Abstrak
Kusta merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 penduduk. Kusta dapat menyerang
segala usia, yang terbanyak dijumpai antara 10 – 20 tahun dan 30 – 60 tahun dengan jumlah
penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (2 – 3 kali lebih besar). Artikel ini
membahas cara penularan, gejala, diagnosis, tatalaksana penyakit ini
Kata Kunci : Kusta, Morbus Hansen, Mycobacterium leprae
Abstract
Leprosy is a chronic infection caused by Mycobacterium leprae. The prevalence of leprosy
ranges from 0.79 to 0.96 every 10,000 population. Leprosy can affect all ages, the most
encountered between 10-20 years and 30-60 years with the number of male patients more than
women (2-3 times greater). This article discusses how the transmission, symptoms, diagnosis,
treatments. William Wibowo. Morbus Hansen : Transmission, Diagnosis, Treatments
Keywords : Morbus Hansen, Mycobacterium leprae, leprosy
Definisi
Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Penyakit ini pada dasarnya merupakan penyakit saraf
perifer, tetapi juga mengenai kulit dan kadang-kadang beberapa jaringan tertentu
lainnya, khususnya mata, mukosa saluran nafas bagian atas, otot, tulang dan testis.1
Epidemiologi
WHO pada tahun 2014 melaporkan bahwa Indonesia menempati urutan
ke-3 dalam jumlah kasus baru setelah India dan Brazil. Data yang diperoleh dari
Pusat Data dan Informasi mengenai Profil Kesehatan Indonesia menunjukkan
prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 penduduk. Jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, data tersebut menunjukkan penurunan
prevalensi kusta.2
Kusta dapat menyerang segala usia, yang terbanyak dijumpai antara 10 –
20 tahun dan 30 – 60 tahun dengan jumlah penderita laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan (2 – 3 kali lebih besar).3
Etiologi
Kuman penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae atau
kuman Hansen, yang ditemukan pertama kali oleh seorang dokter dari Norwegia,
Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873.4
M.leprae berbentuk batang lurus dengan panjang 1-8 µm dan diameter 0,3
µm. Pada jaringan yang terinfeksi, batang-batang kuman ini dapat bertumpuk atau
bergumpal-gumpal dalam globi dan ada yang tersebar.1
Penularan
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar ahli berpendapat
bahwa kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan bagian atas dan kontak kulit
yang tidak utuh. Secara teoritis penularan dapat terjadi dengan cara kontak yang lama,
erat dan berulang dengan penderita.4 Sumber penularan penyakit ini diduga adalah
penderita kusta terutama tipe lepromatosa yang belum mendapat pengobatan oleh
karena tingginya bacterial load dan kemampuannya untuk melepaskan sejumlah besar
bakteri dari hidung mereka .3,5 namun tidak menutup kemungkinan oleh tipe
tuberkuloid. Resiko penularan anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita
kusta sekitar 4 – 10 kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak tinggal serumah
dan resiko penularan dari orang tua yang berpenyakit kusta kepada anak-anaknya lebih
Menilai periode inkubasi yang akurat pada kusta sangat sulit, disebabkan oleh
onset yang lambat, tanda klinis awal yang tidak jelas, dan kesulitan melakukan
transmisi eksperimental pada manusia. Meskipun periode 3 bulan sampai 40 tahun telah
dilaporkan, namun masa inkubasi 2-4 tahun dianggap yang umum terjadi (Bryceson
and Pfaltzgraff, 1990). Masa inkubasi yang lama dan belum adanya pemeriksaan yang
dapat dengan spesifik mengukur paparan terhadap M. leprae disebabkan oleh besarnya
jumlah populasi yang terinfeksi M. leprae lebih besar daripada jumlah orang yang
menderita manifestasi klinis kusta, menjadi dua penyebab utama kesulitan dalam
Diagnosis
Diagnosis penyakit kusta berdasarkan pada 3 tanda kardinal penyakit
tersebut, yaitu:6
1. Bercak kulit yang disertai hilangnya sensasi
Hilangnya sensasi pada makula atau plak merupakan tanda diagnostik kusta.
Hilangnya sensasi kulit seringkali bersifat parsial, terhadap rasa sentuhan ringan
(anestesi), terhadap nyeri (analgesia) atau terhadap perbedaan temperatur ( panas
dan dingin).
2. Pembesaran saraf perifer
Semua saraf perifer dapat membesar pada kusta. Dua saraf yang paling sering
terkena, saraf ulnaris dan saraf poplitea lateral (juga disebut saraf peroneus). Dapat
disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang
terkena, yaitu :
- Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
- Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
- Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
3. Hapusan kulit positif
Pemeriksaan bakteriologi merupakan prosedur skrining penting untuk semua pasien
yang dicurigai menderita kusta setelah pemeriksaan klinis. Pemeriksaan
bakteriologis dapat membantu dalam: diagnosis kusta, klasifikasi kusta,
pengawasan respon pengobatan pada pasien dengan hasil hapusan kulit positif, dan
untuk mengeksklusi diagnosis kusta. Hapusan kulit diambil dari lesi yang dicurigai,
khususnya dari tepi lesi yang paling aktif dan pada kusta lepromatosa diambil dari
tempat dengan kemungkinan BTA paling banyak, yaitu lobus telinga, dahi, dagu,
ekstensor lengan, dorsal jari, bokong dan ekstensor lutut.
Klasifikasi
secara spontan dan tidak adanya penurunan sebagai sikap perlawanan host yang kurang.
Lesi kulit primer TT adalah plak berbatas tajam, sering annular sekunder untuk
propagasi perifer dan bagian sentralnya tampak bersih. Biasanya, lesi tegas mengeras,
membesar, tetapi lesi itu sendiri bersifat anestesi dan anhidrotic. lesi kulit sering soliter,
terutama pada pasien dengan TT, sebagai kontras dengan orang-orang yang BTnya
berkembang menjadi TT, di mana beberapa lesi, biasanya tidak lebih dari tiga, dapat
Pada penyakit BT, resistensi kekebalan cukup kuat untuk menahan infeksi,
dalam hal ini pertumbuhan penyakit terbatas dan terjadi retardasi pertumbuhan basiler,
tapi respon host tidak cukup untuk menyembuhkan diri. Pasien-pasien ini agak tidak
stabil - resitansi dapat meningkat, berkembang menjadi TT, atau berkurang, turun
menjadi BI.8
Lesi kulit utama BT adalah plak dan papul . Seperti di TT, konfigurasi annular
adalah gejala umum dan kedua batasnya berbatas tajam tetapi lesi annular atau plak
menyolok pada pasien berpigmen gelap. Berbeda dengan TT, biasanya, ada sedikit atau
tidak ada skuama, kurang eritema, kurang indurasi, dan kurang elevasi, tetapi lesi dapat
menjadi jauh lebih besar, yaitu, diameternya lebih dari 10 cm, lesi tunggal kadang-
kadang melibatkan seluruh ekstremitas. Beberapa, lesi asimetris adalah gambaran khas,
tetapi lesi soliter juga merupakan gambaran khas yang tidak jarang. Penurunan sensasi
di lesi kulit adalah gambaran khas dan keterlibatan saraf (pembesaran atau
kelumpuhan), biasanya tidak lebih dari dua dan asimetris, yang umum.
Gambar 2. Borderline Tuberkuloid.8
seringkali aneh dan membingungkan.1 Tipe ini sangat tidak stabil, dan kondisi
pasien dapat dengan cepat meningkat atau menurun ke kondisi granulomatosa yang
lebih stabil dengan atau tanpa adanya reaksi klinis. Tanda khas lesi kulit yakni lesi
anuler dengan batas dalam dan batas luar yang jelas, plak besar dengan bagian
tengah tampak normal sehingga tampak seperti penampilan “Swiss Cheese”, atau
Terdapat banyak lesi kulit, namun tidak sebanyak pada tipe LL. Lesi cenderung
simetris, makula memiliki ukuran dan bentuk bervariasi, beberapa berbatas tegas,
sementara yang lain tidak. Lesi yang meninggi memiliki tepi luar yang mengkilat
dan berlekuk seperti pada lesi lepromatosa, tetapi cekung pada bagian tengah, yaitu
suatu bagian yang tampak “punch-out” atau jelas menyembuh seperti pada lesi
Gambaran klinis tipe ini merupakan campuran yang disebabkan oleh invasi
bakteri dan oleh ketidakstabilan pada bagian tengah spektrum. Lesi kulit
menyerupai pada kusta lepromatosa, tetapi ada beberapa perbedaan, dimana lesi
tidak terdistribusi secara tepat simetris, terdapat daerah kulit yang normal antara
lesi, dan lesi kulit memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Papul dan nodul
infiltrasi.1 Papul dan nodul berbatas tidak tegas seperti pada kusta lepromatosa
dapat berjumlah banyak, tetapi biasanya juga terdapat lesi yang berbatas tegas.8
Anestesi seperti yang ditemukan pada lesi lepromatosa, namun tidak benar-
benar simetris. Pemeriksaan BTA hapusan kulit positif, dan tes lepromin biasanya
negatif. 1
Gambar 4. Borderline Lepromatosa.9
Pada tipe LL, imunitas seluler yang rendah menyebabkan replikasi bakteri yang
tidak terbatas dan tersebar luas ke organ tubuh yang lain.9 Tipe ini menyebabkan
kompleks imun. 1
Lesi awal tipe LL berupa makula yang tersebar luas, simetris bilateral dan
sangat banyak. Tepi tidak jelas, dengan permukaan mengkilat dan eritematosa
(Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990). Lesi yang paling umum adalah nodul yang
Terjadi kerontokan rambut, yang paling sering pada alis mata, kemudian pada bulu
tangan dan kaki kering. Lesi kulit dapat atau tidak hipoestesia. Kelumpuhan saraf
dapat terjadi, tetapi tidak sesering seperti pada tipe BL. Gangguan sensoris dengan
pola stocking glove sering terjadi dan jika semakin berat menyebabkan
kelumpuhan pada tangan dan kaki.9 Pada tahap akhir, dapat terjadi gambaran klinis
yang berat berupa face leonina, kerusakan tulang hidung serta gangguan pada
Pemeriksaan BTA hapusan kulit positif kuat, dan tes lepromin negatif.1
Gambar 6. Lepromatous leprosy. Infiltrat Difus pada kulit dan Nodul pada hidung
dan bibir.9
Pengobatan
2. Rifampisin.
Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta, dan
bersifat bakterisidal pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim
polymerase RNA yang berkaitan secara ireversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari (atau
5,15 mg/kg berat badan) mampu membunuh kuman kira-kira 99,9% dalam waktu
beberapa hari. Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi (900-1200 mg) dapat
menimbulkan gejala yang di sebut flu like syndrome. Pemberian 600 mg atau 1200
mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus diperhatikan
adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi kulit. Obat ini
harganya mahal, dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi.1
3. Klofazimin (lamprene).
Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazin dan mempunyai efek
bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya diduga melalui gangguan
metabolisme radikal. Di samping ini obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi
sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta, khususnya eritema nodosum
leprosum. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan
untuk anak-anak 1mg/kg berat badan/hari. Selain itu dosis bulanan 300 mg juga
diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2. Kekurangan obat
ini adalah harganya mahal, di samping itu menyebabkan pigmentasi kulit yang
sering merupakan masalah pada ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya
terjadi pada dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare,
anoreksia, dan vomitus).1
4. Ofloksasin
Mekanisme kerjanya dengan menghambat sub unit alfa dari enzim girase
DNA suatu tipe II topoisomerase, yang dapat mengganggu replikasi DNA basil.
Adanya perubahan struktur ini secara dramatis dapat meningkatkan daya
antibakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya
dari saluran cerna dan memperpanjang masa kerja obat. Obat ini diserap dengan
cepat melalui saluran cerna, didistribusi secara luas ke dalam jaringan dan hanya
bekerja secara aktif dengan waktu paruh antara 5-8 jam. Ofloksasin dimetabolisme
di hati dan diekskresikan melalui ginjal, dengan konsentrasi maksimal serum 1-2
jam setelah penggunaan secara oral 400 mg. Efek samping yang dilaporkan bersifat
sedang dan jarang, seperti diare, nausea, gangguan saluran cerna, berbagai gangguan
sistem saraf pusat seperti nyeri kepala, insomnia, halusinasi dan kecemasan. Obat
ini dikontraindikasikan pada anak dibawah usia 5 tahun, wanita hamil dan menyusui,
serta alergi terhadap komponen obat dan derivatnya.4
5. Minosiklin
Tabel. Obat dan dosis rejimen PB lesi tunggal diberikan dosis tunggal.13
Simpulan
Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh M.leprae. Diagnosis
berdasarkan manifestasi klinis, gambaran histologi. Tatalaksana terbagi menjadi
3, yaitu MDT-PB, MDT-MB, PB lesi tunggal dengan ROM dosis tunggal.
DAFTAR PUSTAKA