Anda di halaman 1dari 11

ALIF ADEYANI

10542058314

LAPORAN KASUS (MINI)

IDENTITAS PASIEN

Nama : NDP

Umur : 1 Tahun 2 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Panampu

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Gatal

Anamnesis Terpimpin :

Pasien anak laki-laki datang berobat ke poli kulit di Balai Kesehatan Kulit,
Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan gatal disertai benjolan kecil berwarna
merah pada daerah kepala, leher dan dada sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya
hanya muncul seperti benjolan kecil di daerah daun telinga, namun lama kelamaan
makin bertambah dan menyebar ke beberapa daerah kepala, leher dan dad. Pasien
mengeluh kadang-kadang susah tidur akibat gatal di malam hari. Demam (+),
riwayat alergi (-), riwayat penyakit sebelumnya (-), riwayat penyakit keluarga (-)
dan riwayat lingkungan sekitar (-).
STATUS DERMATOLOGIS :

Lokasi :

 Kepala
 Leher
 Dada

Effloresensi :

 Kepala: Papul, Eritema


 Leher: Papul, Eritema
 Dada: Papul, Eritema

DIAGNOSIS : Dermatitis Seboroik


PENATALAKSANAAN :

Metilprednisolon

Intraconasole

DERMATITIS SEBOROIK
Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang
menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,
telinga, badan bagian atas dan fleksura (inguinal, inframma dan aksila).1

Epidemiologi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umum
menyerang sekitar 1-3% Prevalensi dermatitis seboroik secara umum populasi di
mana 3-5% pasien terdiri dari orang dewasa muda. Data di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menunjukkan insidensi rata – rata dermatitis seboroik sebesar
8,3% dari jumlah kunjungan dan rasio pria dibandingkan wanita 5.1, Sebanyak
36% pasien HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak usia
pubertas, dan memuncak pada usia 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai
bentuk yang ringan,sedangka pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit
kepala (cradle cap).1

Etiopatogenesis
Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti
sepenuhnya, tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia,
kelainan immunologi, aktivitas sebaseus yang meningkat dan kerentanan pasien.
Spesies Malassezia dan Propionibacterium acne juga memiliki aktivitas
lipase yang menghasilkan transformasi trigliserida ke dalam asam lemak bebas.1
Ketujuh spesies Malassezia adalah lipofilik kecuali spesies zoofilik,
Malassezia pachydermatis.Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif yang
dihasilkan memiliki aktivitas antibakteri yang merubah flora kulit normal.
Sebagian penulis meyakini bahwa gangguan dalam flora, aktivitas lipase dan
radikal oksigen bebas akan berhubungan erat dengan dermatitis seboroik
dibandingkan dengan perubahan respon kekebalan.1
Hormon dan lipid kulit, pasien dengan dermatitis seboroik
memeperlihatkan kadar lipid permukaan kulit yang tinggi trigliserida dan
kolesterol, tetapi level yang rendah dari asam lemak bebas dan squalene. 1
Penderita dermatitis seboroik biasanya mempunyai kulit kaya sebum dan
berminyak. Seperti yang telah disebutkan di atas, lipid sebum penting untuk
proliferasi Malassezia dan sintesa faktor-faktor proinflamasi sehingga
menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan dermatitis seboroik. Lesi
dermatitis seboroik sering dijumpai pada bagian-bagian kulit yang kaya kelenjar
sebum.1
Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja,
selama periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan
hormonal yang meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis seboroik
lebih umum pada laki-laki daripada perempuan, yang menunjukkan pengaruh
androgen pada unit pilosebum.2
Dermatitis seboroik merupakan kondisi inflamasi, yang sebagian besar
disertai dengan keberadaan jamur Malassezia dan diduga bahwa reaksi kekebalan
yang tidak tepat bisa memberi kontribusi kepada patogenesis dermatitis seboroik.
Walaupun mekanisme imunopatogenik yang terlibat dalam perkembangan
dermatitis seboroik belum diketahui dengan jelas.2
Studi yang dilaksanakan Bergbrant et al. menunjukkan secara langsung
gangguan fungsi sel-sel T dan peningkatan sel-sel NK (natural killer) dalam darah
2
perifer pasien dermatitis seboroik dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Studi yang sama menunjukkan peningkatan konsentrasi total antibodi IgA
dan IgG serum pada pasien penderita dermatitis seboroik, yang juga ditegaskan
oleh beberapa studi lainnya, peningkatan produksi imunoglobulin terjadi sebagai
2
reaksi terhadap toksin jamur dan aktivitas lipase.
Faergemann et al. menemukan infiltrasi sel-sel NK (natural killer) dan
makrofag pada bagian-bagian kulit yang terpengaruh , dengan aktivasi lokal yang
bersamaan dari komplemen dan pemicuan sitokin proinflamasi, yang semuanya
2
bisa menyebabkan kerusakan pada epidermal.
Berdasarkan hasil penelitian Gupta AK pada tahun 2014 menunjukkan
adanya imunodefisiensi sebagai faktor penyebab prevalensi dermatitis seboroik
lebih tinggi secara signifikan (34%-83%) . Valia RG menyatakan pasien positip-
HIV, dermatitis seboroik yang terjadi gambaran klinisnya lebih berat (bahkan
2
sering mempengaruhi anggota gerak).
Faktor-faktor neurogenik, kejadian dermatitis seboroik pada pasien
penderita penyakit parkinson sudah lama diamati secara klinik, terutama pada
pasien penderita dermatitis seboroik yang sudah lama dan berat, menciptakan
kondisi yang sesuai terhadap proliferasi Malassezia. Dermatitis seboroik dapat
terjadi pada pasien dengan parkinson, tampak perubahan dalam konsentrasi sebum
2
yang dipicu secara endokrinologik bukan secara neurologik.
Hal ini didukung oleh temuan-temuan tentang peningkatan konsentrasi hormon α
Melanocyte Stimulating Hormon (α-MSH) plasma pada pasien penderita penyakit
parkinson, mungkin disebabkan ketiadaan faktor penghambat-MSH sebagai akibat
dari aktivitas neuronal dopaminergik yang tidak cukup.2
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk pada tahun 2014 dijumpai
pengobatan dengan L-dopa berhasil memulihkan sintesa faktor penghambat-MSH
dan mengurangi sekresi sebum pada pasien penderita penyakit parkinson. Efek
sebostatik dari L-dopa ini terbatas hanya pada pasien penderita penyakit
parkinson, sementara pada kondisi seborea lainnya seperti jerawat, L-dopa tidak
mempunyai efek pada produksi sebum. Lebih jauh lagi, immobilitas wajah pasien
penderita penyakit parkinson (wajah seperti-masker) bisa secara sekunder
menyebabkan peningkatan akumulasi sebum, yang dengan demikian memberi
kontribusi tambahan kepada kecenderungan perkembangan dermatitis seboroik.2
Beberapa laporan menyatakan faktor fisik seperti perawatan PUVA (Psoralen
Ultraviolet A) pada wajah juga dapat memicu dermatitis seboroik.2
Efek mikrobial, patogenesis dermatitis seboroik masih kontroversial sejak
dahulu, kehadiran atau ketidakseimbangan flora berperan dalam penyakit ini,
meskipun beberapa pasien memiliki kultur yang menunjukkan Candida albicans,
Staphylococcus aureus, Propionobacterium acnes dan bakteri aerob lainnya,
tetapi tidak berhubungan dengan patogenesis dermatitis seboroik.2
Beberapa obat yang dikenal dapat memicu dermatitis seboroik dari laporan
beberapa penelitian seperti laporan dari Picardo M dan Cameli N pada tahun 2013
seperti griseofulvin, simetidin, lithium, metildopa, arsenik, emas, auranofin, 6,12
aurothioglukose, buspiron, klorpromazin, etionamid, baklofen, interferon
fenotiasin, stanozolol, thiothixene, psoralen, methoxsalen, dan trioxsalen.2
Gangguan proliferasi epidermis, pasien dengan dermatitis seboroik
menunjukkan hiperproliferasi epidermis atau diskeratinisasi yang terkait dengan
peningkatan aktivitas kalmodulin, yang juga terlihat pada psoriasis. Ini
menjelaskan mengapa pasien dengan dermatitis seboroik yang diterapi dengan
sejumlah obat sitostatik menunjukkan perbaikan.2
4 Faktor genetik, riwayat keluarga dari dermatitis seboroik seringkali telah
dilaporkan, tetapi hanya beberapa tahun terakhir yang memiliki mutasi (ZNF750)
yang menguraikan protein finger zinc (C2H2) yang telah dijelaskan dan
mengakibatkan terjadinya dermatosis menyerupai dermatitis seboroik.2
Beberapa laporan juga menyatakan stres oksidatif yang muncul sebagai
akibat dari over produksi oksigen radikal atau mekanisme pertahanan antioksidan
tidak memadai dapat memicu dermatitis seboroik.2
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk Faktor-faktor lainnya yang dapat
mencetuskan dermatitis seboroik yaitu aspek musiman; kekambuhan penyakit
lebih umum pada musim gugur dan musim dingin. Kondisi ini dipicu oleh stres
emosional dan dahulu dijumpai angka kejadian dermatitis seboroik yang tinggi
2
dilaporkan pada pasukan perang di masa perang.
Dari beberapa penelitian kejadian dermatitis seboroik juga sering diamati
pada penyakit depresi dan down syndrome, tetapi ini bisa terkait dengan
kecenderungan pasien penderita depresi tetap berada di ruangan tertutup, dan
2
higiene yang buruk.

Gejala Klinis
Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema, dengan
sisik-sisik yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya
kelenjar sebum, seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan
3
nasolabial, telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha.
Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada
liang telinga. Lesi pada kulit kepala dapat menyebar ke kulit dahi dan membentuk
3
batas eritema bersisik yang disebut “corona seborrheica”.
Dua bentuk dermatitis seboroik bisa terjadi pada dada, tipe petaloid dan
tipe pitiriasiform.
 Tipe petaloid diawali dengan papul-papul folikuler dan perifolikuler
merah hingga coklat, yang berkembang menjadi bercak-bercak yang
mirip bentuk mahkota bunga.
 Tipe pitiriasiform mungkin merupakan bentuk berat dari dermatitis
seboroik petaloid. Tipe ini mempunyai bercak-bercak yang mengikuti
garis-garis kulit yang mirip pityriasis rosea.
Dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga yang gambarannya
seperti dermatitis kronis.3
Gejala yang umum lainnya dari dermatitis seboroik adalah blefaritis
dengan kerak-kerak berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata. Bila
hanya manifestasi ini yang ada, maka diagnosis tidaklah sulit. Varian serius dari
penyakit kulit ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic erythroderma).3
Komplikasi yang utama pada lesi adalah infeksi sekunder, tampak eritema,
eksudat, gangguan kenyamanan dan limfadenopati pada daerah yang terkena.3
Bayi
 Kulit kepala (cradle cap)
 Tubuh (termasuk daerah fleksor dan popok)
 Penyakit Leiner o Nonfamilial o Disfungsi C5 familial
Dewasa
 Kulit kepala
 Wajah (termasuk blepharitis)
 Tubuh
o Petaloid
o Pityriasiform
o Fleksural
o Plak eksematous
o Folikuler
 Generalisata (berupa eritroderma)

Diagnosis
Dermatitis seboroik mempunyai ciri-ciri unik tergantung pada kelompok
usia yang terpengaruh, bentuk anak sifatnya dapat sembuh sendiri, sementara pada
orang dewasa penyakit ini sifatnya kronis. Lesi terdiri dari plak eritema, bersisik
dengan tingkat keparahan dan intensitas yang bervariasi.4
Pada masa bayi, dermatitis seboroik sering dijumpai dalam tiga bulan
pertama kehidupan berupa sisik pada kulit kepala. Gambaran khas yang berupa
sisik-sisik kekuningan yang muncul segera setelah lahir. Kondisi ini juga bisa
berkembang pada wajah dan pada lipatan-lipatan tubuh seperti pada daerah
4
retroaurikular, leher, ketiak dan daerah paha.
Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah dermatosis kronis berulang
yang dimulai dari eritema ringan sampai moderat hingga lesi papular, eksudatif
dan bersisik, semakin memburuk jika disertai stres atau kurang tidur. Dengan
tingkat puritus bervariasi. Lesi terutama berkembang pada daerah yang produksi
sebumnya tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga eksternal, daerah
retroaurikular dan daerah pra-sternal, kelopak mata dan lipatan-lipatan tubuh.4
Lesi pada kulit kepala dimulai dari pengelupasan ringan hingga kerak-
kerak berwarna kekuningan yang melekat pada kulit kepala dan rambut, yang bisa
memicu atau tidak terjadinya daerah alopesia (pseudo tinea amiantacea).4
Pada wajah, keterlibatan daerah glabela dan malar, lipatan nasolabial dan
alis mata merupakan ciri khas. Keterlibatan kelopak mata menyebabkan blefaritis,
pada pria daerah kumis juga bisa terpengaruh dengan lesi dermatitis seboroik.
Dalam lipatan-lipatan kulit (ketiak, pusar, inguinal, daerah anogenital), bentuk lesi
berupa maserasi, lembab dengan dasar eritema pada sekitar lesi.4

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan epidermis hipertropi dan
hiperplastik. Di atas lapisan basal, dapat dilihat sel yang membesar berisi inklusi
intrasitoplasmik besar (Henderson-Paterson bodies). Hal ini dapat meningkatkan
ukuran sel sehingga dapat menyentuh Horny layer.4

Diagnosis Banding
1. Psoariasis: skuama lebih tebal berlapis transparanseperti mika,lebih
dominan di daerah ekstensor.
2. Dermatitis atopic dewasa: terdapat kecendrungan stigmata atopi.
3. Dermatitits kontak iritan: riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci
wajah atau bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (tretinoin, asam
glikolat,asam alfa hidroksi
4. Dermatofitosis: perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH
5. Rosasea: perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.

Penatalaksanaan
Terapi
Anti inflamasi
 Sampo steroid Flusinolon 2x seminggu
 Steroid topikal Flusinolon setiap hari
 Losion betametason valerate setiap hari
 Krim desonide setiap hari
 Inhibitor kalsineurin topikal Salep takrolimus setiap hari
 Krim pimekrolimus setiap hari
 Keratolitik Sampo asam salisilat 2x seminggu
 Sampo tar 2x seminggu
 Sampo zinc pyrithione 1% 2x seminggu
Anti jamur
 Sampo ketokonazole 5% 2x seminggu
 Sampo selenium sulphide 1% 2x seminggu
Pengobatan alternatif
 Sampo tea tree oil setiap hari.
Dan jika tidak membaik dengan modalitas terapi dapat diberikan
prednisolone 30 mg/hari 2 minggu untuk respon cepat.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Book, Co;2012.p.
259-66.
2. Schwarts RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An
overview.Am Fam Phys. 2016;74:125-30.
3. Gupta A, Bluhm R, Cooper EA, Summerbell RC, Batra R. Seborrheic
dermatitis. Dermatol Clin. 2013;21:401-12.
4. Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Role of the laboratory. Dalam: Micalli
G, Veraldi S, penyunting. Seborrheic Dermatitis. Gurgaon: MacmillanMedical
Communications; 2015. p. 29-30.
5. Selden ST etal. Seborrhoic Dermatitis Clinical Presentation..
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-clinical#showall. 18 mei
2018

Anda mungkin juga menyukai