Anda di halaman 1dari 78

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323394184

Pancing

Book · May 2009

CITATIONS READS
0 554

1 author:

Gondo Puspito
Bogor Agricultural University
26 PUBLICATIONS   37 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Gondo Puspito on 26 February 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PANCING

Oleh :

GONDO PUSPITO

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2009
Pancing

Penulis :
Gondo Puspito
ISBN 978-979-1225-10-6

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Diterbitkan oleh :
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB

Cetakan pertama : Maret 2009

Sanksi pelanggaran Pasal 44, Undang-undang No. 7 tahun 1987 tentang hak cipta, yaitu:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
KATA PENGANTAR
Pancing adalah alat penangkap ikan yang paling sederhana dan banyak digunakan
oleh nelayan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan zaman,
pancing mengalami banyak modifikasi, baik dari segi material, konstruksi, maupun cara
pengoperasiannya. Beberapa jenis pancing yang ada di Indonesia merupakan hasil
introduksi dari negara-negara lain. Pancing ternyata juga telah dijadikan sebagai hobi dan
olah raga bagi kalangan masyarakat tertentu.
Materi mengenai pancing diajarkan dalam mata kuliah Alat Penangkap Ikan (API)
untuk mahasiswa Strata 1 (S-1) di Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Topik bahasannya belum sepenuhnya
menginformasikan mengenai perikanan pancing di Indonesia. Penyebabnya, sebagian
besar sumber pustakanya berasal dari luar negeri. Padahal, materi pancing yang
seharusnya diajarkan adalah mengenai perkembangan pancing di Indonesia, baik jenis-
jenis pancing asli Indonesia maupun hasil introduksi dari luar negeri.
Buku ini mencoba menjelaskan jenis-jenis pancing yang populer digunakan oleh
nelayan Indonesia ditinjau dari segi konstruksi, metode pengoperasian dan jenis-jenis
hasil tangkapannya. Beberapa jenis pancing merupakan pancing tradisional. Beberapa
lainnya merupakan hasil modifikasi dan hasil introduksi yang masih dalam taraf ujicoba
oleh beberapa lembaga penelitian. Sumber pustakanya kebanyakan berasal dari hasil-hasil
penelitian. Sebagian lainnya didapatkan dari hasil pengamatan penulis ketika melakukan
kunjungan lapang ke daerah.
Penulis akan berusaha menyempurnakan isi buku ini. Semoga buku ini bermanfaat
bagi para mahasiswa yang ingin memahami masalah pancing.

Bogor, Mei 2009

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
1. PANCING RANGGUNG 1
1.1. Konstruksi Pancing Ranggung 1
1.2. Operasi Penangkapan Pancing Ranggung 3
1.3. Ujicoba Penangkapan Pancing Ranggung 3
2. PANCING ULUR 5
2.1. Konstruksi Pancing Ulur 5
2.2. Operasi Penangkapan Pancing Ulur 7
2.3. Hasil Tangkapan Pancing Ulur 7
3. PANCING TONDA 8
3.1. Konstruksi Pancing Tonda 8
3.2. Operasi Penangkapan Pancing Tonda 12
3.3. Koreksi Pancing Tonda 12
4. HUHATE 16
4.1. Konstruksi Huhate 16
4.2. Umpan Hidup Huhate 18
4.3. Ikan Target Tangkapan Huhate 18
4.4. Operasi Penangkapan Huhate 19
4.5. Koreksi Huhate 21
5. PANCING CUMI-CUMI 22
5.1. Konstruksi Pancing Cumi-cumi 22
5.2. Operasi Penangkapan Pancing Cumi-cumi 30
5.3. Jenis Cumi-cumi Tangkapan 32
6. RAWAI CARIBIA 33
6.1. Konstruksi Rawai Caribia 34
6.2. Operasi Penangkapan Rawai Caribia 35
6.3. Uji coba penangkapan Rawai Caribia 35
6.4. Koreksi Material dan Konstruksi Rawai Caribia 36

7. RAWAI DASAR BERTINGKAT 38


7.1. Konstruksi Rawai Dasar Bertingkat 38
7.2. Operasi Penangkapan Rawai Dasar Bertingkat 39
7.3. Jenis Tangkapan Rawai Dasar Bertingkat 40
8. PANCING LAYUR 41
8.1. Konstruksi Pancing Layur 41
8.2. Operasi Penangkapan Pancing Layur 41
9. RAWAI LAYUR 43
9.1. Konstruksi Rawai Layur 43
9.2. Operasi Penangkapan Rawai Layur 44
10. PANCING SENGGOL 46
10.1. Konstruksi Pancing Senggol 46
10.2. Operasi Penangkapan Pancing Senggol 47
10.3. Jenis Ikan Tangkapan Pancing Senggol 50
10.4. Koreksi Konstruksi Pancing Senggol 50
11. RAWAI KAKAP 52
11.1. Konstruksi Rawai Kakap 52
11.2. Operasi Penangkapan Rawai Kakap 52
11.3. Jenis-jenis Ikan Tangkapan Rawai Kakap 53
12. RAWAI CUCUT 55
12.1. Konstruksi Rawai Cucut 55
12.2. Operasi Penangkapan Rawai Cucut 57
12.3. Hasil Tangkapan Rawai Cucut 58
13. RAWAI TUNA 59
13.1. Konstruksi Rawai Tuna 59
13.2. Operasi Penangkapan Rawai Tuna 59
13.3 Hasil Tangkapan Rawai Tuna 60
PUSTAKA 62
DAFTAR TABEL

1. Hasil tangkapan pancing mili-mili berdasarkan warna umpan buatan 13


2. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap jenis umpan buatan 13
3. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap nomor mata pancing 14
4. Spesifikasi rawai dasar bertingkat 38
5. Spesifikasi rawai layur 43
6. Spesifikasi setiap bagian pancing senggol 47
7. Spesifikasi rawai kakap 52
8. Spesifikasi rawai cucut 55
DAFTAR GAMBAR

1. Konstruksi pancing ranggung dengan 2 dan 4 kail (Oskandar, 1992) 2


2. Sebaran udang di sekitar kail 4
3. Desain dan konstruksi pancing ulur (Saputra, 2002) 6
4. Posisi pancing tonda di atas perahu 9
5. Konstruksi 1 tali pancing tonda 10
6. Konstruksi 1 tali pancing mili-mili 11
7. Posisi pancing mili-mili ketika dilakukan penarikan 11
8. Bentuk umpan ikan tiruan yang sama dengan aslinya 15
9. Kail dan umpan tiruan 17
10. Susunan pancing huhate 17
11. Posisi pemancing di atas kapal 20
12. Pancing cumi-cumi tradisional berbentuk udang 23
13. Pancing tangan cumi-cumi “hanego” (Ben Yami, 1976) 24
14. Pancing tangan cumi-cumi “tombo” (Hamabe, 1982) 25
15. Pancing tangan cumi-cumi (Boongerd & Chitrapong, 1990) 26
16. Pancing cumi-cumi mekanik 27
17. Pancing cumi-cumi otomatis bertenaga listrik 28
18. Susunan pancing cumi-cumi otomatis di atas kapal 29
19. Mata pancing cumi-cumi otomatis (Anonymous, 1990) 30
20. Konstruksi dan dimensi rawai Caribia (Susanto, 1984) 34
21. Susunan rawai Caribia ketika dioperasikan 36
22. Konstruksi rawai Caribia menggunakan batang bambu atau rotan 37
23. Konstruksi rawai bertingkat 39
24. Tampilan rawai bertingkat ketika dioperasikan 40
25. Konstruksi pancing layur 42
26. Konstruksi tali cabang rawai layur 44
27. Ilustrasi penampilan rawai layur ketika dioperasikan 45
28. Konstruksi pancing senggol 48
29. Susunan pancing senggol ketika dioperasikan 49
30. Prediksi cara tertangkapnya ikan oleh pancing senggol 49
31. Bentuk kail yang memiliki 2, 3 dan 4 kait 50
32. Susunan pancing senggol dengan panjang tali cabang yang beragam
51
ketika dioperasikan
33. Susunan rawai kakap ketika dioperasikan 54
34. Konstruksi 1 tali cabang rawai cucut 56
35. Susunan tali cabang rawai cucut dalam satu basket 56
36. Ilustrasi bentuk rawai cucut ketika dioperasikan 58
37. Konstruksi 1 tali cabang rawai tuna 60
38. Rancangan 1 basket rawai tuna 61
39. Susunan rawai tuna ketika dioperasikan 61
1. PANCING RANGGUNG
Pancing ranggung disebut juga pancing tanduk. Penyebutan nama ini dilatarbelakangi
oleh salahsatu bagian pancing tempat meletakkan tali cabang berbentuk tanduk. Maksud
utama penggunaan ranggung adalah agar 2 tali cabang yang dipasang tidak saling terbelit
antara satu dengan lainnya ketika dilakukan operasi penangkapan.
Keistimewaan pancing ranggung dibandingkan dengan pancing lainnya adalah pada
jenis umpan dan pemasangan umpan. Jenis umpannya hanya satu, yaitu udang rebon.
Adapun cara pemasangannya dikaitkan pada kail dan dimasukkan kedalam lubang yang
berada di bagian tengah pemberat.

1.1. Konstruksi Pancing Ranggung


Bagian-bagian pancing ranggung terdiri atas penggulung, tali pancing, kili-kili,
ranggung, pemberat, tali cabang, dan kail. Penggulung terbuat dari kayu atau bambu.
Bentuknya berupa tabung dengan diameter 10 cm dan panjang 12 cm.Tali pancing dibuat
dari polyamide (PA) monofilament nylon No. 500 atau 600 sepanjang ± 40 m. Kili-kili
terbuat dari kuningan agar tidak cepat berkarat. Sebagai ranggung digunakan tanduk
kerbau atau plastik dengan panjang setiap tanduk sekitar 20 cm. Celah ranggung
membentuk sudut 90o. Pada celah tersebut diberi pemberat seberat 100 g yang berlubang
pada bagian tengahnya. Pemberat tersebut berbentuk tabung dengan diameter 2 cm dan
tinggi 4 cm. Lubang pemberat juga berbentuk tabung dengan diameter 1,75 cm. Lubang
pada pemberat berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan umpan. Pada setiap ujung
tanduk ranggung diberi tali cabang PA monofilament nylon No. 60 atau 70 sepanjang 2,5
m. Pada setiap ujung tali cabang diikatkan kail tanpa kait No. 18, 19 atau 20. Setiap
pancing ranggung menggunakan 2 atau 4 mata pancing. Pada Gambar 1 diilustrasikan
konstruksi pancing ranggung yang menggunakan 2 dan 4 kail.
Pada penggunaan 4 kail, 2 kail menggunakan tali cabang dengan panjang yang
berbeda. Pemasangannya juga dibuat renggang agar 2 kail yang dipasang pada satu ujung
ranggung tidak saling terbelit. Tujuan penggunaan 4 kail ini adalah agar peluang
tertangkapnya ikan lebih besar, sehingga jumlah tangkapan menjadi lebih banyak.

1
Penggulung

Tali pancing

Kili-kili

Ranggung

Pemberat

Tali cabang

Kail

Gambar 1. Konstruksi pancing ranggung dengan 2 dan 4 kail (Oskandar, 1992).

1.2. Operasi Penangkapan Pancing Ranggung


Penangkapan ikan menggunakan pancing ranggung menggunakan umpan. Jenis
umpannya hanya satu, yaitu udang rebon (Mysis sp.). Umpan ini dipasang pada kail dan
lainnya dimasukkan kedalam lubang pemberat.

2
Cara pengoperasian pancing ranggung adalah dengan menenggelamkan ranggung
kedalam perairan. Ketika kail sudah mencapai dasar perairan, tali utama disentak. Ini
dimaksudkan agar udang rebon yang berada didalam pemberat berlubang bertebaran.
Selanjutnya, tali utama ditarik ke atas setinggi panjang tali cabang. Akibatnya, sebaran
udang rebon yang keluar dari tabung akan bertambah luas dan menutupi umpan yang
terpasang pada kail. Ikan-ikan yang sibuk memakan udang yang bertebaran tidak dapat
membedakannya dengan udang yang terpasang pada kail (Gambar 2).
Waktu pemancingan dilakukan pada hari terang. Pada pagi hari antara jam 06.00 –
11.00 dan sore hari (15.00-18.00). Pengoperasian pancing ranggung tidak mengenal
musim, karena dapat dioperasikan kapan saja dan dimana saja.

1.3. Ujicoba Penangkapan Pancing Ranggung


Jenis-jenis ikan hasil tangkapan pancing ranggung sangat beragam. Oskandar (1992)
melakukan ujicoba penangkapan dengan pancing ranggung di perairan Tanjung Pasir,
Tangerang. Penangkapan di perairan karang mendapatkan ikan karang konsumsi, seperti
ekor kuning (Caesio erythrogaster C.V), kurisi (Nemipterus nomathoporus), kakap merah
(Lutjanus argentomaculatus, Forsk), beronang (Siganus sp.), kuwe (Alectis indica),
kuniran (Epeneus sulphurensis), dan pisang-pisang (Caesio chrysozonus). Ikan hias jenis
giru (Amphiprion sp.) ternyata juga tertangkap. Adapun operasi penangkapan di sekitar
rumpon menghasilkan ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), selar
(Caranx sp.), dan kacang-kacang (Hemirhampus commersoni).

3
Sebaran udang

Gambar 2. Sebaran udang di sekitar kail.

4
2. PANCING ULUR
Penamaan pancing ulur kemungkinan besar disebabkan oleh metode pengoperasian
pancing dengan cara diulur. Urutannya, pemberat ditenggelamkan ke air. Selanjutnya, tali
pancing berikut kail ditenggelamkan satu persatu dengan cara mengulurkan tali pancing
yang berada dalam gulungan.
Pancing ulur memiliki banyak kelebihan, diantaranya:
1. Murah;
2. Mudah pembuatan dan perawatannya;
3. Dapat dioperasikan pada berbagai kedalaman perairan;
4. Dapat dioperasikan pada berbagai jenis perairan;
5. Dapat dioperasikan dari berbagai jenis perahu atau kapal;
6. Dapat dioperasikan pada segala musim;
7. Cara pengoperasiannya mudah;
8. Kail dapat dioperasikan dalam jumlah yang banyak;
9. Jenis ikan tangkapan beragam. dan
10. Dapat digunakan sebagai alat tangkap sampingan, sementara nelayan sedang
melakukan penangkapan dengan alat tangkap lain, seperti jaring insang atau
bagan.
Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh pancing ulur menyebabkan banyak nelayan
menggunakannya. Tak heran jika pancing ulur banyak ditemukan pada setiap
perkampungan nelayan.

2.1. Konstruksi Pancing Ulur


Konstruksi pancing ulur tergolong sangat sederhana, karena bagian utamanya hanya
berupa tali pancing dan kail. Secara keseluruhan, bagian-bagiannya terdiri atas
penggulung, tali utama yang terbuat dari polyamide (PA) monofilament nylon No. 80,
sebuah kili-kili, tali cabang yang terbuat dari polyamide (PA) monofilament nylon No.
70, kail No. 18 dan pemberat timah seberat 400 g (Gambar 3). Jumlah pancing yang
digunakan untuk setiap tali cabang tidak terbatas. Panjang tali pancing secara keseluruhan

5
sangat ditentukan oleh kedalaman perairan tempat pancing ulur dioperasikan. Biasanya
berkisar antara 9-25 m.

Penggulung

Tali utama
Monofilament
nylon PA No. 80

Kili-kili

Tali cabang
Monofilament
nylon PA No. 70

Kail No. 18

Pemberat besi 400 g

Gambar 3. Desain dan konstruksi pancing ulur (Saputra, 2002).

6
2.2. Operasi Penangkapan Pancing Ulur
Cara operasi penangkapan dibedakan atas 2 macam, yaitu dengan menggunakan
umpan dan tanpa umpan. Operasi penangkapan dengan menggunakan umpan dilakukan
dengan cara menenggelamkan pancing hingga pemberatnya menyentuh permukaan dasar
perairan. Selanjutnya pancing didiamkan hingga ada ikan yang terkait mata pancing.
Sebagai umpan digunakan udang, ikan kecil utuh atau potongan ikan, dan cumi-cumi.
Adapun pengoperasian pancing tanpa umpan dikerjakan dengan cara menenggelamkan
pancing. Ketika pemberatnya sudah menyentuh dasar perairan, pancing diangkat sedikit
ke atas. Kemudian pancing digerak-gerakkan sehingga kail bergerak-gerak menyerupai
ikan kecil yang sedang berenang. Untuk lebih meningkatkan efektivitas penangkapan,
maka kail yang digunakan harus berkilap atau berkilau.
Waktu operasi penangkapan pancing ulur yang menggunakan umpan dapat dilakukan
baik pada siang maupun malam hari. Sementara pancing ulur tanpa umpan harus
dilakukan pada saat hari terang.

2.3. Hasil Tangkapan Pancing Ulur


Saputra (2002) menyebutkan hasil tangkapan pancing ulur dengan menggunakan
umpan didominasi oleh ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Jenis-jenis
ikan tangkapan lainnya adalah ikan layang (Decapterus sp.), kurisi (Nemipterus
nematophorus), kuniran (Upeneus sulphureus), cendro (Tylosurus erocodilus), kuwe
(Caranx sexfaciatus), slongsong (Scomber sp.), barracuda (Sphyraena genie), tenggiri
(Scomberomorus sp.), talang (Chorinemus tala), selar kuning (Selaroides leptolepis),
daun bambu (Chorinemus tol), dan tembang (Sardinela fimbriata). Adapun hasil
tangkapan pancing ulur tanpa umpan, menurut Kayadoe (1983), terdiri atas gorara
(Lutjanus spp.), kwee macan (Gnathanodon speciosus), mata besar (Priacanthus tayenus),
tenggiri (Scomberomorus commerson), lasi (chorinemus sanctipetri), biji nangka
(Upeneus vittatus), alu-alu (Sphyraena picuda), peperek (Leiognathus spp.), selar kuning
(Selaroides leptolepis), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kacang-kacang
(Hemirhamphus unifasciatus), dan kepala busuk (Saurida gracilis).

7
3. PANCING TONDA
Pancing tonda atau troll line merupakan alat tangkap tradisional yang dioperasikan
untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis, seperti tuna, cakalang dan tongkol.
Penamaannya berbeda-beda untuk setiap daerah. Nama yang umum digunakan adalah
pancing tarik, pancing irit (P Jawa), pancing mili-mili (Lampung), pancing pemalesan
(Bali), dan kakahu (Ambon).
Konstruksi utama pancing tonda terdiri atas tali panjang, pemberat dan umpan.
Sebagai umpan digunakan umpan buatan berupa plastik atau bulu ayam. Umpan alami
jarang digunakan, karena mudah rusak ketika pancing tonda dioperasikan.
Pengoperasian tonda dilakukan dengan cara menariknya secara horizontal dengan
posisi umpan tetap berada dekat dengan permukaan air. Ikan pelagis yang melihat umpan
yang bergerak akan mengejar, karena mengira umpan buatan tersebut adalah ikan
makanannya yang sedang berenang.
Pancing tonda memiliki banyak kelebihan, diantaranya adalah metode
pengoperasiannya yang sederhana dan mudah, modal lebih sedikit – salah satunya tidak
perlu biaya untuk membeli umpan, karena memakai umpan buatan yang tahan lama --,
cara operasi penangkapan aktif sehingga dapat mencapai daerah penangkapan yang luas,
dan hasil tangkapan dalam keadaan segar. Kelemahannya, jumlah tangkapan sedikit dan
jenis ikan tangkapan tidak beragam. Selain itu, keberhasilan operasi penangkapan sangat
ditentukan oleh keahlian pemancing dalam memprediksi daerah penangkapan dan
menentukan kecepatan atau arah penarikan perahu.

3.1. Konstruksi Pancing Tonda


Satu unit alat pancing tonda biasanya terdiri atas 4 tali utama yang disusun di atas
perahu dengan posisi umpan berada di belakang perahu. Dua pancing langsung diikatkan
pada bagian belakang perahu, sedangkan dua lainnya dilewatkan melalui cincin pada
ujung joran yang selanjutnya terhubung ke penggulung (Gambar 4). Pancing yang
terhubung dengan penggulung dapat diatur panjangnya.
Bagian-bagian pancing tonda terdiri atas tali pangkal, pemberat timah, tali utama, dan
kail berikut umpan buatan. Tali pancing terbuat dari polyamide (PA) monofilament nylon

8
No. 60 (Gambar 5). Panjang tali pancing – dihitung dari ujung joran hingga ujung pancing
– sekitar 100 m. Diameter tali pangkal lebih besar dari tali utama Pembedaan diameter
tali disesuaikan dengan beban yang diterima setiap bagian tali ketika pancing tonda
dioperasikan.
Pemberat timah diposisikan terletak antara tali pangkal dan tali utama. Beratnya
sekitar 20 g/buah. Fungsi pemberat adalah 1. untuk menenggelamkan tali utama, tali
cabang dan umpan; dan 2. untuk menjaga agar ke-3 bagian tersebut tetap berada di bawah
permukaan air ketika dilakukan operasi penangkapan. Pemberat berbentuk kerucut untuk
mengurangi tahanan yang diakibatkan oleh arus dan penarikan.

Palka

Kamar
mesin
Wadah ikan
sementara

Gambar 4. Posisi pancing tonda di atas perahu.

9
Kail terbungkus plastik atau bulu ayam. Bahan kail terbuat dari baja dengan nomor
kail 5. Posisinya dapat berada didalam plastik dan bulu ayam secara keseluruhan atau
sedikit menonjol keluar. Ikan yang memakan umpan buatan tidak menyadari keberadaan
kail. Besarnya kumpulan plastik atau bulu ayam disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut
ikan yang menjadi target penangkapan.

Joran

Tali pangkal Pemberat

Penggulung

Tali utama
Kail

Umpan buatan

Gambar 5. Konstruksi 1 tali pancing tonda.

10
Bentuk lain pancing tonda adalah pancing mili-mili yang dioperasikan oleh nelayan
Lampung. Jenis pancing ini merupakan hasil modifikasi pancing tonda. Semua bagiannya
relatif sama. Perbedaannya hanya pada jumlah umpan buatan yang digunakan ketika alat
dioperasikan. Pada satu utas tali pancing terdapat 24 mata pancing yang dilengkapi dengan
umpan buatan.
Bagian-bagian pancing mili-mili terdiri atas tali pangkal, pemberat timah, tali utama,
tali cabang, dan kail berikut umpan buatan. Diameter tali tangkal lebih besar dari tali
utama dan tali cabang. Demikian juga dengan diameter tali utama yang lebih besar dari
tali cabang. Konstruksi pancing mili-mili dan posisinya ketika dilakukan penarikan
ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7.

Joran

Tali pangkal
Pemberat

Penggulung
Tali cabang
Tali utama

Kail

Umpan buatan

Gambar 6. Konstruksi 1 tali pancing mili-mili.

11
Palka

Kamar
mesin
Wadah ikan
sementara

Gambar 7. Posisi pancing mili-mili ketika dilakukan penarikan.

12
3.2. Operasi Penangkapan Pancing Tonda
Pancing tonda dioperasikan pada hari terang, yaitu mulai pagi hingga sore hari. Ini
disesuaikan dengan keberadaan ikan pelagis yang aktif mencari makan pada siang hari.
Selain itu, pantulan cahaya matahari yang mengenai umpan buatan akan lebih mudah
terlihat oleh ikan.
Operasi penangkapan pancing tonda diawali dengan mencari daerah penangkapan
ikan. Selanjutnya menentukan lokasi keberadaan gerombolan ikan. Ciri adanya
gerombolan ikan adalah adanya riak-riak air, adanya burung camar yang terbang
berkerumun di atas permukaan air dan terkadang terbang menukik, warna permukaan air
agak gelap, dan terkadang dicirikan dengan adanya gerombolan lumba-lumba.
Jika daerah operasi penangkapan ikan telah didapat, pancing tonda diturunkan ke laut
secara perlahan. Posisi perahu berada di depan atau di samping gerombolan ikan.
Selanjutnya kecepatan perahu sedikit demi sedikit ditingkatkan.
Aktifitas penarikan dihentikan ketika pancing menangkap ikan. Ini ditandai dengan
adanya tegangan pada tali pancing. Selanjutnya tali pancing ditarik ke atas perahu. Jika
ikan melakukan perlawanan, maka tali pancing dikendurkan kembali. Penarikan tali
pancing dihentikan jika gerakan atau tarikan ikan sudah mulai melemah yang ditandai
dengan tegangan tali pancing yang semakin mengendur.

3.3. Koreksi Pancing Tonda


Perbaikan terhadap pancing tonda umumnya hanya difokuskan pada umpan buatan.
Bagian ini memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan penangkapan ikan
dengan pancing tonda. Aspek yang diteliti baru sebatas warna umpan, bahan pembuat
pancing buatan dan ukuran mata pancing.
Danny (1988) menentukan warna umpan buatan yang sesuai digunakan pada pancing
mili-mili. Warna umpan yang diuji adalah putih, putih-biru, kuning, dan merah. Hasil
operasi penangkapan yang dilakukan dalam 4 trip penangkapan dituliskan pada Tabel 1.
Dari hasil pengujiannya, warna umpan yang terbaik digunakan untuk pancing mili-mili
adalah putih. Selanjutnya diikuti oleh warna putih-biru, merah, dan terakhir kuning.

13
Tabel 1. Hasil tangkapan pancing mili-mili berdasarkan warna umpan
buatan.
Putih Putih - biru Kuning Merah
No. Jenis ikan
Ekor Kg Ekor Kg Ekor Kg Ekor Kg
1. Tongkol 729 261,0 633 226,0 415 149,6 466 166,8
(Euthynnus spp.)
2. Tenggiri 163 125,3 124 95,3 99 76,0 115 88,3
(Scomberomorus
commersoni)
3. Salem (Elagatis 51 39,6 31 23,9 17 13,2 24 18,6
bipinnulatus)
4. Bekre (Megalaspis 60 17,7 58 17,2 31 9,1 41 12,1
cordyla)
1.003 443,6 846 362,9 562 247,9 646 285,8

Endratno (2002) mencoba mengganti umpan buatan pancing tonda nelayan


Palabuhanratu yang terbuat dari bulu ayam dengan benang perak. Pertimbangannya, bulu
ayam yang dapat digunakan sebagai bahan pembentuk umpan buatan sudah mulai sukar
dicari. Adapun umpan buatan berupa benang perak sangat mudah didapat dan
ketahanannya relatif lebih baik dari bulu ayam.
Uji coba dilakukan dengan mengoperasikan 2 pancing, masing-masing menggunakan
umpan buatan bulu ayam dan benang perak, Dari 75 kali operasi penangkapan, umpan
buatan yang terbuat dari bulu ayam ternyata masih lebih baik dibandingkan dengan
benang perak untuk menangkap ikan tangkapan utama madidihang. Umpan buatan yang
terbuat dari benang perang hanya baik untuk menangkap ikan tenggiri. Tabel 2
menjelaskan hasil tangkapan pancing tonda menggunakan umpan tiruan bulu ayam dan
benang perak.

Tabel 2. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap jenis umpan buatan.

Bulu ayam Benang perak


No Jenis ikan
Ekor Kg Ekor Kg
1. Madidihang (Thunnus albacares) 111 15 15,2 1
2. Cakalang (Katsuwonus pelamis) 8,7 3 - -
3. Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 5,2 1 24,1 6
4. Lemadang (Coryphaena hippurus) 6,7 4 - -
5. Alu-alu (Sphyraena sp.) - - 2,1 1
131,6 23 41,1 8

14
Nugroho (2002) mencoba menentukan ukuran mata pancing tonda yang paling baik
digunakan. Nomor mata pancing yang diujicoba adalah 4, 5 dan 6. Penelitian dilakukan
di perairan Palabuhanratu menggunakan 3 perahu. Masing-masing perahu
mengoperasikan 3 mata pancing dengan ukuran yang sama. Dari 75 kali operasi
penangkapan didapatkan hasil tangkapan sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap nomor mata pancing.

Nomor 4 Nomor 5 Nomor 6


No Jenis ikan
Ekor Kg Ekor Kg Ekor Kg
1. Madidihang 3 23,7 13 77,1 2 5,8
(Thunnus albacares)
2. Tenggiri 3 14,4 4 21,2 1 4,8
(Scomberomorus commersoni)
3. Lemadang 2 4,2 1 2,7 - -
(Coryphaena hippurus)
4. Alu-alu - - - - 1 2,7
(Sphyraena sp.)
8 42,3 18 101,0 4 13,3

Berdasarkan tabel tersebut, nomor mata pancing 5 adalah yang terbaik digunakan untuk
pancing tonda. Berikutnya adalah nomor 4 dan terakhir nomor 6.
Bentuk umpan buatan yang banyak diuji kebanyakan tidak berbentuk umpan yang
sesungguhnya. Pada kecepatan penarikan rendah, ada kemungkinan bentuk umpan tiruan
-- yang sebenarnya tidak menyerupai ikan kecil -- akan terdeteksi oleh ikan-ikan yang
menjadi target tangkapan pancing tonda. Akibatnya, penarikan pancing tonda dengan
kecepatan yang rendah tidak akan menghasilkan ikan tangkapan.
Ada baiknya penggunaan umpan tiruan berbentuk ikan yang sesungguhnya
diujicobakan. Bahan pembentuk tubuhnya dapat terbuat dari kayu, karet, plastik atau karet
sintetis. Badan ikan tiruan diwarnai agar serupa dengan jenis-jenis ikan yang menjadi
makanan ikan-ikan besar yang menjadi target tangkapan pancing tonda. Agar ikan umpan
tiruan dapat bergerak menyerupai aslinya, maka pada bagian bawah mulutnya diletakkan
lempengan plastik. Kelenturan gerakan badan ikan juga dapat disempurnakan dengan
membagi ikan tiruan dalam 2 bagian. Selanjutnya, keduanya dihubungkan dengan engsel
kecil. Penggunaan umpan ikan tiruan seperti ini tidak memerlukan kecepatan penarikan

15
pancing yang tinggi. Gambar 8 mengilustrasikan umpan ikan tiruan yang berbentuk sama
dengan aslinya.
Penggunaan kail tunggal sebaiknya juga ditinggalkan. Sebagai gantinya digunakan
pancing berbentuk payung yang tersusun atas banyak kail. Penempatannya di bagian
bawah dan belakang badan ikan. Ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang ikan
tertangkap. Jika sebelumnya ikan umumnya tertangkap karena terkait pada mulutnya,
tetapi penggunaan jenis kail ini menyebabkan ikan akan tersangkut kail ketika berada
dekat dengan ikan umpan tiruan. Posisi ikan tertangkap adalah ketika ikan berada di
bawah dan belakang umpan ikan tiruan.

Ikan umpan tanpa engsel

Kail
Lempeng plastik

Ikan umpan dengan engsel

Tali utama
Engsel

Gambar 8. Bentuk umpan ikan tiruan yang sama dengan aslinya.

16
4. HUHATE
Huhate atau pole and line sangat populer digunakan untuk menangkap ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis). Jenis alat ini banyak digunakan pada daerah-daerah yang
penyebaran ikan cakalangnya besar di Indonesia bagian timur, seperti perairan Banda,
Flores, Halmahera, Maluku, Sulawesi, perairan Samudera Pasifik, utara Irian Jaya, dan
Selat Makassar (Uktolseja, 1989).
Kelebihan utama hasil tangkapan huhate adalah kondisi ikan masih dalam keadaan
segar, karena ikan langsung diangkat dari laut ke kapal. Penanganan yang baik di atas
kapal menjadikan ikan hasil tangkapan berada dalam kondisi yang lebih baik. Tak heran
jika harga jual ikan cakalang hasil tangkapan huhate relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil tangkapan jenis-jenis alat tangkap lainnya.

4.1. Konstruksi Huhate


Bagian utama pancing huhate terdiri atas joran yang terbuat dari bambu, tali pancing
dan kail berikut umpan buatan. Joran terbuat dari batang bambu dengan panjang 2,5 – 4
m. Tali pancing terdiri atas 3 bagian, yaitu tali kepala, tali utama dan tali pengikat kail.
Tali kepala terdapat pada ujung joran, berukuran panjang 10-15 cm, berdiameter 0,25-0,5
cm dan terbuat dari polyethylene (PE) monofilament nylon. Tali utama terbuat dari PE
monofilament nylon dengan diameter 0,25 cm dan panjang antara 1,5-2,2 m. Adapun tali
pengikat kail berupa tali polyamide (PA) monofilament nylon No. 500 dengan panjang
15-30 cm (Permadi, 2004).
Kail yang digunakan bernomor 5. Bahan kail adalah baja tahan karat dengan bagian
pangkalnya dilapisi timah. Penggunaan timah dimaksudkan untuk menghasilkan kilap,
sehingga menyerupai kepala ikan kecil. Kail tidak memiliki kait balik. Untuk membentuk
umpan tiruan, pada pangkal kail ditambahkan bulu ayam dan bagian luarnya dilapisi
dengan plastik tali rafia. Warna tali rafia adalah merah muda, sedangkan bulu ayam
berwarna kecoklatan (Ilyas, 2003). Syafrie (2008) menginformasikan bahwa warna
umpan tiruan disesuaikan dengan ikan yang menjadi makanan cakalang, yaitu merah (ikan
rambe – Dipterygonotus balteatus), perak (ikan teri – Stelophorus spp.), dan hijau (ikan

17
sardine – Sardinella longiceps). Pada Gambar 9 ditunjukkan bentuk kail dan umpan
tiruan. Adapun Gambar 10 mengilustrasikan susunan pancing huhate.

2,5 cm
Plastik

Bulu ayam
2,0 cm

2,0 cm

Gambar 9. Kail dan umpan tiruan.

Tali pancing
Joran bambu

Kail dan umpan tiruan

Gambar 10. Susunan pancing huhate.

18
4.2. Umpan Hidup Huhate
Ada 2 jenis ikan yang manjadi umpan hidup pada penangkapan ikan dengan huhate,
yaitu ikan teri (Stelophorus sp.) dan rambe (Dypterygonotus balteatus). Jenis-jenis lainnya
adalah ikan kembung (Rastrelliger sp.), selar (Selaroides sp.) dan sardine (Sardinella sp.).
Ikan teri dan rambe merupakan makanan ikan cakalang. Ikan teri umumnya hidup di
perairan pantai yang membentuk gerombolan besar. Makanannya adalah plankton.
Panjang tubuhnya antara 6-9 cm. Pada bagian ke-2 sisi tubuhnya – berbentuk memanjang
– terdapat selempang putih keperakan yang memanjang dari kepala sampai ekor. Adapun
ikan rambe pada stadia dewasa merupakan ikan pelagis yang banyak terdapat di perairan
dekat dengan pantai. Makanannya adalah zooplankton. Tubuh ikan rambe memanjang dan
gepeng. Bagian atasnya berwarna merah tua kecoklatan dan bagian bawah putih
keperakan. Panjang totalnya dapat mencapai 14 cm (Rosana, 1994).
Agar suatu jenis ikan dapat digunakan sebagai umpan buatan, maka ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Tahan lama atau tidak cepat mati;
2. Warna tubuhnya mengkilat, sehingga mudah terlihat oleh ikan cakalang;
3. Ukuran tubuhnya sesuai dengan ukuran mulut ikan cakalang;
4. Merupakan makanan kesukaan ikan cakalang;
5. Bisa diperoleh dalam jumlah banyak;
6. Memiliki tingkah laku renang kembali ke kapal setelah ditebar ke laut; dan
7. Harganya murah.
Jenis ikan teri, rambe, kembung, selar dan sardine ternyata sudah memenuhi ke-7
persyaratan tersebut, sehingga banyak digunakan sebagai umpan hidup pada perikanan
huhate.

4.3. Ikan Target Tangkapan Huhate


Jenis ikan yang menjadi target tangkapan utama adalah ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis). Aktifitas ikan cakalang banyak dilakukan pada siang hari. Oleh karenanya alat
indera yang sangat diandalkan adalah penglihatannya (Gunarso, 1984). Dengan demikian,

19
penggunaan umpan tiruan pada perikanan huhate harus disesuaikan dengan warna tubuh
ikan-ikan kecil yang menjadi makanannya.

Menurut FAO (1983), ikan cakalang bersifat epipelagis, oseanik dan peruaya jauh.
Suhu air laut yang disukai berkisar antara 14,7-30oC. Kondisi lautan yang disukai,
menurut Permadi (2004), dimana terdapat pertemuan antara arus panas dan dingin.
Adapun alasan utama ikan cakalang melakukan migrasi, menurut Laevastu dan Hayes
(1981), adalah:

1. Mencari perairan yang memiliki banyak makanan;

2. Mencari tempat memijah;

3. Adanya perubahan beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, dan arus.

4.4. Operasi Penangkapan Huhate


Tahapan operasi penangkapan ikan cakalang dengan huhate diawali dengan mencari
umpan hidup ke bagan-bagan. Dilanjutkan dengan mencari gerombolan ikan yang
berenang atau menuju rumpon yang sudah banyak didatangi oleh ikan cakalang.
Pemancingan dimulai dengan melemparkan umpan hidup ke laut. Maksudnya agar
gerombolan ikan cakalang mendekat ke arah kapal. Jika gerombolan ikan cakalang sudah
mendekat ke kapal, penyemprotan air dari atas kapal segera dilakukan. Pada saat
bersamaan dilakukan pemancingan. Umpan tiruan digerak-gerakkan di dalam air agar
menyerupai ikan hidup dengan cara menaikturunkan joran. Akibat penyemprotan, ikan
cakalang tidak dapat membedakan antara umpan tiruan dan umpan hidup yang ditebar.
Ikan cakalang yang terkait kail segera diangkat dan dilempar ke geladak kapal. Kail
yang tanpa kait menyebabkan ikan dapat langsung terlepas ketika dilempar. Proses ini
berlangsung sangat cepat, karena gerombolan ikan cakalalang akan cepat bubar.
Jumlah nelayan dalam satu kapal huhate berjumlah antara 22-26 orang. Masing-
masing pekerjaannya adalah 1 orang kapten, 1 orang ahli mesin, 1 orang koki, 1-2 orang
pelempar umpan, dan sisanya mengoperasikan pancing huhate (Ayodhyoa, 1981). Pada
Gambar 11 diilustrasikan posisi pemancing huhate di atas kapal.
Kapal khusus yang digunakan untuk mengoperasikan huhate disebut kapal cakalang.
Ukurannya 20 GT dan digerakkan oleh mesin berkekuatan 40-60 HP. Menurut Subani dan

20
Barus (1989), kapal cakalang memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan jenis-
jenis kapal lainnya. Kekhususannya adalah pada bagian depan kapal terdapat pelataran --
yang digunakan oleh nelayan untuk memancing – dan bak-bak penyimpanan umpan
hidup. Keistimewaan lainnya adalah pada sekeliling sisi pelataran terdapat pompa
penyemprot air berkekuatan 5 PK.
Waktu penangkapan dilakukan pada pagi dan sore hari, Menurut Zainuddin (2002),
ikan cakalang aktif makan pada pagi hari dan kurang aktif pada siang hari. Aktifitas makan
akan kembali lagi pada sore hari. Pada malam hari, ikan cakalang tidak makan sama
sekali.
Keberhasilan penangkapan ikan cakalang menggunakan huhate terutama sangat
ditentukan oleh 2 faktor. Pertama adalah ketrampilan pemancing. Setiap pemancing harus
dapat mempekirakan kapan pancing diangkat dan bagaimana agar ikan yang tertangkap
tidak terlempar kembali ke laut. Jika ikan yang telah terluka oleh kail jatuh ke laut, maka
bau anyir darah ikan cakalang akan mengundang ikan hiu datang. Akibatnya, gerombolan
ikan cakalang akan segera lenyap. Kedua adalah keahlian pelempar umpan hidup. Ini
mengingat kecepatan migrasi ikan cakalang sangat tinggi. Gerombolan ikan cakalang
berada dekat dengan kapal hanya dalam waktu sekitar 30 menit (Cleaver & Shimada,
1950). Pelempar harus dapat memperkirakan waktu melempar dan lokasi pelemparan
umpan agar ikan dapat berada di sekitar kail.

Penyemprot
Ruang kemudi
Palka Pemancing

Gudang
Bak umpan

Gambar 11. Posisi pemancing di atas kapal.

21
4.5. Koreksi Huhate
Fokus koreksi huhate umumnya dilakukan pada umpan buatan. Gunarso (1984)
menyebutkan bahwa semakin kabur bentuk suatu benda bagi mata ikan menyebabkan
kemampuan mata ikan untuk menangkap kekontrasan benda terhadap latar belakangnya
semakin berkurang. Benda berwarna hijau dan biru sulit terlihat, karena warna perairan
menyamarkan warnanya. Alatas (2004) menambahkan bahwa umpan tiruan berwarna
terang – seperti merah, oranye dan jingga -- lebih baik digunakan di perairan keruh.
Adapun umpan berwarna perak, hitam, biru dan hijau sebaiknya dipakai pada perairan
yang jernih. Syafrie (2008) menguji warna umpan merah, hijau dan perak untuk
menangkap ikan tongkol menggunakan huhate Hasilnya, warna perak lebih produktif
dibandingkan dengan ke-2 warna umpan lainnya. Selanjutnya diikuti oleh merah dan
hijau.
Penelitian yang membahas masalah umpan hidup dilakukan oleh Rosana (1994).
Menurutnya, umpan hidup jenis teri memberikan hasil tangkapan ikan cakalang yang lebih
banyak. Dari 20 kali operari penangkapan, jumlah tangkapan per 1 kg umpan teri
didapatkan ikan cakalang 131 ekor seberat 330 kg, sedangkan jumlah per 1 kg umpan ikan
rambe didapatkan 94 ikan cakalang (211 kg).
Keterampilan pemancing merupakan salahsatu faktor kunci keberhasilan
penangkapan dengan huhate. Susunan posisi pemancing di pelataran kapal sudah tertentu.
Pemancing yang berada paling depan adalah pemancing paling terampil dibandingkan
dengan pemancing di posisi kiri dan kanan pelataran. Menurut Tampubolon (1980),
keterampilan pemancing dinilai dari kecepatan mengangkat dan menjatuhkan ikan.
Teknik pemancingan yang tinggi adalah jika ikan berikutnya sudah terangkat sebelum
ikan yang tetangkap sebelumnya jatuh ke atas geladak kapal. Hutubessy (1986) mencoba
membuktikannya dengan mengukur kecepatan memancing dari 5 pemancing yang
diposisikan di sisi depan pelataran dan 5 pemancing di salahsatu sisi samping pelataran.
Hasilnya ternyata kecepatan rata-rata memancing dari pemancing yang berada pada sisi
samping pelataran lebih tinggi dibandingkan dengan pemancing pada posisi depan,
masing-masing kecepatannya adalah 1,31 ekor/menit dan 2,50 ekor/menit.

22
5. PANCING CUMI-CUMI
Penangkapan cumi-cumi dengan pancing masih belum popular di Indonesia. Cumi-
cumi masih merupakan hasil tangkapan sampingan beberapa jenis alat tangkap, seperti
bagan dan jaring arad.
Pancing cumi-cumi merupakan salahsatu alat alternative yang dapat dikembangkan
untuk menangkap cumi-cumi. Jenis alat ini sangat sederhana, karena bagian utamanya
hanya terdiri atas tali pancing, pancing -- yang tersusun atas kail dan umpan tiruan -- dan
pemberat. Tali pancing, pemberat dan kail sangat mudah didapatkan, sedangkan umpan
tiruan mudah dibuat. Cara pengoperasiannya juga sangat mudah, yaitu dapat ditarik secara
vertikal dan horizontal (trolling) dari perahu.

5.1. Konstruksi Pancing Cumi-cumi


1. Pancing cumi-cumi tradisional
Pancing cumi-cumi tradisional terdiri atas bagian pancing, tali pancing polyamide
(PA) multifilament nylon No.30, 40, 50, 150 dan 200, kili-kili kecil, dan penggulung tali
pancing. Pancing terdiri atas umpan tiruan berbentuk udang dan mata pancing. Umpan
tiruan terbuat dari bahan fiberglass atau kayu, Bagian punggungnya diberi warna merah,
kuning, hijau, coklat, atau oranye. Adapun bagian perutnya berwarna putih. Mata pancing
atau kail yang digunakan bernomor 3,5 dan 4,0. Beberapa tangkai kail digabung menjadi
satu sehingga berbentuk seperti bunga.
Sekeping timah dilekatkan pada bagian bawah umpan udang, tepat di bawah mata.
Fungsi utamanyanya untuk memberi gaya berat. Fungsi lainnya adalah menjadikan
gerakan umpan menyerupai gerakan renang udang yang sebenarnya ketika tali pancing
ditarik.
Untuk memiripkan umpan udang dengan udang yang sebenarnya, maka umpan udang
diberi mata berwarna. Lainnya, pada sisi kiri dan kanan umpan tiruan dilekatkan bulu
ayam berwarna putih (Gambar 12). Beberapa bentuk pancing cumi-cumi lainnya
diilustrasikan pada Gambar 13, 14 dan 15.

23
Penggulung 2 cm

Timah

Monofilament polyamide
(PA) No. 30, 40, 50, 150,
dan 200. Panjang 10-15 m

Bulu ayam 10 cm

Kili-kili

2 cm

Gambar 12. Pancing cumi-cumi tradisional berbentuk udang.

24
Batang bambu

Tali pancing

Daging
cumi-cumi

Gagang

Kait Kail

Gambar 13. Pancing tangan cumi-cumi “hanego” (Ben Yami, 1976).

25
Tali pancing

Timah
30 cm

30 cm

7,5 cm 5,5 cm

18,0 cm

8,0 cm

150 cm 1,0 cm
18,0 cm

1,0 cm
9,0 cm

18,0 cm

10,0 cm

18,0 cm

120,0 cm

Gambar 14. Pancing tangan cumi-cumi “tombo” (Hamabe, 1982).

26
1

2 20 cm

60-100 cm

3
4
80-120 cm
5
50-120 cm

1. Penggulung. 2. Tali jigging. 3. Kili-kili.


4. Pemberat. 3. Tali pancing. 4. Umpan.

Gambar 15. Pancing tangan cumi-cumi (Boongerd & Chitrapong, 1990).

2. Pancing cumi-cumi mekanik


Susunan 1 unit alat pancing cumi-cumi mekanik terdiri atas 10 pancing, tali pancing
polyamide (PA) multifilament nylon No. 400 sepanjang 30 m, timah 50 g, dan 2 kili-kili.
Alat mekanik tambahan adalah roda penggulung berbentuk segi 8 dan roda plastik yang
difungsikan sebagai pengarah naik-turunnya pancing. Pada bagian bawah -- antara roda
plastik dan penggulung -- diletakkan wadah yang terbuat dari kawat sebagai tempat
jatuhnya cumi-cumi yang tertangkap (Gambar 16). Alat bantu yang digunakan hanya
sebuah lampu petromaks.

27
Kili-kili

60 cm

30 cm

60 cm

Kili-kili

Timah

Gambar 16. Pancing cumi-cumi mekanik.

28
3. Pancing cumi-cumi otomatis
Satu unit pancing cumi-cumi otomatis tersusun atas satu mesin penggulung yang
dilengkapi dengan 2 roda penggulung dan 2 roda plastik pengarah. Susunan mesinnya
ditunjukkan pada Gambar 17. Adapun susunannya di atas kapal diilustrasikan pada
Gambar 18.

Mesin penggulung

Roda penggulung
Roda plastik

Tali pancing
Wadah

Tampak samping

1,48 m 0,78 m 0,47 m

Tampak atas

Gambar 17. Pancing cumi-cumi otomatis bertenaga listrik.

29
Mesin penggulung

Meja luncur

Meja
Geladak

Dinding kapal

Gambar 18. Susunan pancing cumi-cumi otomatis di atas kapal.


Secara garis besar, bagian utama pancing cumi-cumi otomatis terdiri atas komponen
mekanik, listrik, elektronik, pelengkap, dan pancing. Komponen mekanik meliputi
komponen-komponen yang bekerja atas prinsip mekanik, yaitu poros pemutar dan roda
gigi. Komponen listrik berupa komponen-komponen yang bekerja berdasarkan atas
perubahan tenaga listrik menjadi tenaga mekanik. Komponen elektronik adalah
komponen-komponen yang berhubungan dengan pengaturan kerja mesin. Komponen
pelengkap terdiri atas mesin penggulung, roda plastik pengarah, wadah, dan lampu.
Adapun pancing terdiri atas tali pancing, kili-kili, umpan tiruan, dan pemberat (Gambar
19). Tali pancing terbuat dari bahan polyamide (PA) monofilament nylon berdiameter
1,0-2,0 mm. Pemberat terbuat dari besi seberat 1,5 kg. Dalam satu rangkaian tali pancing
dipasang 5 – 15 umpan tiruan dengan jarak pemasangan antar pancing 1 m.

30
Kili-kili

Pancing

Tali
pancing

Pemberat

Gambar 19. Mata pancing cumi-cumi otomatis (Anonymous, 1990)

5.2. Operasi Penangkapan Pancing Cumi-cumi


1. Pancing cumi-cumi tradisional
Operasi penangkapan tidak dapat dilakukan pada hari terang atau gelap, tetapi pada
kondisi tidak terlalu terang. Waktu yang cocok adalah pada sore hari hingga hari mulai
gelap. Operasi penangkapan pada malam hari baru dapat dilakukan ketika ada cahaya
bulan.
Urutan operasi penangkapan dimulai dengan menenggelamkan pancing pada
kedalaman 10-15 m. Selanjutnya perahu dijalankan perlahan. Umpan tiruan yang bergerak
menyerupai udang yang sebenarnya akan disambar oleh cumi-cumi. Keberadaan cumi-

31
cumi yang terkait pancing akan cepat terdeteksi oleh tegangan ujung tali pancing yang
dipegang.

2. Pancing cumi-cumi mekanik


Operasi penangkapan cumi-cumi menggunakan pancing mekanik dikerjakan pada
waktu bulan gelap. Sebagai sumber cahaya digunakan petromaks yang diposisikan
berdekatan dengan wadah kawat.
Urutan operasi penangkapan adalah menenggelamkan pancing pada daerah yang
remang-remang. Selanjutnya, tali pancing dinaik-turunkan dengan cara menggulung ke
dalam dan ke luar roda penggulung. Cara ini dimaksudkan agar pancing bergerak-gerak
menyerupai organisme laut yang menjadi makanan cumi-cumi. Gerakan pancing yang
turun naik juga akan memperkuat kaitan pancing yang mengenai cumi-cumi. Jika cumi-
cumi terkait, tegangan tali pancing akan bertambah. Proses selanjutnya adalah menaikkan
pancing dan mengambil hasil tangkapan.

3. Pancing cumi-cumi otomatis


Operasi penangkapan diawali dengan pendeteksian gerombolan cumi-cumi
menggunakan echo sounder atau pancing tangan. Jika gerombolan cumi-cumi sudah
ditemukan, operasi penangkapan dengan menggunakan mesin pancing cumi-cumi
otomatis dilakukan.
Upaya penangkapan dimulai dengan penyalaan lampu untuk menarik cumi-cumi
mendekat ke kapal dan menjaga cumi-cumi agar tetap berada dalam gerombolannya.
Jangkar dan pancing ditenggelamkan. Jika cumi-cumi diperkirakan sudah banyak yang
terkait pada mata pancing, tali pancing ditarik ke atas. Cumi-cumi yang tertangkap akan
terlepas setelah melewati roda plastik atau roda penggulung dan tertampung pada wadah
plastik. Adapun cumi-cumi yang terlepas dari kait setelah melewati roda penggulung akan
jatuh ke meja luncur.

32
5.3. Jenis Cumi-cumi Tangkapan
Operasi penangkapan cumi-cumi secara besar-besaran banyak dilakukan oleh nelayan
Jepang. Pada musimnya, cumi-cumi akan membentuk gerombolan besar. Setiap malam
pada musim cumi-cumi, lautan akan terang benderang oleh lampu yang dipancarkan oleh
kapal-kapal penangkap cumi-cumi. Armada penangkapan cumi-cumi juga akan bergerak
mengikuti musim cumi-cumi dari selatan ke utara.
Penangkapan cumi-cumi di Indonesia tidak dapat dilakukan secara besar-besaran
seperti di Jepang. Penyebabnya, cumi-cumi yang hidup di perairan Indonesia tidak
membentuk gerombolan besar. Keberadaannya juga sangat tersebar. Jenis cumi-cumi
yang umum ditangkap berasal dari famili Loliginidae. Genusnya adalah Loligo,
Sepioteuthis, Alloteuthis, Uroteuthis, Lolliguncula, dan Loliolopsis (Hamabe (1982).

6. RAWAI CARIBIA
Rawai Caribia merupakan rawai dasar yang telah dimodifikasi untuk menangkap
jenis-jenis ikan karang. Disebut rawai Caribia, karena alat ini untuk pertama kalinya
diujicoba di perairan Caribia, Amerika Tengah. Rawai ini juga dapat digunakan untuk
menangkap jenis-jenis ikan dasar (Anonymous, 1982). Perbedaan mencolok rawai
Caribia dari rawai dasar adalah pada penggunaan pipa polyvinyl chloride (PVC) sebagai
pengganti tali cabang. Pada satu pipa PVC dapat dipasang 10-16 tali pancing yang
posisinya saling berhadapan.
Dibandingkan dengan rawai dasar biasa, rawai Caribia memiliki banyak kelebihan.
Diantaranya adalah:
1. Untuk satu lokasi pemancingan dapat menggunakan jumlah pancing yang
banyak;
2. Kail tergantung pada batang pipa, sehingga mengurangi kekusutan;
3. Posisi kail yang tergantung menyebabkan ikan umpan bergerak-gerak sehingga
menyerupai ikan yang hidup;
4. Jumlah umpan yang banyak menyebabkan bau yang ditebarkan lebih kuat;

33
5. Pada operasi penangkapan di karang, ikan karang yang terkait kail akan sulit
menarik kail ke dalam lubang persembunyiannya; dan
6. Peluang kail tersangkut batu atau karang sangat kecil.
Kelebihan nomor 1 dan 3 dapat dimanfaatkan untuk menangkap ikan cucut pada perairan
dalam. Indera penglihatan ikan cucut sangat buruk. Untuk mencari makanan, ikan cucut
sangat mengandalkan pada bau dan getaran yang ditimbulkan oleh gerakan mangsanya.
Jenis rawai Caribia belum populer di Indonesia. Padahal jenis alat tangkap seperti ini
sangat dibutuhkan untuk menangkap jenis-jenis ikan karang. Ini mengingat perairan
karang Indonesia yang sangat luas dan sampai saat ini belum ada alat tangkap yang benar-
benar efektif dan tidak merusak karang untuk menangkap ikan karang konsumsi.

6.1. Konstruksi Rawai Caribia


Satu set rawai Caribia terdiri atas tali utama yang terbuat dari polyethylene (PE)
multifilament nylon  = 0,6 cm, tali cabang (kuralon  = 0,7 cm), pelampung kecil tipe
Y-8 (karet sintetis  = 3,9 cm), pipa (PVC  = 1,9 cm), penggantung pancing (besi  = 0,6
cm), kili-kili, tali pancing baja, mata pancing baja, dan pemberat timah. Satu rangkaian
rawai Caribia tersusun atas 2 pelampung plastik  = 30 cm, 10 pipa PVC, tali utama
sepanjang 55 m, 2 tali cabang masing-masing sepanjang 52 m, dan 2 jangkar besi.
Konstruksi dan dimensi rawai Caribia berikut jarak antar bagian dijelaskan pada Gambar
20.

34
Tali utama

150 cm Tali cabang

20 cm Pipa PVC

Kawat baja
70 cm
Batang besi
210 cm Kili-kili

30 cm

Batang besi

50 cm

Timah pemberat

Gambar 20. Konstruksi dan dimensi rawai Caribia (Susanto, 1984).

35
6.2. Operasi Penangkapan Rawai Caribia
Sebelum operasi penangkapan, umpan dipasang pada setiap kail. Jenis umpan yang
digunakan diantaranya adalah ikan kembung, layang, layur, dan lemuru. Ikan yang
berukuran kecil dipasang utuh ke kail. Adapun untuk ikan yang berukuran besar, maka
potongan-potongan tubuhnya yang dikaitkan ke kail.
Penenggelaman pancing dilakukan setelah daerah penangkapan ikan didapatkan.
Prosesnya diawali dengan penenggelaman jangkar dan pelepasan pelampung pertama.
Selanjutnya, pelemparan tali utama dan pancing. Terakhir, pelemparan jangkar dan
pelampung kedua. Selama pemasangan pancing, perahu bergerak memotong arus. Ini
dimaksudkan agar posisi rangkaian pancing menghadang arus. Pada operasi siang hari,
pelampung tanda dilengkapi dengan bendera. Adapun pada pengoperasian malam hari,
pelampung tanda dilengkapi dengan lampu. Susunan rawai Caribia ketika dioperasikan
diilustrasikan pada Gambar 21.
Penempatan rawai Caribia untuk menangkap ikan karang dapat dilakukan diantara
karang-karang. Bahkan pada celah-celah karang dimana jenis alat tangkap lain tidak dapat
menjangkaunya. Ini dimungkinkan karena penempatan rawai dapat diatur dari permukaan
air tanpa dilakukan penyelaman.
Proses pengangkatan pancing dilakukan dengan urutan terbalik, yaitu dimulai dari
pelampung tanda dan jangkar kedua, tali utama dan pancing, dan diakhiri dengan
pelampung tanda dan jangkar pertama. Jika operasi penangkapan akan dilakukan lagi pada
tempat yang sama, maka jangkar dan pelampung tanda pertama tidak diangkat.

6.3. Uji coba penangkapan Rawai Caribia


Susanto (1984) bekerja sama dengan Balai Penelitian Perikanan Laut (Direktorta
Jendral Perikanan) melakukan uji coba penangkapan menggunakan rawai Caribia pada
perairan bukan karang di perairan Prigi, Jawa Timur. Sebagai umpan digunakan ikan
layur, selar, tembang, dan sardin. Hasil tangkapan yang didapat berupa jenis-jenis ikan
dasar yang didominasi oleh ikan manyung (Netuma thalassina), pari (Himantura
granulate), remang (Muraenesox sp.), dan cucut (Rhinchobatus djiddensis, Forkskal).

36
Gambar 21. Susunan rawai Caribia ketika dioperasikan.

6.4. Koreksi Material dan Konstruksi Rawai Caribia


Material rawai Caribia tergolong cukup mahal, terutama pada bagian batang pipa
PVC. Bagian ini dapat diganti dengan bahan yang lebih mudah dan cukup kuat, seperti
batang bambu atau rotan. Pemberatnya menggunakan batu. Jika menggunakan batang
bambu atau rotan yang ringan, maka pelampung sudah tidak diperlukan lagi. Penambahan
batu pada salahsatu ujung batang bambu atau rotan akan menjadikan batang bambu atau
rotan tersebut berdiri tegak ketika ditenggelamkan kedalam air.
Dari konstruksinya, kail yang berpasangan dapat saling terkait. Solusinya adalah
mengurangi panjang tali pancing. Ini hanya akan berimbas pada bertambahnya jumlah
mata pancing yang digunakan. Solusi lainnya adalah memasang tali pancing secara
berselang-seling, baik dengan atau tanpa kawat penyangga (Gambar 22). Cara ini

37
menyebabkan jumlah pancing yang digunakan semakin sedikit, tetapi ini dapat
diantisipasi dengan mengurangi panjang setiap tali pancing.

Batang bambu
atau rotan

Gambar 22. Konstruksi rawai Caribia menggunakan


batang bambu atau rotan.

38
7. RAWAI DASAR BERTINGKAT
Penaman rawai dasar bertingkat di sebabkan oleh jenis alat ini dioperasikan di dasar
perairan dan susunan pancingnya bertingkat-tingkat. Jenis rawai ini merupakan
modifikasi rawai Caribia. Bagian yang diganti adalah tali cabangnya menggunakan tali
polyamide (PA) monofilament nylon. Ide pembuatannya untuk memudahkan
penyimpanannya di atas perahu dan menurunkan biaya pembuatannya.

7.1. Konstruksi Rawai Dasar Bertingkat


Bagian-bagian utama rawai dasar bertingkat terdiri atas pelampung tanda, tali
pelampung, jangkar, tali utama, snap, kili-kili, pelampung, tali cabang, tali pancing, kail
dan pemberat. Spesifikasi setiap bagian tersebut dijelaskan pada Tabel 4. Konstruksi tali
pancing rawai dasar bertingkat dijelaskan pada Gambar 23.

Tabel 4. Spesifikasi rawai dasar bertingkat.

No. Bagian alat Material Keterangan

1. Pelampung tanda Styrofoam Lingkaran  = 35 cm


2. Tali pelampung PE Multifilament  = 6 mm, panjang ½ ×
nylon kedalaman laut
3. Jangkar Besi 7 kg
4. Talu utama PE Multifilament  = 6 mm, panjang 15 m
nylon
5. Tali cabang PA Monofilament No. 1.000,  = 2 cm, panjang 3,5
nylon m
6. Kili-kili Baja anti karat No. 3/0
7. Snap Baja anti karat  = 3 mm, panjang = 9,7 cm
8. Kail Baja anti karat No. 5/0, 6/0, 7/0
9. Tali pancing PA Monofilament No. 1.000,  = 1,5 mm, panjang
nylon 35 cm
10. Pelampung Karet sintetis y-3H
11. Pemberat Timah hitam Berat 0,25 kg

Satu unit pancing rawai bertingkat tersusun atas 20 basket. Panjang 1 basket adalah
15 m. Dalam satu basket terdapat 3 tali pancing. Dengan demikian, jumlah tali pancing
yang dioperasikan untuk setiap unit rawai mencapai 60 buah atau 300 mata pancing.

39
Tali utama
Snap
Pelampung
50 cm
Kili-kili

60 cm

60 cm
Kail

Tali cabang
60 cm

35 cm
60 cm

50 cm

Pemberat

Gambar 23. Konstruksi rawai bertingkat.

7.2. Operasi Penangkapan Rawai Dasar Bertingkat


Operasi penangkapan menggunakan rawai dasar bertingkat dapat dilakukan, baik
pada daerah berkarang atau tidak berkarang. Urutan pemasangan alatnya dimulai dengan
penurunan pelampung tanda pertama, jangkar pertama, tali utama, tali cabang, pelampung
tanda kedua, dan jangkar kedua. Selama pemasangan, perahu bergerak memotong arus
pada sudut antara 30-45o. Posisi rawai dalam kondisi terpasang diilustrasikan pada
Gambar 24.

40
Pengangkatan alat dapat dimulai dari pelampung tanda pertama atau kedua. Selama
pengangkatan, perahu bergerak membentuk sudut antara 30-45o terhadap posisi tali
utama. Tujuannya untuk mempermudah dan mempercepat proses penarikan.
Penangkapan menggunakan rawai dasar bertingkat menggunakan umpan. Jenisnya
dapat bermacam-macam. Jika ukuran ikan terlalu besar, maka pemasangan umpan pada
kail dapat berupa potongan.

Gambar 24. Tampilan rawai bertingkat ketika dioperasikan.

7.3. Jenis Tangkapan Rawai Dasar Bertingkat


Rianawati (1994) melakukan uji coba penangkapan dengan rawai dasar bertingkat di
Selat Sunda dan Kepulauan Seribu. Jenis umpan yang digunakan adalah ikan banyar

41
(Rastrelliger kanagurta). Jenis hasil tangkapan yang didapat berupa kakap merah
(Lutjanus coatesi), kerapu (Epinephelus magachir), Moa (Anguilla australis), lencam
(Lethrinus nebulosus), beloso (Eleotris fuscus), manyung (Arius maculatus), buntal
(Tetraodon stellatus), kurisi (Nemipterus tambuloides), kerong-kerong (Austisthesputa
sp.), dan remang (Conresox talabon).

8. PANCING LAYUR
Pancing layur sebenarnya adalah pancing ulur yang diperuntukkan untuk menangkap
ikan layur (Trichiurus sp.). Perbedaannya adalah adanya penggunaan kawat baja pada
bagian ujung tali cabang. Ini dimaksudkan agar tali cabang tidak mudah putus akibat
gigitan gigi layur yang sangat tajam.

8.1. Konstruksi Pancing Layur


Pancing layur tersusun atas tali pancing, pemberat, kail, kili-kili dan barlen. Tali
pancing terdiri atas tali utama dan tali cabang, Tali utama terbuat dari polyamide (PA)
monofilament nylon No. 1.000 dengan diameter 1 mm. Adapun tali cabang terbentuk oleh
jenis bahan yang sama, tetapi bernomor 500. Panjang masing-masing tali adalah 100-200
m dan 1-2,5 m. Pemberat terbuat dari timah berbentuk 2 kerucut bertangkup dengan
diameter 4 cm dan tinggi 8 cm. Kili-kili terbuat dari baja agar tidak mudah berkarat. Kail
terbuat dari baja tahan karat bernomor 7-10. Barlen terbuat dari kawat baja sepanjang 20-
30 cm. Pada Gambar 25 ditunjukkan konstruksi pancing rawai.

8.2. Operasi Penangkapan Pancing Layur


Tahapan operasi penangkapan menggunakan pancing layur dimulai dengan
menyalakan petromaks. Selanjutnya memasang umpan pada kail. Jenis ikan yang menjadi
umpan dapat bermacam-macam, tetapi diusahakan berukuran panjang 10 cm, tebal 0,5 cm
dan tanpa tulang.
Penurunan pancing dilakukan secara perlahan agar tali pancing dapat tegak lurus ke
arah bawah. Pancing sesekali ditarik sedikit ke atas agar umpan bergerak menyerupai ikan

42
hidup. Tali pancing ditarik ke permukaan jika ada ikan layur yang terkait di kail. Ini
ditandai dengan adanya ketegangan pada tali pancing.
Operasi penangkapan umumnya dilakukan dari sore (18.00) hingga pagi hari (04.00
atau 06.00). Dalam satu perahu dioperasikan 2-4 tali pancing oleh satu nelayan. Jumlah
total penarikan dan penurunan pancing dalam satu malam sekitar 100-300 kali.

Penggulung

Tali utama

Kili-kili

Pemberat

Tali cabang

Barlen

Kail

Gambar 25. Konstruksi pancing layur.

43
9. RAWAI LAYUR
Rawai layur merupakan pengembangan dari pancing ulur yang digunakan untuk
menangkap layur (Trichiurus sp.). Modifikasi terdapat pada penambahan jumlah mata
pancing, pelampung dan pemberat tambahan, Modifikasi lain adalah pada cara
pengoperasiannya, yaitu secara tetap dan dihanyutkan. Rawai layur dioperasikan pada
kedalaman pertengahan.

9.1. Konstruksi Rawai Layur


Satu unit rawai layur tersusun atas tali utama, tali cabang, tali pelampung, kail,
pemberat, dan pelampung tanda. Spesifikasi setiap bagian rawai layur, menurut Prayitno
(2006), dituliskan pada Tabel 5. Bagian barlen sengaja dibuat dari kawat baja agar tidak
putus. Jika menggunakan bahan lain, gigi-gigi ikan layur yang sangat tajam dapat
memutuskannya. Pada Gambar 26 ditunjukkan konstruksi tali cabang rawai layur.

Tabel 5. Spesifikasi rawai layur.

No. Bagian alat Bahan Keterangan

1. Pelampung Styrofoam 20×15×10 (cm), 2 buah


2. Tali pelampung Polyethylene  = 4 mm, 2 buah, & l =
multifilament nylon 200 m
3. Pemberat Batu 2 buah @ 3 kg
4. Tali utama Polyamide No. 1.000,  = 2 mm, & l =
monofilament nylon 420 m
5. Tali cabang Monofilament nylon No. 500,  = 1 mm, & l =
polyamide 1,5 m
6. Barlen Baja galvanis  = 0,5 mm, & l = 15 cm
7. Kili-kili Kuningan 2 buah
8. Kail Baja No. 7, 8 dan 9, 400-500 kail
9. Tali selambar Polyamide No. 1.000,  = 2 mm, & l =
monofilament nylon 20 m
.

Pemasangan setiap tali cabang ke tali utama berjarak 4 m. Ini sengaja dilakukan agar
tali cabang berikut barlen – yang panjang totalnya 2 m – tidak saling terbelit pada bagian
ujungnya ketika rawai sedang dioperasikan. Pengamanan lainnya adalah pada bagian

44
ujung tali utama – yang diikatkan ke tali pelampung – diberi kili-kili. Maksudnya agar tali
utama tidak mudah putus akibat tarikan dan putaran ikan layur yang tertangkap.

Tali utama

Tali cabang

Barlen

Kail

Gambar 26. Konstruksi tali cabang rawai layur.

9.2. Operasi Penangkapan Rawai Layur


Sebelum melakukan operasi penangkapan, tahapan yang dilakukan adalah memasang
umpan berupa potongan daging layur, sembari menentukan daerah penangkapan. Jika
daerah penangkapan sudah didapatkan, kerja selanjutnya adalah mengukur kedalaman
perairan. Caranya dengan menenggelamkan tali yang diberi pemberat. Tujuannya untuk
menentukan panjang kedua tali pelampung yang akan ditenggelamkan.
Operasi penangkapan diawali dengan melepaskan pelampung tanda berikut tali
pelampung dan pemberat. Selanjutnya melemparkan tali cabang satu per satu. Kerja
selanjutnya melemparkan pelampung terakhir, menghubungkan tali pelampung dengan
tali selambar dan diikatkan ke perahu. Pemasangan rawai diakhiri dengan
menenggelamkan pemberat terakhir berikut tali pemberatnya. Seluruh kegiatan
pemasangan alat dilakukan dengan kondisi mesin perahu tidak bekerja. Gambar 27
mengilustrasikan bentuk rawai layur ketika dioperasikan.

45
Proses pengangkatan dimulai dengan mengangkat pelampung kedua, tali pelampung,
tali pemberat dan pemberatnya. Selanjutnya, tali utama berikut tali cabang diangkat ke
perahu. Proses kerja berakhir ketika pelampung tanda diangkat ke perahu. Selama proses
pengangkatan rawai, kondisi mesin perahu dalam keadaan hidup. Perahu bergerak ke arah
pelampung tanda. Ini dimaksudkan agar proses penarikan menjadi lebih mudah, ringan
dan cepat.
Penangkapan layur dilakukan dari sore hingga pagi hari atau pada waktu hari gelap.
Lama perendaman rawai antara 30-35 menit. Jika hasil tangkapan layur cukup banyak,
operasi penangkapan dilanjutkan lagi pada tempat yang sama. Daerah penangkapan akan
berpindah ke tempat lain jika hasil tangkapan layur sangat sedikit.

Gambar 27. Ilustrasi penampilan rawai layur ketika dioperasikan.

46
10. PANCING SENGGOL
Pancing senggol tidak menggunakan umpan. Penamaannya dilatarbelakangi oleh cara
tertangkapnya ikan yang tidak sengaja menyenggol kail. Untuk memperbesar
tertangkapnya ikan, maka susunan tali cabang dibentuk menyerupai tirai yang rapat.
Dalam satu kali operasi penangkapan digunakan ratusan hingga ribuan mata pancing.
Semakin banyak mata pancing yang dipasang dan semakin rapat jarak antara pancing,
maka peluang tertangkapnya ikan akan semakin besar. Ikan yang berenang menerobos
tirai pancing akan terkait oleh satu atau beberapa kail.
Pancing senggol hanya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan demersal. Oleh
karenanya, pemasangannya dilakukan di atas permukaan dasar perairan yang rata. Agar
pancing tidak tergeletak di atas permukaan dasar perairan, maka setiap beberapa mata
pancing dilengkapi dengan pemberat dan pelampung.

10.1. Konstruksi Pancing Senggol


Bagian utama pancing senggol terdiri atas tali utama, tali cabang, kail, pelampung
kecil berikut tali pelampungnya, pelampung besar berikut tali pelampungnya, pelampung
tanda berikut tali pelampungnya, pemberat berikut tali pemberatnya dan jangkar. Satu
susunan pancing senggol terdiri atas beberapa basket. Satu basket memiliki 160 tali
pancing yang terdiri atas tali cabang berikut kailnya. Dalam satu operasi penangkapan
digunakan hingga 150 basket atau 24.000 pancing.. Tabel 6 menjelaskan spesifikasi setiap
bagian pancing senggol yang dikemukakan oleh Mashoeri (1989).
Pemasangan tali cabang pada tali utama berjarak sekitar 30 cm antara satu dengan
lainnya. Tali cabang pertama dipasang 3-4 m dari ujung tali utama, begitu juga dengan
tali cabang terakhir. Setiap 7 tali cabang dipasang pelampung kecil. Tujuannya agar kail
tidak menyentuh dasar perairan. Pada setiap 160 tali cabang dipasang sebuah pemberat
kecil. Pelampung tanda besar dipasang pada setiap 750 tali cabang atau 5 basket. Gambar
28 menjelaskan konstruksi pancing senggol.
Kail yang digunakan memiliki ujung yang tajam, karena kait dihilangkan dengan cara
dikikir. Bagian lainnya yang dihilangkan adalah lubang tempat memasukkan tali pancing

47
pada pangkal kail. Bagian ini juga dikikir. Untuk menghubungkan antara ujung tali cabang
dengan pangkal kail cukup dengan cara diikat.

Tabel 6. Spesifikasi setiap bagian pancing senggol.

No. Uraian Bahan Keterangan


PE multifilament
1. Tali utama  = 5 mm, panjang 50 m
nylon
PE multifilament
2. Tali cabang  = 3 mm, panjang 0,45 m
nylon
3. Kail Baja Nomor 4
4. Pelampung kecil Karet sintetis  = 23 mm, panjang 10 cm
PE multifilament
5. Tali pelampung kecil  = 2 mm, panjang 0,25 m
nylon
6. Pemberat Batu W = 1,5 kg
PE multifilament
7. Tali pemberat  = 5 mm, panjang 0,60 m
nylon
8. Pelampung besar Plastik  = 120 mm, panjang 0,30 m
PE multifilament  = 5 mm, panjang
9. Tali pelampung besar
nylon tergantung kedalaman
10. Jangkar Besi W = 10 kg
PE multifilament
11. Tali jangkar  = 8 mm, panjang 5 m
nylon
PE multifilament
12. Pelampung tanda  = 70 mm, panjang 3 m
nylon
PE multifilament
13. Tali pelampung tanda  = 6 mm
nylon

10.2. Operasi Penangkapan Pancing Senggol


Operasi penangkapan didahului dengan penentuan daerah penangkapan ikan.
Sekiranya daerah penangkapan telah ditemukan, perahu bergerak menyilang arah arus.
Penawuran alat diawali dengan pelemparan pelampung tanda, jangkar pertama, kail
diselingi pemberat kecil dan pelampung, jangkar kedua dan diakhiri dengan pelampung
tanda terakhir. Posisi alat setelah dilakukan penawuran diilustrasikan pada Gambar 29.
Adapun prediksi cara tertangkapnya ikan oleh pancing senggol dijelaskan pada Gambar
30.
Pengangkatan pancing senggol dimulai dari pelampung tanda pertama atau kedua.
Posisi perahu menyilang arah arus dan tali utama yang ditarik diposisikan membentuk

48
sudut antara 45-90o terhadap haluan perahu. Agar kisaran sudut tersebut tetap terjaga,
maka mesin perahu selalu dalam keadaan hidup. Perahu akan bergerak jika sudut yang
dibentuk antara haluan perahu dan tali utama pancing senggol kurang atau lebih dari
kisaran sudut tersebut.
Operasi penangkapan ikan dengan pancing senggol dilakukan pada malam hari. Ini
dimaksudkan agar ikan tidak dapat melihat tirai tali pancing. Penawuran pancing biasanya
dilakukan pada sore hari antara jam 15.00-17.00. Pengangkatan pancing dilakukan
keesokan harinya antara jam 06.00-08.00. Waktu operasi pancing senggol dilakukan
antara 3-5 hari pada daerah operasi penangkapan yang tidak terlalu jauh dari pantai. Pada
malam hari, nelayan bermalam di pulau atau daratan terdekat.

5 basket = 250 m

1 basket

10 kail

180 cm

Gambar 28. Konstruksi pancing senggol.

49
Gambar 29. Susunan pancing senggol ketika dioperasikan.

Gambar 30. Prediksi cara tertangkapnya ikan oleh pancing senggol.

50
10.3. Jenis Ikan Tangkapan Pancing Senggol
Target ikan tangkapan pancing senggol adalah jenis-jenis ikan demersal. Mashoeri
(1989) melakukan operasi penangkapan dengan pancing senggol di perairan Cirebon.
Hasil tangkapannya terdiri atas ikan pari dan hiu. Jenis-jenis ikan pari adalah pari ayam
(Dasyatis sephen, Forskal 1775), pari pasir (Himantura uarnak, Forskal 1775), pari
kembang (Taeniura lymna, Forskal 1775), pari macan (Amphotitius kuhlii, Muller &
Henle 1841), pari gampret (Gymnura micrura, Bloch & Schneider), pari lumpur
(Gymnura poecilura, Shaw), dan pari burung (Aetobatus narinari, Euphrasen 1790).
Jenis-jenis hiu meliputi cucut kekeh (Rhynchobatus djiddensis, Forskal 1775), cucut biola
(Rhinobatus granulates, Cuvier 1829), hiu cermin (Rhinobatos armatus, Gray), cucut
pedang (Pristiopsis microdon, Latham 1794), cucut gergaji (Pristis cuspidatus, Latham
1794), cucut kepala besar (Rhina ancylostomus), hiu martil (Sphyrna lewini, Griffith &
Smith 1834), dan cucut batu (Nebrius concolor, Ruppel 1837).

10.4. Koreksi Konstruksi Pancing Senggol


Pancing senggol sangat mengandalkan ikan yang tertangkap secara tidak sengaja.
Ikan menabrak tirai pancing dan tersangkut. Konstruksi mata pancing yang hanya
memiliki satu kait tidak selalu berada dalam kondisi yang tepat ketika tertabrak oleh ikan.
Ketika posisi kail membelakangi ikan, maka ikan akan lolos. Ini akan berbeda jika kail
tersusun atas 2, 3 atau 4 kait. Ikan akan memiliki peluang yang sangat kecil untuk lolos
melewati tirai pancing. Pada Gambar 31 ditunjukkan bentuk-bentuk ke-3 kail yang
memiliki 2, 3 dan 4 kait.

Gambar 31. Bentuk kail yang memiliki 2, 3 dan 4 kait.

51
Semua tali cabang pancing senggol memiliki panjang yang sama. Posisi ini
menyebabkan susunan kail relatif rata di atas permukaan dasar perairan. Ikan yang
berenang dekat dengan permukaan dasar perairan kemungkinan besar akan tertangkap
ketika menabrak tirai pancing. Adapun ikan yang berenang di antara kail dan tali utama
diperkirakan dapat menyibak tirai pancing dan meloloskan diri. Solusi yang mungkin
untuk mengatasinya adalah dengan mendesain panjang tali cabang yang berbeda-beda.
Ikan yang berenang di antara tali utama dan mata pancing akan tertangkap. Gambar 32
mengilustrasikan susunan pancing senggol dengan panjang tali cabang yang beragam
ketika dioperasikan.

Gambar 32. Susunan pancing senggol dengan panjang tali cabang yang beragam
ketika dioperasikan.

52
11. RAWAI KAKAP
Rawai kakap ditujukan untuk menangkap ikan kakap. Dengan demikian, lokasi
penangkapannya disesuaikan dengan habitat ikan kakap, yaitu pada perairan dasar. Dilihat
dari daerah penangkapan dan konstruksinya, maka rawai kakap kemungkinan besar dapat
menangkap beragam jenis ikan demersal.

11.1. Konstruksi Rawai Kakap


Bagian utama rawai kakap berupa tali utama, tali cabang, tali pelampung, kail,
pelampung dan pemberat. Tali cabang hanya terdiri atas tali dan kail. Pemberat terdiri
atas 2 macam, yaitu pemberat besar dan kecil. Dalam satu rangkaian rawai kakap
digunakan sekitar 1.500 tali cabang. Berikut dijelaskan spesifikasi setiap bagian rawai
kakap.

Tabel 7. Spesifikasi rawai kakap.

No. Nama bagian Bahan Keterangan

1. Tali utama Polyethylene  = 3-4 mm, panjang 4.500 m


multifilament nylon
2. Tali cabang Polyamide 1.500 buah, No. 500-800
monofilament nylon
3. Pelampung Styrofoam 2 buah, 40 × 30 × 30 (cm)
4. Tali pelampung Polyethylene  = 4 mm, panjang 75 m
multifilament nylon
5. Kail Baja 1.500 buah, No. 6
6. Pemberat besar Batu 2 buah @ ± 3,5 kg
7. Pemberat kecil Batang besi 2 buah @ ± 350 g
8. Tali pemberat Polyethylene  = 4 mm, panjang 1 m
multifilament nylon
9. Senter - Batere kering 4,5 volt

11.2. Operasi Penangkapan Rawai Kakap


Operasi penangkapan menggunakan rawai kakap harus menggunakan umpan yang
memiliki panjang ± 8 cm. Beberapa jenis umpan yang biasa digunakan adalah swangi

53
(Priacanthus sp.), peperek (Leiognathus sp.), kapas-kapas (Gerres sp.), bloso (Saurida
sp.), dan kuniran (Upeneus sp.). Umpan dipasang dalam keadaan utuh pada kail dengan
bagian mulut tembus ke mata, mata tembus ke dada atau pada bagian tengah rongga dada.
Pemasangan rawai dimulai dengan penurunan pelampung tanda pertama, tali
pelampung, pemberat besar pertama, tali utama, pemberat kecil pertama, tali cabang,
pemberat kecil kedua, pemberat besar kedua, dan pelampung tanda kedua. Urutan
pengangkatannya dapat dimulai dari pelampung tanda pertama atau kedua. Ini tergantung
pada posisi perahu dengan pelampung tanda terdekat. Rawai hanya direndam selama 20-
30 menit. Gambar 33 ditunjukkan susunan rawai kakap ketika dioperasikan.
Waktu operasi adalah malam hari, yaitu dimulai dari matahari tenggelam hingga pagi
hari sebelum matahari terbit. Dalam satu malam dilakukan berkali-kali operasi
penangkapan. Jumlah operasi penangkapan tergantung pada jumlah hasil tangkapan yang
didapat. Jika hasil tangkapan sedikit, maka daerah penangkapan yang baru harus dicari.
Ini berakibat pada berkurangnya jumlah pengoperasian rawai.

11.3. Jenis-jenis Ikan Tangkapan Rawai Kakap


Marindro (1993) melakukan penangkapan ikan kakap dengan rawai kakap di Juwana.
Hasil tangkapan utama yang didapatkan adalah kakap merah (Lutjanus spp.). Adapun
jenis tangkapan sampingan lainnya terdiri atas manyung (Arius sp.), remang (Congresox
sp.), pari (Rhynobatus sp.), cucut (Hemigaleus sp.), belut laut (Gymnothorax sp.), kurisi
(Nemipterus spp.) dan kerapu (Ephinephelus sp.).

54
Gambar 33. Susunan rawai kakap ketika dioperasikan.

55
12. RAWAI CUCUT
Sesuai dengan namanya, rawai cucut digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan
cucut. Penggunaan jumlah pancing yang banyak dengan bentuk umpan berupa potongan
menjadikan jenis alat tangkap ini sangat tepat untuk menangkap cucut. Potongan umpan
yang banyak akan menyebarkan bau yang kuat, sehingga mengundang ikan cucut untuk
datang. Diantara ke-3 alat indera cucut – penciuman, penglihatan dan pendengaran --,
indera penciuman adalah yang paling diandalkan.

12.1. Konstruksi Rawai Cucut


Bagian-bagian utama rawai cucut meliputi tali utama, tali cabang, tali pelampung,
pelampung dan bendera tanda. Spesifikasi setiap bagian rawai cucut dituliskan pada Tabel
8. Tali utama hanya berupa satu tali panjang tanpa sambungan. Panjang tali utama
mencapai 200 m per basket. Untuk menggantungkan tali cabang dibuat simpul kupu-kupu.
Panjang setiap tali cabang adalah 8 m. Bendera tanda diikatkan pada bambu yang bagian
bawahnya diberi pemberat batu kali 10 kg. Bambu tersebut diikatkan pada pelampung
yang terbuat dari sterofoam. Bendera tanda diposisikan pada ujung tali utama rawai cucut.
Gambar 34 menjelaskan konstruksi tali cabang. Adapun Gambar 35 menjelaskan susunan
tali cabang pada 1 basket rawai cucut.

Tabel 8. Spesifikasi rawai cucut.

No. Uraian Bahan Keterangan


PE Multifilament  = 8 mm, panjang 192
1. Tali utama
nylon m/basket
PE Multifilament
2. Tali cabang  = 5 mm, panjang 8 m
nylon
3. Barlen Kawat stainless Panjang 75 c m
4. Kail Baja putih Nomor 6 dan 7
PE Multifilament
5. Tali pelampung  = 5 mm, panjang 10 m
nylon
6. Pelampung Plastik Jerigen volume 30 liter

56
Tali utama

Tali cabang polyethylene  = 0,5 cm


8m

0,75 m Barlen

Kail baja No. 6 atau 7

Gambar 34. Konstruksi 1 tali cabang rawai cucut.

Gambar 35. Susunan tali cabang rawai cucut dalam satu basket. 57
12.2. Operasi Penangkapan Rawai Cucut
Operasi penangkapan ikan menggunakan rawai cucut dimulai dengan penentuan
daerah penangkapan ikan. Jika sudah ditemukan, maka pemasangan rawai cucut
dilakukan. Selama pemasangan alat tangkap, kapal bergerak perlahan memotong arus.
Mula-mula pelampung tanda dilemparkan, selanjutnya pelampung, tali utama, tali cabang
– berikut kail yang sudah terpasang umpan – dan terakhir pelampung serta pelampung
tanda. Bentuk rawai cucut ketika dioperasikan ditunjukkan pada Gambar 36.
Urutan proses pengangkatan dilakukan sebaliknya, yaitu dari pelampung tanda
terakhir. Untuk meringankan pengangkatan, maka kapal bergerak searah tali utama. Ikan
cucut yang tertangkap dinaikkan ke atas geladak perahu. Jika ukuran ikan kecil, maka ikan
langsung dilepaskan dari kailnya. Sebaliknya jika ukuran ikan cukup besar, ikan
dilumpuhkan lebih dahulu dengan cara memukul bagian kepalanya dengan benda keras.
Ikan cucut yang berukuran besar sangat berbahaya bagi nelayan, karena dapat menyerang
selagi dalam proses pelepasan dari kail.
Unit penangkapan rawai cucut biasanya dilengkapi dengan alat penangkap jaring
insang. Fungsi alat ini adalah untuk mencari ikan yang akan dijadikan umpan rawai cucut.
Jenis-jenis ikan tangkapan yang umum dijadikan sebagai umpan adalah ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus affinis). Untuk digunakan sebagai umpan,
kedua jenis ikan tersebut dikaitkan ke kail dalam bentuk potongan. Maksudnya, darah
yang dikeluarkan dari potongan ikan umpan akan merangsang indera penciuman ikan
cucut. Selanjutnya, ikan cucut akan lebih cepat mendatangi pancing.
Operasi penangkapan umumnya dilakukan sepanjang malam hari. Rawai cucut
dipasang pada sore hari dan diangkat keesokan harinya. Pada hari terang – dari pagi
hingga sore hari -- digunakan nelayan untuk mencari umpan menggunakan jaring insang.

58
12.3. Hasil Tangkapan Rawai Cucut
Rahayuningsih (1993) melakukan ujicoba penangkapan menggunakan rawai cucut di
perairan Cilacap. Seluruh tangkapannya ternyata berupa ikan cucut yang didominasi oleh
cucut poto (Carcharhinus amboiensis). Jenis-jenis lainnya adalah cucut abu-abu
(Carcharhinus hemiodon), cucut biru (Prionace glauca), cucut penebah (Alopias
vulpinus), dan cucut martil (Sphyrna lewini).

Gambar 36. Ilustrasi bentuk rawai cucut ketika dioperasikan.

59
13. RAWAI TUNA
Sesuai namanya, rawai tuna dioperasikan untuk menangkap jenis-jenis ikan tuna.
Lokasi penangkapannya pada perairan dalam yang jauh dari pantai. Rawai tuna yang
banyak digunakan di Indonesia dioperasikan dengan cara dihanyutkan..

13.1. Konstruksi Rawai Tuna


Rawai tuna tersusun atas bagian-bagian tali utama, tali cabang, tali pelampung,
pelampung, lampu pelampung, bendera, tiang bendera. Adapun tali cabang terdiri atas tali
cabang utama, kili-kili, sekiyama, barlen dan kail. Panjang total tali cabang sekitar 35 m.
Tali cabang utama terbuat dari tali polyamide (PA) monofilament nylon berdiameter 2
mm dan kawat barlen dari baja tahan karat berdiameter 2 mm. Ukuran kail yang dipakai
biasanya bernomor 4. Pada Gambar 37 diilustrasikan rancangan umum tali cabang rawai
tuna. Adapun pada Gambar 38 ditunjukkan rancangan 1 basket rawai tuna.

13.2. Operasi Penangkapan Rawai Tuna


Operasi penangkapan ikan tuna dengan menggunakan rawai tuna selalu menggunakan
umpan.. Ada 3 jenis umpan yang biasa digunakan, yaitu ikan bandeng (Chanos chanos),
layang (Decapterus russelli), dan cumi-cumi (Loligo sp.). Umpan cumi-cumi hanya
digunakan pada saat langit sedang dalam keadaan purnama.
Waktu operasi penangkapan ikan menggunakan rawai tuna tergantung pada keadaan
bulan. Pada keadaan bulan purnama, pemasangan rawai dilakukan sekitar pukul 23.00.
Rawai diangkat pada pagi harinya. Adapun pada keadaan bulan gelap, pemasangan rawai
dilakukan pada pagi hari dan diangkat pada sore harinya. Gambar 39 memperlihatkan
posisi rawai ketika dioperasikan.
Pemasangan alat diawali dengan pelemparan pelampung tanda dan selanjutnya tali
utama dan tali cabang. Selama pelemparan alat, kapal bergerak dengan kecepatan rendah
sekitar 4-5 knot. Arah gerak kapal disesuaikan dengan posisi tali utama yang telah
dilemparkan ke laut sebelumnya. Kecepatan kapal dikurangi jika terjadi kekusutan pada
tali utama. Pengangkatan alat dilakukan mulai dari pelampung tanda yang lokasinya dekat
dengan kapal. Selama pengangkatan, kapal bergerak perlahan searah dengan tali utama.
60
13.3. Hasil Tangkapan Rawai Tuna
Gumelar (2003) melakukan penangkapan ikan tuna menggunakan rawai tuna di
perairan Samudera Hindia sebelah barat Pulau Sumatera. Jenis-jenis ikan tuna yang
didapat terdiri atas yellowfin (Thunnus thynnus), bigeye (Thunnus obesus) , southern
bluefin (Thunnus maccoyii) dan albacore (Thunnus alalunga). Adapun jenis-jenis ikan
tangkapan sampingannya meliputi cucut moro (Isurus oxyrinchus), setan (Sarda chiliensis
lineolata), sailfish (Istiophorus platypterus), setuhuk (Tetrapturus sp.), pedang (Xiphias
gladius), cakalang (Katsuwonus pelamis), alu-alu (Sphyraena barracuda), layur
(Trichiurus lepturus), dan tongkol (Auxis thazard).

61
Tali utama

Tali cabang utama

Kili-kili

Tali cabang utama

Sekiyama

Kili-kili

Barlen

Kail

Gambar 37. Konstruksi 1 tali cabang rawai tuna.

62
560 m

30 m

50 m
35 m

Gambar 38. Rancangan 1 basket rawai tuna.

Gambar 39. Susunan rawai tuna ketika dioperasikan.

63
PUSTAKA
Anonymous. 1982. New approach to bottom longlining. Australian Fisheries, February,
Vol. 41 Number 2.

Anonymous. 1990. Hamade type squid fishing equipment. Towa Denki Seisakusho Co.
Ltd. Hakodate, Hokkaido, Japan.

Ayodhyoa, AU. 1981. Methode penangkapan ikan. Yayasan Dewi Sri, CV Gaya Tehnik.
Bogor.

Ben Yami, M. 1976. Fishing with light. FAO Fishing Manuals, Fishing news books Ltd.
Farnham, England.

Boongerd, S & S Chitrapong. 1990. Small-scale fishing for squids and related species. A
report of the training/study tour on squid fishing. ASEAN/UNDP/FAO regional
small-scale coastal fisheries development project, Manila, Philipines.

Cleaver, FG & BM Shimada. 1950. Japanese skipjack (Katsuwonus pelamis, Linne 1758).
Fishing method. Commercial fishing review. US Dept. of Int. Fish & Wild Life
Service. Washington.

Danny, M. 1988. Suatu studi tentang pancing mili-mili : Pengaruh warna umpan buatan
terhadap hasil tangkapan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Endratno. 2002. Uji coba benang perak pada pancing tonda (troll line) di perairan
Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ernaningsih, D. 1993. Studi pengembangan pancing cumi-cumi (squid jig) di perairan


Teluk Lampung. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

FAO. 1983. FAO species cataloque. Scombrids of the World United Nation Development
program volume 2. Food and Agriculture Organization. Rome.

Gumelar, AR. 2003. Perbandingan jenis umpan bandeng (Chanos chanos) dan layang
(Decapterus russelli) terhadap hasil tangkapan ikan tuna pada penangkapan dengan
rawai tuna di perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

64
Gunarso, W. 1984. Tingkah laku ikan dalam hubungannya dengan alat, metode dan taktik
penangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hamabe, M. 1982. Squid jigging from small boats. FAO Fisheries Technology Service.
Farnham, England.

Hutubessy, BG. 1986. Suatu penelitian tentang keterampilan pemancing di kapal pole and
line 30 GT milik Perum Perikani Maluku, Ambon. Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Ilyas, N. 2003. Keragaan teknis unit penangkapan huhate (pole and line) di Kota Kendari
Sulawesi Tenggara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Kayadoe, ME. 1983. Pengaruh pasang surut terhadap hasil tangkapan pancing tangan
(hand line) di Teluk Ambon. Fakultas Peternakan – Perikanan, Universitas
Pattimura (afiliasi Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor). Bogor.

Marindro. 1993. Analisis hasil tangkapan rawai dasar kakap merah yang didaratkan di
Juwana, Jawa Tengah. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Mashoeri, OS. 1989. Suatu studi tentang desain pancing senggol dan kemungkinan
pengembangannya di Kotamadya Cirebon. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Nugroho, P. 2002. Pengaruh perbedaan ukuran mata pancing terhadap hasil tangkapan
pancing tonda di perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurhayati, Y. 2006. Pengaruh kedalaman terhadap komposisi hasil tangkapan pancing


ulur pada perikanan layur di perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Oskandar, ES. 1992. Studi tentang perikanan pancing ranggung di Tanjung Pasir,
Kabupaten Tangerang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Permadi, R. 2004. Analisis hasil tangkapan cakalang dan hubungannya dengan kondisi
oseanografi fisika di perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
65
Prabawati, R. 1994. Studi tentang pancing cumi-cumi otomatis dan kemungkinan
pemakaiannya di Indonesia. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prayitno, MRE. 2006. Penggunaan ukuran mata pancing nomor 7, 8 dan 9 pada rawai
layur terhadap hasil tangkapan ikan layur di Teluk Pelabuhanratu. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayuningsih, W. 1993. Pengaruh kedalaman mata pancing rawai cucut terhadap hasil
tangkapan ikan cucut di Cilacap. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Rianawati, I. Pengaruh kedalaman posisi mata pancing terhadap hasil tangkapan dalam
uji coba rawai dasar bertingkat di sekitar Selat Sunda dan Kepulauan Seribu. Skripsi
(tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rosana, I. 1994. Pengaruh perbedaan jenis ikan umpan terhadap hasil tangkapan cakalang
dengan pole and line. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Saputra, A. 2002. Seleksi umpan untuk meningkatkan hasil tangkapan kembung


perempuan (Rastrelliger brachysoma) dengan pancing ulur (hand line) di perairan
Tanjung Pasir, Banten. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Subani, W dan HR Barus 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No. 50 tahun 1988/1989 (edisi khusus). Balai Penelitian
Perikanan Laut, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian. Jakarta.

Susanto, K. 1984. Studi perbandingan produksi rawai dasar tradisional dengan rawai dasar
tipe Caribia. Karya ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Syafrie, H. 2008. Ujicoba beberapa warna umpan tiruan pada penangkapan ikan dengan
huhate di perairan Bone-bone, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tampubolon, SM. 1980. Persiapan dan pengoperasian pole and line. Ikatan Alumni
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

66
Uktolseja. 1989. Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia.
Puslitbang Pertanian, Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Zainuddin. 2002. Pengaruh penggunaan umpan terhadap hasil tangkapan cakalang dengan
menggunakan pancing ulur pada rumpon di perairan Pambusuang Kabupaten
Polmas, Sulawesi Selatan Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor

67

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai