Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN ETIOLOGI


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan
kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar dapat dibagi menjadi:
 Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.

1
 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
 Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

2
KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam
5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai
eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal.
Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan
tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka
dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau
bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang
dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran

3
darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau
luka bakar derajat III.

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang
dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan
kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai
justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit
yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

4
LUAS LUKA BAKAR
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu
jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan
viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya
cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang
hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju
metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,

5
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing
9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus
10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

6
 Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas
permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas
permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan
dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

7
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage
of body surface area affected by burns in children.

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak
elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II,
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

8
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai
zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa ba

nyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah
menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

9
INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk
masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


Pertolongan pertama
 Menghentikan proses trauma bakar. Segera tanggalkan pakaian untuk
menghentikan proses trauma bakar.
 Dinginkan luka bakar.
 Tutup luka bakar.

10
 Berikan analgetik

Primary Survey
 Airway
Diperlukan kewaspadaan adanya obstruksi yang mengancam jalan napas
pada trauma panas karena tanda-tanda terjadinya obstruksi napas pada saat-saat
awal tidak jelas. Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
1. Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
2. Alis mata dan bulu hidung hangus
3. Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
4. Sputum yang mengandung karbon/arang
5. Suara serak
6. Riwayat gangguan mengunyah dan atau terkurung dalam api
7. Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
8. Kadar karboksihemoglobin lebih dari 10% setelah berada di tempat
kebakaran.
Bila ditemukan salah satu dari keadaan di atas, sangat mungkin terjadi
trauma inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi definitive, termasuk
pembebasan jalan napas.

 Breathing
o Perhatikan pengembangan dada, adekuat dan bilateral? Hitung respiratory
rate.
o Palpasi - adakah krepitasi atau fraktur?
o Auskultasi - samakah bunyi napas di kedua lapangan paru?
o Pasang monitor saturasi oksigen.
 Circulation
o Perhatikan jika ada perdarahan – tekan langsung.

11
o Ukur tekanan darah, raba nadi.
 Disability
o Periksa kesadaran.
o Periksa ukuran pupil.
 Environment
o Jaga pasien dalam keadaan hangat.

Tentukan luas luka bakar


Telah dibahas sebelumnya.

Resusitasi cairan (jika berindikasi)


Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak atau
> 15% pada dewasa. Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi
yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Dengan adanya resusitasi
cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin
kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
Formula resusitasi cairan telah diperkenalkan sejak tahun 1960an dan
dipergunakan secara luas sejak tahun 1970an. Parkland formula, yang
mengkalkulasikan total kebutuhan cairan untuk meresusitasi pasien berdasarkan
persentasi luka bakar, merupakan formula yang paling sering digunakan di Inggris,
Irlandia, Amerika Serikat, dan Kanada.
Baxter menemukan pasien degan trauma inhalasi memerlukan tambahan cairan
jika dibandingkan dengan yang lainnya. Pruitt melaporkan pasien dengan trauma
elektrik dan yang resusitasinya tertunda memerlukan cairan tambahan. Bagaimana
pun juga, muncul bukti bahwa pasien dengan luka bakar mayor memerlukan cairan
lebih banyak dari pada yang direkomendasikan Parkland formula. Volume resusitasi

12
cairan yang besar berhubungan dengan peningkatan resiko komplikasi infeksi, acute
respiratory distress syndrome (ARDS), abdominal compartment syndrome dan
kematian. Pruitt menggunakan istilah fluid creep untuk mendeskripsikan fenomena
ini.
Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar
mayor yaitu Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan
Monafo’s formula.
a. Parkland formula
1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB untuk setiap
1% permukaan tubuh yang terbakar pada anak. Cairan RL ditambahkan
untuk maintenance pada anak:
- 4 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg
- 40 mL/jam + 2 mL/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg
- 60 mL/jam + 1 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau
lebih.
Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.
2. 24 jam selanjutnya: koloid diberikan sebesar 20-60% dari kalkulasi
volume plasma. Tanpa kristaloid. Glukosa pada air ditambahkan untuk
mempertahankan output urin 0,5 – 1 mL/jam pada dewasa dan 1 mL/jam
pada anak.
b. Modified Parkland formula
1. 24 jam pertama: RL 4 mL/kg BB untuk setiap 1 % permukaan tubuh yang
terbakar (dewasa).
2. 24 jam selanjutnya: mulai infuse koloid dengan albumin 5% 0,3 – 1
mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar/16 jam.
c. Brooke formula

13
1. 24 jam pertama: cairan RL 1,5 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yang terbakar ditambah koloid o,5 mL/kg BB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar ditambah 2000 mL glukosa dalam air.
2. 24 jam selanjutnya: RL 0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh
yang terbakar dan jumlah yang sama dari glukosa dalam air pada 24 jam
pertama.
d. Modified Brooke
1. 24 jam pertama: tanpa koloid. Cairan RL 2 mL/kg BB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yag terbakar (dewasa) dan 3 mL/kg BB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar (anak).
2. 24 jam selanjutnya: koloid 0,3-0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yang terbakar dan tanpa kristaloid. Glukosa di air ditambahkan
untuk mempertahankan output urin yang cukup.
e. Evans formula
1. 24 jam pertama: kristaloid 1 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh
yang terbakar ditambah koloid 1 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yang terbakar ditambah 2000 mL glukosa di air.
2. 24 jam selanjutnya: kristaloid 0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yng terbakar ditambah glukosa di air dengan jumlah yang sama
pada 24 jam pertama.
f. Monafo formula
Monafo merekomendasikan menggunakan cairan yang mengandung Na 250
mEq, laktat 150 mEq, dan Cl 100 mEq. Jumlah ditambahkan seuai dengan
output urin. 24 jam selanjutnya, cairan dititrasi dengan 1/3 normal saline
sesuai dengan output urin.

14
Formula yang bisa digunakan untuk anak-anak:
a. Shriner’s Cincinnati
1. Anak yang lebih tua: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kg BB untuk setiap
1% permukaan tubuh yang terbakar + 1500 mL/m2 total (1/2 volume total
diberikan 8 jam pertama, dan sisa volume totalnya diberikan pada 16 jam
selanjutnya.
2. Anak yang lebih muda: 4 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh
yang terbakar + 1500 mL/m2 total, pada 8 jam pertama cairan RL + 50
mEq NaHCO3. Cairan RL di 8 jam kedua. Albumin 5% pada cairan RL
pada 8 jam ketiga.
b. Galveston
24 jam pertama: RL 5000 mL/m2 + 2000 mL/m2 total (1/2 volume total pada 8
jam pertama, dan sisanya pda 16 jam selanjutnya.

Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk menilai
volume sirkulasi darah; asalkan tidak ada dieresis osmotic (misal glikosuria). Oleh
karena itu pasang kateter urin untuk mengukur produksi urin. Pemberian cairan cukup
untuk dapat mempertahankan produksi urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak
dengan berat badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada orang dewasa.
Resusitasi luka abakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma
dengan efektif tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan koloid
telah digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Tak satupun dari mereka ideal, dan tak ada yang lebih superior
dibanding yang lain.

1. Kristaloid isotonic
Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain. Cairan RL,
cairan Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL) dan NaCl 0,9% adalah

15
cairan yang sering digunakan. Ada beberapa efek samping dari kristaloid:
pemberian volume NaCl 0,9% yang besar memproduksi hyperchloremic
acidosis, RL meningkatkan aktivasi neutrofil setelah resusitasi untuk hemoragik
atau setelah infuse tanpa hemoragik. RL digunakan oleh sebagian besar rumah
sakit mengandung campuran ini. Efek samping lain yang telah
didemonstrasikan yaitu kristaloid memiliki pengaruh yang besar pada
koagulasi.
Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering digunakan untuk
resusitasi luka bakar di Inggris dan Irlandia adalah cairan Hartmann (unit
dewasa 76%, unit anak 75%). Sedangkan RL merupakan tipe cairan yang
paling sering digunakan di US dan Kanada.
2. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan oleh
beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel shingga terjadi edema sel
dan hipo-osmolar intravascular volume cairan. Pemasangan infus cairan
hipertonik yang segera telah dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan
membatasi edema sel. Penggunaan cairan dnegan konsentras 250 mEq/L,
Moyer at al. mampu mendapatkan resusitasi fisologis yang efektif dengan total
volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada 24 jam pertama. Namun
Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam pasien yang diterapi dengan
cairan hipertonik atau RL memberikan hasil yang sama. Mereka juga
mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan hipertonik berhuungan dengan
peningkatan insidens gagal ginjal dan kematian. Saat ini, resusitasi dengan
cairan hipertonik menjadi pilihan menarik secara fungsi fisiologis sesuai
teorinya, tetapi memerlukan pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan
aggal ginjal menjadi perhatian utama.
3. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen vaskular
memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa

16
bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain menemukan
ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah trauma bakar. Koloid
sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk meningkatkan osmolalitas
intravascular dan menghentikan ekstravasasi kristaloid.

Guideline Resusitasi Cairan pada Dewasa dengan Trauma Bakar Akut

17
18
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

19

Anda mungkin juga menyukai