PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fluida
Fluida adalah suatu zat yang tidak dapat menahan bentuk secara permanen
yang dapat mengalami perubahan bentuk mengikuti ruang yang ditempatinya.
Terdapat dua jenis fluida, yakni fluida termampatkan dan fluida tak
termampatkan. Fluida mampu termampatkan (compressible) ialah ketika densitas
fluida mudah dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan tekanan. Fluida tak
termampatkan (incompressible) ialah ketika densitas fluida tersebut tidak
terpengaruh oleh banyaknya perubahan tekanan dan suhu. Fluida yang bergerak
(mengalir) akan membentuk suatu pola aliran tertentu.
Dalam suatu sistem perpipaan transportasi fluida, terdapat beberapa
komponen atau peralatan umum yang digunakan, seperti: pipa/tabung, valve,
blower, pompa, dll. Pipa merupakan tempat mengalirnya fluida, dan valve
dipasang untuk mengatur laju alir/bukaan fluida. Dalam suatu sistem perpipaan
dibutuhkan penambahan energi mekanik untuk mempercepat laju alir fluida. Alat
yang dapat digunakan antara lain pompa, blower, kipas, dan kompresor. Peralatan
pemindah fluida dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerja menggunakan
tekanan langsung ke fluida, atau dengan membangkitkan rotasi menggunakan
momen punter (Kurnia, 2013)
2
Gambar 2.1 Aliran Laminer (Kurnia, 2013)
2. Aliran Turbulen
Aliran turbulen didefinisikan sebagai aliran yang mana pergerakan dari
partikel-partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta
putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari
satu bagian fluida ke bagian fluida yang lain dalam skala besar. Dimana nilai
bilangan Reynoldnya lebih besar dari 4000 (Re < 4000).
3. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen. Keadaan peralihan ini tergantung pada viskositas fluida, kecepatan dan
lain-lain yang menyangkut geometri aliran dimana nilai bilangan Reynoldnya
antara 2100 sampai dengan 4000 (2100<Re<4000).
3
ρvD
𝑁𝑅𝑒 = ....................................................................... (1)
µ
4
atau pada aliran turbulen yang NRe > 4000, friction factor (f) juga dapat
ditentukan dari grafik Fanning faktor (f) Vs Reynold Number (NRe) dari data
praktikum.
Pressure drop atau pressure head adalah penurunan tekanan dari titik 1 ke
titik 2 dalam satu sistem aliran fluida. Penurunan tekanan, biasa dinyatakan
dengan ΔP. Jika manometer yang digunakan adalah manometer air raksa dan beda
tinggi air raksa dalam manometer adalah H, maka untuk menentukan Pressure
drop (ΔP), persamaan 2 dapat kembali ditulis menjadi :
𝑔
∆P = ρraksa . Hraksa . 𝑔𝑐 ......................................... (7)
2.4 Elbow
Sambungan-sambungan di dalam pipa misalnya Elbow, kran, valve, tee, dll
akan menggangu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya friction loss.
Dalam pipa pendek dan sambungan yang banyak friction loss nya akan lebih besar
daripada pipa lurus. Friction loss pada sambungan-sambungan di dalam pipa
termasuk Elbow dapat dihitung dengan :
v1 2
F = hf = K f ................................................. (8)
2
dimana Kf adalah friction factor dan V1 adalah kecepatan rata-rata di dalam pipa
yang mengarah ke sambungan. Jadi friction factor (f) pada Elbow:
f = K f .......................................................... (9)
5
Gambar 2.4 a) Orifice Meter ; b) Orifice
(Sumber : Daniel, 2010)
Persamaan Bernoulli memberikan dasar untuk mengkorelasi peningkatan-
peningkatan head kecepatan dengan penurunan head tekanan. Persamaan
Bernoulli yang dapat diterapkan pada orifice meter ini adalah :
½ ( v2 2 – v1 2 ) + g (Z2 – Z1) + 1/ (P2 – P1) = hL ............................... (10)
Dimana : Δv = perbedaan kecepatan (m/s)
ΔZ = perbedaan ketinggian (m)
ΔP = perbedaan tekanan (N/m2)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
= densitas fluida (kg/m3)
hL = energi yang tidak termanfaatkan (head loss), J/kg (Daniel,2010).
6
Po = .g. ho ................................................... (12)
Dimana : ∆Po = beda tekan pada orifice meter (N/m2)
𝜌 = berat jenis fluida (kg/m3)
G = percepatan gravitasi (m/s2)
∆ho = beda ketinggian pada orifice meter (m) (Danang, 2013)
7
Gambar 2.7 Venturi Meter
(Sumber : Natalegawa, 2013)
Pada Venturi meter ini fluida masuk melalui bagian inlet dan diteruskan ke
bagian outlet cone. Pada bagian inlet ini ditempatkan titik pengambilan tekanan
awal. Pada bagian inlet cone fluida akan mengalami penurunan tekanan yang
disebabkan oleh bagian inlet cone yang berbentuk kerucut atau semakin mengecil
kebagian throat. Kemudian fluida masuk kebagian throat inilah tempat-tempat
pengambilan tekanan akhir dimana throat ini berbentuk bulat datar. Lalu fluida
akan melewati bagian akhir dari venturi meter yaitu outlet cone. Outlet cone ini
berbentuk kerucut dimana bagian kecil berada pada throat, dan pada Outlet cone
ini tekanan kembali normal.
8
Jika aliran melalui venturi meter itu benar-benar tanpa gesekan, maka
tekanan fluida yang meninggalkan meter tentulah sama persis dengan fluida yang
memasuki meteran dan keberadaan meteran dalam jalur tersebut tidak akan
menyebabkan kehilangan tekanan yang bersifat permanen dalam tekanan.
Penurunan tekanan pada inlet cone akan dipulihkan dengan sempurna pada outlet
cone. Gesekan tidak dapat ditiadakan dan juga kehilangan tekanan yang permanen
dalam sebuah meteran yang dirancangan dengan tepat (Natalegawa, 2013).
2.7 Pompa
Pompa adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan
cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan
dengan cara menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan dan berlangsung
secara terus menerus. Pompa beroperasi dengan prinsip membuat perbedaan
tekanan antara bagian masuk (suction) dengan bagian keluar (discharge). Dengan
kata lain, pompa berfungsi mengubah tenaga mekanis dari suatu sumber tenaga
(penggerak) menjadi tenaga kinetis (kecepatan), dimana tenaga ini berguna untuk
mengalirkan cairan dan mengatasi hambatan yang ada sepanjang pengaliran.
9
Gambar 2.8 Pompa Sentrifugal
(Sumber : Natalegawa, 2013)
10
2.7.3 Bagian Utama Pompa Sentrifugal
Menurut Natalegawa (2013), bagian utama dari pompa sentrifugal adalah
sebagai berikut :
1. Stuffing Box
Stuffing Box berfungsi untuk mencegah kebocoran pada daerah dimana
poros pompa menembus casing.
2. Packing
Digunakan untuk mencegah dan mengurangi bocoran cairan dari casing
pompa melalui poros. Biasanya terbuat dari asbes atau teflon.
3. Shaft (poros)
Poros berfungsi untuk meneruskan momen puntir dari penggerak selama
beroperasi dan tempat kedudukan impeller dan bagian-bagian berputar
lainnya.
4. Shaft Sleeve
Shaft sleeve berfungsi untuk melindungi poros dari erosi, korosi dan
keausan pada stuffing box. Pada pompa multi stage dapat sebagai leakage
joint, internal bearing dan interstage atau distance sleever.
5. Vane
Sudut dari impeller sebagai tempat berlalunya cairan pada impeller.
11
6. Casing
Merupakan bagian paling luar dari pompa yang berfungsi sebagai pelindung
elemen yang berputar, tempat kedudukan diffusor (guide vane), inlet dan
outlet nozel serta tempat memberikan arah aliran dari impeller dan
mengkonversikan energi kecepatan cairan menjadi energi dinamis (single
stage).
7. Eye of Impeller
Bagian sisi masuk pada arah isap impeller.
8. Impeller
Impeller berfungsi untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi
energi kecepatan pada cairan yang dipompakan secara kontinyu, sehingga
cairan pada sisi isap secara terus menerus akan masuk mengisi kekosongan
akibat perpindahan dari cairan yang masuk sebelumnya.
9. Wearing Ring
Wearing ring berfungsi untuk memperkecil kebocoran cairan yang melewati
bagian depan impeller maupun bagian belakang impeller, dengan cara
memperkecil celah antara casing dengan impeller.
10. Bearing
Beraing (bantalan) berfungsi untuk menumpu dan menahan beban dari poros
agar dapat berputar, baik berupa beban radial maupun beban axial. Bearing
juga memungkinkan poros untuk dapat berputar dengan lancar dan tetap
pada tempatnya, sehingga kerugian gesek menjadi
12
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
13
3.2.2 Head Loss dan Friction Loss didalam Pipa 4
Peralatan dari sistem aliran fluida diperiksa untuk memastikan sudah
terpasang dengan baik, air ditambahkan melalui volumetrik measuring tank. Pump
start dihidupkan, flow control valve dibuka, air mengalir melalui pipa 1, pipa 2,
pipa 3, pipa 4, dan pipa 5 selanjutnya menuju volumetrik measuring tank. Head
loss pada pipa 4 ditentukan, aliran air selain menuju pipa 4 ditutup dengan
menutup valve pada pipa lainnya. Selang disambungkan untuk menentukan
pressure drop yang menghubungkan manometer dengan dua titik pada pipa 4.
Setelah aliran air terlihat stabil, ditandai dengan tidak terdapat lagi gelembung
udara pada aliran kecepatan volumetrik air dan pressure dropnya dicatat.Untuk
menentukan volumetrik air, aliran air dibuka melalui volumetrik measuring tank.
Perubahan tinggi air diamati pada sagtu tube. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengalirkan air setiap 10, 15 dan 20 liter dihitung menggunakan stopwatch dan
kecepatan rata-rata volumetrik diperoleh. Untuk menentukan pressure drop
manometer valve ditutup. Setelah tinggi manometer dikedua manometer stabil,
tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Tinggi air raksa dicatat, nilai yang
tinggi dicatat sebagai ha dan nilai yang rendah dicatat sebagai hb.
14
kecepatan rata-rata volumetrik diperoleh. Untuk menentukan pressure drop
manometer valve ditutup. Setelah tinggi manometer dikedua manometer stabil,
tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Tinggi air raksa dicatat, nilai yang
tinggi dicatat sebagai ha dan nilai yang rendah dicatat sebagai hb.
15
gelembung udara pada aliran kecepatan volumetrik air dan pressure dropnya
dicatat. Untuk menentukan volumetrik air, aliran air dibuka melalui volumetrik
measuring tank. Perubahan tinggi air diamati pada sagtu tube. Waktu yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air setiap 10, 15 dan 20 liter dihitung
menggunakan stopwatch dan kecepatan rata-rata volumetrik diperoleh. Untuk
menentukan pressure drop manometer valve ditutup. Setelah tinggi manometer
dikedua manometer stabil, tinggi air raksa pada kedua pipa U dicatat. Tinggi air
raksa dicatat, nilai yang tinggi dicatat sebagai ha dan nilai yang rendah dicatat
sebagai hb.
FLUID
FLUID
FRICTION
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
4.1.1 Pipa No. 2
Pecobaan ini menjelaskan hubungan yang terjadi antara kecepatan alir fluida
dengan head loss pada pipa nomor 2 dengan diameter 0.0204 ft dengan panjang
5.4133 ft. Pada percobaan didapatkan hubungan kecepatan alir dengan head loss,
yang jika digambarkan dalam dalam suatu grafik akan menghasilkan
menghasilkan kurva yang melengkung atau tidak lurus (Gambar 4.1), maka jenis
aliran yang terjadi adalah aliran turbulen.
10.6
10.4
Kecepatan Linear (ft/s)
10.2
10
9.8
9.6
9.4
9.2
1.1482 0.9765 0.9908 0.9853
Head Loss (ftHg)
Gambar 4.1 Hubungan Antaran Head Loss dan Kecepatan Linear Pada Pipa 2
Dari grafik diatas di dapat bahwa kurva yang bergelombang, jika kurva di
linierkan maka akan terlihat penurunan head loss seiring nilai kecepatan alir yang
naik. Secara teori hal ini kurang sesuai, yang seharusnya pada aliran turbulen nilai
head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan volumetrik. Semakin besar nilai
kecepatan volumetrik aliran, maka akan semakin besar pula nilai head lossnya.
Pada saat kecepatan fluida tinggi, pressure drop yang dihasilkan akan semakin
mengecil, Hal ini menunjukkan bahwa berbanding terbalik dengan kecepatannya.
17
Laju alir yang bervariasi diakibatkan oleh bukaan valve yang bervariasi juga.
Hali ini mengakibatkan nilai head loss juga akan ikut berubuah seiring perubahan
bukaan valve. Laju alir yang bervariasi diakibatkan oleh bukaan valve yang
bervariasi juga. Hali ini mengakibatkan nilai head loss juga akan ikut berubuah
seiring perubahan bukaan valve.
1.025
1.02
1.015
1.01
1.005
Log V
1
0.995
0.99
0.985
0.98
0.975
0.97
0.06 -0.0102 -0.004 -0.0064
Log H
2.9
2.8
Friction Loss
2.7
2.6
2.5
2.4
2.3
20640.81 21888.71 21868.31 22202.67
RNe
Gambar 4.3 Hubungan Antara Bilangan Reynold dan Friction Loss Pada Pipa 2
18
Dari gambar 4.3 dapat dilihat adanya penurunan faktor friksi seiring dengan
kenaikan nilai reynold number. Keadaan ini sesuai dengan teori yang ada yaitu
reynold number berbanding terbalik dengan faktor friksi.
Reynold number cenderung membesar diakibatkan oleh bukaan valve yang
semakin besar sehingga debit alir fluida akan semakin besar. Karena adanya
perbesaran debit aliran fluida, harga bilangan reynoldnya juga akan semakin
besar. Namun tidak untuk faktor friksi yang cenderung menurun.
4.8
Kecepatan Linear (ft/s)
4.7
4.6
4.5
4.4
4.3
4.2
0.0153 0.0109 0.0164 0.024
Head Loss (ftHg)
Gambar 4.4 Hubungan Antara Head Loss dan Kecepatan Linear Pada Pipa 4
Dari grafik diatas dapat bahwa kurva yang bergelombang, hal ini
menunjukkan bahwa head loss yang didapat mengalami kenaikan seiring
kenaikan kecepatan alir. Secara teori hal ini sudah sesuai, karena pada aliran
19
turbulen nilai head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan volumetrik.
Semakin besar nilai kecepatan volumetrik aliran, maka akan semakin besar pula
nilai head lossnya. Laju alir yang bervariasi diakibatkan oleh bukaan valve yang
bervariasi juga. Hal ini mengakibatkan nilai head loss juga akan ikut berubuah
seiring perubahan bukaan valve.
0.69
0.68
0.67
Log V
0.66
0.65
0.64
0.63
-1.815 -1.9611 -1.785 -1.6187
Log H
0.185
0.18
0.175
0.17
0.165
0.16
0.155
29582.41 29173.68 30022.97 27634.62
RNe
Gambar 4.6 Hubungan Antara Bilangan Reynold dan Friction Loss Pada Pipa 4
20
Dari gambar 4.6 dapat dilihat adanya penurunan faktor friksi seiring dengan
kenaikan nilai reynold number. Keadaan ini sesuai dengan teori yang ada yaitu
reynold number berbanding terbalik dengan faktor friksi. Pada saat kecepatan
fluida tinggi, pressure drop yang dihasilkan akan semakin mengecil. Hal ini
menunjukkan bahwa berbanding terbalik dengan kecepatannya.
Reynold number cenderung membesar diakibatkan oleh bukaan valve yang
semakin besar sehingga debit alir fluida akan semakin besar. Karena adanya
perbesaran debit aliran fluida, harga bilangan reynold juga akan semakin besar
dan keturbulenan aliran air akan semakin besar. Namun tidak untuk faktor friksi
yang cenderung menurun. Hal ini diakibatkan faktor friksi berbanding terbalik
dengan reynold number.
4.1.3 90 oElbow
Pada percobaan menggunakan pipa no 2 dengan ID 0.0204 ft didapatkan
pola aliran fluida yang terjadi adalah aliran turbulen berdasakarkan nilai bilangan
reynold number yang perhitungannya di lampiran B. Menurut teori, pada aliran
turbulen nilai head loss akan sebanding dengan nilai kecepatan volumetrik.
Semakin besar nilai kecepatan volumetrik aliran, maka akan semakin besar pula
nilai head lossnya. Grafik dibawah ini menunjukkan hasil yang didapat pada
percobaan yang dilakukan.
21
4.6
4.5
Kecepatan Linear (ft/s)
4.4
4.3
4.2
4.1
4
3.9
3.8
0.0273 0.0426 0.047 0.0459
Head Loss (ftHg)
Gambar 4.7 Hubungan Antaran Head Loss dan Kecepatan Linear Pada 90 oelbow
Berdasarkan grafik diatas terlihat hubungan antara nilai head loss dengan
kecepatan volumetrik aliran fluida pada elbow 90o. Pada grafik diatas nilai head
loss cenderung mengalami kenaikan sebanding dengan nilai kecepatan volumetric
.Hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka debit alir fluida akan
semakin besar sehingga nilai head loss nya akan semakin besar.
0.67
0.66
0.65
0.64
0.63
Log V
0.62
0.61
0.6
0.59
0.58
-1.5631 -1.37 -1.3276 -1.3378
Log H
22
Grafik hubungan log v dan log H juga berfungsi untuk meluruskan grafik
pada aliran turbulen. Karena grafik hubungan kecepatan volumetrik dengan head
loss pada aliran turbulen seharusnya adalah melengkung atau tidak lurus. Jadi
untuk meluruskan grafik tersebut digunakan grafik logaritmik.
0.2
0.18
0.16
0.14
Friction Loss
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
25307.99 27132.34 28102.74 27986.3
RNe
Gambar 4.9 Hubungan Antara Bilangan Reynold dan Friction Loss Pada 90
o
elbow
4.1.4 Elbow 45 o
Pada percobaan menggunakan pipa nomor 4 dengan ID 0.0598 ft didapatkan
bahwa jenis aliran yang terjadi adalah aliran turbulen. Aliran turbulen di dapat
berdasarkan data perhitungan yang terlampir dan dapat dilihat pada Gambar 4.7.
23
Dimana jika hubungan antara kecepatan volumetrik dengan head loss
menghasilkan kurva yang melengkung atau tidak lurus, maka jenis aliran yang
terjadi adalah aliran turbulen. Dari grafik terlihat bahwa secara umum nilai head
loss akan semakin bertambah dengan naiknya kecepatan volumetrik
4.6
4.5
Kecepatan Linear (ft/s)
4.4
4.3
4.2
4.1
4
3.9
3.8
3.7
0.0623 0.0863 0.0874 0.0874
Head Loss (ftHg)
Gambar 4.10 Hubungan Antaran Head Loss dan Kecepatan Linear Pada 45
o
elbow
0.67
0.66
0.65
0.64
0.63
Log V
0.62
0.61
0.6
0.59
0.58
0.57
-1.2052 -1.0635 -1.058 -1.058
Log H
24
Dari grafik f versus NRe pada percobaan pengukuran Head Loss dan
Friction Loss pada elbow 45o diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar nilai
bilangan Reynold, maka harga f semakin kecil. Jadi kesimpulannya, nilai bilangan
Reynold (NRe) berbanding terbalik dengan nilai friction factor (f).
0.2
0.18
0.16
0.14
Friction Loss
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
24803.39 26938.26 27714.58 28063.93
RNe
Gambar 4.12 Hubungan Antara Bilangan Reynold dan Friction Loss Pada 45
o
elbow
25
5
4.5
4
Kecepatan Linear (ft/s)
3.5
3
2.5
2
1.5 y = 0.285x + 3.595
1 R² = 0.964
0.5
0
0.2351 0.3543 0.3685 0.3783
Head Loss (ftHg)
Gambar 4.13 Hubungan Antaran Head Loss dan Kecepatan Linear Pada Venturi
Meter
Dari grafik ventury meter , terlihat kenaikan laju alir seiring nilai kenaikan
head loss. Secara teori hal ini tidak sesuai karena aliran turbulen nilai head loss
akan sebanding dengan nilai kecepatan volumetrik dipangkatkan . Semakin besar
nilai kecepatan volumetrik aliran, maka akan semakin besar pula nilai head
lossnya. Laju alir yang bervariasi diakibatkan oleh bukaan valve yang bervariasi
juga. Hali ini mengakibatkan nilai head loss juga akan ikut berubuah seiring
perubahan bukaan valve.
26
0.7
0.68
0.66
0.64
Log V
0.62
0.6
0.58
0.56
0.54
0.52
-0.6286 -0.4505 -0.4335 -0.422
Log H
Gambar 4.14 Hubungan Antara Log H dan Log V Pada Venturi Meter
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan aliran fluida ini diperoleh bahwa rezim aliran umumnya
mengikuti rezim turbulen, karena nilai NRe yang diperoleh pada semua
percobaan besar dari 4000.
2. Pada pipa horizontal kecenderungan kenaikan nilai V (kecepatan
volumetrik) seiring dengan meningkatnya nilai head loss-nya (H)
3. Dari hasil pengamatan aliran fluida pada elbow 900 dan 450, terjadi
penurunan nilai V (kecepatan volumetrik) seiring dengan meningkatnya
nilai head loss-nya (H).
4. Pada saat kecepatan fluida tinggi, pressure drop yang dihasilkan akan
semakin mengecil.
4.2 Saran
1. Setelah mengalirkan air dari pompa ke selang, periksa secara cermat apakah
aliran fluida sudah stabil (tidak ada lagi gelembung udara pada selang).
2. Pada saat pengukuran tinggi air raksa, harus dilakukan secara teliti agar
tidak terjadi kesalahan data karena perubahan kecepatan volumetrik air yang
ekstrim.
28
DAFTAR PUSTAKA
Danang, Kusumahadi. 2013. Pengenalan dan Proses Kalibrasi pada Sistem Meter
Gas Orifis. Semarang: Ganeca Exact CV
Daniel. 2010. Fundamentals of Orifice Meter Measurement terjemahan. Jakarta :
Gema Insani.
Enung. 2015. Aliran pada Pipa. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Fritz Dietzel, Alih Bahasa Dakso Sriyono. 1996. Turbin, Pompa dan Kompresor.
Jakarta : Erlangga.
Mahidin.,Syaubari. 2009. Azaz Teknik Kimia. Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press.
Natalegawa., Putra. 2013. Pengukuran Laju Aliran Pipa. Jakarta: UI Press.
Nugroho, Adi Febrianto. 2010. Diktat Operasi Teknik Kimia I. Cimahi: UNJANI.
Undip. 2013. http://eprints.undip.ac.id/41603/3/BAB_II.pdf (Diakses pada Sabtu
18 November 2017)
29
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
Gambar B.1 Proses Aliran Fluida di Gambar B.2 Proses Aliran Fluida di
Pipa 2 Pipa 4
Gambar B.3 Proses Aliran Fluida di 90 Gambar B.4 Proses Aliran Fluida di 45
o o
elbow elbow
40
Gambar B.5 Proses Aliran Fluida di
Venturi Meter
41