PNEUMONIA
Disusun Oleh:
TULUNGAGUNG
September 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena dengan izin-Nya kita masih di beri
kesempatan dalam menyelesaikan penyusunan Makalah yang berjudul
“PNEUMONIA”. Dan tak lupa pula penulis haturkan shalawat dan salam atas
junjungan Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para
pengikutnya sampai akhir zaman amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C Tujuan Penulisan ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .............................................................................................. 1
B. Epidemiologi ..................................................................................... 1
C. Etiologi .................................................................................................
D. Patofisiologi ........................................................................................
E. Tanda dan Gejala ................................................................................
F. Terapi ..................................................................................................
G. Managemen ........................................................................................
H. Farmakokinetik Obat ..........................................................................
I. Monitoring dan Evaluasi ....................................................................
J. Farmakoekonomi ................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa bahwa makalah ini perlu
dibuat dengan tujuan dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatannya
terutama dalam mengetahui penatalaksanaan terapi penyakit pneumonia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi sepanjang
tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat pada
pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi kritis
(Depkes RI, 2005).
3
komuniti banyak disebabkan bakteri gram positif dan dapat pula bakteri
atipik.
2) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia). Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi
setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua
infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.
3) Pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkio bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam tubuh
maupun di luar tubuh penderita.
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised. Penderita
immunocompromised seperti penderita Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) seringkali mendapatkan infeksi oportunistik yang
disebabkan karena penurunan imunitas. Salah satunya adalah
Pneumocystis pneumonia (PCP) yang merupakan penyakit oportunistik
pada infeksi HIV (human immunodefi ciency virus). Infeksi pneumonia
ini disebabkan oleh jamur Pneumocystis jiroveci.
4
Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua.
1) Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan olehobstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan
2) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
3) Pneumonia interstisial
(PDPI, 2003).
2. Faktor Resiko
a. Usia tua atau anak-anak
b. Merokok
c. Adanya penyakit paru yang menyertai
d. Infeksi Saluran Pernapasan yang disebabkan oleh virus
e. Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
f. Obstruksi Bronkhial
g. Immunocompromise atau mendapat obat Immunosupressive seperti –
kortikosteroid
h. Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia aspirasi) (IDAI,
2008)
B. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang
terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir diseluruh
dunia. Di Inggris Pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari
pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian
urutan ke-15 (Qaulyiah, 2010).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan prevalensi Nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbidita) Pneumonia pada Bayi: 2,2 %, Balita: 3%,
5
angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% (Depkes RI,
2007).
Pneumonia pada balita dapat terjadi tanpa kelainan imunitas yang jelas.
Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita Pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Frekuensi relative terhadap Mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut
lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat,
sanitasi fisik rumah, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu faktor iklim
dan letak geografis mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini
(Qaulyiah, 2010).
C. Etiologi Pneumonia
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi meliputi infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, parasit). Penyebab paling
sering pneumonia adalah bakteri dan virus. Penyebab yang jarang menyebabkan
infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit. Selain disebabkan oleh infeksi,
pneumonia juga bisa disebabkan oleh hal lain (non infeksi) misalnya bahan kimia
atau benda asing yang teraspirasi, seperti:
D. Patofisiologi Pneumonia
Pada keadaan sehat, pada paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru-paru. Terdapatnya mikroorganisme di paru merupakan akibat
6
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
penyakit. Resiko infeksi di paru-paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran nafas.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru-paru dapat melalui berbagai
cara, yaitu inhalasi (penghirupan) mikroorgnisme dari udara yang tercemar,
aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, penyebaran
melalui pembuluh darah dari infeksi di organ tubuh yang lain, migrasi
(perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru (Fransisca,
2000).
1) Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya virus
masuk kedalam paru-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut
dan hidung. Setelah masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini
sering menunjukan kematian sel, sebagian virus langsung mematikan sel atau
melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis.Ketika sistem imun
merespon terhadap infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru-paru. Sel darah
putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin yang membuat
cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak dan cairan dalam
alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah. Sebagai
tambahan dari proses kerusakan paru-paru, banyak virus merusak organ lain dan
kemudian menyebabkan fungsi organ lain terganggu. Virus juga dapat membuat
tubuh rentan terhadap infeksi bakteri. Untuk alasan ini, pneumonia karena bakteri
sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang disebabkan oleh virus.
Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh virus seperti vitus influensa, virus
syccytial respiratory (RSV), adenovirus dan metapneumovirus. Virus herpes
simpleks jarang menyebabkan pneumonia kecuali pada bayi baru lahir. Orang
dengan masalah pada sistem imun juga berresiko terhadap pneumonia yang
disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV) (Fransisca, 2000).
2) Bakteri
7
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di
udara dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah
ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup pada bagian
atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat
dengan mudah dihirup menuju alveoli. Setelah memasuki alveoli, bakteri
mungkin menginvasi ruangan di antara sel dan di antara alveoli melalui rongga
penghubung. Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrofil yang
adalah tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru-paru. Neutrofil menelan
dan membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan sitokin,
menyebabkan aktivasi umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam,
menggigil dan mual umumnya pada pneumonia yang disebabkan bakteri dan
jamur. Neutrofil, bakteri dan cairan dari sekeliling pembuluh darah mengisi
alveoli dan mengganggu transportasi oksigen (Fransisca, 2000).
Bakteri sering berjalan dari paru-paru yang terinfeksi menuju aliran darah
menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan
tekanan darah rendah dan kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal
dan jantung. Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding
dada (cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang dinamakan empyema.
Penyebab paling umum dari pneumonia yang disebabkan bakteri adalah
Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri atipikal. Penggunaan
istilah “Gram positif” dan “Gram negatif” merujuk pada warna bakteri (ungu atau
merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.
Istilah “atipikal” digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi
orang yang lebih sehat, menyebabkan pneumonia yang kurang hebat dan berespon
pada antibiotik yang berbeda dari bakteri yang lain (Fransisca, 2000).
Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung
atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering disebut
”pneumococcus” adalah bakteri penyebab paling umum dari pneumonia pada
segala usia kecuali pada neonatus. Gram positif penting lain penyebab dari
pneumonia adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Gram negatif penyebab
pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari bakteri gram
negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,
8
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan
mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup. Bakteri atipikal yang
menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae,Mycoplasma
pneumoniae,dan Legionella pneumophila (Fransisca, 2000).
3) Fungi
Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini mungkin
terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat-
obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia
yang disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan bakteri.
Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum,Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci dan Coccidioides
immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah sungai Missisipi
dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat
daya (Fransisca, 2000).
4) Parasit
Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini
secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah memasuki
tubuh,mereka berjalan menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat seperti
pada pneumonia tipe lain, kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang
menyebabkan ganguan transportasi oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih,
eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit. Eosinofil pada paru-
paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang menyebabkan komplikasi
yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit. Parasit paling umum yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides
stercoralis dan Ascariasis (Fransisca, 2000).
9
b. Takipnea
c. Takikardia
d. Hipoksemia ringan
e. Menghilangnya suara nafas di area yang terkena
f. Pekak pada perkusi dada
g. Vowel perubahan pada auskultasi (fremitus taktil, whispered pectoriloquy,
dan egofoni)
h. Ronki basah pada inspirasi selama pengembangan paru
i. Konsolidasi pada roentgent dada
j. Peningkatan hitung sel darah putih dengan pergeseran ke kiri
2. Gejala :
a. Menggigil
b. Batuk produktif
c. Sputum purulen, berwarna seperti karat
d. Nyeri dada pleuritik (tajam, seperti terkena pisau)
(Lyrawaty dan Leonita, 2012)
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung mikroorganisme
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Gejala
yang terjadi pada pasien pneumonia sering kali disertai batuk. Pada awalnya
keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan.
Orang dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah,sakit
kepala,atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Pasien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi, peningkatan suhu tubuh dan menggigil.
Selain itu pasien mengalami peningkatan frekuensi pernafasan, sesak nafas yang
ditandai dengan dinding dada bawah tertarik kedalam atau nafas cepat 40-50
kali/per menit, nyeri dada seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti ditusuk,
tanda konsolidasi paru (pekak pada perkusi, peningkatan fremitus, esofonia, suara
nafas bronkhial dan ronkhi) (Jeremy, 2007).
10
dada yang tajam atau menghunjam selama menarik napas dalam-dalam, dan
peningkatan laju respirasi (Hoard, 2006). Tanda-tanda dan gejala khusus pada
anak-anak balita yaitu demam, batuk, dan napas yang cepat atau sulit. Tanda-
tanda dan gejala yang lebih parah meliputi: kulit biru, rasa haus berkurang,
konvulsi, muntah-muntah yang menetap, suhu ekstrim, atau penurunan tingkat
kesadaran (Singh, 2012).
F. Terapi Pneumonia
a. Tujuan Terapi
1. Menghilangkan organisme pengganggu dengan pemilihan antibiotik yang
sesuai. Pemilihan antibiotik yang tepat dan lengkap sebagai tujuan terapi
untuk pneumonia.
2. Meminimalisir morbiditas.
3. Meminimalisir obat-obat yang dapat mengganggu disfungsinya organ
ginjal,paru, dan hati.
4. Kasus radang virus pneumoni yang self limiting, dari antivirus influenza
pneumonia (amantadine atau rimatadine) pemulihan dapat dipercepat.
5. Terapi dengan biaya yang hemat.
6. Penggunaan obat secara oral atau parenteral jika dimungkinkan.
7. Mendorong untuk lebih perawatan jalan daripada rawat inap
b. Strategi Terapi
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara
empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah
bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang
berspektrum sempit sesuai patogen.
11
2. Tindakan suportif : meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi : ventilasi non invasive (misalnya tekanan
jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan
bronkoskopi membantu bersihan sputum (Jeremy, 2007).
c. Tatalaksana Terapi
2. Terapi Farmakologi
12
Awalnya penggunaan antibiotik empiris spektrum luas yang relatif efektif
terhadap bakteri patogen setelah sesuai kultur dan spesimen untuk evaluasi
laboratorium telah diperoleh. Beberapa faktor yang membantu untuk
mendefinisikan potensial patogen yang terlibat termasuk usia pasien, riwayat
sebelum dan saat pengobatan, penyakit yang mendasari, fungsi organ utama, dan
kehadiran status klinis. Faktor-faktor ini harus dievaluasi untuk memilih ketepatan
dan keefektifan rejimen empiris,antibiotik serta rute yang paling tepat untuk
pemberian obat (oral atau parenteral). Pilihan empiris yang tepat untuk
pengobatan bakteri pneumonia relatif terhadap pasien yang mendasari penyakit
akan ditampilkan dalam tabel 1 untuk orang dewasa dan tabel 2 untuk anak-anak.
13
listeria CMV, RSV, Ribavirin untuk RSV
Adenovirus.
1-3 bulan. Chlamydia, kemungkinan Makrolida/azilide,Trimetropim
ureaplasma, CMV, -sulfametoksazol
pneumocytis carinii, Ribavirin
RSV Semisintetic penisilin atau
Pneumococus S.aureus. sefalosporin.
3 bulan - 6 Pneumococus, h.influenza, Amoxicillin atau sefalosporin,
tahun. RSV, adenovirus, ampicilin &sulbaktam,
parainfluenza. amoxicillin &clavulanat,
ribavirin for RSV
6 tahun Pneumococus, micoplasma Makrolida/azilide,
pneumonia, adenovirus sefalosporin, amoxiclav.
14
a. Antibiotika Pada Pneumonia
1) Golongan Betalaktam
a) Sefalosporin
Sefalosporin memiliki aktivitas antimikroba yang luas dengan mekanisme
kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram-positif maupun Gram-negatif, tetapi
spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin dibagi
menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya, yang secara tidak
langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatanyya. Dewasa ini sefalosporin
yang lazim digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi keempat
(Gan,V.H.S., 2007).
15
Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama
terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase (Gan,V.H.S.,
2007). Keuntungan dari sefalosporin golongan ini adalah peningkatan
aktivitasnya melawan bakteri gram negatif. Ciri penting lain generasi ini
adalah kemampuannya untuk mencapai sistem saraf pusat dan cairan spinal
dengan konsentrasi yang cukup. Kelompok ini antara lain : sefoperazon,
sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim, sefotiam, sefpodoksim dan
seftributen (Jawetz et al, 2005). Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih
panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu
kali sehari (Depkes, 2000). Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P.
Aeruginosa (Gan,V.H.S., 2007). Antibiotika golongan ini yang biasa
digunakan pada pengobatan pneumonia adalah sefpodoksim, seftriakson dan
sefotaksim. Dosis sefotaksim 1g IV tiap 6-8 jam. Dosis seftriakson 1g IV tiap
12 jam. Dosis sefpodoksim 200 mg tiap 12 jam selama 10 sampai 14 hari
(AHFS).
(4) Sefalosporin generasi keempat
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim) mempunyai spektrum aktivitas
lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh
betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi
kuman yang resisten terhadap generasi ketiga (Gan,V.H.S., 2007).
2) Penisilin
3) Golongan Kuinolon
16
Obat golongan kuinolon bekerja dengan menghambat DNA gyrase sehingga
sintesis DNA kuman terganggu. Kuinolon baru (gatifloksasin, moksifloksasin,
gemifloksasin dan levofloksasin) mempunyai daya antibakteri yang cukup baik
terhadap kuman gram positif, gram negatif, dan kuman atipik penyebab infeksi
saluran nafas bawah. Uji klinik menunjukkan bahwa kuinolon baru ini efektif
untuk community acquired pneumonia (Setiabudi, R, 2007). Dari prototipe awal
yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat,
cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi
gramnegatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua
terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin,
fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi
community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin,
ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan
penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain
(Depkes, 2005).
4) Makrolida
17
Terdiri dari eritromisin, klaritromisin dan azitromisin. Kadar azitromisin
yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar di
jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Obat yang disimpan di jaringan ini
kemudian dilepaskan perlahan lahan sehingga dapat diperoleh masa paruh
eliminasi sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan
lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya berlangsung cepat namun
terganggu bila diberikan bersama dengan makanan. Obat ini tidak menghambat
antikrom P-450 sehingga praktis tidak menimbulkan interaksi obat. Obat
golongan ini yang biasa digunakan untuk pneumonia adalah azitromisin,
klaritromisin dan eritromisin. Dosis klaritromisin 250mg tiap 12 jam selama 7-14
hari. Dosis azitromisin 500mg sekali hari sebagai dosis awal dan dilanjutkan
dengan 250mg sekali hari pada hari ke dua sampai hari ke lima (Setiabudi, R,
2007).
G. Managemen Pneumonia
Terdapat berbagai macam manajemen terapi untuk pasien CAP. Stratifikasi
penatalaksanaan pasien CAP menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
dibagi menjadi berikut.
18
a. Pengobatan suportif / simptomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
3) Elektrolit
4) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
5) Pengobatan antibiotik (sesuai tabel) kurang dari 8 jam.
(PDPI, 2003)
19
3. Kuinolon
4. Makrolida
a. Pemberian : Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat
ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini
diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian per oral. Klaritromisin dan
azitromisin stabil terhadap asam lambung dan siap diabsorpsi. Makanan dapat
mempengaruhi absorbsi eritromisin dan azitromisin tetapi mungkin
meningkatkan insidens tromboflebitis.
b. Distribusi : Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke
cairan serebrospinalis. Obat ini merupakan satu diantara sedikit antibiotika
yang berdifusi ke dalam cairan prostat dan mempunyai sifat akumulasi unit
ke dalam makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi
menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih baik. Demikian juga, dengan
klaritromisin dan azitromisin absorbsi keduanya luas ke jaringan. Kadar
serum azitromisin rendah, obat ini berkumpul di neutrofil, makrofag dan
fibroblas.
c. Metabolisme : Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui
menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistem
sitokrom P-450. Klaritromisin dioksidasi menjadi derivat 14-hidroksi yang
mempunyai aktivitas antibakteri: mempengaruhi metabolisme obat seperti
teofilin dan karbamazepin. Azitromisin tidak mengalami metabolisme.
d. Ekskresi : Eritromisin dan azitromisisn terutama dikumpulkan dan
diekskresikan dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi
melalui sirkulasi enterohepatik. Sebaliknya, Klaritromisin dan metabolitnya
20
dieliminasi oleh ginjal serta hati dan obat ini direkomendasikan pada
penderita gangguan ginjal dengan dosis yang disesuaikan.
(Rampengan, N. 2013)
J. Farmakoekonomi Pneumonia
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Thoracic Society Consensus Guidelines On The Management Of
Community-Acquired Pneumonia In Adults. Clinical Infectious Disease.
2007; 44: 527-72
Neal M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta
PDPI, 2003, Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Qauliyah,A. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Pneumonia. Diakses
6 November 2010 dari http://astaqauliyah.com/2010/07/referat-
kedokteran-diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-pneumonia
Rampengan, N. 2013. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Pada
Anak. Sari Pediatri Vol. 14 No. 5 Edisi Februari. Jakarta. Hal : 271 – 276
Setiabudi, R., 2007, Pengantar Antimikroba.,dalam Gunawan, S.G., Setiabudy, R.,
Nafrialdi. dan Elysabeth., Farmakologi dan Terapi,Hal 585, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Singh YD. Pathophysiology of community acquired pneumonia. J Assoch.
Physicians India 2012;60 Suppl:7-9.
WHO & UNICEF, 2006. The forgotten killer of children, New york: WHO.
Jeremy P.T., 2007, At Glance Sistem Respirasi, Edisi Kedua, Erlangga
Medical Series, Jakarta, pp. 76-77.
24