Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

ULKUS KORNEA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior
Pada Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

Azka Muda Adri


1607101030148

Pembimbing:
dr. Jamhur, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang
berjudul ”Ulkus Kornea”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penyusunan laporan
kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada bagian /SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas Laporan
Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan bimbingan serta dukungan dari
dosen pembimbing. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada dr. Jamhur, Sp. M yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas Laporan
Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan
tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta dapat memberikan
sumbangan pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

Banda Aceh, Agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Anatomi Fisiologi ..................................................................... 3
2.2. Definisi ...................................................................................... 4
2.3. Etiologi ...................................................................................... 4
2.4. Patofisiologi .............................................................................. 6
2.5. Klasifikasi ................................................................................. 7
2.6. Manifestasi ................................................................................ 10
2.7. Diagnosis ................................................................................... 10
2.8. Tatalaksana................................................................................ 12
2.9. Pencegahan ................................................................................ 15
2.10. Komplikasi ............................................................................... 16
2.11. Prognosis .................................................................................. 16
BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................... 17
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 22
BAB 5 PENUTUP ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma [3]. Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi, noninfeksi dan
faktor lainnya. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab
awal bisa karena mata kelilipan atau tertusuk benda asing. Ulkus kornea terkadang
terjadi di seluruh permukaan kornea sampai ke bagian dalam dan belakang kornea
[5].
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2011 menyebutkan
saat ini terdapat 285 juta orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta
diantaranya mengalami kebutaan, 90% penderitanya berada di negara berkembang.
Jumlah penderita ulkus kornea yang terjadi setiap tahunnya di negara berkembang
dengan cepat mencapai hingga 1,5 – 2 juta, dan jumlah sebenarnya mungkin lebih
besar.[2]
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering.
Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik [3]. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti
tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion [3].
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
2

bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus [7].
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia.[5]
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang
luas.[5]
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi


Lapisan-lapisan kornea
Kornea merupakan jaringan transparan pada mata, yang ukurannya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan berukuran kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera
di limbus kornea, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus
skelaris. Diameter kornea sekitar 11,5 mm, dengan ketebalan 0,54 mm di tengah
dan 0,65 mm di tepi. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kornea tersusun dari 5 lapisan, diantaranya [1]:
1. Lapisan Epitel
Dengan ketebalan sekitar 40 sampai 50 µm, lapisan epitel tersusun dari 5
lapis sel epitel non keratin yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal,
sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan
sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden.
2. Membrana Bowman
Lapisan tipis (1 µm) yang terletak dibawah membrana basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Stroma
Lapisan terbesar (450 µm) pada kornea ini terdiri dari lamel yang
merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
4

Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam


perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descemet
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, hingga mencapai tebal
40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 µ m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.

Gambar 1. Anatomi kornea


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwan [2]. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humour aquous,dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya
seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya [1].
2.2. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
5

kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma [3].
2.3. Etiologi
a. Infeksi
- Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.
- Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering
- Infeksi Virus: Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
- Acanthamoeba: Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensakontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
- Radiasi atau suhu (Disebut juga mata pengelas)
- Sindrom Sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,
immunosupresif)
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti [4]:
- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal)
- Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
6

- Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis


exposure (pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena
defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus
- Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
- Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal
2.4. Patofisiologi
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab awal bisa
karena mata kelilipan atau tertusuk benda asing. Ulkus kornea terkadang terjadi di
seluruh permukaan kornea sampai ke bagian dalam dan belakang kornea [5].
Stadium ulkus kornea dibagi menjadi [6]:
1. Stadium infiltrasi progresif
2. Stadium ulserasi aktif
3. Stadium regresif
4. Stadium penyembuhan/sikatrisasi
Stadium Infiltrasi Progresif
Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang
diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi
sel polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata
dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan
menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat [7]. Ciri khas
stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam
epitel dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruha yang berwarna putih
atau kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut
tergantung pada virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan
antibiotika [8].
Stadium Ulserasi Aktif
Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu
cekungan (defek). Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema.
Pada pemeriksaan klinis terdapat kornea berwarna putih keabuan dengan dasar
ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang ringan atau sampai
7

terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke
lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau
bahkan sampai perforasi [9].
Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena
adanya mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara
lain, berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan – keluhan
lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah
nekrotik mendangkal, tanda – tanda radang berkurang [10].
Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast
membentuk stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru
terbentuk dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma
tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi
menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan
semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai
diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus
dengan membawa fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah
mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama
kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak –
anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari nebula,
makula, dan leukoma [11].
2.5. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu [12]:
1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
 Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
8

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh


streptokokus pneumonia.
 Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali
indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
 Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.
Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.
 Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan
infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di
daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.
diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran
di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak
9

kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi


kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.
c. Ulkus kornea virus [12]
 Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit. Keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
 Ulkus kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi
tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi
siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
Terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh.
Terdapat pembesaran kelenjar preaurikuler. Bentuk dendrit herpes
simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan
diujungnya [5].
d. Ulkus kornea acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus kornea perifer [2]
a. Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
10

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui. Banyak teori yang diajukan, diantaranya teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang
sehat pada bagian yang sentral.
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadangkadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa [2]: Eritema
pada kelopak mata dan konjungtiva, Sekret Mukopurulen, Sensasi benda asing pada
mata, Pandangan buram, Terdapat bintik putih pada kornea sesuai lokasi ulkus,
Fotofobia, dan Nyeri. Gejala Objektif dari pasien dengan uklus kornea antara lain:
Injeksi Siliar, Hipopion, dan Hilangnya sebagian Kornea, serta ditemukan infiltrat.
2.7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
11

penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi


imunosupresi khusus [7].
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti [6] :
- Uji Tajam Penglihatan
- Uji Refraksi
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri
- Respon Reflek Pupil
Pada infeksi akibat jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan
spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa [11].

Gambar 2. Tes Fluoresensi Mata, Area hijau merupakan lokasi defek kornea
Tes fluoresensi mata adalah tes yang menggunakan pewarna oranye
(fluorescein) dan cahaya biru untuk mendeteksi benda asing di mata. Tes ini juga
dapat mendeteksi kerusakan pada epitel kornea, permukaan luar mata. Zat warna
fluoresin akan berubah hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin bila menempel
pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel
yang rusak bersifat lebih basa [8].
12

2.8. Tatalakasana [7]


Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva. Pengobatan bertujuan untuk
menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi radang
dengan steroid. Secara umum, ulkus diobati sebagai berikut [11] :
- Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu, sehingga akan
berfungsi sebagai inkubator,
- Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari,
- Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder,
- Debridement sangat membantu penyembuhan,
- Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal
kecuali keadaan berat.
Penderita ulkus kornea perlu melakukan berbagai pemeriksaan seperti tes
refraksi, tes air mata, pengukuran kornea (keratometri), dan tes respons refleks
pupil. Prinsip umum pengobatan [5] :
- Keputusan untuk mengobati berdasarkan temuan klinis namun
etiologi penyebab tidak dapat diperkirakan hanya dengan melihat
gambaran dari ulkusnya. Pengobatan harus dilakukan bahkan
sebelum hasil kultur tersedia.
- Terapi topikal dapat mencapai konsentrasi pada jaringan lebih baik
dan sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas agar dapat
mencakup berbagai patogen yang umum.
- Terapi kombinasi dengan dua obat untuk mengatasi kuman gram-
positif dan gram-negatif sekaligus. Namun kombinasi ini tidak
tersedia secara umum di pasaran, sehingga harus dipersiapkan
secara khusus.
Terapi Farmakologi
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang
13

disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena
dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi
jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh [5].
2. Pengobatan Lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung,
telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada
mata harus diberikan [5] :
a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas
atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
- Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
b. Skopolamine sebagai agen midiratik.
c. Analgetik: dapat diberikan pantokain atau tetrakain, tapi tidak boleh
sering
d. Antibiotik: sesuai dengan kuman penyebabnya atau berspektrum luas,
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau injeksi konjungtiva, walaupun
pada ulkus kornea sebaiknya tidak diberikan salep karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menyebabkan erosi kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3
mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg,
Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit. Untuk Acanthamoeba, dapat
14

diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep


klorheksidin glukonat 0,02%.
e. Anti Jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
- Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
- Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
- Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
- Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis antibiotik
f. Anti Virus
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi, sementara untuk
herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon
inducer.
Terapi Non-Farmakologi
1. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah
dilakukan sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi
medis atau bedah mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma
ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang
efektif dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas
permukaan kornea yang terganggu dan memberikan metabolisme serta
dukungan mekanik untuk penyembuhan kornea. Flap konjungtiva bertindak
sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh
jaringan ikat vaskularnya.
15

Indikasi umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam


pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari
denervasi sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf
kranial 7 mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes
zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau
kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola
dengan flap konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.
2. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
- Penurunan visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
- Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
- Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Terdapat dua jenis teknik keratoplasti, Penetrating Keratoplasty
dimana keseluruhan lapisan kornea diganti, dan Lamellar Keratoplasty
dimana hanya sebagian lapisan kornea diganti.

Gambar 3. Skema Lamellar Keratoplasty berdasarkan lapisan yang diganti


2.9. Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil
16

pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata [3].
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut [4].
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa [5]: Kebutaan parsial atau
komplit dalam waktu sangat singkat; Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi
endoptalmitis dan panopthalmitis; Prolaps iris; Sikatrik kornea; Katarak; dan,
Glaukoma sekunder.
2.11. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus
disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh
dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis
sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang
besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik [6].
17

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. SY
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sigli, Aceh Pidie
Pekerjaan : Petani
Tanggal pemeriksaan : 29 Agustus 2018
No RM : 1-18-30-74
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Mata kanan merah dan tidak bisa melihat
Anamnesa :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat. Mata kana tidak bisa melihat dialami
sejak ± 6 bulan yang lalu secara perlahan-lahan. Keruh berwarna putih dirasakan
pada mata kanan sejak ± 5 bulan yang lalu disertai mata merah. Awalnya kecil dan
semakin membesar hingga saat ini. Mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran
mata berlebih (-), nyeri (+) kadang-kadang, gatal (+) dan terasa seperti ada benda
asing di mata, silau (+). Pasien mengatakan keluhan tersebut awalnya timbul saat
pasien hendak pulang dari ladang, lalu mata pasien tersambar rumput kemudian
pasien langsung membasuh matanya dengan air yang ada di rumah.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Pasien mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien
sudah pernah mengobati matanya dengan pengobatan tradisional 3 hari pasca
kejadian dikarenakan mata pasien mulai merah dan perih, 3 minggu kemudian
pasien datang ke spesialis mata di Sigli di karenakan penglihatan pasien mulai
kabur dan timbul bintik putih. Pasie diberikan obat tetes mata tapi pasien tidak
mengatahui nama obat tetes mata yang diberikan. Lalu pasien mencari pengobatan
ke RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dikarenakan keluhan semakin memberat.
18

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi maupun diabetes
melitus.

Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.

Riwayat Sosial
Pasien seorang petani. Riwayat merokok ± 30 tahun , mengkonsumsi
alkohol dan obat-obatan lain disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur axial : 36,8o C

Foto Klinis Pasien (29 Agustus 2018)

Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)


Visus Light Perseption 6/7.5
Refraksi/Pin Hole - -
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
19

Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra
superior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra
inferior
Hipermi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi Silier Ada Tidak ada
Perdarahan di bawah Tidak ada Tidak ada
konjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Putih kemerahan Putih
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem Ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Di central, berbatas Tidak ada
tegas
20

Sikatriks Tidak ada


Tidak ada
Bilik Mata Depan
Kejernihan Sulit dievaluasi Jernih
Kedalaman Sulit dievaluasi Cukup
Iris/Pupil
Refleks cahaya langsung (-) (+)
Refleks cahaya tidak Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
langsung
Lensa
Kejernihan Sulit dievaluasi Jernih
Dislokasi/subluksasi Sulit dievaluasi Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pergerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3.4 Resume
Laki-laki 38 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat sejak
± 6 bulan yang lalu. Keruh berwarna putih dirasakan pada mata kanan sejak ± 5
bulan yang lalu. Mata merah (+), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-),
nyeri (+), gatal (+), seperti ada benda asing (+) dan silau (+). Dari pemeriksaan fisik
ditemukan visus OD 0, OS 6/7.5. Pada kornea didapatkan ulkus di central kornea,
bilik mata depan tidak dapat dievaluasi, iris tidak dapat dievaluasi, reflek pupil (-),
lensa tidak dapat dievaluasi.
Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS
0 Visus 6/7.5
Normal Palpebra Normal
Inj. Konjungtiva (+), Inj. Konjungtiva Tenang
Silier (+)
Ulkus (+), central Kornea Jernih
berbatas tegas

Keruh Bilik Mata Depan Jernih


Sulit dievaluasi Iris Bulat, reguler

Sulit dievaluasi Pupil Refleks (+)


21

Sulit dievaluasi Lensa Jernih


Sulit dievaluasi Vitreous Jernih

3.5 Diagnosis Banding


- Ulkus kornea sentralis OD e.c. suspect fungi
- Ulkus kornea sentralis OD e.c. suspect bakterialis
- Ulkus kornea sentralis OD e.c. suspect virus
3.6 Diagnosis
Ulkus kornea sentralis OD e.c. suspect fungi

3.7 Planning
Terapi Pengobatan
- Cendo lyteers tetes mata 5x1 OD
- Ketokonazol 2 x 200 mg P.O
- Cefadroxil 2 x 200 mg P.O
- Ofloxaxin ED/Jam
Kontrol 1 minggu.
22

BAB 4
PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun datang ke poliklinik mata RSUD


dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat.
Mata kanan tidak bisa melihat dialami sejak ±6 bulan yang lalu secara perlahan.
Keruh berwarna putih dirasakan pada mata kanan sejak ±5 bulan yang lalu disertai
mata merah. Awalnya kecil dan semakin membesar hingga saat ini. Mata merah,
nyeri, sensasi benda asing, dan silau. Pasien mengatakan keluhan tersebut awalnya
timbul saat pasien hendak pulang dari ladang, lalu mata pasien tersambar rumput.
Pasien didiagnosis dengan ulkus kornea sentralis ec susp jamur OD. Ulkus
kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma [3]. Diagnosis pasti pada pasien ini harus dilakukan menggunakan
pemeriksaan pewarnaan KOH dan gram dari kerokan dasar dan tepi ulkus kornea.
Adapun pemeriksaan lain yang dianjurkan untuk pasien ini adalah kultur dan
sensitivity test [5].
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan mata kanan merah, perih, dan kabur. Dari pemeriksaan fisik
pada mata kanan ditemukan visus persepsi cahaya, injeksi siliar, kornea terdapat
ulkus sentral, tepi irregular dan hipopion pada COA dengan permukaan agak
mencembung. Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering.
Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti
tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion [4].
23

Umumnya pasien dengan ulkus kornea akan memberikan gejala berupa [2]:
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, Sekret Mukopurulen, Sensasi benda
asing pada mata, Pandangan buram, Terdapat bintik putih pada kornea sesuai lokasi
ulkus, Fotofobia, dan Nyeri. Gejala Objektif dari pasien dengan uklus kornea antara
lain: Injeksi Siliar, Hipopion, dan Hilangnya sebagian Kornea, serta ditemukan
infiltrat. Pada infeksi jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud
atau agar ekstrak maltosa [11].
Untuk saat ini diberikan pengobatan anti jamur dan antibiotik untuk
mengobati dan mencegah terjadinya infeksi yang meluas. Pemberian antibiotic
spectrum luas di lakukan karena mungkin saja infeksi di sebabkan oleh bakteri dan
mencegah infeksi sekunder Terapi yang diberikan: Cefadroxil, Ketokonazol, dan
Ofloxaxin ed/jam OD. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati
sebaik-baiknya. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan. Obat yang biasanya diberikan pada pasien dengan ulkus
kornea harus diberikan: Sulfas atropine salap atau larutan, efek kerja sulfas
atropine: Sedatif; Dekongestif; Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M.
konstriktor pupil. Selain itu juga dapat diberikan skopolamine sebagai agen
midiratik. Analgetik diberikan tetapi tidak boleh sering. Ulkus kornea yang
disebabkan oleh jamur harus diberikan antijamur [7].
Prognosis pasien ini, quo ad vitam adalah bonam, karena tanda-tanda
vitalnya masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad
malam karena walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat
sembuh, namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan
gangguan tajam penglihatan.
24

BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun dengan keluhan


mata kanan tidak bisa melihat. Pasien didiagnosis dengan ulkus kornea sentralis ec
susp jamur OD. Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Diagnosis pasti pada pasien ini harus dilakukan
menggunakan pemeriksaan pewarnaan KOH dan gram dari kerokan dasar dan tepi
ulkus kornea. Untuk saat ini diberikan pengobatan anti jamur untuk mengobati dan
mencegah terjadinya infeksi yang meluas. Prognosis pasien ini dubia ad bonam.
25

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bandeira, F., Roizenblatt, M., Levi, G. C., Freitas, D. D., Belfort, R., "Herpes zoster
ophthalmicus and varicella zoster virus vasculopathy," vol. 79, no. 2, 2016.

[2] Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan manajemen


klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. h 30-33..

[3] Das D, Das G, Gayen S, Konar A. Median facial cleft in amniotic band syndrome.
Middle East Afr J Ophthalmol. 2011 Apr. 18 (2):192-4..

[4] Tanioka H, Yokoi N, Komuro A, et al. Investigation of the corneal filament in


filamentary keratitis. Invest Ophthalmol Vis Sci 2009; 50:3696-702..

[5] Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
2011.

[6] A, Potts, Williams, G. J., Olson, J.A, et al, "Herpes Zoster Ophtalmicus:
Implementation of shingles vacccination in the UK," vol. 28, 20145.

[7] American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San
Fransisco. 2012.

[8] Whitcher JP and Eva PR. Low vision. In Whitcher JP and Eva PR. Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: MC Graw Hill: 2007..

[9] Tanioka H, Yokoi N, Komuro A, et al. Investigation of the corneal filament in


filamentary keratitis. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2009 Aug;50(8):3696-702. .

[10] Van Meter WS, Katz D, Cook BG. Filamentary Keratitis. In: Holland EJ, Mannis MJ,
Lee WB, editors. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva, and Tear Film.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. P. 213-16..

[11] Tabery HM. Filamentary keratopathy: a non-contact photomicrographic in vivo


study in the human cornea. Eur J Ophthalmol. 2003;13(7):599–605.

[12] Chris, D. Kalogeropoulos, I. D., Bassukas, Marilita, M., Moschos, Khalid, F. T., "Eye
and Periocular Skin Involvement in Herpes Zoster Infection," vol. 4, no. 4, 2015.
26

Anda mungkin juga menyukai