Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

THANATOLOGI

Pembimbing :

dr. M. Faizal Zulkarnaen, Sp.KF.,MH. Kes

Disusun Oleh:

Jessica 10.2013.034 / 11.2016.110

Elisabet Meyzi Nurani 10.2013.070 / 11.2016.266

Irena 10.2014.054 / 11.2017.082

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 20 AGUSTUS 2018 – 15 SEPTEMBER 2018


Pendahuluan
Seorang dokter tentu akan dihadapkan pada kasus kematian dalam melaksanakan profesinya,
baik kematian wajar maupun kematian tidak wajar. Pada kasus kematian tidak wajar, dokter atas
permintaan penyidik menentukan apakah korban masih hidup ataukah sudah mati, pada korban
yang masih hidup dapat secepatnya mendapatkan perawatan sedangkan pada korban mati perlu
ditentukan perkiraan saat kematiannya. Tanatologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
perubahan-perubahan pada tubuh seseorang yang telah meninggal. Pengetahuan ini berguna untuk
menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum, menentukan berapa lama
seseorang telah meninggal, membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-
kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.1

Definisi Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).
Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2

Istilah Mati dalam Tanatologi


Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu :
1. Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang
menetap (ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak
terdengar saat auskultasi.2
2. Mati suri ialah terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa
ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.2
3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Setiap sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk
mengalami kematian sel disebabkan oleh perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Neuron
korteks memerlukan waktu paling cepat yaitu 3-7 menit setelah sel kehabisan oksigen. Pada
tubuh terjadi kematian sel demi sel dan kematian secara keseluruhan akan terjadi dalam
beberapa jam.1
4. Mati serebral ialah suatu kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak
dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler
masih berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2

Tanda – Tanda Kematian


Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang akan dibagi menjadi tanda
kematian pasti dan tidak pasti.

Tanda kematian tidak pasti:


1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata.2

Tanda kematian pasti:


a. Lebam Mayat (Livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati terdapat terbawah akibat
gaya bumi (gravitasi), mengisi vena venula, membentuk bercak berwarna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.1
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
makin bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu
ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel dalam jumlah
cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah ikut mempersulit tersebut. Sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat
memperkirakan apakah pada tubuh korban telah terjadi perubahan posisi korban.2

Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian;


1. Memperkirakan sebab kematian
Misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal.2
2. Mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan
Lebam mayat dapat memperkirakan posisi mayat, lebam pada kulit mayat
dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada bagian belakang tubuh,
bokong, paha, betis dan bagian belakang kepala. Lebam mayat terjadi jika
pembuluh darah superfisial bisa terdistensi oleh darah, jika tubuh terlentang pada
permukaan yang keras sehingga menekan bagian tubuh, hal itu akan mencegah
darah mengisi pembuluh darah yang tertekan. Lebam pada kulit mayat dengan
posisi mayat tengkurap, dapat terlihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh,
dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita
lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.3
3. Memperkirakan saat kematian
Lebam mayat yang masih hilang pada penekanan menunjukkan saat
kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.

Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini
digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma.4
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak
menghilang.

b. Kaku mayat (Rigor mortis)


Rigor mortis mulai muncul seiring dengan habisnya ATP sebagai sumber energi.
Pada orang hidup terdapat cadangan glikogen. Glikogen oleh enzim diubah menjadi
asam laktat dan energy dalam ikatan senyawa fosfat. Energi ini kemudian berikatan
dengan ADP menjadi ATP, yang bertanggungjawab atas tetap elastisnya otot. Dengan
tidak adanya ATP, aktin dan myosin menjadi terikat secara permanen dan kaku mayat
pun terjadi. Ikatan ini tetap bertahan sampai dekomposisi terjadi.3
Proses kaku mayat terjadi segera setelah mati somatic, namun baru mulai terlihat
kurang lebih 2 jam setelah mati, dimulai dari otot-otot kecil seperti wajah dan leher, ke
otot besar (ekstremitas atas lalu ekstremitas bawah). Intensitas kaku mayat terjadi
maksimal dalam kira-kira 12 jam, bertahan selama kira-kira 12 jam kedua, lalu
menghilang dengan urutan yang sama. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kaku
mayat seperti suhu tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu
lingkungan yang tinggi.2

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat ;


a. Cadaveric spasm
Kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa melalui relaksasi
primer. Penyebabnya akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang terjadi saat
mati klinis disebabkan karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.2
b. Heat Stiffening
Kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Kekakuan ini terjadi terjadi
akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran.2
c. Cold Stiffening
Suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila tubuh korban
diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga
cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku.2

c. Penurunan suhu (Algor mortis)


Algor mortis adalah proses menurunnya suhu tubuh ke suhu keliling, terjadi
melalui radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi. terjadi akibat terhentinya produksi
panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus, disebabkan perbedaan
suhu antara mayat dengan lingkungannya.5 Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir
berbentuk kurva sigmoid. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang
rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi
terlentang, tidak berpakaian, dan pada umumnya orangtua serta anak kecil.
Marshall dan Hoare (1962) melakukan penelitian terhadap mayat telanjang
dengan suhu lingkungan 15,50C:
 Penurunan suhu dengan kecepatan 0,550C tiap jam pada 3 jam pertama
 Penurunan suhu 1,10C tiap jam pada 6 jam berikutnya
 Penurunan suhu 0,80C tiap jam pada periode selanjutnya2

d. Pembusukan (decomposition)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis
dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan, timbul akibat kerja
digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera
masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri untuk tumbuh. Sebagian
bakteri tersebut berasal dari usus yang terutama Clostridium welchii. Proses ini
membentuk asam lemak, asam amino dan gas pembusukan berupa gas alkana, H2S,
HCN.2
Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita
setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna
kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu
menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.1
Ada beberapa pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol,
lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya
seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari
terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan, pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva
membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan
ditemukannya larva lalat.1
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-
paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain
kelenjar prostat dan uterus non gravid. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-
kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dengan
mengukur panjang larva dan mengetahui usianya.2
Faktor yang mempercepat terjadinya pembusukan pada mayat adalah suhu
keliling optimal, kelembapan udara cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk,
penderita infeksi/sepsis. Suhu keliling optimal akan meningkatkan autolysis dan
degradasi jaringan oleh bakteri. Refrigrator pada umumnya tidak memperlambat
pembusukan, namun ketika tubuh dalam keadaan freeze kemudian mencair maka
pembusukan terjadi lebih cepat akibat multiplikasi bakteri. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah:air:udara adalah 1:2:8.2

e. Adiposera
Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem.
Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan
enzim bakteri.3
Faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban, lemak
tubuh yang cukup, suhu yang hangat, dan invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca
mati. Pembentukan adiposera membutuhkan waktu 4 minggu sampai 12 minggu.2
f. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering seperti di padang gurun, sehingga
tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan
akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.2,4

Perkiraan Saat Kematian


Terdapat perubahan lain yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati:
1. Perubahan pada mata
Pada orang yang sudah mati pandangan matanya menjadi kosong, reflek cahaya dan
reflek kornea hilang. Mata akan mengering 10 sampai dengan 12 jam setelah kematian, kornea
mengalami kekeruhan, bulbus okuli melunak dan mengkerut akibat penurunan tekanan bola
mata. Selain itu, terjadi segmentasi pada pembuluh darah retina sampai tidak terlihat lagi.2,4

2. Perubahan dalam lambung


Kecepatan pengosongan lambung seseorang sangat bervariasi, sehingga tidak dapat
dijadikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Ditemukannya makanan
tertentu misalnya; pisang, kulit tomat, biji-bijian di dalam lambung dapat digunakan untuk
menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah mengkonsumsi makanan tersebut.

3. Perubahan Rambut
Dalam sehari rata-rata rambut tumbuh 0,4 mm/hari, panjang kumis dan jenggot dapat
digunakkan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat diterapkan pada laki-
laki yang mempunyai kebiasaan mencukur dan mengetahui kapan terakhir kali korban
bercukur.2

4. Pertumbuhan kuku
Pertumbuhan kuku diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari, hal ini dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.

5. Analisis Kimia
Komponen dalam darah, cairan cerebrospinal (CSS) dan cairan vitreus memilii
hubungan dalam hal untuk memperkirakan waktu kematian. Dalam cairan vitreus akan terjadi
peningkatan kalium, sehingga dapat diperkirakan saat kematian antara 24-100 jam pasca mati.
Pada CSS, kadar nitrogen asam amino < 14 mg% menunjukkan kematian kurang dari
10 jam, kadar nitrogen non protein <80 mg% estimasi waktu kematian belum 24 jam,
sedangkan bila kadar kreatinin <5mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian
belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
Kadar semua komponen dalam darah akan berubah, sehingga pemeriksaan darah post
mortem tidak dapat memberikan gambaran konsentrasi zat-zat semasa hidupnya. Hal ini
dikarenakan terjadi aktivitas enzim, bakteri dan gangguan permeabilitas dari sel yang telah
mati.2

6. Reaksi Supravital
Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan
tubuh seseorang yang masih hidup. Reaksi ini dapat dibuktikan melalui beberapa uji; rangsang
listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati. Sedangkan pada
trauma masih didapatkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Yen LD, Apuranto H. Tanda pasti kematian pada korban yang telah meninggal. Surabaya:
Departemen Ilmu Kedokteran dan Medikolegal FK Unair.
2. Arief Budiyanto, Wibisana Widiatmika. Ilmu kedokteran forensik. Edisi Pertama Cetakan
Kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
FKUI; 1997: h.25-36.
3. Presnell E. Postmortem changes. 13 Oktober 2015. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/1680032-overview#a2, 12 April 2018.
4. Simpson CK. Simpson’s forensic medicine. 13th edition. London: Hodder & Stoughton Ltd;
2011: h.48.
5. Hau TC, Hamzah NH, Lian HH. Decomposition process and post mortem changes. Sains
Malaysiana. 2014; 43(12): p.1873-1882.

Anda mungkin juga menyukai