Anda di halaman 1dari 11

1.

Trigeminal Neuralgia
a. Definisi
Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the study of
Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya
singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Sementara menurut International Headache Society trigeminal neuralgia nyeri adalah
nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu atau
lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti
mencuci muka, bercukur, gosok gigi, berbicara.
b. Epidemiologi
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah
wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria
sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana
neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun kadang –
kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder. Berdasarkan
laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia trigeminal dan
pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan etnik tampaknya
tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.
c. Etiologi
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal neuralgia. Trauma
langsung pada saraf dan beberapa penyakit merupakan etiologi serta predisposisi dari
Trigeminal Neuralgia. Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi,
multipel sklerosism diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung
pada saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral
menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.
d. Klasifikasi
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal
menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang
etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat diakibatkan
karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.
- Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Trigminal Neuralgia Idiopatik:
1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik
cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara
beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding laki-
laki.
Trigeminal Neuralgia Simptomatik:
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau
nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial,
berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada
golongan usia.
e. Manifestasi Klinik :
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti
menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang berlangsung
singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari dua menit, tiba-tiba
dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri, atau hanya ada
rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1% dan
nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling
sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada
nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus
trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%).
Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan
mandibularis (0,6%).
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan
ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat
mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia,
karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara
progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal
yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa
tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut
sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.
f. Diagnosis
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang lainnya.
Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-sama
pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk
mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan.
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache Society
adalah sebagai berikut:
A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang berlangsung
beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,
mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu
dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia
yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat keberadaan tumor.
Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI ini
sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh
darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat
kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik
yang dapat mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit
tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal
dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri.
Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan
lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi,
lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan
perubahan suhu (panas dan dingin).
g. Tatalaksana
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini
pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya
dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan
- Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa
pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of
Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin
( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini
pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia
trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis
obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS ( American
Academy of Neurology- European Federation of Neurological Society ) telah
disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga
efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah
melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam,
gabapentin, phenytoin dan valproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian 200-
1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari sesuai
dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauh lebih kuat
dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang
lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis
400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan obat
antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang disarankan
untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin, topiramate,
levetiracetam, dan valproat.
- Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi
pembedahan.
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan
yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan yang
berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan dan gejala semakin
memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri, terapi
gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada
nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin,
lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen
ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan
balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang
difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler
adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan
memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.

2. Berdasarkan scenario dan keluhan yang diderita pasien, kemungkinan obat


yang dibawa atau telah dikonsumsi pasien adalah obat Non Steriod Anti
Infamation Drug (NSAID), dimana ketika obat ini dikonsmsi dalam jangka waktu
yang lama dapat menimbulkan efek samping.

a. Gastritis Akut
b. Gastopati reaktif/ kimiawi
c. Ulkus peptikum

Gastritis merupakan suatu inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa


lambung.Secara histopatologi dapat ditemukan infiltrasi sel-sel radang pada lapisan
tersebut. Gastritis terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi
lambung atau disebut juga faktor agresif seperti HCl, pepsin, dan faktor pertahanan
lambung dengan faktor defensif yaitu mukus bikarbonat.Penyebab ketidakseimbangan
faktor agresif- defensif tersebut salah satunya adalah penggunaan obatobatan
golonganobat anti inflamasi non-steroid (OAINS). Obat ini adalah golongan obat yang
digunakan untuk mengobati reumatoid artritis, osteoartritis, dan meredakan nyeri. Obat
anti inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme utama yaitu
topikal dan sistemik.Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat
lipofilik dan asam, sehingga mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan
menimbulkan ulserasi. Efek sistemik OAINS lebih penting,yaitu kerusakan mukosa
lambung terjadi akibatadanya produksi prostaglandin yang menurun.Prostaglandin
khususnya prostaglandin E merupakan substansi sitoproteksi yang amat penting bagi
mukosa lambung.Penurunan produksiprostaglandin E tersebut akan menyebabkan
terbentuknya lesi akut mukosa lambungdengan bentuk ringan sampai berat.

Mekanisme NSAID menyebabkan ulkus peptikum:


- Secara langsung/direct
NSAID merupakan asam lemah yang dapat langsung melewati membran
intraseluler bersifat sitotoksik yang memicu sel epitel melepaskan sitokin pro
inflamasi berupa TNF alfa yang menyebabkan kerusakan mitokondria sehingga
terjadi gangguan metabolisme energi sehingga menyebabkan kerusakan barrier
mukosa.
- Menghambat sintesis prostaglandin/PG
PG mempunyai efek cytoprotection terhadap mukosa saluran cerna melalui
aktivitas enzim cyclooxigenase (COX) yaitu COX 1. NSAID menghambat
enzim COX 1 yang dominan ada di lambung sehingga menyebabkan penurunan
sirkulasi darah dan mukosa lambung yang berhubungan dengan perlindungan
barrier mukosa lambung hingg terjadi ulkus pada lambung.
3. Gangguan tidur terkait stress
a. Gangguan Tidur Primer
Gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh kondisi mental yang lain, kondisi
fisik, atau penggunaan obat.
- Dua gangguan tidur primer
a. Disomnia
Suatu kelompok gangguan tidur heterogen à insomnia primer,
hiperinsomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan dengan
pernafasan , gangguan tidur irama circadian (gangguan jadwal tidur-
bangun) dan disomnia yang tidak ditentukan, Not Otherwise Specified
(NOS)
b. Parasomnia
gangguan mimpi menakutkan (Nightmare disorder), Gangguan terror
tidur, gangguan tidur berjalan dan parasomnia yang tidak
ditentukan(NOS).

- Insomnia
Persepsi yang tidak adekuat secara kuantitas atau kualitas tidur dgn akibat
kelelahan, konsentrasi terganggu, atau memori terganggu.
- Penyakit yang sering berkaitan Insomnia

- Hypersomnia
Jumlah tidur berlebihan & mengantuk (somnolensi) berlebihan di siang hari.
- Penyebab Tersering Hipersomnia
Daftar Pustaka:
 Aryani, Alit. 2017. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
 Kaplan & Sadock's. . 2015. Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 11th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
 Katzung. 2015. Basic and Clinical Pharmacology, 13th ed. McGraw-
Hill’s.
 Somayana, Gde. 2017. Stomach and Duodenum Disorders. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
 Fathan M.2016. Hubungan Konsumsi OAINS terhadap Gastritis

Anda mungkin juga menyukai