ULKUS KORNEA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior
Pada Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh
Oleh:
Pembimbing:
dr. Jamhur, Sp.M
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang
berjudul ”Ulkus Kornea”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penyusunan laporan
kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada bagian /SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas Laporan
Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan bimbingan serta dukungan dari
dosen pembimbing. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada dr. Jamhur, Sp. M yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas Laporan
Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan
tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta dapat memberikan
sumbangan pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1
PENDAHULUAN
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus [7].
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia.[5]
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang
luas.[5]
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma [3].
2.3. Etiologi
a. Infeksi
- Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.
- Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering
- Infeksi Virus: Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
- Acanthamoeba: Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensakontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
- Radiasi atau suhu (Disebut juga mata pengelas)
- Sindrom Sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,
immunosupresif)
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti [4]:
- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal)
- Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
6
terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke
lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau
bahkan sampai perforasi [9].
Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena
adanya mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara
lain, berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan – keluhan
lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah
nekrotik mendangkal, tanda – tanda radang berkurang [10].
Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast
membentuk stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru
terbentuk dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma
tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi
menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan
semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai
diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus
dengan membawa fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah
mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama
kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak –
anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari nebula,
makula, dan leukoma [11].
2.5. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu [12]:
1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
8
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui. Banyak teori yang diajukan, diantaranya teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang
sehat pada bagian yang sentral.
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadangkadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa [2]: Eritema
pada kelopak mata dan konjungtiva, Sekret Mukopurulen, Sensasi benda asing pada
mata, Pandangan buram, Terdapat bintik putih pada kornea sesuai lokasi ulkus,
Fotofobia, dan Nyeri. Gejala Objektif dari pasien dengan uklus kornea antara lain:
Injeksi Siliar, Hipopion, dan Hilangnya sebagian Kornea, serta ditemukan infiltrat.
2.7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
11
Gambar 2. Tes Fluoresensi Mata, Area hijau merupakan lokasi defek kornea
Tes fluoresensi mata adalah tes yang menggunakan pewarna oranye
(fluorescein) dan cahaya biru untuk mendeteksi benda asing di mata. Tes ini juga
dapat mendeteksi kerusakan pada epitel kornea, permukaan luar mata. Zat warna
fluoresin akan berubah hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin bila menempel
pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel
yang rusak bersifat lebih basa [8].
12
disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena
dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi
jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh [5].
2. Pengobatan Lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung,
telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada
mata harus diberikan [5] :
a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas
atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
- Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
b. Skopolamine sebagai agen midiratik.
c. Analgetik: dapat diberikan pantokain atau tetrakain, tapi tidak boleh
sering
d. Antibiotik: sesuai dengan kuman penyebabnya atau berspektrum luas,
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau injeksi konjungtiva, walaupun
pada ulkus kornea sebaiknya tidak diberikan salep karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menyebabkan erosi kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3
mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg,
Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit. Untuk Acanthamoeba, dapat
14
pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata [3].
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut [4].
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa [5]: Kebutaan parsial atau
komplit dalam waktu sangat singkat; Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi
endoptalmitis dan panopthalmitis; Prolaps iris; Sikatrik kornea; Katarak; dan,
Glaukoma sekunder.
2.11. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus
disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh
dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis
sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang
besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik [6].
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi maupun diabetes
melitus.
Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
Riwayat Sosial
Pasien seorang petani. Riwayat merokok ± 30 tahun , mengkonsumsi
alkohol dan obat-obatan lain disangkal.
Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra
superior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra
inferior
Hipermi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi Silier Ada Tidak ada
Perdarahan di bawah Tidak ada Tidak ada
konjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Putih kemerahan Putih
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem Ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Di central, berbatas Tidak ada
tegas
20
3.4 Resume
Laki-laki 38 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat sejak
± 6 bulan yang lalu. Keruh berwarna putih dirasakan pada mata kanan sejak ± 5
bulan yang lalu. Mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-),
nyeri (+), gatal (+), seperti ada benda asing (+) dan silau (+). Dari pemeriksaan fisik
ditemukan visus OD 0, OS 6/7.5. Pada kornea didapatkan ulkus di central kornea,
bilik mata depan tidak dapat dievaluasi, iris tidak dapat dievaluasi, reflek pupil (-),
lensa tidak dapat dievaluasi.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
0 Visus 6/7.5
Normal Palpebra Normal
Inj. Konjungtiva (+), Inj. Konjungtiva Tenang
Silier (+)
Ulkus (+), central Kornea Jernih
berbatas tegas
3.7 Planning
Terapi Pengobatan
- Cendo lyteers tetes mata 5x1 OD
- Ketokonazol 2 x 200 mg P.O
- Cefadroxil 2 x 200 mg P.O
- Ofloxaxin ED/Jam
Kontrol 1 minggu.
22
BAB 4
PEMBAHASAN
Umumnya pasien dengan ulkus kornea akan memberikan gejala berupa [2]:
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, Sekret Mukopurulen, Sensasi benda
asing pada mata, Pandangan buram, Terdapat bintik putih pada kornea sesuai lokasi
ulkus, Fotofobia, dan Nyeri. Gejala Objektif dari pasien dengan uklus kornea antara
lain: Injeksi Siliar, Hipopion, dan Hilangnya sebagian Kornea, serta ditemukan
infiltrat. Pada infeksi jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud
atau agar ekstrak maltosa [11].
Untuk saat ini diberikan pengobatan anti jamur dan antibiotik untuk
mengobati dan mencegah terjadinya infeksi yang meluas. Pemberian antibiotic
spectrum luas di lakukan karena mungkin saja infeksi di sebabkan oleh bakteri dan
mencegah infeksi sekunder Terapi yang diberikan: Cefadroxil, Ketokonazol, dan
Ofloxaxin ed/jam OD. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati
sebaik-baiknya. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan. Obat yang biasanya diberikan pada pasien dengan ulkus
kornea harus diberikan: Sulfas atropine salap atau larutan, efek kerja sulfas
atropine: Sedatif; Dekongestif; Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M.
konstriktor pupil. Selain itu juga dapat diberikan skopolamine sebagai agen
midiratik. Analgetik diberikan tetapi tidak boleh sering. Ulkus kornea yang
disebabkan oleh jamur harus diberikan antijamur [7].
Prognosis pasien ini, quo ad vitam adalah bonam, karena tanda-tanda
vitalnya masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad
malam karena walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat
sembuh, namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan
gangguan tajam penglihatan.
24
BAB 5
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bandeira, F., Roizenblatt, M., Levi, G. C., Freitas, D. D., Belfort, R., "Herpes zoster
ophthalmicus and varicella zoster virus vasculopathy," vol. 79, no. 2, 2016.
[3] Das D, Das G, Gayen S, Konar A. Median facial cleft in amniotic band syndrome.
Middle East Afr J Ophthalmol. 2011 Apr. 18 (2):192-4..
[5] Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
2011.
[6] A, Potts, Williams, G. J., Olson, J.A, et al, "Herpes Zoster Ophtalmicus:
Implementation of shingles vacccination in the UK," vol. 28, 20145.
[7] American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San
Fransisco. 2012.
[8] Whitcher JP and Eva PR. Low vision. In Whitcher JP and Eva PR. Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: MC Graw Hill: 2007..
[10] Van Meter WS, Katz D, Cook BG. Filamentary Keratitis. In: Holland EJ, Mannis MJ,
Lee WB, editors. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva, and Tear Film.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. P. 213-16..
[12] Chris, D. Kalogeropoulos, I. D., Bassukas, Marilita, M., Moschos, Khalid, F. T., "Eye
and Periocular Skin Involvement in Herpes Zoster Infection," vol. 4, no. 4, 2015.
26