Anda di halaman 1dari 7

Paradigma Perkembangan Filsafat Hukum

Hukum merupakan sebuah produk yang berkembang secara terus-menerus.


Perkembangan hukum adalah perkembangan yang terjadi secara dinamis dari masa ke masa.
Hukum selalu berkembang mengikuti keadaan masyarakatnya sehingga tidak bisa dikatakan
bahwa hukum itu stagnan atau tetap. 1 Dimulai dari perkembangan pemikiran tentang
bersatunya alam dan ruh pada masa Yunani yang kemudian berdampak kepada pemikiran
tentang hukum. Dampak ini kemudian memunculkan pemikiran tentang hukum sebagai solusi
dari permasalahan yang terjadi didalam masyarakat.

Banyak filsuf yang lahir pada zaman Yunani dan Romawi salah satunya yang terkenal
adalah plato dan Aristoteles. 2Plato dengan karyanya yang sangat fenomenal yaitu Republik
mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang mengikat bagi siapa saja yang
mengikutinya serta tersusun dengan teratur. Dengan adanya peraturan tersebut maka ruang
gerak masyarakat terbatasi, apalagi bagi mereka yang gemar akan kebebasan.

Setelah beralih darin zaman Yunani dan Romawi, Barulah masuk ke dalam zaman
Abad pertengahan. Abad pertengahan ini dikenal dengan istilah natural law. Zaman abad
pertengahan adalah zaman dimana yang menjadi dasar hukum berasal dari kitab suci dan
agama. Mengapa disebut dengan abad pertengahan karena waktu itu masyarakat sangat
sentimen mengenai agama, sehingga segala sesuatu selalu dikaitkan dengan hukum tuhan.
Pencarian kebenaran akan agama dilakukan oleh berbagai filsuf masa itu. Salah satu yang
menjadi Tokoh Filsuf pada abad Pertengahan Adalah Agustinus dan Thomas Aquinas.

3Agustinus mempunyai nama panjang Markus Aurelius Augustinus yang lahir di


Tagasta Tahun 354. Pada usia 16 Tahun Augustinus pergi ke Cartago dan belajar filsafat Yunani
kuno disana. Augustinus merupakan seorang yang gemar berpindah-pindah ajaran. Mulai dari
Manikeisme, skeptisisme, neoplatonisme sampai pada ajaran kristen. Semuanya dia lakukan
hanya untuk mencari ketenangan serta kedamaian. Namun hanya ajaran kristen yang mampu

1
Theresia Anita Christiani, “Studi Hukum Berdasarkan Perkembangan Paradigma Pemikiran Hukum Menuju
Metode Holistik ” Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 Nomor 4
2
Theresia Anita Christiani, “Studi Hukum Berdasarkan Perkembangan Paradigma Pemikiran Hukum Menuju
Metode Holistik ” Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 Nomor 4, Hlm 349
3
Maskyur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
202
memantapkan hatinya serta bertemu dengan kedamaian yang ia cari. Augustinus
menghabiskan waktunya untuk mengabdi pada ajaran kristen dan menghabiskan seluruh
harta kekayaan yang dimilikinya untuk ajaran kristen. 4Karyanya yang sangat terkenal adalah
“merumuskan filsafat kristen” yang sangat berpengaruh pada filsuf-filsuf sesudah abad
pertengahan. Menurut Augustinus, Tuhan adalah guru yang mengajarkan bagaimana ide-ide
manusia terbentuk. Ide-ide yang dimiliki oleh manusia semuanya bersumber dari Tuhan.
Tentu saja pemikiran Augustinus ini dipengaruhi oleh pemikiran plato, yang membedakan
adalah plato mengatakan bahwa ide-ide manusia bersumber dari manusia itu sendiri,
sedangkan Augustinus mengatakan bahwa ide manusia bersumber dari Tuhan.

Beralih dari pemikiran Augustinus, Thomas Aquinas adalah filsuf yang ada setelah
Augustinus. Thomas Aquinas lebih menekankan kepada iman dan akal sebagai dasar ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan adanya akal maka manusia dapat
memahami wahyu melalui konsep-konsep keimanan. keimanan dimulai dari wahyu yang
kemudian didukung oleh akal. Dengan begitu iman dan akal adalah dua hal yang saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sebab iman dan akal sama-sama memiliki porsi yang
sesuai dalam membawa manusia menuju jalan kebenaran.5Thomas Aquinas juga
berpendapat bahwa letak kebahagiaan manusia tidak dari indera (kesenangan, kekayaan,
kekuasaan) apalagi dari perbuatan baik yang dilakukan, tetapi letak kebahagiaan tertinggi
manusia adalah dari perenungan yang dia lakukan terhadap Tuhan. Apa yang dikemukakan
Thomas Aquinas mengarah pada satu titik bahwa Tuhan adalah sumber dari segala Sumber
Hukum pada saat itu. Tidak terkecuali dengan konsep hukum yang dibedakan menjadi empat
yaitu hukum Tuhan, Hukum Alam, Hukum Perdata dan Hukum Alkitab. Keetiga konsep hukum
selain Hukum Tuhan mengarah pada Hukum Tuhan itu sendiri jika direfleksikan dengan baik
dan benar.

Konsep hukum pada Abad pertengahan (abad kegelapan) sangat dipengaruhi oleh
doktrin-doktrin gereja. Kekuasaan gereja mampu mengalahkan kekuasaan pemerintah
sehingga apapun yang bertentangan dengan hukum gereja maka akan dilakukan tindak
kekerasan. Dengan kekuasaan gereja yang seperti itu, ilmu pengetahuan lainnya sulit untuk

4
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
203
5
Dinar Dewi Kania, “Konsep Nilai Dalam Peradaban Barat”, November 2013, Vol 9 No 2, Hlm 249
masuk kedalamnya. Sehingga masyarakat pada masa abad pertengahan terkungkung pada
doktrin-doktrin mengenai agama serta tidak sedikit yang harus terpaksa mengikuti doktrin
tersebut. Tapi keadaan tersebut tidaklah berlangsung terus menerus, karena abad
pertengahan segera berlalu dan digantikan oleh zaman Renaisans.

Permulaan zaman Renaisans terjadi pada abad ke 16 yang kemunculannya ditandai


dengan orang-orang yang anti terhadap kristen maupun agama. Sangat bertolak belakang
dengan orang-orang pada masa abad petengahan yang sangat menjunjung nilai-nilai agama,
6orang-orang pada masa Renaisans mulai tidak menghargai aturan-aturan moral lama.
Mereka meninggalkan kebiasaan lama menggunakan hukum Tuhan karena dianggap sudah
tidak relevan lagi untuk digunakan. Meskipun hukum Tuhan itu sendiri masih ada, namun
tidak digunakan sepenuhnya seperti yang terjadi pada Abad pertengahan. Zaman Renaisans
ini tidak berlangsung lama sebab Renaisans dianggap sebagai jembatan menuju abad
Rasionalisme empirisme yang terjadi pada abad 17.

Rasionalisme empirisme menekankan pada pemikiran akan rasional bukan pemikiran


akan adanya takhayul. Salah seorang yang terkenal pada abad ini adalah Sir Francis Bacon.
7Bacon adalah filsuf yang hidup pada masa peralihan dari Renaisans menuju pada era modern
namun ia lebih dikenal dengan filsuf era modern. Bacon adalah sosok yang sangat rasional
dalam menggunakan pemikirannya serta seorang yang empiris, terbukti dari karir-karir yang
ia capai.

Beralih dari Francis Bacon kita akan membahas tokoh tokoh lain pada era modern ini.
8Tokoh tersebut adalah Thomas Hobbes yang lahir di Malmesbury, Inggris pada tahun 1588.
Hobbes hidup berpindah-pindah dari negara satu ke negara lain. Hal ini mulai dilakukannya
sejak kepergiannya dari Universitas Oxford karena tidak sejalan dengan pemikiran guru-
gurunya yang memiliki aliran berbeda dengannya. Hobbes mengembara ke negara-negara di
Eropa dan bertemu dengan orang-orang baru seperti Descartes, Francis Bacon serta galileo.
Galileo adalah orang yang sangat berpengaruh pada pemikiran Hobbes. Dengan berbagai
pengalaman yang didapat sampai akhirnya dia menghabiskan waktu dengan menulis sampai

6
Dinar Dewi Kania, “Konsep Nilai Dalam Peradaban Barat”, November 2013, Vol 9 No 2, Hlm 250
7
Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf Dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta :IRCiSoD, 2014), cetakan ketiga,
Hlm 81
8
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
256
dengan akhir hayatnya. 9Thomas Hobbes adalah seorang pemikir dengan konsep empiris-
eksperimental. Empirisme sendiri berarti suatu paham yang menyakini bahwa pengetahuan
diperoleh dari pengalaman, sebab tidak ada pengetahuan diluar pengalaman. Dasar
pemikiran ini didasarkan bahwa ilmu pengetahuan didapatkan berdasarkan dari pengamatan
dan observasi,begitu juga dengan Hukum. Hukum tidak dapat terbentuk tanpa adanya
pengamatan dan observasi terhadap keadaan masyarakat. Tidak hanya berkelut pada teori
empiris-eksperimental, Thomas Hobes juga terkenal dengan Teorinya tentang Kontrak sosial.
Kontrak sosial didapatkan dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh Galileo. Anggapan bahwa
awal mula peradaban ,manusia telah melakukan berbagai macam kontrak sosial untuk
menghindari perang antar sesama. Namun awal mula perjanjian dianggap hal yang ringan
hingga cenderung untuk diingkari. Dari pengingkaran-pengingkaran yang timbul kemudian
manusia membentuk lembaga perjanjian yang biasa disebut istilah negara. Berawal dari
pembuatan lembaga negara kemudian mengarah pada negara harus menjadi kekuasaan
absolut. Tujuan dari negara absolut ini agar masyarakat tunduk terhadap aturan yang ada dan
tidak lagi berhianat. Sehingga pemikiran Thomas Hobbes ini lebih mengarah pada kekuasaan
monarki.

Tidak jauh berbeda dengan Hobbes, John Locke adalah filsuf yang juga terkenal
dengan teori kontrak sosialnya. Tetapi yang membedakan kontrak sosial Hobbes dan Locke
adalah bagaimana kontrak sosial itu terbentuk. 10Hobbes mengatakan bahwa kontak sosial
terbentuk dari pertentangan antar manusia. Dengan terbentuknya kontrak sosial maka akan
tercipta kedamaian. Sedangkan kontrak sosial ala John Locke didasarkan pada
mempertahankan kedamaian yang sudah terbentuk yang menjadi hak asasi manusia. John
Locke berpendapat bahwa kontrak sosial dapat terwujud dengan baik apabila berada dalam
sistem pemerintahan parlementer. Pada dasarnya memang Locke menekankan pada hak
milik pribadi dalam melaksanakan sistem pemerintahan. Selain itu Locke juga mengatakan
bahwa moralitas dapat membatasi ruang gerak manusia.

9
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
257
10
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
266
Moralitas banyak ditulis didalam pendapat-pendapat Imanuel Kant tentang ajaran-
ajarannya. Kant memang terkenal dengan berbagai pandangan ilmunya yang didasari dari
moralitas. Kant yang hidupnya sangat berpengaruh terhadap negara Jerman kemudian
melahirkan idealisme Jerman. Idealisme itu sendiri tidak jauh dari pembahasan atas moral. 11
Menurutnya nilai moral manusia hanya ada atau terlahir jika manusia itu bertindak sesuai
dengan kewajibannya. Maka nilai moral juga dapat dikatakan ada jika kewajiban itu ada.

Pada abad 19 muncul aliran baru yaitu hukum positivisme. Aliran muncul dari tulisan-
tulisan August Comte. 12Hukum positivisme terlahir dari bukunya yang sangat terkenal yaitu
Cours de philosophy positive . Istilah positif dapat diartikan sebagai kenyataan –kenyataan
atau fakta yang terjadi dilapangan. Dengan begitu positivisme mengklaim bahwa
pengetahuan yang benar berasal dari fakta-fakta. Aliran ini menolak metafisika sebagai
bagian dari pengetahuan. Positifisme hanya menerima pengetahuan yang berasal dari
indrawi saja. Aliran ini merupakan generasi penerus empirisme hanya saja empirisme masih
menerima pengetahuan – pengetahuan yang berasal dari Tuhan. Positivisme tidak akan
pernah tercapai tanpa melewati serangkaian ilmu pengetahuan lainnnya seperti tahap
Teologis, tahap Metafisis, dan tahap positif . 13 Positivisme merupakan puncak pengetahuan
manusia.

Dari serangkaian Hukum yang terjadi pada masa Yunani kuno hingga abad modern
semuanya merupakan tata cara yang digunakan manusia untuk membentuk perintah maupun
larangan, baik perintah yang berasal dari Tuhan maupun perintah yang berasal dari
masyarakat itu sendiri. Norma hukum merupakan kaidah hukum baik yang berbentuk
perintah maupun larangan.

Norma dibedakan menjadi dua yaitu norma etiket dan norma etika. 14 Norma etiket
adalah norma yang memberikan kaidah tentang perilaku yang secara lahiriah terbentuk dari
komunikasi dalam suatu masyarakat. Norma etiket terbatas pada suatu kebudayaan tertentu,

11
Dinar Dewi Kania, “Konsep Nilai Dalam Peradaban Barat”, November 2013, Vol 9 No 2, Hlm 257

12
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
305
13
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :IRCiSoD, 2013), cetakan pertama, Hlm
306
14
K. Bertens, Johanes Ohoitimur, Mikhael Dua, “Pengantar Filsafat”, (Penerbit Kanisius ,2018), cetakan ke 5
Hlm 338
sebab norma etiket hanya mengatur bagaimana perilaku-perilaku yang baik dan yang tidak
baik dalam suatu kebudayaan tertentu. Seperti kebiasaan berpakaian suku Dayak dengan
Suku Asmat di Papua. Keduanya memiliki etiket yang berbeda sesuai dengan apa yang
ditentukan oleh daerah atau wilayah kebudayaannya masing-masing. Norma etiket biasanya
hanya berupa lisan atau ucapan yang kemudian menjadi tradisi yang secara turun temurun
dipelihara. Sedangkan norma etika menagarah pada kaidah- kaidah yang bersifat umum serta
melampaui batas – batas kebudayaan dan agama. Seperti halnya “perkelahian” menjadi hal
yang dilarang dalam kebudayaan manapun. Karena hal itu bersifat umum.

Norma hukum dipandang sebagai penentu kualitas manusia dalam kehidupan


bermasyarakat. Dengan adanya norma hukum diharapkan nantinya kaidah-kaidah yang
berada didalamnya dapat ditaati oleh masyarakat. Yang menonjol dari norma hukum adalah
terdapat lembaga hukum dan sanksi yang mengikat bagi siapa saja yang melanggar. Norma
hukum disini identik dengan hukum positif yang diberikan negara untuk menjamin keadilan
bagi seluruh rakyatnya.

PENUTUP

Dalam perkembangannya, terjadi beberapa kali tahapan mengenai hukum. Mulai dari
natural law hingga positivisme. Perkembangan tersebut diharapkan mampu membuat hukum
ke arah yang lebih baik dan matang. Dari segi hukum itu sendiri maupun penerapannya. Ilmu
Hukum dan Filsafat hukum keduanya memiliki karakter yang berbeda. Namun keduanya
dapat berjalan bersama sama. Sebab ilmu hukum sebagai dasar ilmu mengenai hukum dan
filsafat sebagai cara kerja dalam mendalami ilmu hukum serta mengkaji hal-hal yang terkait
dengan ilmu hukum. karena sifat Filsafat hukum itu kritis , maka sudah dipastikan bahwa
filsafat hukum menguji peraturan-peraturan hukum yang berlaku serta dapat
dipertanggungjawabkan.

NAMA : ADHELYNA SETYA WATI

NIM : 160710101037

KELAS : FILSAFAT HUKUM (E)

Anda mungkin juga menyukai