Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . VEKTOR
2.1.1 Definisi

Di dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata seperti suhu, gaya,
panjang, percepatan, pergeseran dan sebagainya. Apabila diperhatikan besaran yang menyatakan
besarnya kuantitas dari kata-kata tersebut ada perbedaanya yaitu ada yang hanya menunjukkan
nilai saja, tetapi ada yang menunjukkan nilai dan arahnya. Besaran itu sering disebut skalar
dan vektor. Setiap besaran skalar seperti panjang, suhu dan sebagainya selalu dikaitkan
dengan suatu bilangan yang merupakan nilai dari besaran itu. Sedangkan untuk besaran vektor
seperti gaya, percepatan, pergeseran dan sebagainya, disamping mempunyai nilai juga
mempunyai arah. Jadi vektor adalah suatu besaran yang mempunyai nillai (besar) dan arah.

Dalam matematika vektor digambarkan sebagai ruas garis berarah. Arahnya dari titik
pangkal menuju titik ujung, sedangkan jarak dari titik pangkal ke titik ujung disebut panjang
vektor. Untuk menyatakan sebuah vektor biasanya digunakan notasi huruf kecil tebal atau
bergaris atas atau bawah, misalnya : u atau 𝑢̅ atau 𝑢 . Vektor dapat dipandang secara geometri
dan secara aljabar.

Secara geometri sebuah vektor diwakili oleh sebuah ruas garis berarah dengan panjang
ruas garis itu menunjukkan besar, sedangkan arahnya menunjukkan arah vektor itu. Jika ruas garis
AB seperti pada gambar dibawah adalah sebuah vektor v dengan titik A disebut titik pangkal
(initial point) dan titik B disebut titik ujung (terminal point) maka kita dapat menuliskan v = ⃗⃗⃗⃗⃗
𝐴𝐵

2.1.2. Vektor pada R2

Di dalam bidang datar (R2) suatu vektor yang titik pangkalnya di A (x1, y1) dan titik
ujungnya di B (x2, y2) dapat dituliskan dalam bentuk komponen :
 x 2  x1 
AB   
 y 2  y1 

Dilukiskan sebagai :

Y B (x2, y2)

A (x1, y1)
x

Vektor dalam bidang datar juga dapat dinyatakan dalam bentuk :


Kombinasi linear vektor satuan i, j , misalnya vektor a = xi + yj atau dalam bentuk Koordinat
2
kartesius, yaitu : a = (a1, a2). Contoh vector 𝑢̅ = 2i -5j dapat juga dituliskan 𝑢̅ = (2,-5) atau 𝑢̅ =(−5 )

2.1.3. Ruang Lingkup Vektor

1. Kesamaan Dua Vektor

Dua buah vektor a dan b dikatakan sama apabila keduanya

a b mempunyai besar (panjang) dan arah yang sama.

Diperoleh: a = b

2. Vektor Negatif

Vektor negatif dari a adalah vektor yang besarnya sama dengan

a b vektor a tetapi arahnya berlawanan dan ditulis  a .

Diperoleh: a =  b .
3. Vektor Nol

Vektor nol adalah vektor yang besar / panjangnya nol dan arahnya tak tentu. Pada sistem
koordinat kartesius vektor nol digambarkan berupa titik. Di ruang dimensi dua vektor nol
0
dilambangkan dengan O =   .
0

4. Vektor Posisi

Vektor posisi adalah vektor yang titik pangkalnya terletak pada pusat koordinat O(0,0) dan
titik ujungnya berada pada koordinat lain. Vektor posisi pada R2 dari titik A(x,y) dinyatakan
sebagai kombinasi linear vektor satuan sebagai berikut :

 x
a     xi  y j
 y

Penulisan vektor i dan j menyatakan vektor satuan pada sistem koordinat. Vektor satuan
i adalah vektor yang searah dengan sumbu X positif dan besarnya 1 satuan. Vektor satuan
j adalah vektor yang searah dengan sumbu Y positif dan besarnya 1 satuan.

5. Modulus atau Besar Vektor atau Panjang vektor

a 
Misalnya a =  1   a1 i  a 2 j , panjang vektor a dinotasikan  a  dengan  a  = a1  a2
2 2

 a2 
.

Jika diketahui titik A (x1, y1) dan B (x2, y2). Secara analitis, diperoleh komponen vektor AB
 x  x1 
  2  .
 y 2  y1 

Panjang vektor AB dapat dirumuskan :

 AB  = ( x 2  x1 ) 2  ( y 2  y1 ) 2 .
Contoh:
Diketahui titik A(3, -5) dan B(-2, 7), tentukan vector AB tersebut !

a. Komponen vektor AB
b. Modulus/besar vektor AB

Jawab:

  2  3    5
a. Komponen vektor AB =     
 7  (5)   12 
b. Modulus/besar vektor AB =  AB  = (5) 2  12 2  25  144  169  13

6. Vektor Satuan

Vektor satuan adalah vektor yang mempunyai panjang (besar) 1 satuan. Vektor satuan dapat
ditentukan dengan cara membagi vektor tersebut dengan besar (panjang) vektor semula.
a
Vektor satuan dari vektor a dirumuskan: e  .
a

2.1.4. Operasi Hitung Vektor di R2

1. Operasi Penjumlahan Vektor

Penjumlahan dua vektor dapat dikerjakan dalam dua cara yaitu cara grafis dan analitis.

a. Cara Grafis
1) Dengan cara penjumlahan segitiga atau segitiga vektor

b a +b

 b

a a

Cara: pangkal vektor b digeser ke ujung vektor a maka vektor hasil a + b adalah
vektor yang menghubungkan pangkal vektor a dengan ujung vektor b .
2) Dengan cara penjumlahan jajar genjang atau jajar genjang vektor

b b

 a +b

a a

Cara: pangkal vektor b digeser ke pangkal vektor a , dilukis jajar genjang, maka
diagonal dari ujung persekutuan adalah a + b

b. Cara Analitis
1) Apabila kedua vektor diketahui mengapit sudut tertentu , maka dapat digunakan
perhitungan dengan memakai rumus aturan cosinus seperti pada trigonometri.

Apabila sudut antara a dan b adalah  , maka :

b a +b ( a + b )2 = a 2 + b 2 + 2 a b Cos 

 a  b  2abCos
2 2
(a +b ) =

2) Jika vektor disajikan dalam bentuk komponen (dalam bidang kartesius) maka
penjumlahan dapat dilakukan dengan menjumlahkan komponennya.

x  x   x  xB 
Misalnya: a =  A  dan b =  B  maka a + b =  A 
 yA   yB   y A  yB 

Contoh:

 2    4  2  (4)    2 
a) Apabila a    dan b    maka a + b =     
  3  3   33   0 
b) Diketahui panjang vektor  a  = 2 dan panjang vektor  b  = 4, sudut antara vektor
a dan b adalah 60, maka :
a  b  2abCos
2 2
a +b =

= 2 2  4 2  2.2.4.Cos60

= 4  16  16. 12

= 28  2 7

2. Pengurangan Vektor

Memperkurangkan vektor b dari vektor a didefinisikan sebagai menjumlahkan vektor


negatif b pada vektor a dan ditulis : a  b = a + (- b ).

a  a

b a b

-b

Apabila vektor disajikan dalam bentuk komponen (dalam bidang kartesius) maka
pengurangan dapat dilakukan dengan mengurangkan komponen-komponennya.

3. Perkalian Vektor dengan Skalar

Jika a suatu vektor dan m adalah skalar (bilangan nyata), maka m a atau a m adalah suatu
vektor dengan kemungkinan :

a. Jika m > 0 maka m a adalah vektor yang besarnya m kali a dan searah dengan a .
b. Jika m < 0 maka m a adalah vektor yang besarnya m kali a dan arahnya berlawanan
dengan a .
c. Jika m = 0 maka m a adalah nektor nol.
Contoh perkalian vektor dan scalar

a. Vektor diberikan dalam bentuk gambar

1
a 2a 2 a -3 a

b. Vektor diberikan dalm bentuk kmponen


 3  3  6
Jika a =   maka 2 a = 2   =  
 2  2  4

 4  4  2
Jika b =   maka 1
2 b = 1
2
  =  
 2  2 1

 2  2   4 
Jika c    maka  2c  2    
 5  5    10 

Apabila titik-titik dalam vektor dapat dinyatakan sebagai perkalian vektor yang lain,
titik-titik itu disebut kolinier (segaris).

4. Perkalian Dua vektor


Operasi perkalian pada vektor dapat dikerjakan melalui dua cara sebagai berikut :

a. Sudut antara kedua vektor diketahui


Diberikan vektor a =(a1, a2), b =(b1, b2) dan sudut yang dibentuk oleh vektor a dan b
adalah . Perkalian antara vektor a dan b dirumuskan sebagai berikut :

a . b =  a . b . Cos 

Contoh:

6  3
Tentukan hasil kali kedua vektor a =   dan b =   serta sudut antara kedua vektor
1 6
adalah 60!

Jawab:
Diketahui dua buah vektor sebagai berikut :

6
a =    a1 = 6 dan a2 = 1
1

a = a1  a2 = 6 2  12  36  1  37
2 2

 3
b =    b1 = 3 dan b2 = 6
6

b  = b1  b2 = 32  6 2  9  36  45
2 2

a . b =  a . b . Cos 

= 37 . 45 .Cos 60
1
= 37 . 45 . 2

3
= 2 185

3
Jadi, hasil kali kedua vektor adalah 2 185 .

b. Sudut antara kedua vektor tidak diketahui


Diberikan vektor a =(a1, a2) dan b =(b1, b2). Hasil kali kedua vektor dirumuskan sebagai
berikut :
a . b = a1b1 + a2b2

Contoh:

5  3 
Diberikan vektor a =   dan b =   . Tentukan hasil kali vektor a dan b !
7   2
Jawab:

5
Diketahui a =    a1 = 5 dan a2 = 7 , serta
7

 3 
b =    b1 = 3 dan b2 = -2
  2

a . b = a1b1 + a2b2

= 5.3 + 7(-2)
= 15 + (-14)
=1

Jadi, hasil kali vektor a dan b adalah 1.

Sementara itu, dari dua buah vektor pada sistem koordinat kartesius dapat kita cari
besar sudut yang dibentuk oleh kedua vektor yang dirumuskan sebagai berikut :

a 1 b1  a 2 b 2
Cos  =
ab
2.1.5. Vektor di R 3

Untuk menentukan kedudukan atau letak titik di dalam ruang (R3) dapat digunakan
sistem sumbu koordinat siku-siku X, Y dan Z dengan masing-masing sumbu saling tegak lurus
dan berpotongan di sebuah titik O yang disebut pusat sumbu koordinat.

Jarak P sampai bidang YOZ adalah X, atau PP1 = Xp.


Jarak P sampai bidang XOZ adalah Y, atau PP2 = Yp.
Jarak P sampai bidang XOY adalah Z, atau PP3 = Zp.
Dinyatakan bahwa koordinat ruang dari P ditulis P (Xp, Yp, Zp). Vektor dinyatakan dengan
bentuk sebagai berikut:

a. OP = Xp 𝑖 + Yp j + Zp k merupakan bentuk kombinasi linear dari i,j,k. Dengan i,j,k merupakan


vektor satuan dalam koordinat ruang (i = vektor satuan pada sumbu X, j = vektor satuan
pada sumbu Y dan k = vektor satuan pada sumbu Z).

Xp
 
b. OP =  Y p  merupakan bentuk kmponen vektor.
Z 
 p
2.1.6. Ruang Lingkup Vektor di R3

1. Vektor Posisi

Vektor posisi titik P adalah vektor OP yaitu vektor yang berpangkal di O(0,0,0) dan
berujung di titik P(x,y,z). Secara aljabar vektor OP dapat ditulis sebagai berikut :

 x
 
OP =  y  atau OP = (x,y,z)
z
 

Vektor OP = (x,y,z) pada dimensi tiga dapat dinyatakan sebagaikombinasi linear dari
vektor satuan i , j , k sebagai berikut :

 x
 
OP =  y  = x i + y j + z k
z
 

Sebuah vektor AB dengan koordinat titik pangkal A (x1, y1, z1) dan koordinat titik ujung
B (x2, y2, z2) memiliki vektor posisi sebagai berikut :

 x2   x1   x2  x1 
     
AB = OB  OA   y 2    y1    y 2  y1 
z  z  z z 
 2  1  2 1

2. Vektor Satuan

Vektor satuan adalah vektor yang mempunyai panjang 1 satuan. Vektor satuan dari vektor
a didefinisikan vektor a dibagi dengan besar vektor a sendiri, yang dirumuskan dengan :
a
e
a

3. Modulus Vektor

 a1 
 
Misalnya a =  a 2  = a1 i + a2 j + a3 k , panjang vektor a dinotasikan  a  dengan 
a 
 3
a = a1  a 2  a3 .
2 2 2
Jika diketahui vektor AB dengan koordinat titik A (x1, y1, z1) dan B (x2, y2, z2) maka
modulus/besar/panjang vektor AB dapat dinyatakan sebagai jarak antara titik A dan B yaitu
:

 AB  = ( x 2  x1 ) 2  ( y 2  y1 ) 2  ( z 2  z1 ) 2

Contoh:
Tentukan modulus/besar vektor berikut :

a. AB dengan titik A (1,4,6) dan B (3,7,9)

b. a = 2 i + j + 3 k

Jawab:

1  3  3   1   3 1   2
           
a. Diketahui A =  4  dan B =  7  , maka AB =  7  -  4  =  7  4    3 
6 9  9   6   9  6   3
           
 AB  = (3  1) 2  (7  4) 2  (9  6) 2  2 2  3 2  3 2  22

Jadi, modulus vektor AB adalah 22 .

b.  a  = 22  12  32  14 .

Jadi, modulus vektor a adalah 14 .

4. Kesamaan Vektor

Dua buah vektor a dan b dikatakan sama apabila keduanya

a b mempunyai besar (panjang) dan arah yang sama.

Diperoleh: a = b

Misal :
 a1   b1 
   
a =  a 2  atau a = a1 i + a2 j + a3 k , dan b =  b2  atau b = b1 i + b2 j + b3 k
a  b 
 3  3

a = b jika dan hanya jika a1 = b1, a2 = b2, a3 = b3 .

5. Vektor Negatif

Vektor negatif dari a adalah vektor yang besarnya sama dengan

a b vektor a tetapi arahnya berlawanan dan ditulis  a .

Diperoleh: a =  b .

Misal :

 a1   b1 
   
a =  a 2  atau a = a1 i + a2 j + a3 k , dan b =  b2  atau b = b1 i + b2 j + b3 k
a  b 
 3  3

a =  b jika dan hanya jika a1 = b1, a2 = b2, a3 = b3 .

6. Vektor Nol

Vektor nol adalah vektor yang besar / panjangnya nol satuan dan arahnya tak tentu (berupa
titi).

0
 
Vektor nol pada dimensi 3 dilambangkan dengan O = (0,0,0) atau O =  0  .
0
 
2.1.7. Operasi Aljabar Vektor di R3

1. Penjumlahan Vektor dalam Ruang

 a1   b1 
   
a. Jika dua vektor a =  a 2  dan vektor b =  b2  adalah vektor-vektor tidak nol di R3
a  b 
 3  3
maka operasi penjumlahannya didefinisikan sebagai berikut :

 a1   b1   a1  b1 
     
a + b =  a 2  +  b2  =  a 2  b2 
a  b  a  b 
 3  3  3 3

b. Jika vektor a = a1 i + a2 j + a3 k dan vektor b = b1 i + b2 j + b3 k maka operasi


penjumlahannya didefinisikan sebagai berikut :

a + b = (a1 + b1) i + (a2 + b2) j + (a3 + b3) k

Contoh:
Hitunglah jumlah dari dua buah vektor berikut !

 2   1
   
a. a =   3  dan b =  4 
 5    2
   

b. a = 2 i + j - 4 k dan b = 3 i + 5 j + k

Jawab:

 2    1   2  (1)   1 
       
a. a + b =   3  +  4  =   3  4    1 
 5    2   5  (2)   3 
       

b. a + b = (2 + 3) i + (1 + 5) j + (-4 + 1) k = 5 i + 6 j - 3 k
2. Selisih Dua Vektor pada R3

 a1   b1 
   
a. Jika dua vektor a =  a 2  dan vektor b =  b2  maka operasi pengurangan kedua vektor
a  b 
 3  3
didefinisikan sebagai berikut :

 a1   b1   a1  b1 
     
a  b =  a 2    b2  =  a 2  b2 
a  b  a  b 
 3  3  3 3

b. Jika vektor a = a1 i + a2 j + a3 k dan vektor b = b1 i + b2 j + b3 k maka operasi


pengurangan kedua vektor didefinisikan sebagai berikut :

a  b = (a1  b1) i + (a2  b2) j + (a3  b3) k

Contoh:
Hitunglah a  b jika :

8  3
   
a. a =  6  dan b =  1 
7  4
   

b. a = 8 i + 6 j + 9 k dan b = 3 i + 5 j + 2 k

Jawab:

 8   3   8  3)   5 
       
a. a  b =  6  -  1  =  6  1    5 
 7   4   7  4)   3 
       

b. a  b = (8 - 3) i + (6 - 5) j + (9 - 2) k = 5 i + j + 7 k

3. Perkalian Skalar dengan Vektor


 a1 
 
a. Hasil kali vektor a =  a 2  dengan suatu skalar c didefinisikan sebagai berikut :
a 
 3

 c.a1 
 
c. a =  c.a 2 
 c.a 
 3

b. Hasil kali vektor a = a1 i + a2 j + a3 k dengan skalar c didefinisikan sebagai berikut :

c. a = c.a1 i + c.a2 j + c.a3 k

Contoh:

5  3.5  15 


     
1. Diberikan vektor a =  2  , maka 3. a =  3.2    6 
 4  3.4  12 
     

2. Diberikan vektor b = 2 i + j - 3 k , maka 4. b = 4.2 i + 4. j - 4.3 k = 8 i + 4 j - 12 k

4. Perkalian Skalar Dari Dua Vektor / Perkalian Titik (Dot Product)

Perkalian skalar dari dua vektor a dan b didefinisikan dengan rumus :

a . b =  a . b . Cos 

Apabila  = 0 maka a . b =  a . b 

Apabila  = 90 maka a . b = 0

Apabila  = 180 maka a . b =  a . b 

Apabila vektor dinyatakan dalam bentuk komponen :


 a1   b1 
   
a =  a 2  dan b =  b2 
a  b 
 3  3
Diperoleh :

a . b = a1b1 + a2b2 + a3b3

Contoh:

1. Hitunglah perkalian skalar antara a = 2 i + 3 j + 5 k dan b = 2 i + j + 3 k

Jawab:

a . b = a1b1 + a2b2 + a3b3

= 2.2 + 3.1 + 5.3 = 4 + 3 + 15 = 22

1  2
   
2. Jika a =  3  dan b =  1  , hitunglah a . b !
5 6
   
Jawab:

a .b = 1 . 2 + 3 . 1 + 5 . 6

= 2 + 3 + 30 = 35

3. Hitunglah a . b jika diketahui  a  = 3,  b  = 4 dan sudut antara a dan b adalah 60 !

Jawab:

a . b =  a . b . Cos 60


1
=3.4. 2 =6

5. Sudut Antara Dua Vektor

Dari definisi : a . b =  a . b . Cos 

a . b = a1b1 + a2b2 + a3b3


Diperoleh :

a.b a1b1  a 2 b2  a3b3


Cos  = 
ab (a1  a 2  a3 )(b1 2 b2  b3 )
2 2 2 2 2

Contoh:

Hitunglah besar sudut di antara a = i + 2 j + 2 k dan b = 2 i + 3 j - 6 k !

Jawab:

a.b a1b1  a 2 b2  a3b3


Cos  = 
ab (a1  a 2  a3 )(b1 2 b2  b3 )
2 2 2 2 2

1.2  2.3  2(6)


=
(12  2 2  2 2 )( 2 2  3 2  (6) 2 )

4 4
=   0,190
9.49 21

Dari daftar diperoleh  = 180 - 79 = 101

6. Perkalian Vektor Dari Dua Vektor / Perkalian Silang ( Cross Product)

Apabila vektor disajikan dalam bentuk a = a1 i + a2 j + a3 k dan b = b1 i + b2 j + b3 k


maka:

i j k
a x b = a1 a2 a3
b1 b2 b3
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan aturan Sarrus atau Cramer

Contoh:

Diketahui vektor a = 2 i + 3 j + 2 k dan vektor b = 3 i + 2 j - 3 k .

Tentukan a x b !

Jawab:

i j k
a xb = 2 3 2
3 2 3

3 2 2 2 2 3
=i -j +k
2 3 3 3 3 2

= (-9 – 4)i – (-6 – 6)j + (4 – 9)k


= -13i + 12j – 5k
2.2. Matriks
2.2.1 Definisi Matriks
(Rinaldi Munir, 2010:98) Matriks adalah susunan skalar elemen-elemen dalam bentuk baris
dan kolom. Matriks A yang berukuran dari m baris dan n kolom (m×n) adalah :
𝑎11 𝑎12 ⋯𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 ⋯𝑎2𝑛
𝐴=[ ⋮ ⋮ 𝑎 ]
33 ⋮
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ⋯ 𝑎𝑚𝑛

Entri 𝑎𝑖𝑗 disebut elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Jika m = n, maka matriks
tersebut dinamakan juga matriks bujursangkar (square matrix). Menuliskan matriks dalam
bentuk persegi panjang di atas adalah boros tempat, oleh karena itu kita lazim menuliskan
matriks dengan notasi ringkas 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ].
Contoh :
Di bawah ini adalah sebuah matriks yang berukuran 3 × 4:
2506
𝐴 = [8754]
3118
Matriks di atas disusun oleh 3 baris elemen, yaitu : ( 2, 5, 0, 6 ), ( 8, 7, 5, 4 ), ( 3, 1, 1, 8 ), atau
susunan dalam bentuk kolom-kolom:
2 5 0 6
[8] , [7] , [5] , 𝑑𝑎𝑛 [4]
3 1 1 8

1. Beberapa Matriks Khusus


 Matriks Diagonal
Matriks diagonal adalah matriks bujursangkar dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘𝑖 ≠ 𝑗. dengan kata lain,
seluruh elemen yang tidak terdapat pada posisi 𝑖 ≠ 𝑗 bernilai 0.
Contoh :
Di bawah ini adalah contoh-contoh matriks diagonal yang berukuran 3 × 3.
1 0 0 2 0 0
[0 2 0] , [0 0 0]
0 0 3 0 0 −1
 Matriks Identitas
Matriks identitas, dilambangkan dengan I, adalah matriks diagonal dengan semua elemen
diagonal = 1.
Contoh :
Di bawah ini adalah contoh-contoh matriks I, masing-masing 3 × 3 dan 4 × 4.
1 00 0
1 0 0
1 0], [0
[0 1 0 0]
0 01 0
0 0 1 0 00 1
 Matriks Segitiga Atas/Bawah
Matriks segitiga atas/bawah adalah matrik jika elemen-elemen diatas/bawah diagonal bernilai
0, yaitu 𝑎𝑖𝑗 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑖 < 𝑗(𝑖 > 𝑗).
Contoh :

Di bawah ini adalah contoh-contoh matriks segitiga. Yang pertama matriks segitiga atas dan yang
kedua matriks segitiga bawah.
1 0 0 0 2 66 −4
[ 5 7 0 0 ], [0 37 3 ]
6 0 3 0 0 00 2
2 4 −2 6 0 00 8
 Matriks Transpose
Matriks transpose adalah matriks yang diperoleh dengan mempertukarkan baris-baris dan
kolom-kolom. Misalkan 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] berukuran m × n, maka transpose dari matriks A, ditulis AT,
adalah matriks n × m yang dalam hal ini jika 𝐴𝑇 = [𝑏𝑖𝑗 ], maka 𝑏𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖 , untuk i = 1, 2, …, m.

Contoh :
Di bawah ini adalah sebuah matriks A dan transpose-nya , AT.
1 4
1 2 3
𝐴= [ ] , 𝐴𝑇 = [2 5]
4 5 6
3 6
 Matriks Setangkup (Symmetry)
A adalah matriks setangkup atau simetri jika AT = A, yaitu jika 𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖 untuk setiap I dan j.
Dengan kata lain, pada matriks setangkup elemen di bawah diagonal adalah hasil pencerminan
dari elemen di atas diagonal terhadap sumbu diagonal matriks.
Contoh :
Di bawah ini adalah contoh-contoh matriks setangkup.
1 56 2 2 66 −4
[ 5 70 4 ], [6 37 3 ]
6 0 3 −2 6 70 2
2 4−2 6 −4 32 8
 Matriks 0/1 (Zero-One)
Matriks 0/1 adalah matriks yang setiap elemennya hanya bernilai 0 atau 1. Matriks ini banyak
digunakan untuk merepresentasikan relasi keterhubungan
Contoh :
Di bawah ini adalah contoh matriks 0/1 :
0 11 0
[0 11 1]
0 00 0
1 00 1
 Matriks Skalar
Matriks A dikatakan matriks skalar jika matriks A merupakan matriks diagonal yang elemen
diagonalnya sama dan tidak sama dengan satu
Contoh :

Matriks A berordo 5 merupakan matriks scalar karena matriks A berupa matriks diagonal dan entri
diagonalnya semuanya 5, yang berbentuk sebagai berikut

50⋯0

𝐴 = [ 05 0 ]
⋮ ⋮ ⋱⋱
00⋯5
 Kesamaan dua matriks
Definisi: Dua matriks A dan B disebut sama, jika :
(i). A dan B sejenis ( mempunyai ukuran yang sama)

(ii). Setiap unsur yang seletak sama. Jadi jika 𝐴(𝑚×𝑛) = 𝐵(𝑝×𝑞) maka :

a) m = p dan n = q
b) 𝑎𝑖𝑗 = 𝑏𝑖𝑗 untuk setiap i dan j.
Contoh :
7 3 3 7 3 3
𝐴 = [1 1 0] 𝐵 = [1 1 0]
1 0 1 1 0 1
Dari kedua matrik tersebut maka matriks A dan matriks B merupakan matriks yang sama
karena ukurannya sama dan unsur yang seletak sama.

2.2.2 Operasi-operasi Pada Matriks


 Penjumlahan Matriks
Dua buah matriks dapat dijumlahkan jika ukuran keduannya sama. Misalkan 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] dan
𝐵 = [𝑏𝑖𝑗 ] yang masing-masing berukuran m × n. Jumlah A dan B, dilambangkan dengan A+B,
menghasilkan matriks 𝐶 = [𝑐𝑖𝑗 ] yang berukuran m × n, yang dalam hal ini 𝑐𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 untuk
setiap I dan j.
Contoh : Penjumlahan dua buah matriks:
1 2 3 5 6 8 1+5 2+6 3+8
𝐴 + 𝐵 = [0 5 −2] + [7 −3 9] = [0 + 7 5 − 3 −2 + 9]
4 7 8 6 2 1 4+6 7+2 8+1
6 8 11
=[7 2 7]
10 9 9
 Pengurangan Matriks
Definisi : Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ], dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗 ] berukuran sama atau sejenis, selisih dari A dan B
dinyatakan sebagai𝐴 − 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 − 𝑏𝑖𝑗 ].

Contoh :
1 3 −5 −2 1 0
𝐴 − 𝐵 = [2 5 2 ]−[ 2 5 −8]
4 8 0 1 3 4
3 2 −5
𝐴 − 𝐵 = [0 0 10 ]
3 5 −4
 Operasi perkalian pada matriks
Definisi : Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] adalah matriks m × n dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗 ] adalah matriks n × p. Maka,
perkalian A dan B dilambangkan dengan AB, menghasilkan matriks 𝐶 = [𝑐𝑖𝑗 ] yang berukuran m
× p, yang dalam hal ini:
𝑛

𝑐𝑖𝑗 = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑗 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑛𝑗 = ∑ 𝑎𝑖𝑘 𝑏𝑘𝑗


𝑘=1

Contoh :
Perkalian dua matriks :
1 3 2 0 −4
[ ][ ]=⋯
2 −1 3 −2 6
(1)(2) + (3)(3) (1)(0) + (3)(−2) (1)(−4) + (1)(6)
= [ ]
(2)(2) + (−1)(3) (2)(0) + (−2)(−2) (2)(−4) + (−1)(6)
11 −6 14
=[ ]
1 2 −14

2.2.3. Sifat-sifat operasi perkalian matriks :


1. Perkalian matriks tidak komutatif, yaitu : 𝐴𝐵 ≠ 𝐵𝐴
2. Hukum asosiatif berlaku pada operasi matriks (𝐴𝐵)𝐶 = 𝐴(𝐵𝐶)
3. Hukum distributif berlaku pada operasi matriks :
i. 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 ( hokum distributif kiri)
ii. (𝐵 + 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴 ( hokum distributif kanan)
4. Perkalian matriks dengan matriks identitas I tidak mengubah matriks, yaitu : AI = IA = A.
5. Perpangkatan matriks didefinisikan sebagai berikut : 𝐴0 = 𝐼, 𝐴𝑘 = 𝐴𝐴𝐴 ⋯ 𝐴.
6. A adalah matriks orthogonal jika 𝐴𝐴𝑇 = 𝐴𝑇 𝐴 = 𝐼

 Perkalian matriks dengan skalar


Misalkan k adalah sebuah skalar. Perkalian matriks A dengan skalar k adalah mengalikan
setiap elemen matriks dengan k.
Contoh :
2 1 0
Misalkan , 𝐴 = [ 3 7 5] dan k= 3,
−2 0 4
Maka :
3×2 3×1 3×0 6 3 0
3𝐴 = [ 3 × 3 3×7 3 × 5] = [ 9 21 15]
3 × (−2) 3 × 0 3×4 −6 0 12

2.3. PEMETAAN ATAU FUNGSI


2.3.1. DEFENISI
Pemetaan atau fungsi dari himpunan A ke himpunan B merupakan relasi khusus yang memasangkan setiap
anggota A dengan tepat satu anggota B.
Dimana syarat suatu relasi adalah fungsi atau pemetaan sebagai berikut.

1. Setiap anggota A memiliki pasangan di B


2. Setiap anggota A dipasangkan dengan tepat satu anggota di B

2.3.2. Notasi serta Nilai Fungsi


Diagram diatas memberikan gambaran suatu fungsi yang memetakan x anggota A ke y anggota B, dimana notasi
fungsinya dapat ditulis sebagai berikut.

dibaca : fungsi f memetakan x anggota A ke y anggota B

Dimana himpunan A kita sebut sebagai domain atau daerah asal dan himpunan B kita sebut sebagai kodomain atau
daerah kawan. Sedangkan C⊂B yang memuat y disebut range atau daerah hasil. Dalam hal ini, y = f(x) disebut
bayangan atau peta x oleh fungsi f. Variabel x dapat diganti dengan sembarang anggota himpunan A serta disebut
sebagai variabel bebas. Dan varibae y anggota himpunan B yang merupakan bayangan x oleh fungsi f ditentukan
(bergantung pada) aturan yang didefinisikan, serta disebut variabel bergantung. Misalnya bentuk fungsi f(x)=ax+b,
sehingga untuk menentukan nilai fungsi x tertentu, dengan cara mengganti (menyubstitusi) nilai x pada bentuk
fungsi f(x)=ax+b.

Perhatikan contoh dibawah ini.

Contoh 1

Contoh 2

Suatu fungsi ditentukan dengan rumus f(x) = ax + b. Jika f(3) = 1 dan f(-2) = -9, carilah nilai a
dan b!
Penyelesaian

f(x) = ax + b
f(3) = a.3 + b = 1 => 3a + b = 1
f(-2) = a.(-2) + b = -9 => -2a + b = -9 –

5a = 10

a =2

Subs. a = 2 ke persamaan 3a + b = 1

3.2 + b = 1

6+b=1

b = -5

Jadi nilai a = 2 dan b = -5

2.3.3. Cara Menyatakan Suatu Fungsi

Dalam menyatakan suatu fungsi kita dapat menggunakan tiga metode yaitu diagram panah, diagram cartesius
dan juga himpunan pasangan berurutan, sama seperti kita menyatakan suatu relasi karena fungsi merupakan
bentuk khusus dari relasi .

2.3.4. Menentukan Banyaknya Pemetaan yang Mungkin dari Dua Himpunan.

Dalam menentukan banyaknya pemetaan yang mungkin dari dua himpunan, dimana banyaknya anggota
himpunan A kita sebut sebagai n(A) = a sedangkan banyaknya anggota himpunan B kita sebut sebagai
n(B) = b maka :

1. Banyaknya pemetaan yang mungkin dar i A ke B adalah bª


2. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari B ke A adalah ab
sehingga misalnya A={1,2} dan B = {a,b} maka n(A) = 2 dan n(B) = 2, banyaknya pemetaan yang mungkin
dari A ke B adalah bª = 22
Jadi ada empat pemetaan yang mungkin untuk contoh kasus seperti di atas.

2.4. Determinan
2.4.1. Pengertian Determinan
Definisi: ialah suatu bilangan real yang diperoleh dari suatu proses dengan aturan tertentu
terhadap matriks bujur sangkar. Determinan dinyatakan sebagai jumlah semua hasil kali dasar
bertanda dari matriks bujur sangkar A. Determinan dari sebuah matriks bujur sangkar A’
dinotasikan dengan det (A), atau |𝐴|.

2.4.2. Jenis-jenis Determinan Matriks


a. Determinan Matriks Ordo 2 × 2
𝑎 𝑏
Misalkan 𝐴 = ( )adalah matriks yang berordo 2 × 2 dengan elemen a dan d terletak pada
𝑐 𝑑
diagonal utama pertama, sedangkan b dan c terletak pada diagonal kedua. Determinan matriks A
dinotasikan “detA” atau |𝐴| adalah suatu bilangan yang diperoleh dengan mengurangi hasil kali
elemen-elemen pada diagonal utama dengan hasil kali elemen-elemen diagonal kedua.
Dengan demikian, dapat diperoleh rumus det A sebagai berikut :
𝑎 𝑏
𝑑𝑒𝑡𝐴 = | | → 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
𝑐 𝑑
b. Determinan Matriks Ordo 3 × 3 (Pengayaan)
𝑎11 𝑎12 𝑎13
Jika 𝐴 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] adalah matriks persegi berordo 3 × 3, determinan A dinyatakan dengan
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑑𝑒𝑡𝐴 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ].
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan determinan matriks berordo 3 × 3, yaitu
aturan sarrus dan metode minor-kofaktor.
 Aturan Sarrus
Untuk menentukan determinan dengan aturan sarrus, perhatikan alur berikut.

Misalnya, kita akan menghitung determinan matriks 𝐴3×3. Gambaran perhitungannya adalah
sebagai berikut :
𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎11 𝑎12
𝑑𝑒𝑡𝐴 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] 𝑎21 𝑎22
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32

= 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33
 Metode Minor-Kofaktor
Misalkan matriks A dituliskan dengan [𝑎𝑖𝑗 ]. Minor elemen 𝑎𝑖𝑗 yang dinotasikan dengan 𝑚𝑖𝑗
adalah determinan setelah elemen-elemen baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan. Misalnya, dari
matriks 𝐴3×3 kita hilangkan baris ke-2 kolom ke-1 sehingga :
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝐴 = [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
𝑎12 𝑎13
Akan diperoleh 𝑀21 = [𝑎 ].𝑀21 adalah minor dari elemen matriks A baris ke-2 kolom
32 𝑎33
ke-1 atau 𝑀21 = 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟𝑎21. Sejalan dengan itu, kita dapat memperoleh minor yang lain, misalnya
𝑎21 𝑎12
:𝑀13 = [𝑎 ]
31 𝑎32

Kofaktor elemen 𝑎𝑖𝑗 , dinotasikan 𝑘𝑖𝑗 adalah hasil kali (−1)𝑖+𝑗 dengan minor elemen tersebut.
Dengan demikian, kofaktor suatu matriks dirumuskan dengan :𝑘𝑖𝑗 = (−1)𝑖+𝑗 𝑀𝑖𝑗

Dari matriks A diatas, kita peroleh misalnya kofaktor𝑎21 dan 𝑎13 berturut-turut adalah :
𝑎21 𝑎12
𝑘21 = (−1)2+1 𝑀21 = −𝑀21 = [𝑎 𝑎32 ]
31

𝑎21 𝑎22
𝑘13 = (−1)1+3 𝑀13 = 𝑀13 = [𝑎 𝑎32 ]
31

Kofaktor dari matriks 𝐴3×3 adalah :


𝑘11 𝑘12 𝑘13
𝑘𝑜𝑓(𝐴) = [𝑘21 𝑘22 𝑘23 ]
𝑘31 𝑘32 𝑘33
Nilai dari suatu determinan merupakan hasil penjumlahan dari perkalian elemen-elemen suatu
baris (atau kolom) dengan kofaktornya. Untuk menghitung determinan, kita dapat memilih dahulu
sebuah baris (atau kolom) kemudian kita gunakan aturan di atas.

2.4.3. Sifat-sifat Determinan Matriks


Berikut Berikut sifat-sifat determinan yang terdapat pada matriks.
1. Jika A adalah sebarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris bilangan nol, maka det(A)
= 0.
Contoh :
1 2 3 1 2 3
Misal matriks 𝐴 = [1 0 1] dengan menggunakan aturan kofaktor, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = [ 1 0 1]
0 0 0 0 0 0
Penyelesaian :
2 3 1 3 1 2
0[ ]− 0[ ]+ 0[ ]
0 1 1 1 1 0
0(2 × 1 − 3 × 0) − 0(1 × 1 − 1 × 3) + 0(1 × 0 − 1 × 2) = 0
2. Jika A adalah matriks segitiga n x n, maka det(A) adalah hasil kali entri-entri pada diagonal
utama, yakni 𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎11 𝑎22,⋯,𝑎𝑛𝑛
Contoh :
2 1 3
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = [0 3 1]
0 0 3
1 3 2 3 2 1
0[ ]− 0[ ]+ 3[ ]
3 1 0 1 0 3
0(1 × 1 − 3 × 3) − 0(2 × 1 − 0 × 3) + 0(2 × 3 − 0 × 1) = 0 − 0 + 3 × 2 × 3 = 18
3. MisalkanA’adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k,
makadet(A’)= k det(A)
4. MisalkanA’adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det(A’)= -
det(A)
5. Misalkan A’ adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada
baris lain, makadet(A’) = det(A)
6. Jika A adalah sebarang matriks kuadrat, maka det(A) = det(At )
Contoh :
2 1 3 2 0 0
𝑡
𝑑𝑒𝑡(𝐴) = [0 3 1]maka 𝐴 = [1 3 0]
0 0 3 3 1 3
1 3 2 3 2 1
0[ ] − 0[ ] + 3[ ]
3 1 0 1 0 3
0(1 × 1 − 3 × 3) − 0(2 × 1 − 3 × 0) + 3(2 × 3 − 1 × 0) = 0 − 0 + 3 × 2 × 3 = 18
7. Misalkan A,A’danA”adalah matriks n x n yang hanya berbeda dalam baris
tunggal,katakanlah baris ke-r, dan anggap bahwa baris ke r dariA”dapat diperoleh dengan
menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam baris ke-r dari A dan dalam baris ke-r
dariA’,makadet(A”)= det(A) + det(A’)[hasil yang serupa juga berlaku untuk kolom]
Contoh :
1 2
Misal : 𝐴 = [ ] 𝑚𝑎𝑘𝑎 det(𝐴) = (1 × 3 − 4 × 2) = −5
4 3
4 3
𝐴′ = [ ] 𝑚𝑎𝑘𝑎 det(𝐴) = (4 × 2 − 1 × 3) = 5
1 2
1 2 4 3 5 5
Dan 𝐴′′ = 𝐴 + 𝐴′ = [ ]+[ ]=( ) 𝑚𝑎𝑘𝑎 det(𝐴′′ ) = (5 × 5 − 5 × 5) = 0
4 3 1 2 5 5
Jadi det(A’’) = det(A) + det(A’) = -5 + 5 = 0
8. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka det(AB) = det(A) det(B)
Contoh :
Dari contoh sifat 7 dengan det(A) = -5 dan det(A’)=det(B) = 5 maka det(AB) = (-5)(5) = -25
1 2 4 3
𝐴𝐵 = [ ][ ]
4 3 1 2
1×4+2×1 1×3+2×2
=[ ]
4×4+3×1 4×3+3×2
6 7
=[ ]
19 18
Det(AB) = 6 ×18 – 19 × 7
= 108 – 133
= -25
9. Sebuah matriks kuadrat dapat dibalik jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0
Contoh :
1 2
Misal A= [ ] dengan det(A) = -5
4 3
1 𝑑 −𝑏
𝐴−1 = [ ]
𝑑𝑒𝑡𝐴 −𝑐 𝑎
1 3 −2
=− [ ]
5 −4 1

− 3⁄5 2⁄
5 ]
=[
4⁄ 1
− ⁄5
5
Karena 𝑑𝑒𝑡(𝐴) ≠ 0. Jadi matriks A memiliki invers yaitu

− 3⁄5 2⁄
5 ]
−1
𝐴 =[
4⁄ 1
− ⁄5
5
1
Jika A dapat dibalik, maka 𝑑𝑒𝑡𝐴−1 = 𝑑𝑒𝑡𝐴

Contoh :

− 3⁄5 2⁄
5 ]
−1
𝐴 =[
4⁄ 1
− ⁄5
5

= (− 3⁄5)(− 1⁄5) − (4⁄5)(2⁄5)

= 3⁄25 − 8⁄25

= − 5⁄25

Karena det(A) = -5 maka berlaku det (A-1) = 1/det(A) = -1/5


BAB III

1. Kesimpulan
a. Vektor adalah besaran yang mempunyai nilai dan arah. Untuk menyatakan suatu vektor dapat
dilakukan pada bidang datar atau bidang koordinat Cartesius XOY dengan menggambar ruas garis
dengan anak panah di salah satu ujungnya. Panjang ruas garis mewakili besar (panjang) vektor dan
anak panah mewakili arah vektor. Vektor disimbolkan dengan huruf tebal atau dengan huruf yang
digaris bawahi.

b. Matriks adalah susunan kumpulan bilangan yang di atur dalam baris dan kolom berbentuk
persegi panjang. Matrik di cirikan dengan elemen-elemen penyusun yang diapit oleh tanda kurung
siku [ ] atau tanda kurung biasa ( ).
Pada penjumlahan dan pengurangan belaku sifat- sifat :
1. Komutatif, A+B = B+A
2. Asosiatif, ( A+B)+C = A+(B+C)
3. Sifat lawan, A+(-A) = 0
4. Identitas penjumlahan, A+0 = A

c. Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu relasi yang memasangkan setiap
elemen dari A secara tunggal, dengan elemen pada B. Ditulis f : A → B dibaca “fungsi f pemetaan
A ke dalam / into B”. Apabila f memetakan suatu elemen x ∈ A ke suatu y ∈ B dikatakan bahwa y
adalah peta dari x oleh f dan peta ini dinyatakan dengan notasi f(x), dan biasa ditulis dengan f:x →
f(x), sedangkan x biasa disebut prapeta dari f(x). Himpunan A dinamakan daerah asal (domain)
dari fungsi f , sedangkan himpunan B disebut daerah kawan (kodomain) sedangkan himpunan dari
semua peta di B dinamakan daerah hasil (range) dari fungsi f tersebut.

d. Determinan ialah suatu bilangan real yang diperoleh dari suatu proses dengan aturan tertentu
terhadap matriks bujur sangkar. Determinan dinyatakan sebagai jumlah semua hasil kali dasar
bertanda dari matriks bujur sangkar A. Determinan dari sebuah matriks bujur sangkar A’
dinotasikan dengan det (A), atau |𝐴|.

2. Saran
Pembahasan tentang vector, matriks, determinan dan pemetaan atau fungsi ini bukan
pembahasan singkat yang akan selesai dalam sekali duduk. Masih ada banyak lagi yang belum
dibicarakan disini. Untuk itu, diharapkan kepada kita mau mencari sumber-sumber lain diluar sana
untuk menambah pengetahuan kita tentang semua permasalahan ini dalam segala aspeknya yang
belum terjelaskan dalam karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Sunardi,dkk.Pengembangan Matematika Kelas X. Jakarta:Bumi Aksara.

Siswanto.2009.Theory and Application of Mathematics. Solo:Bilingual.

Tuntas Matematika Kelas X.Neutron.


Mauludin, Ujang. 2005.Matematika Program Ilmu Alam untuk SMA atau MA XII.Bandung: PT
Sarana Panca Karya Nusa
Dasar – Dasar Aljabar Linear jilid 1 , Dasar – Dasar Aljabar Linear Jilid 2 , Aljabar Linear
Elementer
Sumber Lain : www. Wikipedia.com, www.google.com

Anda mungkin juga menyukai