Meningitis TB
Meningitis TB
TINJAUAN PUSTAKA
1. MENINGITIS TB
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. Orang dengan TB di
paru menular ketika orang batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka
mendorong kuman TBC, yang dikenal sebagai basil, ke udara. Jika tidak
diobati, setiap orang dengan penyakit TB aktif akan menulari rata-rata
antara 10 dan 15 orang setiap tahun. Namun orang yang terinfeksi basil TB
tidak selalu menjadi sakit.5
Meningitis TB terjadi ketika bakteri (Myobacterium tuberculosis)
menyerang selaput dan cairan serebrospinal yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang. Infeksi biasanya dimulai di tempat lain di tubuh,
biasanya infeksi primer berada di paru-paru, dan kemudian berjalan melalui
aliran darah ke meninges mana abses kecil (disebut microtubercles)
terbentuk. Ketika abses pecah, meningitis TB adalah hasilnya. Meningitis
TB umumnya menyerang pada anak-anak usia 0 - 4 tahun di daerah dengan
prevalensi TB tinggi, sementara pada daerah prevalensi TB rendah sebagian
besar kasus meningitis TB terjadi pada orang dewasa. Mycobacterium
tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif,
berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama
berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi
(setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri
yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain
Mycobacterium tuberculosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan
tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, dan
Mycobacterium microti.5,6,7,8
Penyakit susunan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis adalah hal yang tidak biasa, namun tidak
diragukan merupakan manifestasi tuberkulosis yang berat. TBC tuberkulosis
menyumbang hanya 10% dari semua kasus tuberkulosis, membawa
mortalitas tinggi dan tingkat morbiditas neurologis yang menyedihkan.9
a. Definisi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer.
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk.
Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak
diobati. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer,
umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat,
umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun
seseorang. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih
sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama
kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir
tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.5,6,7
Meningitis TBC adalah infeksi mycobacterium tuberculosis
yang mengenai arachnoid, piameter dan cairan cerebrospinal di dalam
sistem ventrikel. Akibatnya akan terjadi infiltrasi sel radang disertai
reaksi radang dari jaringan dan pembuluh darah didalamnya. Juga
terjadi eksudasi dari fibrinogen yang sesudah beberapa waktu akan
menjadi fibrin. Hal diatas yang disebabkan oleh toksin yang dibuat
bakteri akan memberikan gejala yaitu berupa demam, nyeri kepala
hebat, gangguan kesadaran, dan kejang. Dan adanya tanda rangsang
meningeal, yaitu kaku kuduk, brudzinski test dan kernig test positif.5,6
b. Patofisiologi
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara
hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui
2 tahap, yaitu:5,6,8
- Pertama, terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran
basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran
secara hematogen juga dapat terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan.
- Kedua, meningitis TB terjadi akibat terlepasnya basil dan
antigen TB dari lesi permukaan diotak akibat dari trauma atau
proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarachnoid.
Meningitis TB biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru,
namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe
leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari
fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus
torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi
berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa
fokus metastase yang biasanya tenang.5,8
Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis
dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:8
- Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier
- Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering
menyebabkan meningitis yang difus
- Acute inflammatory caseous meningitis
Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di
korteks
Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid
- Meningitis proliferatif
Terlokalisasi, pada selaput otak
Difus dengan gambaran tidak jelas
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi
bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit,
respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan,
virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang
mempengaruhi.6,8
d. Kriteria diagnosis
- Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan
kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak
dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala,
maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang
ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis
tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan
dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi,
distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang
(pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3%
kasus)
- Dari pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda
rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak
ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
- Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat
negatif.
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
screening tuberkulosis yang paling bermanfaat. Penelitian
menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak dapat
mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,
tetapi hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada
uji mantoux, dilakukan penyuntikan PPD (Purified Protein
Derivative) dari kuman Mycobacterium tuberculosis. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi.
Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux:
1. Pembengkakan : 0–4 mm → uji mantoux negatif.
(Indurasi) Arti klinis: tidak ada infeksi Mycobacterium
tuberculosa.
2. Pembengkakan : 3–9 mm → uji mantoux meragukan.
(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang
dengan Mycobacterium atypic atau setelah
vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan : ≥ 10 mm → uji mantoux positif.
(Indurasi) Arti klinis: sedang atau pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosa.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat,
termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan
elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera
diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis
tuberkulosis. Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis
yakni:
- Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti
tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
streptomisin, dan etambutol.
- Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni
isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamasi, menurunkan
tekanan intrakranial, dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai
adalah Prednison dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, selama 4-6 minggu,
setelah itu tappering off selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya
pemberian regimen. Pada bulan pertama pasien harus tirah baring
total.5,7,8
2. TUBERKULOMA
a. Definisi
Tuberkuloma berbentuk padat, avaskular, sferis, dengan ukuran
bervariasi antara 2 cm dan 10 cm. Tuberkuloma dibatasi dengan baik,
dan jaringan otak yang terkompresi di sekitarnya menunjukkan edema
dan gliosis. Bagian dalam massa mengandung daerah nekrotik dari
kasus di mana tuberkel bacilli dapat ditemukan. Abses tukerkulus otak
adalah kondisi yang berbeda. Untuk diagnosis histopatologi lesi ini,
bukti mikroskopik pus dalam cavitas dengan perubahan mikroskopik
di dinding abses, bersama dengan adanya tuberkulum bacilli, bersifat
wajib. Abses umumnya lebih besar dan soliter dan tumbuh lebih
cepat.9
Kecuali pada anak-anak dan orang dewasa yang terinfeksi HIV,
biasanya terdapat periode laten yang panjang antara episode pertama
infeksi dengan perkembangan tuberkuloma intraserebral.10
Terdapat dua tipe tuberkuloma otak telah diklasifikasikan. Tipe
pertama adalah tipe vaskular superfisial yang menghasilkan tanda-
tanda fokal awal, biasanya tanpa peningkatan tekanan intrakranial.
Tipe kedua merupakan tipe vaskular profunda disertai dengan
peningkatan tekanan intrakranial.10
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tuberkuloma dan abses tuberkulosis
tergantung secara jelas pada lokasi mereka, sebagian besar berada di
kompartemen supratentorial, dengan sakit kepala, kejang, papiledema
dan defisit fokal dapat dialami oleh pasien. Presentasi abses otak lebih
subakut (1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi), tetapi jauh lebih
lambat daripada abses otak piogenik. Tuberkuloma bisa terjadi
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun setelah infeksi. Telah
dilaporkan bahwa lokasi dominan tuberkuloma adalah supratentorial
pada orang dewasa dan infratentorial pada anak-anak.9,10
c. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan computerized tomography (CT)
scanning atau magnetic resonance imaging (MRI) dengan atau tanpa
biopsi lanjutan. Peningkatan basal meningeal atau tuberkuloma atau
keduanya bersifat 89% sensitif dan 100% spesifik untuk meningitis
TB. Beberapa karakteristik spesifik dari peningkatan basal telah
dijelaskan oleh berbagai penulis. Sekuel jangka panjang dapat
mencakup area kalsifikasi.9,10
Pada CT Scan, tuberkuloma tampak sebagai massa bundar atau
massa berdensitas rendah atau tinggi dengan dinding tidak beraturan
yang menunjukkan peningkatan homogen setelah pemberian kontras.
Tuberkuloma mungkin soliter atau multipel dan memiliki predileksi
terjadi di lobus frontal dan parietal. Gambaran radiografi tuberkuloma
diduga bergantung pada apakah lesi bersifat non-kaseosa atau kaseosa
dengan inti padat atau kaseosa dengan inti cairan. Derajat edema
perilesional telah digambarkan sebagai berbanding terbalik dengan
durasi lesi. Yang disebut "target sign" dengan pusat nidus kalsifikasi
dikelilingi oleh cincin enhancement yang pernah dianggap diagnostik
tuberkuloma, tetapi sekarang dianggap tidak cukup spesifik. Magnetic
resonance spectroscopy telah diusulkan sebagai metode untuk
membedakan tuberkuloma dari sistiserkosis.9
Gambar 1. Scan MR dari 6 tahun dengan lesi ganda yang ditemukan
kemudian sebagai turberuloma
d. Terapi
Perawatan medis lebih baik daripada terapi pembedahan yang
disediakan untuk diagnosis, atau untuk pengobatan komplikasi.8
Respons terhadap kemoterapi antituberkulosis ditemukan baik dan
kortikosteroid hanya diindikasikan jika ada peningkatan tekanan
intrakranial. Intervensi bedah telah dilakukan pada pasien yang
dianggap memiliki tumor otak dan yang kelima karena efek massa
yang signifikan terlepas dari pengobatan. Indikasi operasi saat ini
sangat sedikit karena kemoterapi yang memadai dengan tindakan anti-
edema dan deksametason dapat menghalangi perkembangan efek
massa akut pada sebagian besar kasus.9,10
Kebanyakan lesi hilang dengan pengobatan konservatif.
Beberapa peneliti menganjurkan pengangkatan subtotal dalam situasi
ini untuk membantu diagnosis dan pengurangan tekanan intrakranial,
daripada mencoba pengangkatan radikal. Manifestasi klinis
tuberkuloma tergantung pada lokasi – dan mungkin terletak
supratentorial, di batang otak, di tempat lain di fossa posterior, atau
bahkan di sella. Beberapa tuberkuloma bahkan telah dijelaskan
berlokasi di otak dan sumsum tulang belakang secara bersamaan.
Kasus tuberkuloma intraventrikular yang muncul sebagai tumor
ventrikel telah dijelaskan, dan dalam situasi ini pengangkatan
diperlukan.9,10
3. SUSPEK PARESE N. VI
Meningitis TB adalah infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang kritis
dengan konsekuensi serius dari diagnosis yang terlewat atau terlambat.
Meskipun diagnosis meningitis TB semata-mata atas dasar temuan klinis
tidak mungkin dilakukan, masih terdapat gambaran klinis tertentu seperti
palsi nervus kranial dan rigiditas nuchal meningkatkan kemungkinan
meningitis TB pada kelompok berisiko tinggi. Nervus kranial terlibat dalam
lebih dari 1/3 kasus meningitis TB dan nervus n.VI adalah nervus kranial
yang paling sering terkena. Keterlibatan saraf kranial dikaitkan dengan
mortalitas dan disabilitas yang lebih tinggi. Dalam sebuah penelitian,
penulis mencatat bahwa saraf keenam terlibat dalam 35% pasien
tuberkulosis meningitis. Stadium klinis meningitis TB yang melibatkan
nervus kranialis digambarkan dalam tabel.11,12
Tabel 1. Stadium klinis meningitis TB11
Frekuensi
Stadium Sindrom neurologis
(n=43)
Stadium I Non-spesifik (misal malaise umum,
11 (25.4%)
(Early) demam, anoreksia)
Letargi
Stadium II Meningism
23 (53.5%)
(Intermediate) Defisit neurologis fokal moderat (misal
palsi nervus kraniales)
Kejang
Stadium III
Defisit neurologis berat (misal paresis) 9 (20.9%)
(Advanced)
Stupor atau koma
a. SIADH
SIADH merupakan keadaan volume-terekspansi. Mekanisme
patogenik primer yang mendasari SIADH adalah pelepasan hormon
antidiuretik (ADH) berlebihan yang menyebabkan reabsorpsi air
ginjal dan menghasilkan ekspansi volume ECF. Pada SIADH,
perluasan volume ECF biasanya tidak disertai dengan tanda-tanda
hipervolemia, seperti edema atau distensi vena leher, karena hanya
sepertiga dari air yang tertahan didistribusikan di ruang ECF. Namun
demikian, ekspansi sederhana volume intravaskular menghasilkan
peningkatan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan aliran
plasma ginjal. Selain itu, ekspansi volume menyebabkan penurunan
proksimal Na+ reabsorpsi dan eksresi Na+ urin meningkat dan sama
dengan asupan Na+ makanan. Zat seperti asam urat dan nitrogen urea,
yang diserap proksimal bersamaan dengan Na+, juga cenderung
berkurang karena reabsorpsi proksimal berkurang.14,15
b. CSW
CSW adalah keadaan volume-deplesi. Pada CSW, ditemukan
volume darah dan plasma menurun pada pasien yang memenuhi
kriteria laboratorium sederhana SIADH. Banyak pasien bedah saraf
yang mengalami hiponatremia dan sebaliknya memenuhi kriteria
klinis untuk diagnosis SIADH namun memiliki status volume yang
tidak konsisten dengan diagnosis tersebut. Sebaliknya, bukti
keseimbangan garam negatif dan reduksi volume plasma dan volume
darah total pada pasien ini lebih konsisten dengan diagnosis CSW.14,16
Onset gangguan ini biasanya terlihat dalam sepuluh hari pertama
setelah prosedur bedah saraf atau setelah kejadian pasti, seperti
perdarahan subarakhnoida atau stroke. Onset gangguan yang sangat
tertunda (hari 35 pasca operasi) telah dijelaskan pada satu pasien yang
menjalani operasi transphenoidal untuk pengobatan makroadenoma
pituitari. CSW juga telah dijelaskan pada gangguan intrakranial
lainnya, seperti meningitis karsinomatosa atau menular dan karsinoma
metastasis. Terjadinya CSW dalam gangguan ini menekankan bahwa
CSW harus dimasukkan dalam diagnosis banding hiponatremia pada
setiap pasien dengan penyakit CNS.14
c. Patofisiologi CSW
Mekanisme di mana penyakit serebral menyebabkan
pembuangan garam hingga saat ini belum dipahami dengan baik.
Proses yang paling mungkin melibatkan gangguan input saraf ke
dalam ginjal dan/atau elaborasi sentral dari faktor natriuretik yang
bersirkulasi. Dengan salah satu atau kedua mekanisme, peningkatan
ekskresi Na+ urin akan menyebabkan penurunan EABV, dan dengan
demikian memberikan stimulus baroreseptor untuk pelepasan arginin
vasopresin (AVP). Pada gilirannya, meningkatkan kadar AVP akan
meningkatkan kemampuan cairan untuk menguraikan urin encer.
Dalam keadaan ini, pelepasan AVP merupakan respons yang tepat
terhadap depleasi volume. Sebaliknya, pelepasan AVP pada SIADH
benar-benar tidak tepat, karena EABV diekspansi.14
Situs yang mungkin untuk absorpsi Na+ ginjal yang turun pada
kasus CSW adalah di nefron proksimal. Karena segmen ini biasanya
menyerap kembali sebagian besar Na+ yang telah difiltrasi, penurunan
kecil dalam efisiensinya akan menghasilkan pengiriman sejumlah
besar Na+ ke nefron distal dan akhirnya ke bentuk urin akhir.14
Penurunan input simpatik ke ginjal dapat menjadi penjelasan
gangguan reabsorpsi proksimal, karena sistem saraf simpatik (SNS)
telah terbukti mengganggu regulasi garam dan air di segmen ini
melalui berbagai mekanisme langsung dan tidak langsung. Karena
SNS juga memainkan peran penting dalam pengendalian pelepasan
renin, penurunan simpatetik dapat menjelaskan kegagalan sirkulasi
renin dan kadar aldosteron yang meningkat pada pasien CSW.
Kegagalan peningkatan kadar serum aldosteron sebagai respons
terhadap penurunan EABV dapat menjelaskan kurangnya
pembuangan K+ ginjal, meskipun terjadi peningkatan besar
pengiriman Na+ di bagian distal. Oleh karenanya, hipokalemia belum
menjadi ciri CSW.14
Selain mengurangi input saraf ke ginjal, pelepasan satu atau
lebih faktor natriuretik juga dapat berperan dalam pembuangan garam
ginjal yang terlihat pada CSW. Atrial natriuretic peptide (ANP) dan
brain natriuretic peptide (BNP) memiliki beberapa efek yang dapat
mengarah pada sindrom klinis CSW. Misalnya, infus salah satu
peptida ini ke dalam subjek manusia normal menghasilkan respons
natriuretik yang tidak terkait dengan perubahan tekanan darah.
Kemampuan senyawa ini untuk meningkatkan laju GFR untuk
beberapa natriuresis; namun, bahkan tanpa adanya perubahan GFR,
eksresi Na+ urin meningkat karena efek penghambatan langsung pada
transportasi Na+ di duktus kolektivus meduler bagian dalam.14
5. SCABIES
Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup banyak
kejadiannya dan menjadi isu penting terutama di daerah padat penduduk.
Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan berbagai kalangan sosial.
Beberapa penyebab tingginya angka kejadian skabies adalah penularan yang
cepat, siklus hidup Sarcoptes scabiei yang pendek, dan ketidakpatuhan
pasien pada terapi. Tulisan ini mengusulkan terapi permethrin 5% diberikan
tiga kali, dengan jarak satu minggu; didasarkan pada siklus hidup Sarcoptes
scabiei sekaligus mencegah kegagalan terapi. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung (skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat
tidur yang dipakai bersama). Skabies menjadi masalah utama pada daerah
yang padat dengan masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara
miskin.17,18
b. Gambaran klinis
Terdapat 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu
pruritus nocturna, mengenai sekelompok orang, adanya terowongan,
dan ditemukan Sarcoptes scabiei.17 Pada umumnya diagnosis klinis
ditegakkan jika ditemukan dua dari empat cardinal signs, yaitu:
pruritus nocturna, mengenai sekelompok orang, menemukan
terowongan atau Sarcoptes scabiei.17,20
Lesi berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul, dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pergelangan
tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia,
dan areola wanita. Jika ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi
polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).20,23 Erupsi eritematous
dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen tungau. Lesi patognomonik adalah terowongan tipis dan kecil
seperti benang, linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih
abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan terlihat jelas di sela-sela jari, pergelangan tangan, dan
daerah siku.20,21,23
c. Pemeriksaan penunjang
Jika gejala klinis spesifik, diagnosis scabies mudah ditegakkan;
penderita sering datang dengan lesi bervariasi. Beberapa cara untuk
menemukan tungau:17,20
- Kerokan kulit
- Mengambil tungau dengan jarum
- Tes tinta pada terowongan (burrow ink test)
- Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
- Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
d. Penatalaksanaan
Terapi lini pertama adalah skabisid topikal, dapat digunakan
permethrin krim 5%. Dioleskan di seluruh permukaan tubuh, kecuali
area wajah dan kulit kepala (daerah banyak terdapat kelenjar
pilosebaceus), dan lebih difokuskan di sela-sela jari, inguinal, genital,
area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien
anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
diolesi. 20,23
i. Penatalaksanaan umum
Edukasi pasien skabies:21,22
- Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama dan serentak selama 4 minggu.
- Pengobatan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan
pada malam hari sebelum tidur.
- Ganti pakaian, handuk, sprei kamar, dan sofa yang sudah
digunakan, selalu cuci dengan teratur, rendam dengan air
panas dan disetrika.
- Jangan ulangi penggunaan skabisid dalam kurang dari
seminggu walaupun rasa gatal mungkin masih timbul
selama beberapa hari.
6. BRONKOPNEUMONIA
a. Definisi dan faktor risiko
Bronkopneumonia adalah radang pada parenkim paru yang
mengenai satu atau beberapa lobus paru dengan eksudasi purulent dan
konsolidasi di mana pola penyebaran bercak dalam satu atau lebih
area terlokalisasi berpusat di sekitar bronkus, kemudian meluas ke
bronkiolus terminal dan berakhir di area parenkim paru (alveoli) di
sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena adalah segmen lobus
bagian bawah paru.25 Faktor risiko pneumonia komunitas pada anak
dibedakan menjadi defininte, likely, dan possible. 26
b. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting
pada perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam
spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Secara
klinis, umumnya pneumoni bakteri sulit dibedakan dengan pneumoni
virus. Demikian juga pemeriksaan radiologis dan laboratorium,
biasanya tidak dapat menentukan etiologi, namun etiologi dapat
ditentukan berdasarkan 2 faktor, yaitu:27
i. Faktor infeksi
Tabel 4. Etiologi bronkopneumonia
Usia Bakteri Virus
Group B Streptococcus
Escherichia coli
<1 bulan Other gram-negative Cytomegalovirus
enteric bacteria
Listeria monocytogenes
Respiratory synctial
Streptococcus pneumonae
virus
Haemophilus influenza
Influenza virus
2 bulan-1 type b
Parainfluenza virus
tahun Staphylococcus aureus
Adenovirus
Pseudomonas aeruginosa
Human
Chlamydia trachomatis
metapneumovirus
Respiratory synctial
Streptococcus pneumonae virus
Haemophilus influenza Influenza virus
type b Parainfluenza virus
2-5 tahun
Mycoplasma pneumoniae Adenovirus
Mycobacterium Human
tuberculosis metapneumovirus
Rhinovirus
Streptococcus pneumonae
Chlamydophila
6-18 pneumoniae
Influenza virus
tahun Mycoplasma pneumoniae
Mycobacterium
tuberculosis
ii. Faktor non-infeksi
Faktor non-infeksi dapat terjadi akibat disfungsi menelan
atau refluks esophagus. Selain itu, setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoschizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemberian
makanan pada anak yang sedang menangis. Selain faktor
tersebut, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia.27
c. Patogenesis
Proses patogenesis bronkopneumonia, secara histopatologis,
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:28,29
- Stadium kongesti
Stadium ini menggambarkan respon inflamasi akut.
Parenkim paru menjadi berwarna merah akibat kongesti
vaskuler. Ruang alveolar terisi cairan eksudat kaya protein,
neutrofil, dan bakteri. Stadium ini berlangsung 1-2 hari.
- Stadium hepatisasi merah
Parenkim yang terkena berwarna merah akibat
ekstravasasi sel darah merah, padat, dan konsistensinya
menyerupai hepar. Pada stadium ini, eksudat protein berubah
menjadi benang-benang fibrin dan didapatkan puncak infiltrasi
neutrofil dilihat dari jumlahnya yang banyak. Pada saat ini,
mulai terbentuk konsolidasi akibat eksudat yang padat di ruang
alveolar. Hal ini akan bermanifestasi sebagai gejala sesak saat
bernapas, disebabkan oleh terganggunya proses difusi oksigen
dan karbon dioksida. Kemudian pada stadium ini, penderita juga
akan merasa sulit mengeluarkan dahak. Stadium ini berlangsung
hingga hari ke-4.
- Stadium hepatisasi kelabu
Parenkim yang terkena menjadi padat, kering, dan
berwarna keabuan akibat sel-sel darah merah yang telah lisis.
Jumlah eksudat neutrofil menurun akibat pemecahan sel-sel
inflamatori dan pada stadium ini telah berganti dengan adanya
sel makrofag. Jumlah mikroorganisme juga telah jauh menurun.
Berlangsung dari hari ke-5 hingga hari ke-7.
- Stadium resolusi
Dengan aktivitas enzim, benang-benang fibrin yang
sebelumnya terbentuk dari eksudat protein mengalami
likuefaksi, mencair, dan aerasi alveolar dan pulmo secara
keseluruhan berangsur-angsur membaik. Makrofag masih
ditemukan di alveolus. Penurunan jumlah eksudat cairan dan
seluler dari alveolus terjadi melalui mekanisme ekspektorasi
(pengeluaran dahak) dan drainase limfatik, diharapkan dapat
mengembalikan kondisi paru seperti semula dalam jangka waktu
3 minggu.
d. Klasifikasi
Berdasarkan spektrum klinis gejala dan tanda yang menyertai
bronkopneumonia tersebut, dapat dibagi menjadi:26
- Bukan bronkopneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
- Bronkopneumonia
Bila ada napas cepat
>60x/menit untuk anak usia <2 bulan
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun
>40x/menit untuk anak >1 5 tahun
Dapat rawat jalan dan diberikan antibiotik oral
- Bronkopneumonia berat dengan tanda bahaya ( tidak mau
minum, muntuh terus menerus, penurunan kesadaran, stridor,
malnutrisi berat)
Perlu dirawat inap, diberikan antibiotik intravena
Berdasarkan tempat atau sumber infeksinya, pneumonia dapat
dibedakan menjadi:
-
Community-Acquired Pneumonia (CAP)
-
Hospital-Acquired Pneumonia (HAP)26,30
e. Manifestasi klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
bronkopneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan
imunologik terkait usia anak, perbedaan mikroorganisme penyebab,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, dan faktor
patogenesis.31
Gambaran klinik pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum yaitu:31
- Gejala infeksi umum, berupa demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah diare, terkadang ditemukan gejala
ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, berupa batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih dan sianosis.
Gejala-gejala ini lebih sering terjadi pada bayi yang lebih tua
dan pada anak. Gejala tidak khas ditemukan pada bayi kecil, hanya
berupa takipneu dan batuk. Tanda-tanda distres respiratori yang
dimaksud meliputi takipneu dan dispneu (retraksi dada, napas cuping
hidung, merintih, dan penggunaan otot-otot pernapasan tambahan).
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai tanda-tanda seperti:
- Ronkhi basah halus nyaring
Ditemukan pada 33 90% anak dengan pneumonia. Suara
dasar vesikuler paru dapat menurun dan lebih terdengar suara
dasar bronkhial. Suara dasar bronkhial normal terdengar di
daerah interskapular dan di atas trakea. Saat terdengar di
lapangan perifer paru, merupakan tanda adanya eksudasi dan
konsolidasi di alveolar. Ronkhi basah (crackles) halus, sedang,
atau kasar tergantung dari besarnya bronkus yang terkena dan
umumnya terdengar pada inspirasi. Ronkhi basah halus biasanya
terdapat pada bronkiolus dengan diameter lumen kecil, dan lebih
halus lagi berasal dari alveolus. Sifat ronkhi basah halus ini
dapat nyaring (oleh infiltrat) dan redup/tidak nyari (pada edema
paru).
- Mengi atau wheezing
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan pada kasus-kasus
bronkopneumonia meliputi: 1) pemeriksaan saturasi oksigen dengan
pulse oximetry; 2) pemeriksaan laboratorium darah; 3) pemeriksaan
mikrobiologi untuk penentuan etiologi; 4) uji serologis, dan 5) foto
rontgen thorax.32,25
i. Pemeriksaan laboratorium darah
Pada pneumonia bakteri umumnya ditemukan leukositosis
dengan predominan PMN. Lekositosis >15.000/UL seringkali
dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis atau adanya
shift to the left menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Laju
endap darah dan C-reaktif protein (CRP) merupakan
indikator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit
membantu.32,25
ii. Pemeriksaan mikrobiologi
Menentukan patogen spesifik pada anak dengan
bronkopneumonia merupakan suatu hal yang cukup sulit
dilakukan. Seringnya anak tidak mengeluarkan dahak yang
cukup untuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Swab
nasofaring tidak dapat dengan pasti menentukan
mikroorganisme penyebab. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari swab tenggorok, sekret nasofaring,
bilasan bronkus, kultur darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik
tapi hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak
kecil. Kultur darah sangat membantu pada penanganan kasus
pneumonia dengan dugaan penyebab stafilokokus dan
pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik terhadap
penanganan awal.30
iii. Uji serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri atipik. Uji serologis juga tidak
dapat digunakan untuk memantau efektivitas dan perjalanan
terapi. 30
iv. X-photo thorax
Foto rontgen thorax pada pneumonia ringan tidak rutin
dilakukan, biasanya direkomendasikan pada pneumonia berat
yang perlu perawatan. Umumnya posisi yang digunakan
hanyalah posisi AP, karena posisi lateral tidak secara signifikan
menambah spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan. Foto
rontgen thorax posisi AP dan lateral hanya dilakukan pada
kasus-kasus pasien yang datang dengan keluhan distres
pernafasan berat. Secara umum, gambaran foto thorax dapat
meliputi:33,34
- Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corak
bronkovaskular (perivaskular dan peribronkial),
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat hingga
konsolidasi berbatas kurang tegas, disertai air
bronchogram, yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru
- Konsolidasi umumnya terletak di lapangan bawah paru
- Pembesaran limfonodi hilus
- Atelektasis lobar/segmental
g. Tatalaksana
Menurut WHO tatalaksana pneumonia adalah sebagai berikut:32
- Rekomendasi 1: terdapat napas cepat, tidak ada retraksi, tidak
ada tanda bahaya diberikan amoxicillin oral 40 mg/kgBB dua
kali sehari selama 5 hari
- Rekomendasi 2: anak usia 2-59 bulan, terdapat retraksi
diberikan amoxicillin oral oral 40 mg/kgBB dua kali sehari
selama 5 hari
- Rekomendasi 3: anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat
diberikan ampicillin 50 mg/kgBB atau penicillin 50.000
unit/kgBB intravena atau intramuscular setiap 6 jam selama 5
hari dan diberikan gentamicin 7,5 mg/kgBB/ hari intravena atau
intramuscular selama 5 hari. Ketika tidak ada respon pengobatan
maka obat diganti ceftriaxone.
- Rekomendasi 4: pada anak terinfeksi HIV dan bayi terpapar
serta anak <5 tahun dengan retraksi atau pneumonia berat
diberikan ampicillin dan gentamicin. Ketika tidak ada respon
pengobatan maka obat diganti ceftriaxone.
- Rekomendasi 5: pada anak terinfeksi HIV, bayi terpapar <2
bulan 1 tahun dengan adanya retraksi atau pneumonia berat
dengan suspek Pneumocytis jirovecii diberikan cotrimoxazole
empiris.
h. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor
penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat
serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat
jalan sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%.
Menurut Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka
kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas
yaitu kelas I 0,1% da kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III
sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%.35
7. HIPERTENSI STAGE I
a. Definisi
Hipertensi telah lama diketahui sebagai salah satu masalah
kesehatan. Walaupun prevalensi secara klinis sangat sedikit pada anak
dan remaja dibanding pada dewasa, namun cukup banyak bukti yang
menyatakan bahwa hipertensi esensial pada orang dewasa dapat
berawal pada masa kanak-kanak dan remaja. Hipertensi merupakan
manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem
kardiovaskular yang mana patofisiologinya adalah multi faktorial.
Task Force Report on High Blood Pressure in Children and
Adolescents pada tahun 1987 dan 1996 mengemukakan beberapa
definisi hipertensi. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah apabila
rata-rata tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan persentil ke-95
terhadap umur dan jenis kelamin pada tiga kali pemeriksaan. Tekanan
darah pada anak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan
ukuran/massa otot tubuh. Dalam keadaan normal, makin tua seorang
anak, makin tinggi tekanan darahnya. Tekanan darah anak lelaki lebih
tinggi dibandingkan tekanan darah anak perempuan seusianya, dan
makin banyak massa otot seorang anak maka makin tinggi tekanan
darahnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka batasan tekanan
darah normal pada anak, berbeda-beda untuk setiap kelompok umur,
jenis kelamin, dan tinggi badan anak.36,37,38
b. Etiologi
Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi pada anak dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit tertentu dan hipertensi yang tidak disebabkan oleh penyakit,
yang dikenal sebagai hipertensi primer/esensial. Pada anak kecil dan
pra-remaja sebagian besar merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit; penyakit ginjal dan pembuluh darah ginjal merupakan
penyebab tersering, contohnya seperti peradangan ginjal, infeksi ginjal
kronik, penyumbatan aliran urin, batu ginjal, kelainan kongenital
saluran kemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya.
Hipertensi primer atau esensial lebih sering ditemukan pada remaja,
meliputi 85-90% kasus. Hipertensi primer sangat jarang ditemukan
pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Faktor risiko yang dikaitkan
dengan terjadinya hipertensi esensial adalah riwayat hipertensi dalam
keluarga dan kegemukan/obesitas.37,38
d. Diagnosis
Hipertensi pada anak dapat diketahui dengan cara penggunaan
tabel tekanan darah yaitu sebagai berikut:
- Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control
(CDC) (www.cdc.gov/growthcharts) untuk menentukan
persentil tinggi anak.
- Ukur dan catat TDS dan TDD anak.
- Gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin.
- Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia
secara horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom
vertikal).
- Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri
dan TDD di kolom kanan.
- Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:
TD: <persentil 90 adalah normal.
TD: antara persentil 90-95 disebut pre-hipertensi. Pada
anak remaja jika >120/80 mmHg disebut prehipertensi.
TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.
- Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak
dua kali pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan
rerata TDS dan TDD harus dipergunakan.
- Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi
lebih lanjut.
e. Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi
risiko jangka pendek maupun panjang terhadap penyakit
kardiovaskuler dan kerusakan organ target. Tujuan akhir pengobatan
hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga di bawah persenil
ke 95 berdasarkan usia, jenis kelamindan tinggi badan anak.
- Terapi medikamentosa
Dapat diberikan golongan obat ACE-inhibitor seperti kaptopril
dengan dosis maksima 6 mg/kg/hari, lisinopil dengan dosis
maksimal 0,2-1 mg/kg/hari. Golongan ARB contohnya seperti
Losartan dengan dosis maksimum 1,4 mg/kg/kali tiap 24 jam.
Selain itu dapat diberikan diuretik seperti Hidroklorotiazid
dengan dosis 4 mg/kg/hari. Furosemid 12 mg/kg/hari dan
spironolakton 3,3 mg/kg/hari tiap 6-12 jam.
- Terapi suportif
Pada anak dan remaja, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup
yaitu penurunan berat badan (apabila berlebih), diet rendah
lemak dan garam, olahraga teratur.
c. Temuan klinis
Lima puluh persen kasus glaukoma kongenital bermanifestasi
sejak lahir, 70% kasus didiagnosis dalam 6 bulan pertama, dan 80%
kasus terdiagnosis di akhir tahun pertama. Gejala paling dini dan
paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
berkurangnya kilau kornea. Tanda utamanya adalah peningkatan
tekanan intraokular. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma
merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan yang terpenting.
Temuan-temuan lanjut meliputi peningkatan diameter kornea
(melebihi 11,5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan
membran Descem'et, dan peningkatan kedalaman bilik mata depan
(yang disertai pembesaran generalisata segmen anterior mata), serta
edema dan kekeruhan stroma kornea.39