BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Bagian agak ke atas dan
belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai
ke pangkal hidung dan menyatu dengan dahi. Bagian yang disebut kolumela
membranosa bermula dari apeks, yaitu posterior bagian tengah bibir dan terletak
sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas
dikenal sebagai dasar hidung. Di sini bagian bibir atas dikenal sebagai dasar
hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari
nares anterior atau nostril (lubang hidung) kanan dan kiri, di sebelah latero
superior dibatasi ala nasi dan di sebelah inferior oleh dasar hidung. 4
Rangka hidung bagian luar terdiri dari dua os nasal, proseus frontal os
ala mayor) dan tepi ventral (anterior) kartilago septum nasi. Kerangka utama
adalah keempat tulang yang disebut permulaan di atas. Tepi medial kartilago
lateralis superior menyatu dengan kartilago septum nasi dan tepi cranial melekat
hidung.4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letak nya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,
lebih kecil lagi adalah konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merukapan bagian dari labirin ethmoid.5
yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada 3 meatus yaitu meatus
5
inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior
konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat
muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior
yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara
Batas rongga hidung pada dinding inferior merupakan dasar rongga hidung
dan dibentuk os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat
yang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribosa atau saringan)
yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting
semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus frontalis.KOM merupakan unit
fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drenase dari sinus-sinus yang
letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.Jika terjadi
obstruksi pada celak yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis yang
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan
diantarana ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari
meatus, dan septum. Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika
menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus
maksilaris diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang
infraorbitalis serta alveolaris dari arteri maksilaris interna dan cabang faringealis
Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian bawah
septum di mana membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena
fasialis yang menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir seluruh bagian anterior
hidung.
superior berasal dari konka media dan superior dan bagian dinding hidung
berkaitan, berjalan di atas tuba eustachius dan bermuara pada kelenjar limfe
konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar hidung dan menuju rantai
kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal dari septum dan sebagian
interna. 7
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. naso siliaris, yang berasal dari
dari n. oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat
saraf sensoris dari n. maksila (N. V-2), serabut parasimpatis dari n. Petrosus
konka media.5
9
Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada
hidung.5
fisiologis hidung dan sinus paranasal yaitu fungsi respirasi untuk mengatur
stimulus penghidu. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu
proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun
atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan
terjadi sebaliknya.5
di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.Partikel debu,
virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akandisaring di hidung oleh
rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, dan balut lender.Debu dan bakteri
akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
Fungsi Penghidu, hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.5
rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis
srawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang
Fungsi Fonetik, resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika
membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.5
dengan saluran cerna, kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
2.2 Rhinitis
Rhinitis ini dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi baik kondisi alergi
2.2.2.1.1 Definisi
12
pada manusia. Sering disebut juga sebagai selesma, commond cold,flu. Penyakit
ini merupakan suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang akut, berulang, relatif
ringan, sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
2.2.2.1.2 Etiologi
Penyebabnya adalah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah
2.2.2.1.3 Patofisiologi
Coxsackle dan virus ECHO. Virus tersebut akan menempel pada mukosa hidung
dan ditangkap oleh sel penyaji untuk kemudian mengaktivasi limfosit T dan
pada rhinitis simpleks juga terdapat pengeluaran sitokin proinflamasi. Pada pasien
rhinitis simpleks terdapat peningkatan kadar sitokin proinflamasi pada cairan atau
sekret hidung. Sitokin proinflamasi yang berperan pada rhinitis simpleks antara
lain kini, IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Kinin mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah yang ada pada mukosa hidung, stimulasi serabut saraf mukosa
Permulaan penyakit ini biasanya tiba-tiba dan ditandai dengan rasa kering,
gatal, atau rasa panas di hidung atau nasofaring. Segera timbul menggigil dan
malaise, disertai dengan bersin dan ingus encer. Pada saat ini biasanya tidak
disertai demam. Sering terasa nyeri kepala ringan atau perasaan penuh di antara
kedua mata.4
2.2.2.1.5 Penatalaksanaan
dan sulfonamide tidak ada manfaatnya bagi pasien, jika tidak disertai komplikasi
bakteri. Tetes hidung ephedrine 1% sangat menolong, bila hidung tersumbat. Oleh
karena lisozim dinonaktifkan dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus
Pemberian obat simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali,
suatu kapsul yang terdiri dari efedrin sulfat, pentobarbital, dan asam asetil
salisilat.4,5,11
2.2.2. Bakteri
2.2.2.1 Rhinitis Difteria
2.2.2.1.1 Definisi
oleh corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada hidung atau sekunder
dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik. Penyakit ini
2.2.2.1.2 Patofisiologi
sel mukosa hidung dan menghambat sintesis protein. Sel-sel yang nekrosis,
pseudomembran berwarna putih yang mudah berdarah, dan terdapat krusta coklat
2.2.2.1.4 Penatalaksanaan
Pemberian anti difteri serum (ADS) dan penisilin lokal dan intramuskuler.
2.2.2.2.1 Definisi
hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang rawan septum
2.2.2.2.2 Patofisiologi
yang terjadi biasanya pada orang yang mengalami defisiensi imun misalnya HIV-
15
2.2.2.2.4 Penatalaksanaan
2.2.2.3.1 Definisi
2.2.2.3.2 Patofisiologi
dapat merupakan infeksi primer yang gejalanya mirip dengan rhinitis akut, akan
tetapi dapat ditemukan bercak atau bintik pada mukosa nasal. Pada rhinitis sifilis
tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus yang terutama mengenai septum nasi
Gejala pada rhinitis sifilis serupa dengan rhinitis akut lainnya, hanya
mungkin dapat terlihat bercak/bintik pada mukosa.Pada rhinitis sifilis tersier dapat
ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama mengenai septum nasi dan dapat
mukopurulen yang berbau, serta krusta. Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi
2.2.3.3.4 Penatalaksanaan
pemeriksaan nasal smear (20-25%) dengan hasil skin test negatif dan tanpa
2.2.3.1.3 Etiologi
dapat diketahui.16
diagnosis rhinitis non alergi dengan sindrom eosinofilia adalah pemeriksaan nasal
smear, IgE antibodi serum, serta skin test. Pada pemeriksaan nasal smear
ditemukan adanya peningkatan eosinofil >20%. IgE antibodi tidak meningkat dan
2.2.3.1.6 Patofisiologi
kontroversial dan belum jelas. Iritasi terhadap pajanan asap rokok menyebabkan
2.2.3.1.7 Komplikasi
aspirin, asma, dan nasal poliposis). Rhinitis non alergi dengan sindrom eosinofilia
2.2.3.1.8 Tatalaksana
topikal.17
18
2.2.3.2.Rhintis Vasomotor
2.2.3.2.1 Definisi
gejala hidung tersumbat dan rhinorea. Gejala tersebut timbul ketika mencium
bebauan (parfum, cat, tinta, asap rokok), alkohol, bumbu masakan, emosi, dan
2.2.3.2.2 Epidemiologi
seluruhrhinitis non alergi. Di dunia, terdapat sekitar 450 juta penduduk menderita
rhinitis non alergi dan dapat diperkirakan sekitar 320 juta penduduk di dunia
2.2.3.2.3 Etiologi
otonom yang dapat dicetuskan oleh adanya bebauan yang merangsang (parfum,
cat, tinta, asap rokok), alkohol, bumbu masakan, emosi, dan perubahan
hidung tersumbat dan beringus. Secara garis besar, rhinitis vasomotor dibagi
dalam dua kelompok yaitu “runner” atau “wet rhinorrhea” dengan gejala utama
19
beringus banyak dan “dry rhinorrhea” dengan gejala utama hidung tersumbat
serta rhinorea yang minimal. Gejala-gejala tersebut timbul karena adanya paparan
terhadap zat tertentu seperti bebauan yang merangsang (parfum, cat, tinta, asap
perubahan cuaca dan tekanan udara. Pada rhinitis vasomotor, tidak terdapat
adanya riwayat alergi pada pasien maupun keluarga dan mulai timbulnya gejala
vasomotor. Pada rhinitis alergi, dapat dilakukan pemeriksaan skin atau IgE
2.2.3.2.6 Patofisiologi
pusat menyebabkan timbulnya rhinorea dan atau hidung tersumbat. Selain itu,
parasimpatis.
eksresi plasma dan sekresi glandular (melalui asetilkolin dan reseptor muskarinik)
menimbulkan nyeri dan sesak. Menurut Schierhorn et al, pada mukosa hidung
20
struktur dan fungsi yang sama dengan substansi P yang menyebabkan kontraksi
otot halus pembuluh darah. Oleh karena itu, stimulasi sensori menyebabkan
(NPY), vasoaktif intestinal peptide (VIP), dan SP pada pasien dengan iritasi akibat
2.2.3.2.7 Komplikasi
2.2.3.2.8 Penatalaksanaan
pencetus yang dapt menimbulkan gejala, seperti bebauan ( asap rokok, parfum,
21
Pendekatan terapi untuk rhinitis vasomotor berdasarkan gejala yang dominan. Jika
gejala yang dominan adalah rhinorea, langkah pertama yang diberikan adalah
antikolinergik topikal. Jika gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, dapat
jalan napas dan membantu dekongesti nasal secara natural melalui mekanisme I
adrenergik.17
dengan gejala hidung tersumbat derajat berat tanpa adanya rhinorea atan bersin
imidazole, phenylephrine) lebih dari 4-6 hari, ACE inhibitor, beta blocker, aspirin,
dan NSAID.15,20
2.2.3.2.2 Epidemiologi
States, sekitar 52 pasien dari 100 pasien non infeksi dengan gejala hidung
pada jenis kelamin. Usia terbanyak terjadinya rhinitis medikamentosa pada usia
dewasa muda.20
2.2.3.2.3 Etiologi
23
lebih dari 4-6 hari, ACE inhibitor, beta blocker, aspirin, hormon (estrogen,
secara berlebihan.
perdarahan pungtata, granular, atau boggy pada mukosa hidung. Mukosa hidung
tampak merah.20
Pemeriksaan laboratorium seperti nasal smear, IgE total, skin test alergi,
abnormalitas dari struktur dan fungsi silia, serta peningkatan sel plasma, fibroblas,
dan limfosit.20
2.2.3.2.6 Patofisiologi
Simpatomimetik amin yang memiliki aktivitas pada alfa dan beta, memiliki efek
beta yang lebih lama dari efek alfa dan menyebabkan rebound swelling.
2.2.3.2.7 Komplikasi
2.2.3.2.8 Penatalaksaan
pencegahan dari rhinitis medikamentosa. Steroid oral dapat diberikan pada rhinitis
nares anterior atau pada koana selama 2 tahun. Untuk menutup koana
Rinitis pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana tedapat satu atau
lebih dari gejala-gejala hidung yaitu bersin, gatal-gatal, rinorhea, dan/atau hidung
tersumbat pada wanita hamil yang terjadi enam minggu atau lebih pada masa
kehamilan tanpa disertai gejala infeksi saluran nafas dan tanpa penyebab alergi
merupakan kondisi yang sering dijumpai yaitu mengenai 9-24% dari wanita hamil
2.2.3.3.1 Etiologi
kejadian rhinitis pada wanita hamil. Salah satu keadaan yang berpengaruh adalah
Hormon estrogen juga diketahui sebagai salah satu hal yang mempengaruhi
2.2.3.3.2 Patofisiologi
Selama masa kehamilan, plasenta memproduksi estrogen dalam jumlah
mukosa hidung sehingga edema jaringan menjadi lebih parah dan hidung menjadi
lendir di hidung selama kehamilan sehingga berakibat pada kemampuan silia yang
sehingga faktor ini juga berkontribusi terhadap kongesti nasal pada wanita
hamil.21
2.2.3.3.3 Diagnosis
a. Anamnesis
pengeluaran cairan dari hidung. Perlu ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal,
b. Pemeriksaan fisik
konka inferior yang diliputi secret yang bening, mukosa pucat dan edema, dapat
c. Pemeriksaan penunjang
Skin test biasanya negatif, kadar IgE dalam batas normal, eosinophil dapat
27
ditemukan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Netrofil dapat meningkat jika
2.2.3.3.4 Penatalaksanaan
a. Irigasi nasal
b. Antihistamin
Antihistamin membantu mengurangi keluhan hidung tersumbat dan berair.
fluticasone, dan budesonide merupakan preparat nasal yang aman digunakan pada
wanita hamil.8,21
2.2.3.3.5 Pencegahan
a. Menghindari paparan zat iritan seperti asap rokok dan debu
b. Meningkatkan kelembaban rumah
c. Aktivitas fisik secara teratur
2.2.3.3.6 Prognosis
Rhinitis pada kehamilan umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun janin,
kehamilan akan menganggu kualitas istirahat dan tidur pasien dan akan membuat
28
pasien sangat lelah dan letih. Rhinitis pada kehamilan akan menghilang setelah 2
minggu melahirkan.21
Rhinitis kerja adalah penyakit radang hidung, yang ditandai dengan gejala
intermiten atau persisten hidung tersumbat, bersin, rhinorrhea, gatal dan / atau
pembatasan aliran udara ke hidung, dan / atau hipersekresi karena sebab dan
kondisi disebabkan lingkungan kerja tertentu dan bukan karena rangsangan yang
petugas kebersihan, 48% terjadi pada tukang cat bangunan, dan 87% terjadi pada
pekerja industri.23
2.2.3.4.1 Etiologi
bubuk kayu, asap rokok, bubuk bahan makanan, dan bedak pada sarung tangan.
Selain bahan-bahan yang telah disebutkan, terdapat beberapa zat kimia yang juga
desinfektan.22
2.2.3.4.2 Klasifikasi
a. Rhinitis okupasional alergi
Rhinitis okupasional alregi dibagi dengan cara berikut:
1. IgE-mediated : dapat disebabkan oleh berbagai agen dengan berat
molekul tinggi (HMW) yaitu glikoprotein dari nabati dan hewani dan beberapa
29
agen dengan berat molekul rendah (LMW) seperti garam platinum, pewarna
isosianat, garam persulfat, debu kayu) yang bertindak sebagai haptens yang
Eksposur tunggal atau beberapa konsentrasi tinggi senyawa iritan seperti ozon
non alergi.22,23
2.2.3.4.3 Patofisiologi
makanan, bahan kimia, dan agen farmakologis semua dapat mengerahkan efek
2.2.3.4.4 Diagnosis
muncul sama dengan rhinitis kebanyakan seperti hidung tersumbat, keluar cairan
30
dari hidung, terasa gatal pada hidung, dan bersin-bersin yang disebabkan oleh
kerja di tempat kerja saat sebelum timbulnya gejala, agen penyebab, tugas atau
proses yang terkait dengan onset atau gejala, perbaikan saat terlepas dari
dapat ditemukan adanya secret pada hidung dan disertai dengan edema mukosa
3 Penatalaksanaan
a. Edukasi
Pasien dengan rhinitis okupasional disarankan agar sebisa mungkin
dengan baik.22,23
2.2.4 Rhinitis yang lainnya
2.2.4.1.1 Definisi
31
Rinitis atrofi disebut juga dengan rinitis ozaena merupakan infeksi hidung
kronik, yang ditandai dengan adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang
konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat
2.2.4.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian pada rinitis atrofi lebih sering pada wanita, terutama dewasa
muda. Sering juga ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi
2.2.4.1.3 Etiologi
-
Infeksi oleh mikroorganisme spesifik seperti Klebsiela, terutama
Keluhan biasanya berupa napas berbau, sekret hijau dan kental, gangguan
mikroorganisme.1
32
2.2.4.1.6 Patofisiologi
Klebsiella ozaena, atau penyebaran infeksi lokal setempat seperti sinusitis yang
peradangan ini berlangsung lama dan tidak kunjung sembuh, maka disebut
squamosa dan kehilangan silianya. Hal ini akan membuat hilangnya kemampuan
mengalami atrofi dan bahkan bisa menghilang, dan mempunyai pengaruh yang
yang lebih besar namun dapat mempengaruhi suplay darah epitel hidung, secara
epitel. Semakin tipisnya epitel (atrofi konka) akan membuat rongga hidung
iritasi mukosa semakin meluas. Lalu jika aliran darah juga tidak adekuat, maka
akan terjadi nekrosis sel dan jaringan yang bila nanti mengalami proses
menghasilkan pus kehijauan yang berbau busuk. Jika krusta terlepas akan
membuat epistaksis.2
33
darah dan kelenjar penghasil mukus dan hampir selalu menyebabkan rinitis
atrofi.2
2.2.4.1.7 Komplikasi
2.2.4.1.8 Pengobatan
Antibiotik
kehijauan.1
Obat cuci hidung dapat digunakan untuk menghilangkan bau busuk akibat
infeksi dan krusta serta sekret purulen. Larutan yang digunakan adalah larutan
garam hipertonik. Larutan garam hipertonik antara lain : Betadin solution dalam
100 ml air hangat atau campuran atau NaCl, NH4Cl , NaHCO3 aaa 9, Aqua ad 300
larutan dicampur 9 sendok makan air hangat. Larutan dimasukan ke dalam rongga
sehari.1
Operatif
34
operasi. Penekanan utama pada operatif adalah usaha untuk mengecilkan rongga
hidung dan demikian dapat memperbaiki suplay darah mukosa hidung. 2 Teknik
operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung atau penyempitan lubang
mukosa akan kembali normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada
nares anterior atau pada koana selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flap
palatum.1
2.2.5 Epistaksis
masalah yang sering dikeluhkan. Epistaksis merupakan gejala dari suatu kelainan
dimana hampir 90% dapat berhenti sendiri dan pasien dengan keluhan tersebut
dijumpai pada usia 2 sampai 10 tahun dan 50 sampai 80 tahun. Epistaksis anterior
lebih umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior
lebih sering ditemui pada orang tua dengan riwayat penyakit lain seperti
hipertensi.5
2.2.5.1 Etiologi
Penyebab dari epistaksis dapat dibedakan sebagai berikut5:
- Lokal
Trauma
35
perlukaan pada mukosa septal anterior. Selain aktivitas mengorek hidung secara
Kondisi cuaca
hidung. Kejadian epistaksis meningkat pada kondisi cuaca yang kering atau pada
Abnormalitas septum
Pada keadaan deviasi septum aliran udara dalam hidung menjadi terganggu,
Inflamasi
pembuluh darah.5
Tumor
- Sistemik
Gangguan pembekuan darah
36
pembekuan darah tersebut terjadi salah satunya pada penyakit hemofilia. Selain
Penyakit sistemik
pembuluh darah sehingga pada pasien dengan tekanan darah yang tinggi dapat
2.2.5.2 Klasifikasi
atas 2 sumber yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Epistaksis anterior
berasal dari pleksus kiesselbach yang terletak di septum bagian anterior atau dari
yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung. Epistaksis posterior berasal dari
2.2.5.3 Patofisiologi
Beberapa faktor dapat mendukung terjadinya epistaksis. Pada pasien usia
muda biasanya terdapat pembuluh darah yang tipis dan lemah, sehingga pembuluh
darah mudah pecah dan perdarahan mudah terjadi. Pada pasien dengan usia tua
terjadi perubahan progresif dari otot pembuluh darah dimana tunika media
37
adanya perdarahan yang keluar dari hidung baik unilateral maupun bilateral.
Lokasi perdarahan dapat juga diketahui dari anamnesis. Perlu ditanyakan apakah
ada riwayat trauma, rinitis dan infeksi untuk mengetahui kemungkinan epistaksis
anterior. Pada anak-anak dapat juga ditanyakan apakah ada riwayat kemasukan
benda asing pada lubang hidung. Riwayat hipertensi dan adanya tumor dapat
juga ditanyakan durasi perdarahan, lokasi perdarahan apakah dari salah satu
rongga hidung atau dari keduanya, frekuensi perdarahan, serta apakah terdapat
hidung, septum nasi, dinding lateral hidung, dan konka inferior. Pemeriksaan
melihat ada atau tidaknya perdarahan. Pada pasien dengan riwayat hipertensi
38
terjadinya epistaksis.5
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan
darah dengan complete blood count, protombin time, dan activated partial
tromboplastin time. Pemeriksaan CT scan atau MRI dapat dilakukan jika terdapat
darahnya. Jika ada kelainan maka atasi dulu dengan memasang infus. Jika jalan
napas tersumbat oleh darah atau bekuan darah maka perlu dibersihkan atau
diisap.5
Untuk menghentikan perdarahan perlu dicari sumber perdarahan, apakah
perdarahan anterior atau superior. Alat yang diperlukan adalah lampu kepala,
spekulum hidung, dan alat penghisap. Pasien pada epistaksis diperiksa dalam
posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa
dimonitori. Jika keadaan lemah bisa dengan posisi setengah duduk atau
berbaring dengan posisi kepala ditinggikan. Pada pasien anak dipangku, badan
Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi adrenalin
sumber perdarahannya. 5
Menghentikan perdarahan
Perdarahan anterior
Perdarahan anterior sering berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian
anterior. Jika tidak berhenti sendiri, lakukan penekanan pada hidung dari luar
larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Setelah itu diberi krim antibiotik. Bila
masih berlangsug lakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas
atau kasa yang telah diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian
pelumas ini agar tampon mudah dimasukan dan tidak menimbulkan perdarahan
diameter 3 cm. Pada tampon terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah
digunakan bantuan kateter karet yang dimasukan dari lubang hidung sampai
tampak di orofaring, kemudian ditarik keluar dari mulut. Dua buah benang yang
terdapat pada tampon tadi diikatkan di kateter karet, kemudian kateter ditarik
40
kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu
didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum molle
masuk ke nasofaring. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat dengan
sebuah gulungan kasa di depan nares anterior agar tampon yang terletak di
nasofaring tetap di tempatnya. Benang lain yang diikatkan dari mulut diikatkan
secara longgar pada pipi pasien. Tampon dikeluarkan setelah 2-3 hari.5
2.2.5.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksis atau
pada keadaan ini pemberian infus atau transfusi darah dapat dilakukan