Anda di halaman 1dari 4

Diskusi

Pada penelitian ini, ditemukan 10,6% anak mengalami keterlambatan perkembangan dalam satu atau
lebih aspek (yaitu motorik kasar, penglihatan dan motorik halus, pendengaran, bahasa dan konsep,
keterampilan mandiri dan sosial keterampilan). Penelitian sebelumnya menunjukkan variasi yang luas
dalam prevalensi keterlambatan perkembangan karena perbedaan skala dan populasi. Penelitian
dilakukan oleh Isaranurug dkk [14] menggunakan skala Denver II pada penduduk pedesaan dan
perkotaan di empat provinsi di Thailand dan dilaporkan prevalensi terjadinya keterlambatan mental pada
anak-anak sebesar 36,4%. Sekitar 50% dari ibu dalam populasi ini memiliki pendidikan tingkat menengah
keatas, 70% memiliki keterampilan yang baik dalam rumah tangga, dan sekitar 40% dapat mengasuh
anak dengan baik. Dalam studi lain oleh Maria-Mengel et al. [15], sekitar sepertiga (33%) dari anak-anak
memiliki resiko keterlambatan perkembangan melalui Denver – II. Populasi yang dipelajari ini didominasi
oleh perkotaan, dengan 68% dari mereka tinggal di sebuah daerah kumuh perkotaan. Sebagian besar
(74%) dari anak-anak memiliki tingkat stimulasi sedang, sesuai dengan Home Observation for
Measurement of the Environment (HOME) inventory dan 76% keluarga memiliki tekanan dalam rumah
tangga.

Hubungan antara kemiskinan, lingkungan, malnutrisi kronis dan keterlambatan perkembangan sudah
terjalin [7, 14, 16] dan saat ini sedang diperkuat. Malnutrisi kronis dan deprivasi lainnya biasanya hidup
berdampingan dalam lingkungan kemiskinan dan ketidaktahuan. Oleh karena itu, sulit untuk
menguraikan paparan lingkungan individu sebagai penyebab keterlambatan perkembangan. Kualitas dan
level stimulasi psikologis yang diberikan kepada anak-anak mempengaruhi pencapaian tumbuh kembang
(developmental milestones). Keterbatasan dari penelitian ini adalah belum diukur secara objektif tetapi
dalam penelitian ini menggunakan instruments seperti HOME inventory [17], yang merupakan kuesioner
berisi ringkasan nilai yang memperkirakan kualitas stimulan psikososial yang diterima oleh seorang anak
di rumah. Sebuah penelitian lain [15, 18] menggunakan inventaris ini untuk melihat hubungan antara
perkembangan pada anak-anak dan lingkungan rumah.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan pengembangan
tujuh kali lebih berisiko mengalami kerdil (stunted) bahkan setelah mengendalikan pembaur seperti
status sosial ekonomi dan pendidikan orang tua. Mekanisme di mana stunting menyebabkan
keterlambatan perkembangan adalah pertumbuhan linear yang buruk dengan lingkungan yang dirampas
menempatkan anak pada keuntungan sehubungan dengan pencapaian yang tepat waktu dari
pencapaian perkembangan. Kurangnya total kalori atau kekurangan protein dan vitamin B-6 atau besi
dapat menghambat perkembangan sistem neurologis. Kemungkinan buruk lainnya adalah anak yang
diberi nutrisi tidak memiliki cukup energi untuk menggunakannya dalam belajar dan berinteraksi
sosial[19]. Durasi dari stunting merupakan prediktor penting pencapaian tingkat di kemudian hari [20].
Dalam populasi yang diteliti, indikator dari malnutrisi akut dan kronis yaitu ‘Underweight’ dan 'stunting'.
Sekitar setengah (42,7%) dari populasi penelitian terhambat dan sepertiga lainnya (34%) kekurangan
berat badan. Hasil ini sebanding dengan survei nasional [23] dan studi di India [24-26] dan menandakan
hilangnya potensi perkembangan yang besar pada anak-anak ini.
Stimulasi kognitif yang memadai, tepat waktu dan berkualitas sangat penting untuk perkembangan pada
anak-anak di awal tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak mengikuti anganwadi
atau playschool lebih berisiko mengalami keterlambatan perkembangan (disesuaikan odds 5.6 [CI: 1.6–
18.9]). Kata ‘anganwadi’ berarti 'tempat bernaung' dalam bahasa India. Anganwadi didirikan oleh
pemerintah India tahun 1975 sebagai bagian dari program Integrated Child Development Services (ICDS)
untuk memerangi kelaparan anak dan malnutrisi dan memberikan Perawatan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Prasekolah atau Early Childhood Care and Preschool Education (ECCE) yang terdiri dari
'Stimulasi dini' pada anak-anak rusia <3 tahun dan pendidikan melalui media ‘bermain' untuk anak-anak
umur 3-6 tahun. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat dampak program universal ini pada
anak-anak dalam pencapaian pengembangan melalui ECCE [27-29].

Penelitian ini menambahkan; bahwa stimulasi awal kognitif pada anak-anak melalui pendidikan
'prasekolah' memiliki efek positif pada keterampilan psikomotorik. Kurang optimalnya stimulasi kognitif
dikarenakan oleh kemiskinan dan tidak adanya pra-pendidikan sekolah (PSE) dapat menyebabkan
keterlambatan perkembangan pada anak-anak ini. Sebuah bukti menunjukkan bahwa intervensi yang
meningkatkan Awal Komponen Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini melalui pusat anganwadi
menghasilkan peningkatan kecerdasan dan pengembangan [30]. Selain itu, pekerja anganwadi dapat
membantu melakukan deteksi dini dan mencegah cacat masa kanak-kanak [31].

Studi ini menunjukkan hubungan yang kuat antara pendidikan orang tua dengan perkembangan anak.
Pendidikan orang tua khususnya ayah, memiliki efek pada perkembangan pencapaian anak. Pendidikan
ibu memiliki hubungan positif dengan organisasi lingkungan fisik yang lebih baik, paparan luas terhadap
berbagai stimulus termasuk menggunakan materi permainan dan emosional ibu dan Keterlibatan verbal
dengan anak [16]. Temuan serupa telah dilaporkan oleh penulis lain juga [10, 32, 33]. Temuan menarik
dalam penelitian ini adalah hubungan yang lebih kuat antara status pendidikan ayah dan keterlambatan
perkembangan pada anak-anak. Temuan serupa juga dilaporkan di tempat lain [10, 34]. Kurangnya
rangsangan, kosakata yang buruk, keterampilan komunikasi dan kegagalan untuk mengenali pentingnya
keterampilan verbal yang memadai adalah alasan terjadinya keterlambatan perkembangan pada anak.
Pelajari itu dilakukan di India dan di tempat lain juga melaporkan sama [18, 35, 36].

Dalam populasi ini terlihat bahwa penyalahgunaan alkohol pada ayah empat kali lebih berisiko
menyebabkan anak-anak mengalami keterlambatan perkembangan (Tabel 4). Sejumlah penelitian
mengeksplorasi hubungan antara keterlambatan perkembangan dengan orang tua pecandu alkohol.
Sebuah penelitian [37] menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga alkoholik antisosial (AAL) paling
rentan terhadap defisit intelektual, kognitif relatif dan akademik. Bertentangan dengan ini, penelitian lain
[38] mengungkapkan tidak ada perbedaan signifikan antara mental dan perkembangan Bahasa pada bayi
kontrol dengan bayi pecandu alkohol berat, AAL, pecandu alkohol depresi atau riwayat keluarga pecandu
alkohol positif.

Prevalensi keterlambatan perkembangan meningkat seiring bertambahnya usia (Tabel 3). Seiring
bertambahnya usia dan memasuki tahap penyapihan, anak lebih rentan terhadap malnutrisi dan infeksi.
Faktor lingkungan, sifat genetik, serta retardasi pertumbuhan intrauterine berkontribusi terhadap
keterlambatan perkembangan anak. Semua faktor ini dapat bertindak secara sinergis untuk menunda
pencapaian keterampilan kognitif anak. Pengembangan merupakan interaksi dari berbagai faktor yaitu
genetik, gizi, sosial ekonomi dan psikososial. Sifat cross-sectional dari studi ini hanya bisa mengarah ke
asosiasi yang mungkin. dengan faktor-faktor ini, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan
hipotesis.

KESIMPULAN

Besarnya prevalensi kemiskinan dan lingkungan rumah yang tidak mendukung di India meingkatkan
besarnya jumlah anak-anak yang berpotensi mengalami defisit perkembangan. Faktor-faktor risiko ini
sering terjadi bersamaan, sehingga berpengaruhsignifikan terhadap kesehatan yang buruk, kesiapan
sekolah yang kurang, kinerja akademik yang buruk, persiapan ekonomi yang tidak memadai untuk
peluang ekonomi dan pengabadian siklus kemiskinan antargenerasi. Program yang dijalankan untuk
mengatasi masalah di India ini adalah ICDS. Studi menunjukkan program ini efektif [7, 47, 48] tetapi
evaluasi Bank Dunia pada tahun 2002 telah menunjukkan bahwa ICDS hanya memiliki 'efek positif
ringan'. Kemungkinan penyebabnya adalah rendahnya dana dan terlalu banyak komunitas yang bekerja
[28]. Selain itu, penelitian lain tentang evaluasi dari ICDS telah menunjukkan bahwa terdapat
kesenjangan program pelaksanaan pra-sekolah (PSE) ini [49]. Terdapat kekuragan pada perencanaan
program untuk komponen ECCE ini. Tidak ada kejelasan konseptual tentang PSE di antara para pekerja.
Pekerja anganwadi ini tidak diberi pelatihan dan keterampilan yang cukup, dan terdapat infrastruktur
yang tidak memadai mendatang (outdoor, peralatan bermain, peralatan PSE) [50].

Dengan demikian, sistem ICDS yang ada seharusnya dibuat lebih komprehensif dengan integrasi lebih
lanjut ke dalam sistem kesehatan dan sistem pendidikan serta infrastruktur yang menjangkau anak-anak.
Fokusnya harus pada golongan anak muda, anak-anak disabilitas (stunted, poor) dan keluarga mereka.
Strategi pembelajaran interaktif dalam ECCE yang dikombinasikan dengan kesehatan dan nutrisi,
meningkatkan asuhan psikologis dan nutrisi yang melibatkan partisipasi orang tua. Yang paling penting,
strategi ini harus memiliki kualitas yang memadai, intensitas dan durasi untuk mempengaruhi
perkembangan anak-anak, dan hemat biaya [51]. Disarankan bahwa kesehatan kunjungan dan sesi
pemantauan pertumbuhan yang menjadi bagian dari kerangka ICDS dapat digunakan untuk menilai
perkembangan anak.

Saat ini India meluncurkan Rashtriya Bal Swasthya Karyakram [52] yang bertujuan untuk skrining anak
yang cacat saat lahir, keterlambatan perkembangan termaasik kecacatan (4 D) pada anak-anak antara 0
dan 18 tahun. Tetapi skrining ini tidak memiliki fokus khusus pada pengawasan perkembangan untuk
anak-anak berusia 0–3 tahun. Jadi, fokus yang lebih baru dibutuhkan oleh program ICDS untuk
menanggulangi dan menyediakan stimulasi kognitif yang berkualitas terhadap perkembangan anak.

Temuan baru dari penelitian ini adalah terdapat peran dan keterlibatan yang kuat dari ayah dalam
perkembangan anak. Status pendidikan ayah dan bahkan penyalahgunaan alkohol pada ayah memiliki
hubungan yang cukup signifikan dengan keterlambatan perkembangan anak-anak ini. Dengan demikian,
program bertujuan untuk meningkatkan perkembangan pada anak-anak harus melibatkan keterampilan
ayah sepenuhnya. Ini menjadi lebih relevan dalam suatu masyarakat India yang inovatif di mana asuhan
anak-anak sebagian besar melibatkan peran ibu.

Kesimpulannya, dibutuhkan kemampuan untuk mengenali potensi keterlambatan perkembangan pada


anak-anak. Karena dipengaruhi oleh banyak faktor, maka intervensi juga harus jauh dan menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai