.
22
dari impor. Sedangkan dari total jumlah kebutuhan minyak bumi yang berasal dari
domestik, 85,5% berasal dari bagian Pemerintah sementara sisanya berasal dari
pembelian langsung dari KKKS.
Grafik 8. Perbandingan Kebutuhan Minyak Bumi Dari Domestik dan Impor ( Juta barel)
101,1
99,4
Impor
239,4 Domestik
201,1
2010 2011
Minyak mentah
Minyak mentah digunakan
digunakan oleh untuk
oleh kilang kilangmenghasilkan
untuk menghasilkan
produk minyakproduk
yang
minyak yanguntuk
dimanfaatkan dimanfaatkan untuk
keperluan dalam keperluan
negeri dalam
atau ekspor. negeri
Produk atau
minyak ekspor.
bumi yang
Produk
dihasilkanminyak bumi avtur,
meliputi avgas, yang minyak
dihasilkan meliputi
solar/disel, bensin,avgas, avtur,
dan minyak tanahminyak
yang
solar/disel,
termasuk ke dalam priduk BBM, serta produk non BBM seperti LPG, naptha, oli,priduk
bensin, dan minyak tanah yang termasuk ke dalam likln,
BBM, serta produk non BBM seperti LPG, naptha, oli, likln, spritus, dll.
spritus, dll.
23
teknologi kilang agar kilang-kilang yang relatif sudah berusia tua dapat ditingkatkan
kemampuannya kembali guna mengoptimalkan produksi yang dihasilkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan bahan bakar nasional.
Kebutuhan BBM
Kebutuhan BBM
Sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, sektor transportasi masih
menjadi sektor pengguna BBM terbesar di bandingkan dengan sektor-sektor lainnya
Sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, sektor
seperti industri, dan pembangkit listrik. Penggunaan bbm di sektor transportasi
transportasi masih menjadi sektor pengguna BBM terbesar di
mencapai 65%, pembangkit listrik 16%, industri 10%, rumah tangga 2%, komersial 1%,
bandingkan dengan sektor-sektor lainnya seperti industri, dan
dan sektor lainnya
pembangkit 6%,
listrik. dari total kebutuhan
Penggunaan BBMBBM pada tahun
di sektor 2011 yang mencapai
transportasi mencapai
65%, pembangkit listrik 16%, industri 10%, rumah tangga 2%,
komersial 1%, dan sektor lainnya 6%, dari total kebutuhan BBM pada
tahun 2011 yang mencapai 70,89 juta KL. Dibandingkan tahun 2010,
jumlah tersebut mengalami peningkatan 4,04% dari sebelumnya
68,14 juta KL.
24
Grafik 9. Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2011
25
Grafik 10. Konsumsi BBM di Sektor Transportasi 2000-2011
26
triliun rupiah membengkak menjadi 164,7 triliun rupiah11. Selain tidak menyehatkan
keuangan pemerintah, pemanfaatan subsidi BBM juga terbatas pada golongan
masyarakat yang memiliki kendaraan dan relatif mampu. Padahal, pengeluaran
tersebut akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk keperluan pembangunan
infrastruktur seperti jalan, jembatan, atau untuk peningkatan pelayanan pendidikan dan
lebih bermanfaat jika digunakan untuk keperluan pembangunan
kesehatan masyarakat yang kurang mampu.
infrastruktur seperti jalan, jembatan, atau untuk peningkatan pelayanan
pendidikan dan kesehatan masyarakat yang kurang mampu.
Tabel 8. Realisasi Volume BBM Bersubsidi 2011
Realisasi 2011 vs
Realisasi Realisasi
BBM bersubsidi APBN APBN-P APBN-P Realisasi
2010 2011
2011 2010
Premium 23,19 23,19 24,54 25,527 3,87 10,08
Minyak tanah 2,32 2,32 1,8 1,698 -6,01 -26,81
Solar 13,08 13,08 14,15 14,563 2,84 11,34
11
Paparan MENKEU disampaikan pada Raker Kom VII DPR, 6 Maret 2012
Pulau Jawa merupakan wilayah yang mengalami over kuota terbesar
dibandingkan wilayah lainnya. Untuk jenis premium over kuota yang
terjadi di wilayah Jawa mencapai 71,6% terhadap total kuota seluruh
Indonesia atau 712,8 ribu KL, sementara untuk jenis solar over kuota
yang terjadi di pulau Jawa mencapai 59,4 % atau 261,2 ribu KL.
27
Jika diperhatikan pada kondisi 2011, over kuota justru terjadi kepada
BBM yang disalurkan oleh PT. Pertamina sementara BBM bersubsidi
yang disalurkan oleh badan usaha lain seperti AKR dan Petronas tidak
mampu memenuhi target atau kuota yang ditetapkan. Pada tahun
2011, dari 38,47 juta kilo liter kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan
Pemerintah kepada PT. Pertamina, hingga akhir tahun 2011 PT. BBM
bersubsidi yang didistribusikan kepada PT. Pertamina mencapai 41,7
juta KL atau over 8,9%. Sedangkan untuk Badan Usaha lain, dari
123,34 ribu BBM bersubdisi yang ditetapkan, BBM bersubsidi yang
mampu disalurkan hanya mencapai 89 ribu KL atau lebih rendah
27,8%.
Grafik 11. Perbandingan Realisai BBM Bersubsidi antar Badan Usaha
28
Grafik 12. Penjualan BBM PSO dan non PSO Pertamina
Penjualan avtur pada tahun 2011 mencapai 3,38 juta KL, nilai
ini mengalami peningkatan 6% dibandingkan penjualan tahun
sebelumnya yaitu 3 juta KL Diperkirakan konsumsi avtur ke depan
akan mengalami peningkatan yang sangat pesat seiring dengan
rencana ekspansi beberapa maskapai udara untuk mendatangkan
sejumlah pesawat baru.
29
Grafik 13. Konsumsi BBM Sektor Industri 2000-2011
30
Grafik 14. Konsumsi BBM Sektor Pembangkit 2000-2011
31
Grafik 15. Konsumsi BBM Sektor Rumah Tangga 2000-2011
32
Grafik 16. Konsumsi BBM Sektor Komersial 2000-2011
33
Grafik 17. Konsumsi BBM Sektor Lainnya 2000-2011
Kebutuhan LPG
34
Grafik 18. Konsumsi LPG per Sekotr 2000-2011
Ekspor-Impor
35
Grafik 19. Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Mentah Indonesia, 2000-2011
36
Impor BBM pada tahun 2011 meningkat 5,2% dari sebelumnya 164 juta
barel pada tahun 2010 menjadi 172 juta barel pada tahun 2011. Impor
terbesar terjadi untuk BBM jenis RON 88 dan ADO. Volume impor RON
(Research Octane Number) 88 pada tahun 2011 mencapai 95,9 juta
barel meningkat 24% dari impor pada tahun sebelumnya. Sementara
impor ADO justru mengalami penurunan 8% dari sebelumnya 66,9
juta barel pada tahun 2010 menjadi 61,6 juta barel pada tahun 2011.
37
Analisa Supply dan Demand
Gas
Selama tiga tahun terakhir, cadangan dan sumber daya gas bumi
Indonesia cenderung berkurang. Pada 2011, Indonesia memiliki
152,89 TSCF cadangan gas bumi yang terdiri dari 104,71 TSCF
cadangan terbukti dan 48,18 TSCF cadangan potensial. Jumlah ini
lebih sedikit 2,49 TSCF (Trillion Sonare Cubic Feet) jika dibandingkan
dengan nilai cadangan pada 2010.
38
Harga
Seiring peningkatan harga minyak bumi, harga gas di dunia juga
cenderung mengalami peningkatan. Sedikit berbeda dengan
penentuan harga minyak yang banyak dipengaruhi oleh pasar spot,
penentuan harga gas lebih banyak sudah diatur di dalam kontrak
yang bersifat jangka menengah 3 sampai 10 tahun bahkan beberapa
ada yang mencapai 20 tahun.
39
harga gas domestik menguntungkan namun dari sisi keberlanjutan
bisnis penyediaan gas hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus.
Harga gas domestik yang cenderung lebih rendah dibandingkan harga
jual rata-rata gas ekspor seringkali membuat beberapa KKKS tidak
tertarik untuk mengembangkan lapangan gasnya untuk kebutuhan
domestik, sehingga perlu dilakukan penyesuaian harga gas agar
selisih antara harga gas domestik dan dunia tidak terlalu jauh.
Produksi
Pada tahun 2011, produksi gas bumi nasional mengalami penurunan
dari 8857 MMSCFD (Million Sonare Cubic Feet per Day) pada tahun
2010 menjadi 8415 MMSCFD atau setara dengan 1,5 juta setara
barel minyak per hari. Realisasi ini juga lebih rendah daripada rencana
keteknikan WP&B (Work plan & Budgeting) yang ditetapkan sebesar
8541 MMSCFD .
40
ditetapkan pada tahun 2011 disebabkan karena : realisasi pemboran
pengembangan hanya mencapai 70%, karena mundurnya jadwal
kegiatan dan kesiapan fasilitas produksi, masalah subsurface seperti
yang terjadi di TOTAL E&P Indonesia, dan adanya kerusakan fasilitas
produksi di beberapa lapangan.
Tabel 9. Target Produksi Gas Nasional 2011
No
Kontraktor Target (juta kaki kubik per hari)
41
Kebutuhan
Total realisasi kebutuhan gas domestik 2011 mencapai 1.703,2
ribu MMSCF. Dari jumlah tersebut kebutuhan terbesar ditujukan
untuk industri sebesar 666,2 ribu MMSCF, 563,9 ribu MMSCF untuk
pemakaian sendiri. Yang dimaksud dengan pemakaian sendiri adalah
gas yang digunakan untuk gas lift, reinjection, flare, maupun own use.
Jumlah ini relatif sangat besar, bahkan jika dibandingkan dengan
kebutuhan gas untuk pembangkit sebesar 248,9 ribu MMSCF, jumlah
ini mencapai hampir dua kali lipat kebutuhan untuk pembangkit.
Apabila memungkinkan perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi
di industri gas nasional sehingga jumlah gas yang digunakan untuk
pemakaian sendiri dapat lebih berkurang dan dialihkan untuk
meningkatkan kebutuhan di sektor lain.
Secara total, pemakaian gas pada tahun 2011 lebih besar 4,1%.
dibandingkan pemakaian gas pada tahun 2010 sebesar 1.696,7
ribu MMSCF. Secara persentase jumlah gas yang dialokasikan
untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri pada tahun 2011 juga
meningkat dari sebelumnya 49,8% pada tahun 2010 menjadi 52,3%
pada tahun 2011. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah memang
benar-benar berkomitmen untuk meningkatkan alokasi gas untuk
domestik.
42
Grafik 25. Perkembangan Konsumsi Gas per Sektor 2000-2011
43
bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pemerintah akan
memprioritaskan pemanfaatan gas bumi untuk peningkatan produksi
minyak dan gas bumi, industri pupuk, tenaga listrik, dan terkahir
kebutuhan industri.
44
Gas Bumi untuk Pembangkit
Permasalahan infrastruktur juga menjadi penyebab beberapa
pembangkit listrik yang dimiliki PLN mengalami kesulitan
mendapatkan pasokan gas. Akibat tidak terpenuhinya pasokan
gas, beberapa pembangkit tersebut terpaksa harus dioperasikan
dengan menggunakan high speed diesel yang biaya operasinya jauh
lebih mahal daripada gas. Pembangkit-pembangkit tersebut adalah
Pembangkit Tambak Lorok, Pembangkit Muara Tawar, Pembangkit
Sumatera Bagian Utara, Pembangkit Muara Karang dan Tanjung
Priok, Pembangkit Gresik, Pembangkit Grati, Pembangkit Teluk
Lembu, Pembangkit Bali.
Ekspor-Impor
Indonesia dikenal sebagai salah satu eksportir gas terbesar di dunia
khususnya dalam bentuk LNG. Pada tahun 2011, Indonesia menempati
urutan ke dua sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia
setelah Qatar. Ekspor LNG Indonesia pada tahun 2011 mencapai 29,2
BCF yang ditujukan ke bebarapa negara seperti Mexico, Chili, dan
beberapa negara Asia. Jepang dan Korea Selatan merupakan negara
tujuan terbesar ekspor LNG Indonesia dimana lebih dari 80% LNG
Indonesia ditujukan ke negara tersebut.
45
negara tujuan terbesar ekspor LNG Indonesia dimana lebih dari 80% LNG Indonesia
ditujukan ke negara tersebut.
Meskipun
Meskipun sejak sejak tahun
tahun 2009 2009 gas tangguh
gas tangguh mulai dan
mulai beroperasi beroperasi dan
seluruh produknya
seluruh produknya ditujukan untuk kebutuhan ekspor, namun seiring
ditujukan untuk kebutuhan ekspor, namun seiring dengan komitmen pemerintah untuk
dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan alokasi gas untuk
meningkatkan alokasi gas untuk kebutuhan domestik, alokasi ekspor gas pada tahun
kebutuhan domestik, alokasi ekspor gas pada tahun 2011 mulai
2011 mulaiSalah
menurun. menurun. Salahdipengaruhi
satunya satunya dipengaruhi oleh renegosiasi
oleh renegosiasi kontrak
kontrak yangyang
dilakukan Pemerintah terhadap sebagian gas Tangguh agar
dilakukan Pemerintah terhadap sebagian gas Tangguh agar sebagian gas tangguhsebagian
gas
yangtangguh
pada awalnya yang ditujukan
pada awalnya ditujukan
untuk ekspor dapat untuk ekspor dapat
juga digunakan juga
untuk memenuhi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dibandingkan
kebutuhan domestik. Dibandingkan tahun 2010, jumlah ekspor LNG Indonesia pada
tahun
2010, jumlah ekspor LNG Indonesia pada tahun 2011 menurun 2,7
BCF
21 atau sekitar
BP Statistical 8,3% dari sebelumnya tercatat sebesar 31,8 BCF.
Review 2012
46
Analisa Supply
Analisa Supply danBatubara
dan Demand Demand
Batubara
Dibandingkan jenis energi fosil lainnya, ketersediaan sumber daya dan cadangan
Dibandingkan jenis energi fosil lainnya, ketersediaan sumber daya
batubara Indonesia relatif lebih besar. Pada tahun 2011 ketersediaan sumber daya
dan cadangan batubara Indonesia relatif lebih besar. Pada tahun 2011
batubara
ketersediaan Indonesai mencapai
sumber 120.338
daya juta ton dan
batubara cadangan sebesar
Indonesai 28.017 120.338
mencapai juta ton.
Jumlah
juta ton ini
dantersebar di beberapa
cadangan wilayah28.017
sebesar Indonesia, Sumatera
juta Selatan dan
ton. Jumlah Kalimantan di
ini tersebar
beberapa wilayah
Timur merupakan duaIndonesia,
wilayah yangSumatera Selatan
memiliki sumber dayadan
dan Kalimantan Timur
cadangan batubara
merupakan dua wilayah
terbesar dibandingkan wilayah yang
lainnya.memiliki
Sumber dayasumber daya dan
dan cadangan cadangan
yang tersedia di
batubara terbesar
Sumatera Selatan dibandingkan
dan Kalimantan wilayah
Timur secara total lainnya. Sumber
masing-masing mencapaidaya dan
72.879
cadangan
juta ton dan yang tersedia
49.526 juta ton. di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur
secara total masing-masing mencapai 72.879 juta ton dan 49.526 juta
ton.
Tabel 12. Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia 2011 (Juta Ton)
Nanggroe Aceh
0,00 346,35 13,40 90,40 450,15 0,00
Darussalam
47
Bengkulu 15,15 17,86 104,08 71,21 208,30 19,02
lebih banyak
banyak diperuntukan
diperuntukan untuk
untuk ekspor ekspor
sebagai sumbersebagai sumber
pendapatan pendapatan
negara atau daerah
Harga
Harga
48
Australia sendiri merupakan eksportir batubara terbesar dunia dengan
ekspor sebesar 261 juta ton atau sekitar 28% total pasokan dunia.
Selanjutnya, memasuki kuartal III harga batubara cenderung stabil di
kisaran USD 118 /ton untuk kemudian menurun menjelang akhir tahun
2011 hingga mencapai USD 112,7 /ton.
120
103,6
Rata2 2011
100 118,4
80
60
Rata2 2009
40 70,7
20
Produksi
Realisasi produksi batubara tahun 2011 tercatat 353,4 juta ton
,meningkat 28,4% dibandingkan produksi batubara periode
sebelumnya. Jumlah ini juga lebih tinggi 8% dari target yang
ditetapkan Pemerintah di dalam APBN-P 2011. Peningkatan ini cukup
menggembirakan di tengah tekanan pemulihan ekonomi global.
Tingginya kebutuhan batubara China dan India merupakan faktor
utama pendorong meningkatnya produksi batubara Indonesia.
49
menggembirakan di tengah tekanan pemulihan ekonomi global. Tingginya kebutuhan
batubara China dan India merupakan faktor utama pendorong meningkatnya produksi
batubara Indonesia.
2010 2011
PRODUKSI SATUAN
REALISASI TARGET REALISASI CAPAIAN Y to Y
Batubara Juta Ton 275 327 353 108% 28,4
Timur
Tingkatsebesar 141,8 yang
produksi batubara juta berasal
ton. Produksi terbesar
dari Kalimantan Timur ke dua141,8
sebesar berasal dari
juta ton.
Propinsi Sumatera
Produksi terbesar ke duaSelatan, sebesar
berasal dari 14 juta ton
Propinsi Sumatera . sebesar 14 juta ton 24.
Selatan,
PT. Bukit Asam sebagai perusahaan batubara milik Pemerintah, pada tahun 2011
PT. Bukit Asam sebagai perusahaan batubara milik Pemerintah, pada
berhasil2011
tahun meningkatkan
berhasilvolume produksi batubara
meningkatkan volumesebesar 4% daribatubara
produksi 11,9 juta ton pada
sebesar
4% dari2010
tahun 11,9menjadi
juta ton12,4
pada
jutatahun
ton25. 2010 menjadi
PT Adaro 12,4 juta
Indonesia, ton .salah
sebagai PT Adaro
satu
Indonesia, sebagaiterbesar
perusahaan batubara salah dengan
satu perusahaan batubara
kepemilikan sumber terbesarmencapai
daya batubara dengan
kepemilikan sumber
4,4 miliar ton, berhasil daya batubara
memproduksi batubaramencapai
hingga 47,7 4,4
juta miliar ton,
ton diikuti olehberhasil
Kaltim
memproduksi batubara hingga
Prima Coal sebesar 40,5 juta ton. 47,7 juta ton diikuti oleh Kaltim Prima
Coal sebesar 40,5 juta ton.
Namun peningkatan produksi batubara tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
Namun peningkatan
realisasi Domestic Market produksi batubara
Obligation (DMO) tersebut
batubara tidak
yang hanya diikuti58,3
mencapai dengan
juta
peningkatan realisasi Domestic Market Obligation (DMO) batubara
yang
23
DJMB, hanya
Kementerianmencapai
ESDM 58,3 juta ton. Nilai tersebut lebih rendah
27,6
24
25
juta
Statistik produksi ton dari
batubara APBI kewajiban DMO batubara yang ditargetkan
PT BA Corporate Presentation 2012
Pemerintah sebesar 78,97 juta ton melalui Kepmen ESDM No.
2360.K/30/MEM/2010 yang kemudian direvisi menjadi Kepmen
1334.K/32/DJB/2011 menjadi 60,15 juta ton. Salah satu penyebabnya
dikarenakan mundurnya beberapa jadwal PLTU 10.000 MW yang
seharusnya sudah mulai beroperasi pada tahun 2011. Saat ini terdapat
53 perusahaan yang diwajibkan memasok batubara untuk kebutuhan
DMO. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai produsen batubara
nasional terbesar merupakan pemasok DMO tebesar dengan kuota
19,27 juta ton atau mencapai 23,47% dari total DMO.
50
DMO. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai produsen batubara nasional terbesar
merupakan pemasok DMO tebesar dengan kuota 19,27 juta ton atau mencapai 23,47%
dari total DMO.
Tabel 14. Capaian Target DMO di Setiap Daftar Pemakai Batubara Domestik 2011
2011
NO PERUSAHAAN
TARGET* REALISASI CAPAIAN
1 PLTU
PT PLN 55,82 34,03 61%
IPP 8,97 10,39 116%
PT Freeport Indonesia 0,83 0,25 30%
PT Newmont Nusa Tenggara 0,47 0,44 94%
PT Pusaka Jaya Palu Power 0,19 0 0%
2 METALURGI
PT. INCO 0,14 0,14 100%
PT. ANTAM Tbk 0,2 0,03 15%
3 SEMEN, PUPUK, PULP DAN TEKSTIL
Semen 8,86 5,88 66%
Pupuk 0,92 0,19 21%
Pulp 0,6 0 0%
Tekstil dan Produk Tekstil 1,97 0 0%
TOTAL 78,97 51,35 65%
Catatan :
*target sesuai Kepmen ESDM No. 2360.K/30/MEM/2010
Kebutuhan
Total penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri pada 2011
mencapai 79,5 juta ton, 58 juta ton berasal dari PKP2B, sisanya 21,5
juta ton berasal dari IUP. Jumlah ini meningkat 18,7% dibandingkan
penjualan batubara pada tahun sebelumnya sebesar 67 juta ton.
Dari jumlah tersebut, 43 juta ton atau 54,1% digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pembangkit listrik yang dikelola oleh PT PLN (Persero) dan
pengembang listrik swasta (Independent Power Producer). Mayoritas
batubara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit
PLN adalah batubara berkalori 5.100 kilokalori per kilogram dan 4.200
kilokalori per kilogram.
51
dan PLTU Tanjung Jati B Ekspansi Unit 3 660 MW akhir tahun 2011,
berpotensi meningkatkan kebutuhan batubara hingga 6,5 juta ton
per tahun. Berdasarkan perhitungan PLN, kebutuhan batubara bagi
PLTU Banten Suralaya mencapai 2,9 juta ton per tahun, PLTU Banten
Lontar 1,4 juta ton per tahun, dan PLTU Tanjung jati B 2,2 juta ton
batubara per tahun.
Kebutuhan ini akan semakin meningkat jika rencana pengoperasian
beberapa pembangkit dalam proyek 10 ribu MW tahap I dapat
terealisasi pada tahun 2012 seperti PLTU 3 Banten 630 MW, PLTU
Pelabuhan Ratu 350 MW, PLTU Pacitan Jatim 2x315 MW, PLTU
Paiton 660 MW, PLTU Nagan Raya 2x110 MW, PLTU Tanjung Balai
Karimun 2x7 MW, PLTU Teluk Sirih 2x112 MW, PLTU Bangka Baru
2x30 MW, PLTU Tarahan Baru 2x100 MW, PLTU Asam-asam 2x65
MW, PLTU Amurang 2x25 MW, PLTU Kendari 2x10. Diperkirakan
adanya tambahan kapasitas tersebut dapat meningkatkan kebutuhan
batubara hingga 25,58% dibandingkan tahun 2011. Ke depan
kebutuhan batubara untuk pembangkit diperkirakan akan naik hingga
25,58% dari kebutuhan tahun ini, hal tersebut diakibatkan karena
adanya beberapa proyek percepatan pembangkit.
52
Grafik 27. Pemakaian Batubara di Industri 2000-2011
Ekspor-Impor
Meningkatnya ekspor batubara di satu sisi menjadi keuntungan bagi
Indonesia karena dapat meningkatkan penerimaan dan pendapatan
negara dari sektor batubara, namun jika dilihat trend pertumbuhan
ekspor batubara Indonesia yang sudah mencapai 273 juta ton dengan
tingkat pertumbuhan 31,3 persen pada tahun 2011 serta merupakan
titik tertinggi dalam 11 tahun terakhir maka kecederungan ekspor
batubara yang semakin meningkat perlu diperlambat, dikurangi atau
bahkan dibatasi.
53
Meskipun secara persentase, nilai ekspor cederung pada angka
75% dibandingkan dengan nilai produksinya, namun secara volume
peningkatan ekspor batubara sudah sangat cepat. Faktor lain yang
menjadi alasan adanya pengendalian ekspor batubara adalah realita
yang menunjukan bahwa kekayaan batubara yang dieksploitasi
justru bukan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
dalam negeri melainkan untuk kepentingan negara lain. Jika hal ini
tidak diantisipasi, dikhawatirkan akan menguras cadangan batubara
nasional di masa mendatang yang mengakibatkan ketahanan energi
nasional indonesia di masa mendatang menjadi lemah.
Grafik 28. Pertumbuhan Ekspor dan Persentase Eskpor Terhadap Produksi Batubara
Nasional
54
Analisa Supply dan Demand
Listrik
Harga
Sejak 1 Juli 2010 besaran harga listrik atau lebih dikenal sebagai
tarif tenaga listrik (TTL) diatur di dalam Peraturan Presiden No. 8
tahun 2011, sebelumnya harga jual listrik diatur di dalam Keputusan
Presiden No. 104 tahun 2003. Selain adanya pemberlakuan tarif baru
untuk golongan diatas 450 VA dan 900 VA, perbedaan mendasar
yang terdapat di dalam ketentuan baru tersebut adalah mengenai
cara perhitungan biaya beban untuk pelangan 1300 VA ke atas. Pada
peraturan sebelumnya TTL dihitung dengan cara :
Secara prinsip TTL yang dibayar oleh konsumen sama dengan biaya
pokok yang dikeluarkan plus margin untuk memproduksi satu kWh
listrik, namun dengan pertimbangan daya beli masyarakat Indonesia
saat ini yang secara keekonomian belum mampu untuk membayar
TTL sesuai biaya keekonomiannya, maka TTL yang dibayarkan oleh
konsumen masih lebih rendah daripada biaya pokok yang dikeluarkan.
Selisih atau kekurangan ini kemudian menjadi tanggung jawab
Pemerintah yang dibayarkan dalam bentuk subsidi kepada PT. PLN.
Pada tahun 2011 subsidi listrik yang harus dibayar oleh Pemerintah
mencapai 93,18 triliun rupiah, meningkat lebih dari 60% daripada subsid
tahun 2010 yang mencapai 58,11 triliun rupiah. Hal ini disebabkan
karena secara rata-rata TTL tahun 2011 meningkat mencapai
hampir 5% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 738 Rp/kWh.
Sedangkan untuk rata-rata biaya pokok penyediaan tenaga listrik
tahun 2011 mencapai 1.251 Rp/kWh meningkat 24% dibanding biaya
pokok pada tahun sebelumnya sebesar 1.008 Rp/kWh. Peningkatan
BPP yang jauh lebih tinggi daripada TTL menyebabkan selisih antara
BPP dengan TTL menjadi semakin besar yang mengakibatkan
peningkatan subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah.
55
selisih antara BPP dengan TTL menjadi semakin besar yang mengakibatkan
peningkatan subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah.
Produksi
Selain dipenuhi dari pembangkit-pembangkit PLN, kebutuhan listrik
Produksi
di Indonesia juga dipenuhi dari pembangkit-pembangkit swasta dan
captive power. Beberapa pembangkit yang dikelola oleh swasta
adalah PLTA Jatiluhur, PLTU-Batubara Paiton I dan II, PLTP Salak,
Drajat, Wayang Windu, dan Dieng, serta PLTD Cikarang Listrindo.
Secara total kapasitas pembangkit swasta yang terdiri dari IPP dan
PPU mencapai 22% dari total kapasitas pembangkit di Indonesia.
56
di dalam program 10.000 MW tahap I dan pembangkit lainnya telah
meningkatkan kapasitas pembangkit nasional pada tahun 2011 hingga
5915 MW, sehingga total kapasitas terpasang pembangkit listrik pada
tahun 2011 meningkat menjadi 39.899 MW dari sebelumnya 33.983
MW. Beberapa daftar pembangkit listrik yang termasuk ke dalam
program 10.000 MW tahap I dan telah beroperasi pada tahun 2011
adalah PLTU Jabar-Indramayu kapasitas 3x330 MW, PLTU Banten-
Suralaya kapasitas 1x625 MW, PLTU Banten-Lontar tahap I kapasitas
315 MW, dan PLTU Jateng-Rembang kapasitas 2x315 MW.
57
Grafik 31. Kapasitas Pembangkit Listrik 2010-2011
58
Kebijakan diversifikasi energi primer di pembangkit mulai menunjukan
hasilnya pada tahun 2011, hal ini terlihat dari peningkatan porsi
penggunaan batubara dalam bauran energi primer di pembangkit dari
sebelumnya 38% di tahun 2010 menjadi 44% pada tahun 2011, serta
panas bumi yang mengalami peningkatan porsi dari sebelumnya 3%
menjadi 5,13%.
Konsumsi/Penjualan
Kondisi kelistrikan di Indonesia pada tahun 2011 mengalami perbaikan
dibandingkan dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu indikator
yang dapat dilihat adalah rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2011
59
Kondisi kelistrikan di Indonesia pada tahun 2011 mengalami perbaikan dibandingkan
dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu indikator yang dapat dilihat adalah rasio
elektrifikasi nasional pada tahun 2011 mencapai 72,95 %, meningkat dibandingkan
mencapai 72,95sebesar
tahun sebelumnya %, meningkat dibandingkan
67,2%. Peningkatan tahun
ini tidak lepas sebelumnya
dari peran PLN yang
sebesar
berkomitmen untuk mewujudkan 1 juta sambungan per hari sertaPLN
67,2%. Peningkatan ini tidak lepas dari peran yang
peningkatan
berkomitmen untuk mewujudkan 1 juta sambungan per hari
pemanfaatan energi setempat (PLTMH, PLTB, PLTS) di daerah-daerah terpencil.
serta
peningkatan pemanfaatan energi setempat (PLTMH, PLTB, PLTS) di
daerah-daerah terpencil.
Tabel 16. Perkembangan Rasio Elektrifikasi 2000-2011
Tahun
Rasio
2000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Elektrifikasi
57% 62% 63% 64,5% 65,1% 65,8% 67,2% 72,9%
60
pertumbuhan 8,9%, diikuti penjualan untuk pelanggan sosial 8,1%,
bisnis dan komersial 7,7%, industri 7,3%, dan penjualan listrik bagi
penerangan jalan umum 3,3%. Secara keseluruhan total penjualan
listrik PLN pada 2011 meningkat 7,3% dari 147,3 ribu GWh pada tahun
2010 menjadi 157,9 ribu GWh pada tahun 2011. Selain peningkatan
rasio elektrifikasi, membaiknya kehandalan pasokan listrik khususnya
pada sistem kelistrikan Jawa Bali juga berperan dalam peningkatan
penjualan listrik PLN selama tahun 2011.
61
Analisa Supply Demand Energi Baru
Terbarukan
Analisa Supply Demand
Energi Baru Terbarukan
Potensi
Potensi
Sebagai salah satu negara yang berada di wilayah tropis, Indonesia dianugaerahi
Sebagai
sumber dayasalah satu
energi negara
yang sangat yang berada
bervariasi. Selaindimemiliki
wilayah tropis, Indonesia
ketersediaan sumber-
dianugaerahi
sumber energi fosil, Indonesia juga dianugaerahi potensi sumber daya energiSelain
sumber daya energi yang sangat bervariasi. baru
memiliki ketersediaan sumber-sumber energi fosil, Indonesia juga
terbarukan yang sangat beragam, mulai dari air, panas bumi, biomasa, surya, angin,
dianugaerahi potensi sumber daya energi baru terbarukan yang
hingga uranium.
sangat beragam, mulai dari air, panas bumi, biomasa, surya, angin,
hingga uranium.
Tabel 17. Potensi Sumber Daya Energi Baru Terbarukan
62
24,112 ton atau setara dengan 3.000 MW.
Potensi (MW)
No Wilayah
Air Panas Bumi
1 Sumatera 15.579 13.470
2 Jawa 4.199 9.717
3 Bali - Nusa Tenggara 624 1.767
4 Kalimantan 21.581 145
5 Sulawesi 10.307 2.939
6 Maluku 430 1.051
7 Papua 22.371 75
Sumber : Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM
Pemanfaatan
Mycro Mini
Hydro Geothermal Wind Solar Waste
Tahun Hydro Hydro Total
PP PP PP PP PP
PP PP
2010 3.719,69 1.192,75 0,34 0,69 13,53 0,19 0,00 4.927
2011 3.880,83 1.209,00 0,93 5,93 57,66 1,16 26,00 5.182
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012
- 2010 - 2011
Mandatory
Biodiesel 1.076.051 1.297.000
Bioethanol 660.980 694.000
Pemanfaatan
Biodiesel 223.041 358.812
Bioethanol - -
65
Analisa dan Rekomendasi
Kebijakan Dalam
Pengembangan Energi
Evaluasi Peranan Sektor Energi dalam
Perekonomian Nasional
Ketergantungan perekonomian nasional terhadap minyak dan gas
bumi sebagai andalan sumber penerimaan negara harus segera
dikurangi mengingat dari sisi ketersediaan, potensi dan sumber daya
minyak bumi sudah semakin menipis dan berkurang jauh, sementara
di sisi lain Indonesia memiliki variasi ketersediaan potensi dan sumber
daya energi lain.
66
Kebijakan penyesuaian harga energi dapat dipertimbangkan bila
disertai juga dengan perbaikan efisiensi penyerapan anggaran,
sehingga dana yang dihasilkan dari penghematan subsidi dapat
dikembalikan untuk program-program pembangunan ekonomi.
Selain itu, tingkat kenaikan harga yang dilakukan juga harus dipilih
sedemikian rupa sehingga kebijakan penyesuaian harga tersebut
tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan dan
pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga.
Kebijakan penyesuaian harga juga perlu dilakukan untuk harga
energi di sisi hulu. Seperti harga gas domestik berlaku saat ini,
masih rendahnya harga gas domestik mengakibatkan beberapa
produsen gas lebih tertarik untuk menjual produksi gasnya ke pasar
internasional.
67
Penurunan Produksi Minyak Nasional
Selain adanya beberapa gangguan teknis dan unplanned shutdown
di beberapa lapangan, ada beberapa hal lain yang menyebabkan
produksi Indonesia semakin menurun dalam 10 tahun terakhir.
Utamanya disebabkan karena mayoritas lapangan minyak yang
berproduksi di Indonesia adalah lapangan tua yang telah beroperasi
sejak tahun 1971. Dari total 271 lapangan yang mengantongi ijin
kontrak kerja sama, hanya 46 wilayah kerja yang menghasilkan
minyak dan gas dimana dari ke 46 wilayah tersebut 41 diantaranya
merupakan lapangan yang berasal dari kontrak lama dibawah rejim
UU No 8 tahun 1971Permasalahan-Permasalahan Sektor Energi.
Minimnya minat investor untuk mengembangkan lapangan minyak
baru di Indonesia salah satunya disebabkan karena adanya PP No
79 tahun 2010 tentang Biaya Operasional yang Dapat Dikembalikan
dan Perlakuan Pajak Penghasilan Sektor Hulu Migas. PP tersebut
mengakibatkan iklim investasi migas di Indonesia menjadi kurang
menguntungkan dan berpotensi mengurangi 20% investasi sektor
migas. Masalah lainnya adalah minimnya ketersediaan data seismic
yang dimiliki Pemerintah dalam penawaran lelang WKP.
Infrastruktur Energi
Rendahnya pembangunan infrastruktur energi di Indonesia terlihat
dari perkembangan jumlah dan kapasitas infrastruktur energi
selama beberapa tahun terakhir yang berjalan lebih lambat daripada
pertumbuhan konsumsi energi itu sendiri, serta alokasi anggaran
infrastruktur yang semakin menurun di dalam porsi APBN. Sebelum
periode 1998 tingginya pertumbuhan GDP selalu diikuti dengan
tingginya porsi investasi oleh Pemerintah namun beberapa tahun
terakhir jumlah tersebut menurun sehingga pertumbuhan GDP lebih
banyak dipengaruhi oleh konsumsi domestik.
Rendahnya ketersediaan infrastruktur energi dapat mengkibatkan
ketergantungan impor energi yang semakin besar, yang mengakibatkan
defisit neraca perdagangan semakin meningkat dan berdampak
pada kurang sehatnya kondisi fiskal indonesia. Selain itu perbaikan
infrastruktur juga diperlukan guna menjaga pertumbuhan ekonomi
diatas 6% per tahun di saat situasi ekonomi global yang belum pulih.
68
Dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki, Pemerintah harus dapat
meyakinkan investor swasta agar mau menginvestasikan modalnya
guna mengembangkan infrastuktur nasional khususnya energi. Untuk
meyakinkan ketertarikan investor, selain melalui perbaikan regulasi
agar lebih bersahabat dengan investor dan pemberian insentif, perlu
juga adanya perbaikan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah terkait kemudahan perijinan dan pengadaan
lahan, serta adanya jaminan kepastian hukum dari Pemerintah. Selain
itu, harga juga menjadi isu yang perlu diperhatikan, masih adanya
subsidi harga yang diberikan untuk BBM mengakibatkan jenis energi
terbarukan menjadi kurang kompetitif sehingga investor enggan untuk
menanamkan modalnya.
69
TIM PENYUSUN
Pengarah
Waryono Karno
Sekretaris Jenderal KESDM
Penanggungjawab
Ego Syahrial
Kepala Pusat Data dan Informasi ESDM
Atena Falahti
Kepala Bidang Kajian Strategis
Ketua
Aang Darmawan
Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Energi
Wakil Ketua
Arifin Togar Napitupulu
Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Mineral
Koordinator
Agus Supriadi
Anggota
Tri Nia Kurniasih
Aries Kusumawanto
Golfritz Sahat Sihotang
Catur Budi Kurniadi
Ameri Isra
Narasumber
Cecilya Malik
Agus Sugiyono
BPPT
Maya Kalalo
PT PLN (Persero)