Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ABNORMAL UTERINE BLEEDING (L) DENGAN KISTA OVARII

Disusun oleh :
Rifa’atul Mahmudah G99152107
Krisnawati Intan S G99152095
Latifa Zulfa S G99152094
Rico Alfredo H G99152103
Hanugroho G99152106

Pembimbing :
Affi Angelia, dr., Sp.OG (K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah


satu permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid.
Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam-macam
tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan.
Gangguan perdarahan uterus abnormal (AUB-Abnormal Uterine
Bleeding) merupakan suatu penyakit, di mana terjadi perdarahan abnormal di
dalam atau di luar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan ini dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.
Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
abnormal berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya
dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan abnormal dalam masa
pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri,
jarang diperlukan perawatan di rumah sakit. Klasifikasi jenis endometrium
yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan
apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.
Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus abnormal antara lain
perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat
bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan
biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus abnormal sulit diketahui
dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas,
imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa
menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.
Diagnosis perdarahan uterus abnormal memerlukan suatu anamnesis
yang cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya
perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya.

2
Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang
emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang
menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin,
penyakit menahun dan lain-lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat
apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan
abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Pada seorang
perempuan yang belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi
wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk menegakkan
diagnosis.
Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional
sangat komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan
kemungkinan kelainan organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan
uterus abnormal adalah menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan
umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain kuretase pada
panderita yang sudah menikah, tetapi pada penderita yang belum menikah
biasanya diberikan terapi secara hormonal yaitu dengan pemberian estrogen,
progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun tujuan pemberian hormonal
progesteron adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian
estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah endometrium
menjadi reaksi pseudodesidual.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)


1. Definisi
Abnormal uterine bleeding (AUB) atau pendarahan uterus abnormal
(PUA) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan semua kelainan
haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinisnya dapat
berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan haid yang
memanjang atau tidak beraturan.1
Siklus perdarahan yang normal mempunyai interval waktu 21-35 hari
dan berlangsung selama 2-7 hari. Volume darah yang keluar bervariasi dari
35-150 ml. Terminologi yang digunakan untuk menggambarkan Abnormal
Uterine Bleeding antara lain:2
 Menorhagia : Perdarahan yang lama dan berlebihan
dengan interval normal/regular
 Metrorhagia : Perdarahan yang irreguler atau terlalu
sering
 Menometrorrhagia : Perdarahan yang lama atau berlebihan
dengan interval normal/regular
 Polymenorrhea : Perdarahan reguler dengan interval kurang
dari 21 hari
 Oligomenorrhea : Interval perdarahan lebih dari 35 hari
 Amenorrhea : Tidak ada perdarahan uterus kurang lebih
selama 3 bulan
 Intermenstrual : Perdarahan uterus diantara 2 siklus
menstruasi

2. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan1


 Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan
haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk

4
mencegah kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat
terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
 Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk
pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera
seperti PUA akut.
 Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan
pendarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur.
Pendarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu
yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan
terminologi metroragia

3. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan


Berdasarkan International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan
akronim PALM COEIN, yakni polip, adenomiosis, leiomioma,
malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction,
endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.1,2
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok COEIN merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat
dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi
tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat
memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA. 1,2

5
Klasifikasi PUA

PALM COEIN

A. Polip E. Coagulopathy

B. Adenomiosis F. Ovulatory dysfunction

C. Leiomioma G. Endometrial

D. Malignancy and hyperplasia H. Iatrogenik

I. Not yet classified

Gambar 1. Klasifikasi PUA3


1) Polip (PUA-P)
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma
dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Polip
biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi
pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang
memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium. 1,2
2) Adenomiosis (PUA-A)
Adenomiosis ditandai dengan pembesaran rahim yang disebabkan
oleh sisa ektopik dari endometrium baik kelenjar maupun stroma yang
terletak dalam di miometrium. Sisa ini dapat tersebar di seluruh

6
miometrium adenomiosis difusa, atau mungkin membentuk nodul
fokal yang berbatas tegas -adenomiosis fokal.4
Gejala yang sering ditimbulkan yakni nyeri haid, nyeri saat snggama,
nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau
nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan
perdarahan uterus abnormal. Kriteria adenomiosis ditentukan
berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil
histopatologi. Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi
berdasarkan pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat terbatasnya
fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis
adenomiosis. Dimana hasil USG menunjukkan jaringan endometrium
heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan
adanya hipertrofi miometrium. Hasil histopatologi menunjukkan
dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada jaringan
miometrium. 2,4
3) Leiomioma (PUA-L)
Leiomioma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya berasal
dari miometrium. Leiomioma sering disebut sebagai mioma uteri, dan
karena kandungan kolagennya yang menyebabkan konsistensinya
menjadi fibrous, leiomioma sering keliru disebut sebagai fibroid.
Insiden di kalangan perempuan umumnya antara 20 hingga 25 persen,
tapi telah terbukti setinggi 70 sampai 80 persen dalam studi
menggunakan histologis atau pemeriksaan sonografi. Selain itu,
insiden bervariasi tergantung pada usia dan ras.4
Secara kasar, leiomioma berbentuk bulat, putih seperti mutiara,
berbatas tegas, seperti karet. Uterus dengan leiomioma biasanya
memiliki 6-7 tumor dengan ukuran yang bervariasi. Leiomioma
memiliki otonomi yang berbeda dari miometrium di sekitarnya karena
lapisan jaringan ikat luarnya tipis. Hal ini memungkinkan leiomioma
untuk dapat dengan mudah "dikupas" dari uterus selama operasi.
Secara histologis, leiomioma memiliki sel-sel otot polos memanjang

7
yang tersusun dalam bundel. Aktivitas mitosis jarang terjadi pada
leiomioma dan merupakan kunci perbedaan dengan leiomiosarkoma.4
Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan uterus abnormal,
penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding
abdomen. Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan
biasanya bukan penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam
membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri
denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma
uteri. 2,4
Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :
a) Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
b) Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan
endometrium (mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma
uteri lainnya.
c) Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural
dan subserosum.
4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan
endometrium. Gejala berupa Perdarahan uterus abnormal. Meskipun
jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan
penyebab penting PUA. Klasifikasi keganasan dan hiperplasia
menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan WHO. Diagnostik pasti
ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi. 2,4
5) Coagulopathy (PUA-C)
Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan
uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Terminologi
koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang
terkait dengan PUA. Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan
haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling
sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand. 2,4

8
6) Ovulatory dysfunction (PUA-O)]
Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Gangguan ovulasi
merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan
yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Dahulu
termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD).
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan
oleh sindrom ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid,
obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang
berlebihan. 2,4
7) Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan
haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau
progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough
bleeding. Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi
estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut :
a) Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
b) Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
c) Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan ( warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C. 1,2
8) Not yet classified (PUA-N)
Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang
atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk
dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi
arteri-vena. Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan
kejadian PUA.1,2

9
4. Diagnosis
Penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat
badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta
waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada
perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu
koagulasi.5
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis
servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan
IMT, tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau
manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan lapang pandang
(adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena
perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya
lebih rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih sulit
dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini, urinalisis
atau evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan fisik.5
Tabel 1. Temuan Klinis yang Berhubungan dengan Perdarahan Uterus
Abnormal5
Temuan Etiologi Perdarahan
Obesitas Perdarahan anovulatori
Hiperplasia endometrium
Kanker endometrium

10
Tanda dari Sindrom Ovarium Perdarahan anovulatori
Polisiklik : Hiperplasia endometrium
Jerawat Kanker endometrium
Hirsutisme
Obesitas
Akantosis nigrikans
Tanda-tanda hipotiroid : Perdarahan anovulatori
Gondok
Peningkatan berat badan
Tanda-tanda hipertiroid: Tidak terklasifikasi
Eksoftalmos
Penurunan berat badan
Memar, perdarahan gusi Koagulopati
Tanda-tanda hiperprolaktemia : Perdarahan anovulatori
Galaktorhea
Hemianopsia bilateral
Septum vagina longitudinal Pelepasan episodik dari mens
yang terperangkap
Servisitis Endometritis
Tanda-tanda kehamilan : Aborsi
Serviks yang kebiruan Kehamilan ektopik
Pelembutan isthmic Penyakit trofoblastik
Uterus yang membesar gestasional
Masa endoserviks Prolaps leiomioma atau
sarkoma uterus
Kanker serviks
Polip endoserviks
Massa ektoserviks Ektropion
Kanker serviks
Pembesaran uterus Kehamilan

11
Leiomioma
Adenomiosis
Hematometra
Kanker endometrium
Sarkoma uterus
Massa adneksa Kehamilan ektopik
Kanker tuba fallopi
Hormone-producing
3) Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti untuk
kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau
keganasan. 5
4) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
- Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi
dari kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan
kadar subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari
urin atau serum.
Pada wanita dengan PUA, complete blood count dapat menilai
adanya anemia dan derajat kehilangan darah. Diperlukan juga
skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas tidak
dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count
dengan platelet count, partial thromboplastin time, dan
prothrombin time dan mungkin juga memeriksa tes spesial
untuk penyakit von Willebrand. 5
- Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan
memperlihatkan gambaran sel darah merah dan neutrofil.

12
Servisitis sekunder karena herpes simplex virus (HSV) juga
dapat menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk
melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis juga dapat
menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh. 5
- Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan
skrining Pap smear. 5
- Biopsi Endometrium
Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi
endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau
neoplastik seperti hiperplasia endometrium atau kanker.
Terdapat perdarahan abnormal pada 80 sampai 90 persen
wanita dengan kanker endometrium.
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada
semua pasien dengan PUA. Pengambilan sample endometrium
hanya dilakukan pada :
 Perempuan umur > 45 tahun
 Terdapat faktor risiko genetik
 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium
kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik
atau kanker endometrium
 Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas,
nulipara
 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60%
dengan rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun.
 Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada
perdarahan uterus abnormal yang menetap (tidak respon
terhadap pengobatan)

13
 Beberapa teknik pengambilan sample endometrium seperti
diatasi kuretase dan biopsi endometrium dapat dilakukan.5
b) Pemeriksaan Radiologi
- Ultrasonografi
Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan
anatomi uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari
miometrium, serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi.
Modalitas investigasi ini dapat membantu dalam diagnosis
polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus,
danpenebalan endometrium yang berhubungan dengan
hiperplasia dan keganasan.8
- Saline Infusion Sonohysterography
Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15
mL larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim
selama sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis
patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid
uterus, SIS memungkinkan pemeriksa untuk membedakan
lokasi dan hubungannya dengan kavitas uterus.SIS juga dapat
menurunkan kebutuhanMRI dalam diagnosis dan manajemen
dari anomali uterus. 8
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien
yang memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin
membantu untuk memetakan lokasi yang tepat dari fibroid
dalam perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi
untuk fibroid. Hal ini juga mungkin berguna dalam menilai
endometrium ketika USG transvaginal atautidak dapat
dilakukan. 8
c) Histeroskopi
Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal adalah
pilihan yang menyediakan visualisasi langsung dari patologi

14
kavitas dan memfasilitasi biopsi langsung. Histeroskopi dapat
dilakukan dalam suasana praktek swasta dengan atau tanpa anestesi
ringan atau di ruang operasi dengan anestesi regional atau umum.
Risiko dari histeroskopi termasuk perforasi rahim, infeksi, luka
serviks, dan kelebihan cairan. 8

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non-Bedah
Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah
dikesampingkan, pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai
pilihan terapi lini pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Target
pengobatan untuk kondisi medis yang mendasari yang dapat
mempengaruhi siklus menstruasi, seperti hipotiroidisme, harus dimulai
sebelum penambahan obat lainnya. Wanita yang ditemukan anemia
karena perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan
suplementasi besi.8
Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan
pilihan pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-
hormonal seperti obat antiinflamasi non-steroid dan antifibrinolitik
dikonsumsi selama menstruasi untuk mengurangi kehilangan darah,
dan pengobatan ini efektif terutama saat perdarahan menstruasi yang
berat ketika waktu perdarahan dapat diprediksi.7
Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif
diobati dengan pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus
menstruasi, karena mengurangi kemungkinan perdarahan menstruasi
dan episode perdarahan berat. Progestin siklik, kontrasepsi hormonal
kombinasi, dan levonorgesterel-releasing intrauterine system adalah
contoh pilihan yang efektif dalam kelompok ini. Terapi medis juga
berguna pada beberapa kasus untuk mengurangi kerugian menstruasi
yang berhubungan dengan fibroid atau adenomiosis.6

15
Tabel 2. Pilihan Tatalaksana Medis yang Efektif untuk Perdarahan Uterus Abnormal6
Non-hormonal Obat Antiinflamasi Non-Steroid
Antifibrinolitik
Hormonal Kontrasepsi hormonal kombinasi
Levonorgestrel-releasing intrauterine
system
Progestin oral
Depot-medroxyprogesterone acetate
Danazol
GnRH-agonist

b. Penatalaksanaan Bedah
Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal
membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor
pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal
adalah:
a) Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b) Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek
samping, kontraindikasi)
c) Anemia yang signifikan
d) Dampak pada kualitas hidup
e) Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung
pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan
bedahnya adalah : 5
a) Dilatasi dan kuretase uterus
b) Hysteroscopic Polypectomy
c) Ablasi endometrium
d) Miomektomi
e) Histerektomi6

16
B. KISTA OVARIUM
1. Definisi
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di
dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau
tumor ovarium. 9
2. Klasifikasi
 Tumor ovarium jinak 9
a. Kistik tumor ovarium non neoplastik:
 Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai
berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari
beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh dibawah pengaruh
estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim, melainkan
memebesar menjadi kista.
 Kista Korpus luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun
mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus
luteum mempertahan diri, perdarahan yang sering terjadi
didalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang
berwarna merah cokelat karena darah tua.
 Kista inklusi germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian
kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium.
 Kista teka lutein
Disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada
mola hidatidosa.
 Kista endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium

17
 Kista stein leventhal
Disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuliovarium.

b. Tumor ovarium neoplastik 9


 Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali billateral, dan dapat menjadi besar
 Kistadenoma musinosum
Asal tumor ini belum diketahui pasti namun diperkirakan
berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu
elemen mengalahkan elemen-elemen lain.
 Kistadenoma serosum
Para penulis berpaendapat bahwa kista ini berasal dari epitel
permukaan ovarium (germinal epithelium).
 Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada
dinding dalamterdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai
lapisan epitel endometrium.
 Kista dermoid
Sebenarnya kista dermoid adalah satu teratoma kistik yang
jinak di manastruktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi
sempurna, seperti epitel kulit,rambut, gigi, dan produk glandula
sebasea.

c. Tumor ovarium ganas9


 Kistik
Kistadenokarsinoma musinosum, kistadenokarsinoma
serosum, dan epidermoidkarsinoma
 Solid
Karsinoma endometroid dan mesonefroma.

18
3. Fakor Resiko
Penyebab kista ovarium dan beberapa faktor resiko adalah wanita
yang biasanya memiliki, 9
 Riwayat kista ovarium terdahulu
 Siklus haid tidak teratur
 Obesitas
 Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
 Sulit hamil
 Penderita Hipotiroid
 Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi.

4. Etiologi
Kista ovarium dapat timbul akibat stimulasi yang berlebihan
terhadap gonadotropin 10.
 Gestational tropoblastic neoplasma (molahidatidosa dan
khoriokarsinoma)
 Fungsi ovarium, ovulasi yang terus menerus akan menyebabkan epitel
permukaan ovarium mengalami perubahan neoplastik.
 Zat karsinogen, zat radioaktif, asbes, virus eksogen dan hidrokarbon
polikistik
 Pada pasien yang sedang diobati akibat kasus infertilitas dimana
terjadi induksiovulasi melalui manipulasi hormonal.
5. Manifestasi klinik
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya
sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapun kista yang berkembang
menjadi besar dan menimbulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak
biasa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan
keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar
rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan

19
setiap gejala atau perubahan ditubuh anda untuk mengetahui gejala mana yang
serius. 9

Gejala-gejala berikut yang muncul bila anda mempunyai kista ovarium:


 Perut terasa penuh, berat, kembung.
 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil).
 Haid tak teratur.
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
kepanggul bawah dan paha.
 Nyeri senggama.
 Mual, ingin muntah, atau pergeseran payudara mirip seperti pada saat
hamil.

6. Diagnosis
a. Anamnesa
Pada anamnesa rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian bawah.
Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi
ruptur. Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di
sekitarnya dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan
defekasi.Dapat terjadi penekanan terhadap kandung kemih sehingga
menyebabkan frekuensi berkemih menjadi sering.11
b. Pemeriksaan Fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini
adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan
menjadisulit pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile,
permukaan massa umumnya rata. Cervix dan uterus dapat terdorong pada
satu sisi.Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul
padaligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau endometriosis.
Padaperkusi mungkin didapatkan ascites yang pasif. 11

20
c. Pemeriksaan Penunjang
1) USG
Merupakan alat terpenting dalam menggambarkan kista
ovarium.Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor,
apakah tumor berasal dariuterus, atau ovarium, apakah tumor kistik atau
solid dan dapat dibedakan pulaantara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan tidak.Dapat membantumengidentifikasi karakteristik kista
ovarium. 11
2) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Pemeriksaan pielogram inravena dan pemasukan bubur barium
pada kolon dapat untuk menentukan apakah tumor bearasal dari ovarium
atau tidak, misalnya tumor bukan dari ovarium yang terletak di daerah
pelvis seperti tumor kolon sigmoid. 11
3) Pengukuran serum CA-125
Tes darah dilakukan dengan mendeteksi zat yang dinamakan CA-
125, CA-125 diasosiasikan dengan kanker ovarium. Dengan ini diketahui
apakah massa ini jinak atau ganas. 11
4) Laparoskopi
Perut diisi dengan gas dan sedikit insisi yang dibuat untuk
memasukan laparoskop.Melalui laparoskopi dapat diidentifikasi dan
mengambil sedikit contoh kista untuk pemeriksaan PA. 11

7. Penatalaksanaan
Dapat dipakai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan
operasi dan tumor non neoplastik tidak. Tumor non neoplastik biasanya
besarnya tidak melebihi 5 cm. Tidak jarang tumor-tumor tersebut mengalami
pengecilan secara spontan dan menghilang. Tindakan operasi pada tumor
ovarium neoplastik yang tidak ganas adalah pengangkatan tumor dengan
mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Tetapi

21
jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan
ovarium, disertai dengan pengangkatan tuba. 9
Seluruh jaringan hasil pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi
anatomi untuk diperikasa. Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya
tidak membutuhkan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita post
menopause, kista yang berukuran kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam
batas normal, aman untuk tidak dilakukan terapi, namun harus dimonitor
dengan pemeriksaan USG serial. Sedangkan untuk wanita premenopause,
kista berukuran kurang dari 8 cm dianggap aman untuk tidak dilakukan terapi.
Terapi bedah diperlukan pada kista ovarium simpleks persisten yang lebih
besar 10 cm dan kista ovarium kompleks. Laparoskopi digunakan pada pasien
dengan kista benigna, kista fungsional atau simpleks yang memberikan
keluhan. Laparotomi harus dikerjakan pada pasien dengan resiko keganasan
dan pada pasien dengan kista benigna yang tidak dapat diangkat dengan
laparaskopi. Eksisi kista dengan konservasi ovarium dikerjakan pada pasien
yang menginginkan ovarium tidak diangkat untuk fertilitas di masa
mendatang.Pengangkatan ovarium sebelahnya harus dipertimbangkan pada
wanita post menopause, perimenopause, dan wanita premenopasue yang lebih
tua dari 35 tahun yang tidak menginginkan anak lagi serta yang beresiko
menyebabkan karsinoma ovarium.Diperlukan konsultasi dengan ahli endokrin
reproduksi dan infertilitas untuk endometrioma dan sindrom ovarium
polikistik. Konsultasi dengan onkologi ginekologi diperlukan untuk kista
ovarium kompleks dengan serum CA125 lebih dari 35 U/ml dan pada pasien
dengan riwayat karsinoma ovarium pada keluarga.Jika keadaan meragukan,
perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan
(frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapat kepastian
tumor ganas atau tidak. 11
Untuk tumor ganas ovarium, pembedahan merupakan pilihan utama.
Prosedurnya adalah total abdominal histerektomi, bilateral salfingo-
ooforektomi,dan appendiktomi (optional). Tindakan hanya mengangkat
tumornya saja (ooforektomi atau ooforokistektomi) masih dapat dibenarkan

22
jika stadiumnya iamasih muda, belum mempunyai anak, derajat keganasan
tumor rendah seperti pada fow potential malignancy (borderline). Radioterapi
hanya efektif untuk jenis tumor yang peka terhadap radisi, disgerminoma dan
tumor sel granulosa. Kemoterapi menggunakan obat sitostatika seperti agens
alkylating (cyclophosphamide, chlorambucyl) dan antimetabolit (adriamycin).
FoIlow up tumor ganas sampai 1 tahun setelah penanganan setiap 2 bulan,
kemudian 4 bulan selama 3 tahun setiap 6 bulan sampai 5 tahun dan
seterusnya setiap tahun sekali. 11

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of
abnormal uterine bleeding in the reproductive years. Fertility and
Sterility.2011.(95) 7. 


2. Cavazos, A.G., Mola, J.R. Abnormal Uterine Bleeding: New Definitions and
Contemporary Terminology. The Female Patient. 2012; 37:27-36.
3. Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Panduan Tata Laksana Perdarahan
Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2011; 3-19
4. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In: Wiliams
Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012; p:246-
74
5. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Abnormal Uterine
Bleeding. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc.
New York. 2012; p:219-40
6. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal
Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28
7. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the
uterus. In: Current obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment,
Decherney AH, Nathan L, editors. Ninth edition. Lange Medical Books, New
York, 2003.p: 693 – 701.

8. Cunningham, Mc Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 2003.


William’s Obstetrics. Prentice-Hall International.Inc
9. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.Cetakan 5. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 346 – 362.
10. Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC hal :104.

24
11. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan
GinekologiIndonesia; 2006. p.130.

25

Anda mungkin juga menyukai