Anda di halaman 1dari 21

ISBN : 1693 9883

Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 8 , No.2 Agustus 2013, 57-124

UJI PENGHAMBATAN TIROSINASE DAN


STABILITAS FISIK SEDIAAN KRIM PEMUTIH
YANG MENGANDUNG EKSTRAK KULIT BATANG
NANGKA (Artocarpus heterophyllus)
Ninin Kartika Juwita, Joshita Djajadisastra, Azizahwati
Universitas Indonesia FMIPA, Departemen Farmasi

ABSTRACT
The cortex of jackfruit (Artocarpus heterophyllus) contains some flavonoids which have
activity as tyrosinase inhibitors. This compound can inhibit the oxidation of l-tyrosine and
levodopa in the mechanism of melanogenesis. The extract of jackfruit cortex formulated
into creams differentiated by the extract concentration of 1,5% and 2,0%. Physical stabil-
ity test was conducted with storing the creams at three different temperatures, 7 ± 2°, 27
± 2o, and 40±2oC respectively. Centrifugal tests and cycling test was also performed on
both cream. Tyrosinase inhibitory activity measurement was done by in vitro studies with
measuring dopachrome. The result showed that both of formulations which stored at 40±
2oC and centrifugated at 3800 rpm for 5 hours were not stable. The result of tyrosinase in-
hibiton activity measurement of creams containing extract of 1,5% and 2,0 % were 10,64%
and 11,34%, respectively. Tyrosinase inhibition activity of creams decreased after two
month stored. Tyrosinase inhibition activity of cream containing 1,5% extract decreased
into 6,93%, and cream containing 2,0% extract decreased into 7,74%. The decreasing of
tyrosinase inhibition activity is caused by the small amount of antioxidant is not enough to
prevent oxidation of active ingredient.
Keywords : tyrosinase inhibition activity, extract of jackfruit cortex(Artocarpus hetero-
phyllus), cream, physical stability.

ABSTRAK
Kulit batang nangka (Artocarpus heterophyllus) mengandung senyawa flavonoid yang
memiliki aktivitas sebagai penghambat tirosinase. Senyawa ini dapat menghambat reaksi
oksidasi l-tirosin dan levodopa dalam mekanisme pembentukan melanin. Ekstrak kulit
batang nangka diformulasi menjadi krimyang dibedakan kandungannya yaitu 1,5% dan
2,0%. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yang
berbeda yaitu suhu 7±2oC; 27±2oC; 40±2o C. Centrifugal test dan cycling test juga dilaku-
kan terhadap kedua krim yang dibuat. Pengukuran aktivitas penghambatan tirosinase
dilakukan dengan pengukuran dopakrom yang terbentuk secara in vitro. Hasil penelitian
menunjukkan kedua krim yang mengandung ekstrak kulit batang nangka menunjuk-
kan pemisahan fase pada penyimpanan di suhu 40±2oC serta tidak tahan sentrifugasi

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 105


ISBN : 16......
Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No.... April 2013, 1 - 56

pada 3800 rpm selama 5 jam. Hasil pengukuran aktivitas penghambatan tirosinase dari
krim yang mengandung ekstrak kulit batang nangka 1,5% dan 2,0% berturut-turut yaitu
10,64 % dan 11,34 %. Aktivitas penghambatan tirosinase kedua krim menunjukkan penu-
runan setelah penyimpanan selama dua bulan. Krim dengan ekstrak kulit batang nangka
1,5%menurun aktivitasnya menjadi 6,93 %, sedangkan krim yang mengandung ekstrak
kulit batang nangka 2,0% menurun aktivitasnya menjadi 7,74%. Penurunan aktivitas
penghambatan tirosinase disebabkan kurangnya penggunaan antioksidan dalam krim
untuk mencegah senyawa aktif teroksidasi.
Kata kunci : aktivitas penghambatan tirosinase, ekstrak kulit batangnangka (Artocarpus
heterophyllus), krim, stabilitas fisik.
PENDAHULUAN dalam tanaman yang dapat menghambat
Hiperpigmentasi adalah gangguan pig- aktivitas tirosinase yang digunakan dalam
men wajah karena produksi melanin se- sediaan skin whitening, seperti ekstrak
cara berlebihan atau distribusi melanin licorice, mulberi, teh hijau, dan lain-lain
yang tidak merata. Pada kondisi ini, kulit (Djajadisastra, 2003). Biasanya ekstrak
dapat terlihat lebih gelap dan timbul noda tanaman tersebut dalam sediaan skin
hitam pada bagian-bagian tertentu dari whitening digunakan pada konsentrasi
wajah. Beberapa bahan pemutih seperti 1-10% (Gupta, 2001). Berdasarkan peneli-
merkuri dan hidrokuinon telah banyak- tian yang dilakukan oleh Arung, Kusuma,
digunakan sebagai zat aktif dalam produk Iskandar, Yasutake, Shimizu, danKondo
kosmetik. Sejak tahun 2008, BPOM (2005), beberapa suku tanaman Indone-
melarang penggunaan sejumlah bahan sia memiliki potensi sebagaipenghambat
pemutih dalam produk kosmetika, ter- tirosinase, diantaranya suku Moraceae
masuk hidrokuinon dan merkuri karena dengan marga Artocarpus, yaitu A. het-
bahan-bahan tersebut merupakan racun erophyllus (nangka), A. altilis (sukun)
bagi melanosit. dan A. communis (kluwih). Artocarpus
heterophyllus memiliki aktivitas sebagai
Pada kulit terdapat enzim yang berperan
penghambat tirosinase yang paling besar
dalam pembentukan melanin, yaitu ti-
diantara jenis Artocarpus lainnya den-
rosinase. Menurut Chang, Ding, dan Lin
gan mengambil bagian kulit batangnya
(2005), enzim ini mengkatalisis dua reaksi
(Supriyanti, 2009). Senyawa bioaktif yang
utama dalam biosintesis melanin, yaitu
didapat dari ekstrak kulit batang nangka
hidroksilasi L-tirosin menjadi L-dopa dan
berupa senyawa polifenol yang berperan
oksidasi L-dopa menjadi dopakuinon.
sebagai agen depigmentasi (Chang, 2009).
Senyawa dopakuinon mempunyai kereak-
tifan yang sangat tinggi sehingga dapat Ekstrak kulit batang nangka akan dibuat
mengalami polimerisasi secara spontan menjadi suatu sediaan kosmetik yang di-
membentuk dopakrom yang kemudian gunakan sebagai pemutih. Bentuk sediaan
menjadi melanin. Salah satu cara meng- kosmetika pemutih yang seringdiguna-
hambat pembentukan melanin adalah kan adalah sediaan krim, terutama un-
denganmenghambat aktivitas tirosinase. tuk kulit wajah. Bentuk sediaan krim ini
Saat ini telah dikembangkan senyawa aktif memiliki kelebihan dibandingkan dengan

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 106


bentuk sediaan lainnya yaitu penyebaran- Bahan
nya yang merata dan mudah untuk dib- Bahan yang digunakan dalam penelitian
ersihkan, khususnya krim emulsi minyak ini adalah tirosinase dari jamur merang
dalam air (Ansel, 1989). Pertimbangan (Sigma, Amerika Serikat), ekstrak kulit
yang terpenting bagi sediaan krim dalam batang nangka (Balitro,Indonesia), levo-
bidang farmasi dan kosmetik adalah sta- dopa (Sigma, Amerika Serikat), kalium
bilitas dari produk jadi (Martin, Swarbick, dihidrogen fosfat (Merck, Indonesia),
dan Cammarata, 1993). Sediaan kosme- natrium hidroksida (Mallinckrodt, Swed-
tik yang stabil masih berada dalam batas ia), etanol (Merck, Indonesia),asam askor-
yang dapat diterima selama periode pe- bat (Brataco, Indonesia), asam stearat
nyimpanan dan penggunaan, yaitu sifat (Brataco, Indonesia), setil alkohol (Brata-
dan karakteristiknya sama dengan saat co, Indonesia), isopropil miristat (Cog-
dibuat(Djajadisastra, 2003). Ekstrak kulit nis, Indonesia), trietanolamin (Brataco,
batang nangka diperkirakan dapat mem- Indonesia), gliseril monostearat (Cognis,
pengaruhi kestabilan fisik krim sehingga Indonesia), metil paraben (Brataco, In-
perlu dilakukan uji kestabilan fisikkrim. donesia), propil paraben (Brataco, Indo-
Penelitian ini bertujuan untuk menguji nesia), butil hidroksi toluene (Brataco,
penghambatan tirosinase ekstrak kulit Indonesia), dan propilen glikol (Brataco,
batang nangka dalam krim yang men- Indonesia).
gandung ekstrak kulit batang nangka
1,5 % dan 2,0 %, serta menguji stabilitas
Cara Kerja
fisik krim yang mengandung ekstrak kulit
batang nangka tersebut. Formula dan Pembuatan Krim
Tabel 1. Formula krim
METODE Formula For-
Bahan A mula B
Alat (%) (%)
Peralatan yang digunakan dalam peneli- Ekstrak kulit batang
1,5 2,0
tian ini adalah spektrofotometerUV-Vis nangka (A.heterophyllus)
- 1601 (Shimadzu, Jepang), pH meter tipe Asam stearat 5,0 5,0
510 (Eutech Instrument, Singapura), mik- Setil alkohol 3,0 3,0
roskop optik (Nikon model Eclipse E 200, Isopropil miristat 3,0 3,0
Jepang), kameradigital (Canon Power
Trietanolamin 0,2 0,2
Shot A470, Jepang), homogenizer (Omni-
Multimix Inc., Malaysia), penetrometer Gliseril monostearat 2,0 2,0
(Herzoo, Jerman), sentrifugator (Kubota Propilen glikol 15,0 15,0
5100, Jepang), oven (Memmert, Jerman), Metil paraben 0,2 0,2
penangas air (Memmert, Hongkong), Propil paraben 0,1 0,1
timbangan analitik tipe 210-LC (Adam, BHT 0,1 0,1
Amerika Serikat), mikropipet Eppendorf
Aquadestt ad 100 ad 100
(Socorex, Switzerland) dan alat-alat gelas.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 107


Ekstrak jadi kulit batang nangka diper- hulu dikalibrasi dengan larutan dapar
oleh dari proses maserasi dengan etanol standar pH 4 dan 7. Pengukuran ini un-
96%, kemudian diuapkan dengan vakum tuk mengetahui cocok tidaknya krim jika
hingga didapatkan massa yang kental. diberikan pada kulit, krim yang terlalu
Bahan – bahan yang larut dalam air (tri- asam atau terlalu basa akan menimbulkan
etanol amin, metil paraben) dipanaskan iritasi pada kulit.
pada suhu 70oC. Bahan-bahan yang larut
dalam minyak (asam stearat, setil alkohol,
Penentuan sifat alir
isopropil miristat, propil paraben, butyl
hidroksi toluen, dan gliseril monostearat) Sifat alir ditentukan dengan mengukur
juga dipanaskan pada suhu 700C, kemu- viskositas dengan viskometer Brookfield
dian kedua fase tersebut diaduk dengan dimana nomor spindel yang sesuai di-
homogenizer pada kecepatan 2500rpm. pasang pada alat kemudian dicelupkan
Larutan ekstrak ditambahkan ke dalam dalam beaker glass yang berisi krim.
campuran lalu diaduk kembali dengan Kecepatan alat dipasang beragam yaitu
homogenizer selama 10 menit hingga 0,5; 1; 2; 2,5; 5; 10; 20 rpm dan kemudi-
terbentuk krim. Krim yang dihasilkan andibalik menjadi 10; 5; 2,5; 2; 1 dan 0,5
kemudian disimpan dalam wadah tidak rpm. Pembacaan skala dilakukan dengan
tembus cahaya. mengamati jarum merah di posisi sta-
bil pada setiap kecepatan. Sifat alir dapat
diperoleh dengan membuat kurva shear-
Evaluasi Fisik Sediaan Krim ing stress terhadap rate of shear. Pemerik-
Evaluasi dari masing-masing sediaan di- saan sifat alir dilakukan pada minggu ke-0
lakukan untuk pengamatan organoleptis, dan minggu ke-8 untuk sampel pada pe-
homogenitas, pengukuran pH, sifat al- nyimpanan suhu kamar.
iran, konsistensi dan diameter globul.
Penentuan konsistensi
Pengamatan Organoleptis Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan
Pengamatan organoleptis dilakukan den- ke dalam wadah khusus dan diletakkan
gan memeriksa warna, bau dan ada atau pada meja penetrometer. Peralatan diatur
tidaknya pemisahan fase pada krim yang hingga ujung kerucut menyentuh bayang
dibuat. permukaan krim yang dapat diperjelas
dengan menghidupkan lampu. Batang
pendorong dilepas dengan mendorong
Pengamatan homogenitas
tombol start. Angka penetrasi dibaca lima
Pengamatan homogenitas dilakukan den- detik setelah kerucut menembus sedi-
gan mengamati sebaran partikel krim aan. Dari pengukuran konsistensi dengan
yang dijepit dengan dua kaca objek. Dari penetrometer akan diperoleh yield value.
sebaran tersebut dapat dilihat apakah Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada
krim yang dibuat homogen atau tidak. minggu ke-0 dan minggu ke-8 dengan pe-
Pengukuran pH dilakukan dengan meng- nyimpanan pada suhu kamar.
gunakan alat pH meter yang terlebih da-

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 108


Pengukuran diameter globul rata-rata Uji Penghambatan Tirosinase secara
Pengukuran ini dilakukan dengan mem- In Vitro (Arung, Shimizu, dan Kon-
foto gambar krim menggunakan mik- do,2006)
roskop optik pada perbesaran 40 kali Pembuatan larutan L-DOPA 2,5 mM
sehingga dapat dihitung ukuran globul L-DOPA ditimbang seksama sebanyak
emulsi dan distribusi ukurannya. 12,4 mg, kemudian dilarutkan dengan
dapar fosfat (pH = 6,8) dalam labu ukur
Uji Stabilitas sampai 25,0 mL. Pada saat preparasi hing-
ga uji penghambatan tirosinase dilaku-
Uji stabilitas pada suhu 7 ± 2oC, 27 ± 2oC
kan, larutan ini dihindarkan dari cahaya.
dan suhu 40 ± 2oC
Setiap formula krim disimpan pada suhu
7 ± 2 oC, 27 ± 2 oC, dan suhu 40 ±2 oC Pembuatan dapar fosfat 50 mM dengan
dan diukur parameter kestabilannya yaitu pH 6,8
bau, warna, pH, dan diameter globul di- Untuk menyiapkan 200 mL dapar fosfat
evaluasi selama 8 minggu dengan penga- 50 mM, kalium dihidrogen fosfat ditim-
matan setiap 2 minggu. bang seksama sebanyak 1,36 gram, kemu-
Cycling test dian dilarutkan dengan aquadest 100 mL.
Larutan tersebut ditambahkan larutan
Sampel disimpan pada suhu 7 ± 2 oC se-
NaOH 0,2 N sebanyak 11 mL dan ditam-
lama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam
bahkan aquadest hingga hampir mencapai
oven bersuhu 40 ± 2oC selama 24 jam,
200 mL. pH larutan diukur dan diteteskan
waktu selama penyimpanan dua suhu
NaOH hingga pH mencapai 6,8.
tersebut dianggap satu siklus. Uji stabilitas
dilakukan sebanyak 6 siklus, kemudian
diamati ada tidaknya pemisahan fase, in- Pembuatan larutan tirosinase
vers fase dan pembentukan kristal. Tirosinase ditimbang seksama sebanyak
1,16 mg kemudian dilarutkan dengan da-
Centrifugal test / uji mekanik par fosfat pH 6,8 dalam labu ukur sampai
10,0 mL. Tirosinase yang terlarut memi-
Sampel krim dimasukkan ke dalam
liki aktivitas 496 unit/mL. Setelah prepar-
tabung reaksi kemudian dimasukkan ke
asi hingga uji penghambatan tirosinase,
dalam sentrifugator pada kecepatan 3800
larutan ini disimpan dalam suhu rendah
rpm selama 5 jam. Krim yang sudah dis-
(2-8o C).
entrifugasi lalu diamati adanya pemisa-
han antara fase minyak dengan fase air.
Pengukuran panjang gelombang maksi-
mum
Uji konsistensi dan uji sifat laju alir
Untuk menentukan panjang gelombang
Uji konsistensi dan uji sifat laju alir di-
maksimum, 2,4 mLlarutan dapar fosfat
lakukan setelah krim disimpan selama 8
50 mM (pH 6,8) dan 666 µL larutan L-
minggu pada suhu kamar.
DOPA (2,5 mM) dipipet ke dalam tabung
reaksi. Inkubasi pada suhu kamar selama

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 109


10 menit. Kemudian ditambahkan 184 µL Tipe penghambatan tirosinase oleh ek-
larutan tirosinase (496 unit/mL) ke dalam strak kulit batang nangka ditentukan den-
tabung reaksi tersebut. Inkubasi kembali gan membandingkan kurva Lineweaver-
pada suhu kamar selama 25 menit agar Burk L-DOPA dengan dan tanpa inhibitor.
reaksi berjalan. Kemudian diukur sera- a. Tanpa penghambat
pannya dengan spektrofotometer UV-Vis
Disiapkan larutan L – DOPA, larutan da-
yang telah diatur panjang gelombangnya
par fosfat 50 mM (pH 6,8), larutan tirosi-
dari 200 – 800 nm.
nase (496 unit/mL), dan 4 tabung reaksi.
Masing – masing tabung reaksi terdiri
Penentuan tipe penghambatan tirosi- dari:
nase oleh ekstrak kulit batang nangka

Tabung (µl)
Bahan
1 2 3 4
Larutan dapar fosfat 2700 2500 2400 2300
L-DOPA 366 (0,1mM) 566 (0,5mM) 666 (0,7mM) 766
(1mM)
Tirosinase 184 184 184 184
Larutan dapar fosfat dan L-DOPA dipipet pada panjang gelombang 478,5 nm.
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, b. Dengan penghambat
kemudian diinkubasi pada suhu kamar
Disiapkan larutan L-DOPA, larutan da-
selama 10 menit. Setelah itu, ditambah-
par fosfat 50 mM (pH 6,8), larutan tirosi-
kan larutan tirosinase ke dalam tabung
nase (496 unit/mL), larutan ekstrak 1000
reaksi, inkubasi kembali selama 25 menit
ppm, dan 4 tabung reaksi. Masing-masing
pada suhu kamar. Kemudian diukur sera-
tabung reaksi terdiri dari :
pannya dengan spektrofotometer UV-Vis

Tabung (µl)
Bahan
1 2 3 4
Larutan dapar fosfat 2500 2300 2200 2100
L-DOPA 366 (0,1mM) 566 (0,5mM) 666 (0,7mM) 766 (1mM)
Ekstrak penghambat 200 200 200 200
Tirosinase 184 184 184 184
Larutan dapar fosfat, L-DOPA, dan ek- tan tirosinase ke dalam tabung reaksi,
strak penghambat dipipet dan dimasuk- inkubasi kembali selama 25 menit pada
kan ke dalam tabung reaksi, kemudian suhu kamar. Kemudian diukur serapann-
diinkubasi pada suhu kamar selama 10 ya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
menit. Setelah itu, ditambahkan laru- panjang gelombang 478,5 nm.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 110


Uji penghambatan tirosinase (IC50) ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm den-
dari ekstrak kulit batang nangka gan aquadest. Disiapkan larutan L-DOPA
Ekstrak ditimbang secara seksama, ke- (0,7 mM), larutan dapar fosfat50 mM (pH
mudian dilarutkan dalam propilen glikol 6,8), larutan tirosinase (496 unit/mL),
(1:10) kemudian dibuat konsentrasi 15 dan tabung reaksi. Masing-masing tabung
reaksi terdiri dari :
Tabung (µl)
Bahan
A B C D
Larutan dapar fosfat 2400 2584 2200 2384
L-DOPA (0,7 mM) 666 666 666 666
Ekstrak penghambat - - 200 200
Tirosinase 184 - 184 -
Tabung A, larutan dapar fosfat dan L- tabung reaksi, kemudian inkubasi pada
DOPA dipipet ke dalam tabung reaksi, suhu kamar selama 35 menit.
kemudian diinkubasi pada suhu kamar Kemudian diukur serapannya dengan
selama 10 menit. Setelah itu, ditambah- spektrofotometer UV-Vis pada panjang
kan larutan tirosinase ke dalam tabung gelombang 478,5 nm. Dihitung persen
reaksi, inkubasi kembali selama 25 menit penghambatannya dan dibuat kurva %
pada suhu kamar. Kemudian diukur sera- inhibisi vs konsentrasi ekstrak.Persamaan
pannya dengan spektrofotometer UV-Vis linear dicari dan dihitung IC50 nya.
pada panjang gelombang 478,5 nm.
Tabung B, larutan dapar fosfat dan L-DO-
Uji penghambatan tirosinase dari sediaan
PA dipipet ke dalam tabung reaksi, kemu-
krim ekstrak kulit batang nangka
dian inkubasi pada suhu kamar selama
35 menit. Kemudian diukur serapannya Sampel krim diambil sebanyak 0,3 g ke-
dengan spektrofotometer UV-Vis pada mudian diekstraksi dengan penambahan
panjang gelombang 478,5 nm. 10 mL etanol. Sampel krim disentrifugasi
untuk memisahkan filtrat dengan basis
Tabung C, larutan dapar fosfat, L-DOPA,
krim. Larutan filtrat ditampung untuk
dan ekstrak penghambat dipipet ke dalam
diuji aktivitasnya sebagai inhibitor tiro-
tabung reaksi, kemudian diinkubasi pada
sinase. Disiapkan 4 buah tabung reaksi,
suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu,
larutan dapar fosfat 50 mM (pH 6,8),
ditambahkan larutan tirosinase ke dalam
larutan L-Dopa 0,7 mM, dan larutan ti-
tabung reaksi, inkubasi kembali selama 25
rosinase (496 unit/mL). Masing-masing
menit pada suhu kamar. Kemudian diukur
tabung reaksi diisi dengan bahan tersebut
serapannya dengan spektrofotometer UV-
dengan jumlah seperti berikut :
Vis pada panjang gelombang 478,5 nm.
Tabung D, larutan dapar fosfat, L-DOPA,
dan ekstrak penghambat dipipet ke dalam

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 111


Tabung (µl)
Bahan
A B C D
Larutan dapar fosfat 2200 2384 2200 2384
L-DOPA (0,7 mM) 666 666 666 666
Ekstrak penghambat
200 (blank negatif)
200 (blank negatif) 200 200
Tirosinase 184 - 184 -
Tabung A, larutan dapar fosfat, larutan Tabung D, larutan dapar fosfat, larutan L-
L-Dopa, dan ekstrak krim (blank negatif ) Dopa, dan ekstrak krim dipipet ke dalam
dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian tabung reaksi, kemudian inkubasi pada
diinkubasi pada suhu kamar selama 10 suhu kamar selama 35 menit. Kemudian
menit. Kemudian ditambahkan larutan diukur serapannya dengan spektrofotom-
tirosinase, diinkubasi kembali selama 25 eter UV- Vis pada panjang gelombang
menit pada suhu kamar. Kemudian di- 478,5 nm.
ukur serapannya dengan spektrofotom- Nilai aktivitas penghambatan enzim ti-
eter UV- Vis pada panjang gelombang rosinase diperoleh dengan menghitung
478,5 nm. penghambatan dopakrom yang terbentuk
Tabung B, larutan dapar fosfat, larutan L- menggunakan rumus persamaan (2.5).
Dopa, dan ekstrak krim (blank negatif ) Untuk mengetahui pengaruh kestabilan
dipipet ke dalam tabung reaksi, kemu- fisik dengan aktivitas ekstrak, maka uji
dian inkubasi pada suhu kamar selama penghambatan tirosinase dari sediaan
35 menit. Kemudian diukur serapannya krim yang mengandung ekstrak kulit
dengan spektrofotometer UV- Vis pada batang nangka dilakukan secara duplo
panjang gelombang 478,5 nm. pada minggu ke – 0 dan minggu ke – 8.
Tabung C, larutan dapar fosfat, larutan L-
Dopa, dan ekstrak krim dipipet ke dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
tabung reaksi, kemudian diinkubasi
Hasil Evaluasi Krim
pada suhu kamar selama 10 menit. Ke-
mudian ditambahkan larutan tirosinase, Hasil dari evaluasi semua krim pada awal
diinkubasi kembali selama 25 menit pada penyimpanan (minggu ke-0) didapat-
suhu kamar. Kemudian diukur serapann- kan krim yang lembut, mudah dioleskan,
ya dengan spektrofotometer UV- Vis pada membentuk konsistensi setengah padat
panjang gelombang 478,5 nm. dan mudah menyebar di kulit.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 112


Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %
B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 1. Foto hasil pengamatan organoleptis krim pada minggu ke – 0

Warna krim yang dihasilkan sesuai den- pH yang terukur dari kedua formula yaitu
gan ekstrak yang ditambahkan yaitu for- formula A 6,48 dan formula B 6,35. Kedua
mula A mengandung ekstrak kulit batang krim menunjukkan pH ke arah asam, hal
nangka 1,5% berwarna krem muda dan ini disebabkan oleh kandungan ekstrak
formula B yang mengandung ekstrak kulit kulit batang nangka berupa senyawa-sen-
batang nangka 2% berwarna krem agak yawa polifenol yang bersifat asam lemah.
tua. Berdasarkan hasil uji homogenitas Konsistensi yang dimiliki kedua krim
menunjukkan bahwa semua krim ho- yaitu formula A 380 x10-1 mm dan for-
mogen semua partikel dalam kaca objek mula B 409 x10-1 mm. Angka penetrasi
terdispersi secara merata. Kedua formula tersebut memenuhi kriteria sediaan krim
krim memiliki bau khas ekstrak yang sehingga terasa mudah dioleskan dan dis-
harum dan tidak menimbulkan bau yang ebarkan di kulit.
tengik.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 113


Sifat laju alir dari kedua krim yaitu pseu- 27 ± 2o C dan suhu 40 ± 2o C
doplastis tiksotropik dimana krim memi- Pada penyimpanan dalam suhu 7±2o C
liki konsistensi lebih rendah pada setiap dan 27±2o C dari minggu awal (minggu
gaya per satuan luas (rate of shear) se- ke-0) sampai minggu terakhir (minggu
hingga menandakan adanya pemecahan ke-8) tidak terlihat adanya pemisahan
struktur yang tidak terbentuk kembali fase minyak dan fase air. Pemisahan fase
dengan segera jika stress tersebut dihi- terjadi pada krim yang disimpan pada
langkan atau dikurangi. Hal ini merupa- suhu 40±2o C sejak minggu ke-6. Hal
kan sifat yang diperlukan pada krim di- ini disebabkan formulasi krim tidak ta-
mana konsistensinya tinggi tetapi dapat han terhadap suhu yang tinggi. Krim
dengan mudah dioleskan. yang disimpan pada suhu 7±2o C men-
Hasil pengukuran diameter globul rata- galami perubahan warna menjadi lebih
rata yaitu formula A sebesar 0,176 μm dan muda, sedangkan krim yang disimpan
formula B sebesar 0,180 μm. Hasil terse- pada suhu 27±2o C mengalami peruba-
but memenuhi persyaratan ukuran diam- han warna menjadi agak gelap, dan pada
eter globul karena berada dalam kisaran penyimpanan suhu 40±2o C mengalami
0,1-10 μm (Martin, Swarbick, dan Cam- perubahan warna yang cukup signifikan
marata, 1993). menjadi lebih gelap dan tuakarena oksi-
Hasil Uji Stabilitas dasi senyawa polifenol pada suhu tinggi
akan membentuk senyawa kuinon yang
Penyimpanan krim pada suhu 7 ± 2o C,
berwarna lebih pekat.

Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %


B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 2. Foto hasil pengamatan organoleptis krim pada suhu 7 ± 2o C selama peny-
impanan 8 minggu

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 114


Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %
B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 3. Foto hasil pengamatan organoleptis krim pada suhu 27 ± 2o C selama
penyimpanan 8 minggu

Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %


B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 4. Foto hasil pengamatan organoleptis krim pada suhu 40 ± 2 oC selama
penyimpanan 8 minggu

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 115


Hasil pengukuran pH pada ketiga suhu kedua krim terjadi penurunan pH yang
menghasilkan krim dengan pH menga- sangat signikan dibanding kondisi peny-
rah kepada pH asam. Hal ini disebab- impanan suhu lainnya. Hal ini disebab-
kan terjadinya reaksi oksidasi senyawa kan faktor suhu yang mempercepat reaksi
polifenol menjadi senyawa kuinon yang oksidasi. Selain itu, pada suhu 40±2o C,
sifatnya asam. Berdasarkan reaksi yang krim B mengalami penurunan pH yang
terjadi, saat pembentukan senyawa lebih besar dibandingkan dengan krim A.
kuinon terlepas ion H+ (proton) sehingga Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah
menyebabkan pH menjadi turun (Yong ekstrak yang lebih banyak pada krim B
& Lee, 2003). Pada suhu 40±2o C, pada yang mengalami reaksi oksidasi.

Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %


B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 5. Hasil pengukuran pH tiap sediaan pada penyimpanan 7±2o C, 27±2o C,
dan suhu 40±2o C
Krim merupakan suatu sistem yang mem- gelompokkan diri agar mencapai tingkat
punyai energi bebas permukaan pada energi terendah (ground state). Oleh ka-
partikel terdispersinya. Partikel tersebut rena itu ukuran globul pada krim selalu
berenergi tinggi dan cendrung untuk bertambah setiap minggunya. Selain itu
mengelompokkan diri kembali sede- pada suhu 40 ± 2o C tidak hanya terjadi
mikian rupa untuk mengurangi permu- peningkatan diameter globul tetapi terja-
kaan total dan memperkecil energi bebas di juga perubahan menjadi bentuk globul
permukaannya (Martin, Swarbick, Cam- yang tidak teratur dan tidak berbentuk
marata, 1993). Hal ini disebabkan karena droplet lagi. Hal ini disebabkan faktor
kecendrungan suatu benda untuk menuju suhu meningkatkan kecepatan globul un-
ke bentuk dan keadaan yang stabil. Pen- tuk bergabung menjadi globul yang lebih
gadukan pada saat pembuatan krim se- besar, sehingga memicu terjadinya koa-
benarnya merupakan suatu transfer en- lesens. Pada minggu ke-6 sudah terjadi
ergi kepada krim dan krim tersebut akan pemisahan fase, lapisan atas adalah fase
mempunyai kecendrungan untuk men- minyak dan lapisan bawah adalah fase air.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 116


Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %
B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 6. Hasil pengukuran diameter globul tiap sediaan pada penyimpanan 7±2o C,
27±2o C, dan suhu 40±2o C tiap 2 minggu selama 8 minggu
Hasil pengukuran viskositas masing- dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu
masing krim pada minggu awal (minggu ke-8 pada penyimpanan suhu kamar. Hasil
ke -0) dan setelah penyimpanan selama penetrasi pada minggu ke-0 yaitu formula
8 minggu pada suhu kamar dapat dili- A 380x10-1 mm dan formula B 409x10-
hat pada Gambar 7. menunjukkan tidak 1 mm, sedangkan hasil penetrasi setelah
terjadinya perubahan sifat aliran karena penyimpanan 8 minggu yaitu formula
tetap bersifat pseudoplastis tiksotropik A 378x10-1 mm dan formula B 405x10-
walaupun terjadi kenaikan viskositas, 1 mm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
contohnya viskositas krim A 160000 cps memeriksa konsistensi sediaan sehingga
menjadi 168000 cps setelah penyimpanan dapat diketahui apakah sediaan yang di-
8 minggu pada kecepatan 0,5 rpm. Hal ini hasilkan termasuk semipadat yang mu-
dapat disebabkan adanya peristiwa tikso- dah diaplikasikan kepada kulit atau tidak.
tropik saat krim tersebut baru dibuat pada Dari hasil pemeriksaan konsistensi kedua
minggu ke-0. Pada proses pembuatan, krim menunjukkan bahwa masing-mas-
krim tersebut mengalami pengadukan ing sediaan mengalami penurunan angka
sehingga saat baru terbentuk krim terse- kedalaman penetrasi kerucut yang men-
but memiliki viskositas yang lebih rendah unjukkan adanya peningkatan konsistensi
dibandingkan dengan viskositas krim pada minggu ke-8 jika dibandingkan den-
yang telah didiamkan selama 8 minggu, gan minggu ke-0. Hal ini berhubungan
dimana krim tersebut menjadi lebih ken- dengan peristiwa tiksotropik yang tampak
tal karena krim telah kembali pada struk- pada peningkatan viskositas pada minggu
tur yang seharusnya. ke-8. Dengan bertambahnya viskositas,
Pemeriksaan konsistensi kedua formula konsistensi krim juga meningkat sehingga
krim dilakukan dengan menggunakan angka kedalaman penetrasi kerucut dari
penetrometer. Pemeriksaan konsistensi penetrometer berkurang.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 117


Keterangan : Krim A = krim 1,5 % Krim
B = krim 2,0 %
Gambar 7. Kurva viskositas krim A dan krim Bpada minggu ke-0 dan ke-8
Pengamatan cycling test Uji ini dilakukan dengan menyimpan
Kedua formula yang diuji menunjukkan masing-masing sediaan pada suhu 7±2°C
hasil yang stabil karena tidak menunjuk- selama 24 jam kemudian dipindahkan ke
kan adanya pemisahan fase antara fase dalam oven pada suhu 40±2° C selama
minyak dan fase air. Pengamatan cycling 24 jam. Perlakuan ini disebut satu siklus,
test ini dilakukan setelah 6 siklus antara siklus ini dilakukan sebanyak 6 kali un-
suhu 7±2o C dan suhu 40±2o C. Hasil tuk memperjelas perubahan yang terjadi.
pengamatan cycling test dapat dilihat Setelah sediaan didinginkan akan terjadi
pada Gambar 8 dan Tabel 1. Cycling test pelepasan air pada sediaan, namun jika
dilakukan untuk menguji produk terha- film pengemulsi dapat bekerja kembali di
dap kemungkinan mengalami kristalisasi bawah tekanan yang diinduksi oleh kristal
atau berawan sebagai indikator kestabilan es sebelum koalesens terjadi maka sistem
emulsi. emulsi tersebut akan stabil pada sediaan
krim.

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 118


Tabel 1. Hasil pengamatan cycling test
Formula Awal siklus Akhir siklus
A Stabil Stabil (tidak terjadi pemisahan fase)
B Stabil Stabil (tidak terjadi pemisahan fase)

Gambar 8. Pengamatan cycling test


Pengamatan uji mekanik Pada kedua krim tampak adanya sedikit
Uji mekanik atau uji sentrifugasi meru- pemisahan antara fase air dan fase min-
pakan salah satu indikator kestabilan yak setelah dilakukan uji mekanik meng-
fisik sediaan semipadat. Walaupun emulsi gunakan alat sentrifugator dengan ke-
akan stabil pada pengocokan, viskosi- cepatan 3800 rpm selama 5 jam. Hal ini
tasnya tidak kembali seperti semula. Hu- berarti kedua formula krim tidak tahan
kum Stokes menunjukkan bahwa pem- terhadap efek gravitasi selama satu tahun.
bentukan krim merupakan suatu fungsi Hal ini disebabkan penggunaan emulga-
gravitasi dan kenaikan gravitasi dapat tor yang kurang untuk menjaga krim agar
mempercepat pemisahan fase. Efek gaya tahan terhadap perlakuan yang diberikan
sentrifugal yang diberikan oleh sentrifu- (berupa gaya sentrifugal yang setara den-
gator dengan kecepatan 3800 rpm selama gan gaya gravitasi selama setahun). Hasil
5 jam dianggap setara dengan efek gaya pengamatan uji mekanik dapat dilihat
gravitasi yang akan diterima krim dalam pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.2.
penyimpanan selama setahun.

Tabel 2. Hasil pengamatan uji mekanik


Formula Hasil
A Terjadi pemisahan fase
B Terjadi pemisahan fase

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 119


Keterangan : A = krim ekstrak kulit batang nangka 1,5 %
B = krim ekstrak kulit batang nangka 2,0 %
Gambar 9. Foto hasil pengamatan setelah uji mekanik
Hasil Uji Penghambatan Tirosinase aan reaksi enzimatis, pemilihan substrat
Tirosinase adalah monooksigenase yang menjadi hal yang sangat penting karena
mengandung Cu dimana enzim ini ber- dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
peran sebagai katalisator pada reaksi Dalam reaksi enzimatis terdapat 2 sub-
o-hidroksilasi monofenol menjadi ben- strat yang berperan, yaitu L-tirosin dan L
tuk difenol (monofenolase) dan oksidasi – DOPA. Pada pelaksanaan substrat yang
difenol menjadi o-quinon (difenolase). dipilih adalah L-DOPA karena produk
Tirosinase memainkan peranan pent- dopakrom dapat diukur dengan spektro-
ing dalam pembentukan melanin selama fotometri UV – Vis pada panjang 478,5
proses melanogenesis karena tirosinase nm, sedangkan jika substrat L-tirosin
mampu menghidroksilasi L-tirosin yang dipilih maka produk yang terbentuk
(monofenol) menjadi L-DOPA (difenol) adalah L-DOPA dan dopakrom. L-DOPA
dan mengoksidasi L-DOPA menjadi do- tidak dapat diukur serapannya dengan
paquinon (senyawa kuinon). Dopaquinon spektrofotometri UV-Vis pada panjang
yang terbentuk akan bereaksi spontan gelombang 478,5 nm.
membentuk dopakrom. Dalam pelaksan-

Gambar 10. Struktur substrat dari tirosinase 4.3.1

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 120


Pengukuran panjang gelombang maksi- pengukuran panjang gelombang maksi-
mum mum. Berdasarkan hasil pengukuran, tel-
Metode yang digunakan dalam uji peng- ah didapatkan panjang gelombang mak-
hambatan tirosinase mengacu pada me- simum yaitu pada panjang gelombang
tode yang digunakan oleh peneliti sebe- 478,5 nm. Pada panjang gelombang ini
lumnya (Arung, Shimizu, dan Kondo, didapatkan puncak serapan yang tinggi,
2006) dengan beberapa modifikasi. Jum- artinya terjadi pembentukan dopakrom
lah semua reagen (dapar fosfat 50 mM, L- yang paling banyak. Hasil pengukuran ini
DOPA, dan tirosinase) menjadi dua kali dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Panjang
lipat volume awal, karena volume yang gelombang maksimum dapat dilihat pada
terlalu kecil. Metode ini digunakan untuk Gambar 11.

Gambar 11. Penentuan panjang gelombang maksimum serapan dopakrom


Penentuan tipe penghambatan tirosi- untuk berikatan dengan active site tiro-
nase oleh ekstrak kulit batang nangka sinase, dalam hal ini bagian atom Cu-
Berdasarkan kurva Lineweaver- nya. Produk yang dihasilkan dari reaksi
Burk yang terbentuk pada Gambar 12 dengan substrat adalah dopakrom yang
dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit berwarna jingga tua sampai merah sedan-
batang nangka merupakan penghambat gkan produk yang dihasilkan dari peng-
kompetitif dari tirosinase. Mekanisme gunaan penghambat tidak berwarna, se-
penghambatan terjadi karena senyawa hingga persen penghambatan tirosinase
aktif dari ekstrak kulit batang nangka dapat dihitung dengan cara mengurangi
berupa artocarpetin, norartocarpetin, serapan yang terbentuk tanpa pengham-
dihydromorin, dan streppogenin memi- bat dengan serapan yang terbentuk den-
liki struktur yang mirip dengan L-DOPA gan penambahan penghambat.
sebagai substrat dan akan berkompetisi

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 121


Gambar 12. Kurva Lineweaver-Burk tanpa dan dengan penghambat
Pengukuran aktivitas penghambatan ti- %. Hasil pengukuran IC50 dari ekstrak
rosinase (IC50) dari ekstrak kulit batang kulit batang nangka adalah 142,37 ppm.
nangka Dari nilai IC50, ekstrak kulit batang
Pengukuran IC50 dilakukan dengan nangka memiliki aktivitas penghambatan
memvariasikan konsentrasi ekstrak ku- tirosinase yang cukup tinggi, artinya IC50
lit batang nangka yang digunakan dari didapatkan pada konsentrasi ekstrak 100
15 - 60 ppm. Kemudian diukur serapan- ppm (Moon, Yim, Song, Lee, dan Hyun,
nya dan dihitung % penghambatannya. 2010). Besarnya nilai IC50 sangat bergan-
Plot ke dalam kurva antara konsentrasi tung pada metode ekstraksi dan pelarut
ekstrak vs % inhibisi. Dari persamaan yang digunakan dalam ekstraksi. Kurva
linear yang didapat dari kurva tersebut, konsentrasi ekstrak (ppm) vs % inhibisi
dapat dihitung IC50, yaitu konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 13. Dari kurva
ekstrak yang mempunyai aktivitas peng- tersebut didapatkan persamaan linier y =
hambatan terhadap tirosinase sebesar 50 0,345x + 0,88, dengan nilai R2 = 0,975.

Gambar 13. Kurva konsentrasi ekstrak (ppm) vs % inhibisi

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 122


Pengukuran aktivitas penghambatan ti- menghambat aktivitas tirosinase sehingga
rosinase dari krim ekstrak kulit batang akan membuat hasil uji menjadi lebih be-
nangka sar dari seharusnya.
Untuk menghindari pengaruh bahan ek- Posisi fenol dari senyawa aktif ekstrak
sipien yang digunakan dalam formulasi berikatan dengan atom Cu pada active
krim pada uji aktivitas, maka digunakan site tirosinase menyebabkan tidak ter-
krim blanko negatif dengan kandungan jadi reaksi oksidasi yang dikatalisis tiro-
bahan eksipien yang sama dengan krim sinase sehingga pembentukan senyawa
yang mengandung ekstrak. Oleh karena dopakuinon dan dopakrom menjadi
itu, kuvet A dan B ditambahkan filtrat dari berkurang. Menurut literatur active site
krim blanko negatif dengan jumlah yang yang akan berikatan dengan Cu pada tiro-
sama dengan penambahan filtrat dari sinase yaitu pada posisi difenol (Kubo &
krim yang mengandung ekstrak, yaitu Kinst-Hori, 1999).
200 μL. Hal ini dilakukan karena di dalam Reaksi pembentukan ikatan kelat senyawa
krim mengandung BHT sebagai antiok- aktif dengan sisi aktif Cu dari tirosinase
sidan sediaan. Eksipien ini dapat bereaksi dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Reaksi pembentukan ikatan kelat senyawa aktif dengan sisi aktif Cu dari
tirosinase
Dalam pengukuran digunakan pula krim batan tirosinase dengan krim yang men-
blanko positif yang mengandung vitamin gandung ekstrak kulit batang nangka.
C dengan konsentrasi 1 %. Vitamin C Setelah dilakukan pengukuran serapan
saat ini digunakan sebagai zat aktif dalam dopakrom pada tiap sampel krim, maka
sediaan kosmetika pemutih di pasaran diperoleh hasil persen aktivitas pengham-
yang memiliki mekanisme kerja sebagai batan tirosinase dari masing – masing
penghambat tirosinase. Penggunaan krim krim. Besarnya nilai persen penghambat-
blanko positif bertujuan untuk mem- an tirosinase dapat dilihat pada Tabel 4.3.
bandingkan besarnya aktivitas pengham-

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 123


Tabel 3. Nilai persen penghambatan tirosinase krim ekstrak kulit batang nangka pada
minggu ke–0 dan minggu ke–8 dengan spektrofotometer UV-Vis
Rata – rata (%) penghambatan tirosinase
Larutan Sampel
Minggu ke-0 Minggu ke-8
Krim A 10,64 6,93
Krim B 11,34 7,74
Dari Tabel 3 didapatkan bahwa persen batan tirosinase, maka uji penghambatan
penghambatan tirosinase krim A yang tirosinase dilakukan pada minggu ke –
mengandung ekstrak kulit batang nangka 8. Setelah penyimpanan 8 minggu, nilai
1,5 % adalah 10,64 %, sedangkan krim B persen penghambatan tirosinase dari
yang mengandung ekstrak kulit batang kedua krim mengalami penurunan. Nilai
nangka 2,0 % adalah 11,34 %. Besarnya persen penghambatan tirosinase dari
nilai persen penghambatan bergantung krim A menurun menjadi 6,93 %, sedang-
pada konsentrasi ekstrak yang diguna- kan krim B menurun menjadi 7,74 %.
kan. Krim B yang mengandung ekstrak Penurunan ini disebabkan krim tidak sta-
kulit batang nangka lebih banyak memi- bil selama penyimpanan. Berkurangnya
liki nilai persen penghambatan tirosinase konsentrasi senyawa aktif dalam krim ek-
yang lebih besar dibanding dengan krim strak kulit batang nangka terjadi karena
A. Krim blanko positif memiliki nilai reaksi oksidasi dengan suhu dan udara.
persen penghambatan tirosinase sebesar Penggunaan antioksidan di dalam krim
9,72 %. Besarnya nilai persen pengham- tidak cukup banyak untuk melindungi
batan tirosinase krim blanko positif masih senyawa aktif, sehingga senyawa aktif
lebih kecil nilainya dibandingkan dengan mengalami oksidasi. Hasil oksidasi terse-
krim yang mengandung ekstrak sehingga but menghasilkan senyawa bentuk kuinon
dapat dikatakan krim yang mengandung yang tidak dapat berikatan dengan active
ekstrak kulit batang nangka memiliki ak- site tirosinase. Jumlah senyawa aktif yang
tivitas penghambatan tirosinase. berikatan dengan tirosinase berkurang se-
Selain itu, untuk mengetahui pengaruh hingga aktivitas menghambat kerja tirosi-
kestabilan ekstrak kulit batang nangka nase menurun.
dalam krim dengan aktivitas pengham-

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 124


KESIMPULAN Chang TS. 2009. An Updated Review of
Ekstrak kulit batang nangka memiliki Tyrosinase Inhibitors. Department of
aktifitas sebagai inhibitor tirosinase den- Biological Science and Technology.
gan nilai IC50 sebesar 142,37 ppm. Sedi- National University Tainan Taiwan
aan krim yang mengandung ekstrak kulit Djajadisastra J. 2003. Pemutih yang Tepat
batang nangka 1,5 % dan 2 % memiliki dan Aman bagi Wanita Indonesia dis-
aktivitas penghambatan tirosinase bertu- ampaikan pada Pharmacy Beauty &
rut – turut sebesar 10,64 % (28,29 ppm) Health. 12 September 2003.
dan 11,34% (30,31 ppm). Setelahpenyim- Djajadisastra J. 2003. Cosmetic Stability.
panan 2 bulan, krim yang mengandung Disampaikan pada “Seminar Seten-
ekstrak kulit batang nangka 1,5 % dan 2 gah Hari HIKI” Rabu, 18 Nopember
% mengalami penurunan aktivitas peng- 2003, Hotel Menara Peninsula. Slipi,
hambatan tirosinase berturut-turut men- Jakarta.
jadi 6,93 % (17,53 ppm) dan 7,74 % (19,88
GuptaS. 2001. Formulation of Plant-based
ppm). Berdasarkan uji kestabilanfisik,
Skin Whitening Cosmetics. Household
krim menunjukkan pemisahan fase pada & Personal Products Industry.
penyimpanan suhu 40±2o C serta dari uji
mekanik menunjukkan bahwa masa pe- Kubo I, Kinst-Hori, Ikuyo. 1999. Fla-
nyimpanan kedua krim tidak mencapai vonols from Saffron Flower: Tyrosi-
satu tahun. nase Inhibitory Activity and Inhibi-
tion Mechanism. J. Agric. Food Chem
47:4121−4125
DAFTAR ACUAN Martin A, Swarbick J, Cammarata A.
Ansel HC. 1989. Pengantar bentuk Se- 1993. Farmasi Fisik, edisi ketiga. Ter-
diaan Farmasi, edisi keempat. Terj. jdari Physical Pharmacy, oleh Joshita.
Dari Introduction to Pharmaceutical UI Press. Jakarta.
Dosage Form, oleh Farida Ibrahim. UI Supriyanti FMT. 2009. Pemanfaatan sen-
Press. Jakarta. yawa bioaktif dari ekstrak kulit batang
Arung ET, IW Kusuma, YM Iskandar, S Artocarpus sp sebagai inhibitor tiro-
Yasutake, K Shimizu, R Kondo. 2005. sinase pada pigmentasi kulit., Lapo-
Screening of Indonesian Plants for ranPenelitian Proyek Pembinaan &
Tyrosinase Inhibitory Activity. The Peningkatan Mutu Tenaga Kependid-
Japan Wood Research Society, 51: 520- ikan, FPMIPA UPI Bandung.
525.
Yasutake S, K Shimizu. 2004. Screening
Arung ET, K Shimizu, R Kondo. 2006. In- of Indonesian plants for Tyrosinase
hibitory Effect ofArtocarpanone from Inhibitory Activity. The Japan Wood
Artocarpus heterophyllus on Melanin Research Society, 51.
Biosynthesis. J.Biol. Pharm. Bull..
Yong DP, Lee JR. 2003. A new continuous
Chang TS, HY Ding, HC Lin. 2005. Iden- Spectrophotometric Assay Method
tifying 6,7,4’-Trihydroxyisoflavone as for DOPA Oxidase Activity of Tyrosi-
a potent Tyrosinase Inhibitor. Biosci nase. Journal of Protein Chemistry. 22.
Biotechno Biochem. 69(10).

Vol. 2, No. 2, Agustus 2011 Majalah Ilmu Kesehatan 125

Anda mungkin juga menyukai