THANATOLOGI
Pembimbing :
Disusun Oleh:
Definisi Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).
Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini
digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma.4
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak
menghilang.
d. Pembusukan (decomposition)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis
dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan, timbul akibat kerja
digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera
masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri untuk tumbuh. Sebagian
bakteri tersebut berasal dari usus yang terutama Clostridium welchii. Proses ini
membentuk asam lemak, asam amino dan gas pembusukan berupa gas alkana, H2S,
HCN.2
Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita
setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna
kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu
menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.1
Ada beberapa pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol,
lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya
seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari
terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan, pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva
membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan
ditemukannya larva lalat.1
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-
paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain
kelenjar prostat dan uterus non gravid. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-
kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dengan
mengukur panjang larva dan mengetahui usianya.2
Faktor yang mempercepat terjadinya pembusukan pada mayat adalah suhu
keliling optimal, kelembapan udara cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk,
penderita infeksi/sepsis. Suhu keliling optimal akan meningkatkan autolysis dan
degradasi jaringan oleh bakteri. Refrigrator pada umumnya tidak memperlambat
pembusukan, namun ketika tubuh dalam keadaan freeze kemudian mencair maka
pembusukan terjadi lebih cepat akibat multiplikasi bakteri. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah:air:udara adalah 1:2:8.2
e. Adiposera
Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem.
Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan
enzim bakteri.3
Faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban, lemak
tubuh yang cukup, suhu yang hangat, dan invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca
mati. Pembentukan adiposera membutuhkan waktu 4 minggu sampai 12 minggu.2
f. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering seperti di padang gurun, sehingga
tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan
akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.2,4
3. Perubahan Rambut
Dalam sehari rata-rata rambut tumbuh 0,4 mm/hari, panjang kumis dan jenggot dapat
digunakkan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat diterapkan pada laki-
laki yang mempunyai kebiasaan mencukur dan mengetahui kapan terakhir kali korban
bercukur.2
4. Pertumbuhan kuku
Pertumbuhan kuku diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari, hal ini dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5. Analisis Kimia
Komponen dalam darah, cairan cerebrospinal (CSS) dan cairan vitreus memilii
hubungan dalam hal untuk memperkirakan waktu kematian. Dalam cairan vitreus akan terjadi
peningkatan kalium, sehingga dapat diperkirakan saat kematian antara 24-100 jam pasca mati.
Pada CSS, kadar nitrogen asam amino < 14 mg% menunjukkan kematian kurang dari
10 jam, kadar nitrogen non protein <80 mg% estimasi waktu kematian belum 24 jam,
sedangkan bila kadar kreatinin <5mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian
belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
Kadar semua komponen dalam darah akan berubah, sehingga pemeriksaan darah post
mortem tidak dapat memberikan gambaran konsentrasi zat-zat semasa hidupnya. Hal ini
dikarenakan terjadi aktivitas enzim, bakteri dan gangguan permeabilitas dari sel yang telah
mati.2
6. Reaksi Supravital
Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan
tubuh seseorang yang masih hidup. Reaksi ini dapat dibuktikan melalui beberapa uji; rangsang
listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati. Sedangkan pada
trauma masih didapatkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Yen LD, Apuranto H. Tanda pasti kematian pada korban yang telah meninggal. Surabaya:
Departemen Ilmu Kedokteran dan Medikolegal FK Unair.
2. Arief Budiyanto, Wibisana Widiatmika. Ilmu kedokteran forensik. Edisi Pertama Cetakan
Kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
FKUI; 1997: h.25-36.
3. Presnell E. Postmortem changes. 13 Oktober 2015. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/1680032-overview#a2, 12 April 2018.
4. Simpson CK. Simpson’s forensic medicine. 13th edition. London: Hodder & Stoughton Ltd;
2011: h.48.
5. Hau TC, Hamzah NH, Lian HH. Decomposition process and post mortem changes. Sains
Malaysiana. 2014; 43(12): p.1873-1882.