net/publication/323394184
Pancing
CITATIONS READS
0 554
1 author:
Gondo Puspito
Bogor Agricultural University
26 PUBLICATIONS 37 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Gondo Puspito on 26 February 2018.
Oleh :
GONDO PUSPITO
Penulis :
Gondo Puspito
ISBN 978-979-1225-10-6
Sanksi pelanggaran Pasal 44, Undang-undang No. 7 tahun 1987 tentang hak cipta, yaitu:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
KATA PENGANTAR
Pancing adalah alat penangkap ikan yang paling sederhana dan banyak digunakan
oleh nelayan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan zaman,
pancing mengalami banyak modifikasi, baik dari segi material, konstruksi, maupun cara
pengoperasiannya. Beberapa jenis pancing yang ada di Indonesia merupakan hasil
introduksi dari negara-negara lain. Pancing ternyata juga telah dijadikan sebagai hobi dan
olah raga bagi kalangan masyarakat tertentu.
Materi mengenai pancing diajarkan dalam mata kuliah Alat Penangkap Ikan (API)
untuk mahasiswa Strata 1 (S-1) di Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Topik bahasannya belum sepenuhnya
menginformasikan mengenai perikanan pancing di Indonesia. Penyebabnya, sebagian
besar sumber pustakanya berasal dari luar negeri. Padahal, materi pancing yang
seharusnya diajarkan adalah mengenai perkembangan pancing di Indonesia, baik jenis-
jenis pancing asli Indonesia maupun hasil introduksi dari luar negeri.
Buku ini mencoba menjelaskan jenis-jenis pancing yang populer digunakan oleh
nelayan Indonesia ditinjau dari segi konstruksi, metode pengoperasian dan jenis-jenis
hasil tangkapannya. Beberapa jenis pancing merupakan pancing tradisional. Beberapa
lainnya merupakan hasil modifikasi dan hasil introduksi yang masih dalam taraf ujicoba
oleh beberapa lembaga penelitian. Sumber pustakanya kebanyakan berasal dari hasil-hasil
penelitian. Sebagian lainnya didapatkan dari hasil pengamatan penulis ketika melakukan
kunjungan lapang ke daerah.
Penulis akan berusaha menyempurnakan isi buku ini. Semoga buku ini bermanfaat
bagi para mahasiswa yang ingin memahami masalah pancing.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
1. PANCING RANGGUNG 1
1.1. Konstruksi Pancing Ranggung 1
1.2. Operasi Penangkapan Pancing Ranggung 3
1.3. Ujicoba Penangkapan Pancing Ranggung 3
2. PANCING ULUR 5
2.1. Konstruksi Pancing Ulur 5
2.2. Operasi Penangkapan Pancing Ulur 7
2.3. Hasil Tangkapan Pancing Ulur 7
3. PANCING TONDA 8
3.1. Konstruksi Pancing Tonda 8
3.2. Operasi Penangkapan Pancing Tonda 12
3.3. Koreksi Pancing Tonda 12
4. HUHATE 16
4.1. Konstruksi Huhate 16
4.2. Umpan Hidup Huhate 18
4.3. Ikan Target Tangkapan Huhate 18
4.4. Operasi Penangkapan Huhate 19
4.5. Koreksi Huhate 21
5. PANCING CUMI-CUMI 22
5.1. Konstruksi Pancing Cumi-cumi 22
5.2. Operasi Penangkapan Pancing Cumi-cumi 30
5.3. Jenis Cumi-cumi Tangkapan 32
6. RAWAI CARIBIA 33
6.1. Konstruksi Rawai Caribia 34
6.2. Operasi Penangkapan Rawai Caribia 35
6.3. Uji coba penangkapan Rawai Caribia 35
6.4. Koreksi Material dan Konstruksi Rawai Caribia 36
1
Penggulung
Tali pancing
Kili-kili
Ranggung
Pemberat
Tali cabang
Kail
2
Cara pengoperasian pancing ranggung adalah dengan menenggelamkan ranggung
kedalam perairan. Ketika kail sudah mencapai dasar perairan, tali utama disentak. Ini
dimaksudkan agar udang rebon yang berada didalam pemberat berlubang bertebaran.
Selanjutnya, tali utama ditarik ke atas setinggi panjang tali cabang. Akibatnya, sebaran
udang rebon yang keluar dari tabung akan bertambah luas dan menutupi umpan yang
terpasang pada kail. Ikan-ikan yang sibuk memakan udang yang bertebaran tidak dapat
membedakannya dengan udang yang terpasang pada kail (Gambar 2).
Waktu pemancingan dilakukan pada hari terang. Pada pagi hari antara jam 06.00 –
11.00 dan sore hari (15.00-18.00). Pengoperasian pancing ranggung tidak mengenal
musim, karena dapat dioperasikan kapan saja dan dimana saja.
3
Sebaran udang
4
2. PANCING ULUR
Penamaan pancing ulur kemungkinan besar disebabkan oleh metode pengoperasian
pancing dengan cara diulur. Urutannya, pemberat ditenggelamkan ke air. Selanjutnya, tali
pancing berikut kail ditenggelamkan satu persatu dengan cara mengulurkan tali pancing
yang berada dalam gulungan.
Pancing ulur memiliki banyak kelebihan, diantaranya:
1. Murah;
2. Mudah pembuatan dan perawatannya;
3. Dapat dioperasikan pada berbagai kedalaman perairan;
4. Dapat dioperasikan pada berbagai jenis perairan;
5. Dapat dioperasikan dari berbagai jenis perahu atau kapal;
6. Dapat dioperasikan pada segala musim;
7. Cara pengoperasiannya mudah;
8. Kail dapat dioperasikan dalam jumlah yang banyak;
9. Jenis ikan tangkapan beragam. dan
10. Dapat digunakan sebagai alat tangkap sampingan, sementara nelayan sedang
melakukan penangkapan dengan alat tangkap lain, seperti jaring insang atau
bagan.
Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh pancing ulur menyebabkan banyak nelayan
menggunakannya. Tak heran jika pancing ulur banyak ditemukan pada setiap
perkampungan nelayan.
5
sangat ditentukan oleh kedalaman perairan tempat pancing ulur dioperasikan. Biasanya
berkisar antara 9-25 m.
Penggulung
Tali utama
Monofilament
nylon PA No. 80
Kili-kili
Tali cabang
Monofilament
nylon PA No. 70
Kail No. 18
6
2.2. Operasi Penangkapan Pancing Ulur
Cara operasi penangkapan dibedakan atas 2 macam, yaitu dengan menggunakan
umpan dan tanpa umpan. Operasi penangkapan dengan menggunakan umpan dilakukan
dengan cara menenggelamkan pancing hingga pemberatnya menyentuh permukaan dasar
perairan. Selanjutnya pancing didiamkan hingga ada ikan yang terkait mata pancing.
Sebagai umpan digunakan udang, ikan kecil utuh atau potongan ikan, dan cumi-cumi.
Adapun pengoperasian pancing tanpa umpan dikerjakan dengan cara menenggelamkan
pancing. Ketika pemberatnya sudah menyentuh dasar perairan, pancing diangkat sedikit
ke atas. Kemudian pancing digerak-gerakkan sehingga kail bergerak-gerak menyerupai
ikan kecil yang sedang berenang. Untuk lebih meningkatkan efektivitas penangkapan,
maka kail yang digunakan harus berkilap atau berkilau.
Waktu operasi penangkapan pancing ulur yang menggunakan umpan dapat dilakukan
baik pada siang maupun malam hari. Sementara pancing ulur tanpa umpan harus
dilakukan pada saat hari terang.
7
3. PANCING TONDA
Pancing tonda atau troll line merupakan alat tangkap tradisional yang dioperasikan
untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis, seperti tuna, cakalang dan tongkol.
Penamaannya berbeda-beda untuk setiap daerah. Nama yang umum digunakan adalah
pancing tarik, pancing irit (P Jawa), pancing mili-mili (Lampung), pancing pemalesan
(Bali), dan kakahu (Ambon).
Konstruksi utama pancing tonda terdiri atas tali panjang, pemberat dan umpan.
Sebagai umpan digunakan umpan buatan berupa plastik atau bulu ayam. Umpan alami
jarang digunakan, karena mudah rusak ketika pancing tonda dioperasikan.
Pengoperasian tonda dilakukan dengan cara menariknya secara horizontal dengan
posisi umpan tetap berada dekat dengan permukaan air. Ikan pelagis yang melihat umpan
yang bergerak akan mengejar, karena mengira umpan buatan tersebut adalah ikan
makanannya yang sedang berenang.
Pancing tonda memiliki banyak kelebihan, diantaranya adalah metode
pengoperasiannya yang sederhana dan mudah, modal lebih sedikit – salah satunya tidak
perlu biaya untuk membeli umpan, karena memakai umpan buatan yang tahan lama --,
cara operasi penangkapan aktif sehingga dapat mencapai daerah penangkapan yang luas,
dan hasil tangkapan dalam keadaan segar. Kelemahannya, jumlah tangkapan sedikit dan
jenis ikan tangkapan tidak beragam. Selain itu, keberhasilan operasi penangkapan sangat
ditentukan oleh keahlian pemancing dalam memprediksi daerah penangkapan dan
menentukan kecepatan atau arah penarikan perahu.
8
No. 60 (Gambar 5). Panjang tali pancing – dihitung dari ujung joran hingga ujung pancing
– sekitar 100 m. Diameter tali pangkal lebih besar dari tali utama Pembedaan diameter
tali disesuaikan dengan beban yang diterima setiap bagian tali ketika pancing tonda
dioperasikan.
Pemberat timah diposisikan terletak antara tali pangkal dan tali utama. Beratnya
sekitar 20 g/buah. Fungsi pemberat adalah 1. untuk menenggelamkan tali utama, tali
cabang dan umpan; dan 2. untuk menjaga agar ke-3 bagian tersebut tetap berada di bawah
permukaan air ketika dilakukan operasi penangkapan. Pemberat berbentuk kerucut untuk
mengurangi tahanan yang diakibatkan oleh arus dan penarikan.
Palka
Kamar
mesin
Wadah ikan
sementara
9
Kail terbungkus plastik atau bulu ayam. Bahan kail terbuat dari baja dengan nomor
kail 5. Posisinya dapat berada didalam plastik dan bulu ayam secara keseluruhan atau
sedikit menonjol keluar. Ikan yang memakan umpan buatan tidak menyadari keberadaan
kail. Besarnya kumpulan plastik atau bulu ayam disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut
ikan yang menjadi target penangkapan.
Joran
Penggulung
Tali utama
Kail
Umpan buatan
10
Bentuk lain pancing tonda adalah pancing mili-mili yang dioperasikan oleh nelayan
Lampung. Jenis pancing ini merupakan hasil modifikasi pancing tonda. Semua bagiannya
relatif sama. Perbedaannya hanya pada jumlah umpan buatan yang digunakan ketika alat
dioperasikan. Pada satu utas tali pancing terdapat 24 mata pancing yang dilengkapi dengan
umpan buatan.
Bagian-bagian pancing mili-mili terdiri atas tali pangkal, pemberat timah, tali utama,
tali cabang, dan kail berikut umpan buatan. Diameter tali tangkal lebih besar dari tali
utama dan tali cabang. Demikian juga dengan diameter tali utama yang lebih besar dari
tali cabang. Konstruksi pancing mili-mili dan posisinya ketika dilakukan penarikan
ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7.
Joran
Tali pangkal
Pemberat
Penggulung
Tali cabang
Tali utama
Kail
Umpan buatan
11
Palka
Kamar
mesin
Wadah ikan
sementara
12
3.2. Operasi Penangkapan Pancing Tonda
Pancing tonda dioperasikan pada hari terang, yaitu mulai pagi hingga sore hari. Ini
disesuaikan dengan keberadaan ikan pelagis yang aktif mencari makan pada siang hari.
Selain itu, pantulan cahaya matahari yang mengenai umpan buatan akan lebih mudah
terlihat oleh ikan.
Operasi penangkapan pancing tonda diawali dengan mencari daerah penangkapan
ikan. Selanjutnya menentukan lokasi keberadaan gerombolan ikan. Ciri adanya
gerombolan ikan adalah adanya riak-riak air, adanya burung camar yang terbang
berkerumun di atas permukaan air dan terkadang terbang menukik, warna permukaan air
agak gelap, dan terkadang dicirikan dengan adanya gerombolan lumba-lumba.
Jika daerah operasi penangkapan ikan telah didapat, pancing tonda diturunkan ke laut
secara perlahan. Posisi perahu berada di depan atau di samping gerombolan ikan.
Selanjutnya kecepatan perahu sedikit demi sedikit ditingkatkan.
Aktifitas penarikan dihentikan ketika pancing menangkap ikan. Ini ditandai dengan
adanya tegangan pada tali pancing. Selanjutnya tali pancing ditarik ke atas perahu. Jika
ikan melakukan perlawanan, maka tali pancing dikendurkan kembali. Penarikan tali
pancing dihentikan jika gerakan atau tarikan ikan sudah mulai melemah yang ditandai
dengan tegangan tali pancing yang semakin mengendur.
13
Tabel 1. Hasil tangkapan pancing mili-mili berdasarkan warna umpan
buatan.
Putih Putih - biru Kuning Merah
No. Jenis ikan
Ekor Kg Ekor Kg Ekor Kg Ekor Kg
1. Tongkol 729 261,0 633 226,0 415 149,6 466 166,8
(Euthynnus spp.)
2. Tenggiri 163 125,3 124 95,3 99 76,0 115 88,3
(Scomberomorus
commersoni)
3. Salem (Elagatis 51 39,6 31 23,9 17 13,2 24 18,6
bipinnulatus)
4. Bekre (Megalaspis 60 17,7 58 17,2 31 9,1 41 12,1
cordyla)
1.003 443,6 846 362,9 562 247,9 646 285,8
Tabel 2. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap jenis umpan buatan.
14
Nugroho (2002) mencoba menentukan ukuran mata pancing tonda yang paling baik
digunakan. Nomor mata pancing yang diujicoba adalah 4, 5 dan 6. Penelitian dilakukan
di perairan Palabuhanratu menggunakan 3 perahu. Masing-masing perahu
mengoperasikan 3 mata pancing dengan ukuran yang sama. Dari 75 kali operasi
penangkapan didapatkan hasil tangkapan sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil tangkapan pancing tonda untuk setiap nomor mata pancing.
Berdasarkan tabel tersebut, nomor mata pancing 5 adalah yang terbaik digunakan untuk
pancing tonda. Berikutnya adalah nomor 4 dan terakhir nomor 6.
Bentuk umpan buatan yang banyak diuji kebanyakan tidak berbentuk umpan yang
sesungguhnya. Pada kecepatan penarikan rendah, ada kemungkinan bentuk umpan tiruan
-- yang sebenarnya tidak menyerupai ikan kecil -- akan terdeteksi oleh ikan-ikan yang
menjadi target tangkapan pancing tonda. Akibatnya, penarikan pancing tonda dengan
kecepatan yang rendah tidak akan menghasilkan ikan tangkapan.
Ada baiknya penggunaan umpan tiruan berbentuk ikan yang sesungguhnya
diujicobakan. Bahan pembentuk tubuhnya dapat terbuat dari kayu, karet, plastik atau karet
sintetis. Badan ikan tiruan diwarnai agar serupa dengan jenis-jenis ikan yang menjadi
makanan ikan-ikan besar yang menjadi target tangkapan pancing tonda. Agar ikan umpan
tiruan dapat bergerak menyerupai aslinya, maka pada bagian bawah mulutnya diletakkan
lempengan plastik. Kelenturan gerakan badan ikan juga dapat disempurnakan dengan
membagi ikan tiruan dalam 2 bagian. Selanjutnya, keduanya dihubungkan dengan engsel
kecil. Penggunaan umpan ikan tiruan seperti ini tidak memerlukan kecepatan penarikan
15
pancing yang tinggi. Gambar 8 mengilustrasikan umpan ikan tiruan yang berbentuk sama
dengan aslinya.
Penggunaan kail tunggal sebaiknya juga ditinggalkan. Sebagai gantinya digunakan
pancing berbentuk payung yang tersusun atas banyak kail. Penempatannya di bagian
bawah dan belakang badan ikan. Ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang ikan
tertangkap. Jika sebelumnya ikan umumnya tertangkap karena terkait pada mulutnya,
tetapi penggunaan jenis kail ini menyebabkan ikan akan tersangkut kail ketika berada
dekat dengan ikan umpan tiruan. Posisi ikan tertangkap adalah ketika ikan berada di
bawah dan belakang umpan ikan tiruan.
Kail
Lempeng plastik
Tali utama
Engsel
16
4. HUHATE
Huhate atau pole and line sangat populer digunakan untuk menangkap ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis). Jenis alat ini banyak digunakan pada daerah-daerah yang
penyebaran ikan cakalangnya besar di Indonesia bagian timur, seperti perairan Banda,
Flores, Halmahera, Maluku, Sulawesi, perairan Samudera Pasifik, utara Irian Jaya, dan
Selat Makassar (Uktolseja, 1989).
Kelebihan utama hasil tangkapan huhate adalah kondisi ikan masih dalam keadaan
segar, karena ikan langsung diangkat dari laut ke kapal. Penanganan yang baik di atas
kapal menjadikan ikan hasil tangkapan berada dalam kondisi yang lebih baik. Tak heran
jika harga jual ikan cakalang hasil tangkapan huhate relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil tangkapan jenis-jenis alat tangkap lainnya.
17
sardine – Sardinella longiceps). Pada Gambar 9 ditunjukkan bentuk kail dan umpan
tiruan. Adapun Gambar 10 mengilustrasikan susunan pancing huhate.
2,5 cm
Plastik
Bulu ayam
2,0 cm
2,0 cm
Tali pancing
Joran bambu
18
4.2. Umpan Hidup Huhate
Ada 2 jenis ikan yang manjadi umpan hidup pada penangkapan ikan dengan huhate,
yaitu ikan teri (Stelophorus sp.) dan rambe (Dypterygonotus balteatus). Jenis-jenis lainnya
adalah ikan kembung (Rastrelliger sp.), selar (Selaroides sp.) dan sardine (Sardinella sp.).
Ikan teri dan rambe merupakan makanan ikan cakalang. Ikan teri umumnya hidup di
perairan pantai yang membentuk gerombolan besar. Makanannya adalah plankton.
Panjang tubuhnya antara 6-9 cm. Pada bagian ke-2 sisi tubuhnya – berbentuk memanjang
– terdapat selempang putih keperakan yang memanjang dari kepala sampai ekor. Adapun
ikan rambe pada stadia dewasa merupakan ikan pelagis yang banyak terdapat di perairan
dekat dengan pantai. Makanannya adalah zooplankton. Tubuh ikan rambe memanjang dan
gepeng. Bagian atasnya berwarna merah tua kecoklatan dan bagian bawah putih
keperakan. Panjang totalnya dapat mencapai 14 cm (Rosana, 1994).
Agar suatu jenis ikan dapat digunakan sebagai umpan buatan, maka ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Tahan lama atau tidak cepat mati;
2. Warna tubuhnya mengkilat, sehingga mudah terlihat oleh ikan cakalang;
3. Ukuran tubuhnya sesuai dengan ukuran mulut ikan cakalang;
4. Merupakan makanan kesukaan ikan cakalang;
5. Bisa diperoleh dalam jumlah banyak;
6. Memiliki tingkah laku renang kembali ke kapal setelah ditebar ke laut; dan
7. Harganya murah.
Jenis ikan teri, rambe, kembung, selar dan sardine ternyata sudah memenuhi ke-7
persyaratan tersebut, sehingga banyak digunakan sebagai umpan hidup pada perikanan
huhate.
19
penggunaan umpan tiruan pada perikanan huhate harus disesuaikan dengan warna tubuh
ikan-ikan kecil yang menjadi makanannya.
Menurut FAO (1983), ikan cakalang bersifat epipelagis, oseanik dan peruaya jauh.
Suhu air laut yang disukai berkisar antara 14,7-30oC. Kondisi lautan yang disukai,
menurut Permadi (2004), dimana terdapat pertemuan antara arus panas dan dingin.
Adapun alasan utama ikan cakalang melakukan migrasi, menurut Laevastu dan Hayes
(1981), adalah:
3. Adanya perubahan beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, dan arus.
20
Barus (1989), kapal cakalang memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan jenis-
jenis kapal lainnya. Kekhususannya adalah pada bagian depan kapal terdapat pelataran --
yang digunakan oleh nelayan untuk memancing – dan bak-bak penyimpanan umpan
hidup. Keistimewaan lainnya adalah pada sekeliling sisi pelataran terdapat pompa
penyemprot air berkekuatan 5 PK.
Waktu penangkapan dilakukan pada pagi dan sore hari, Menurut Zainuddin (2002),
ikan cakalang aktif makan pada pagi hari dan kurang aktif pada siang hari. Aktifitas makan
akan kembali lagi pada sore hari. Pada malam hari, ikan cakalang tidak makan sama
sekali.
Keberhasilan penangkapan ikan cakalang menggunakan huhate terutama sangat
ditentukan oleh 2 faktor. Pertama adalah ketrampilan pemancing. Setiap pemancing harus
dapat mempekirakan kapan pancing diangkat dan bagaimana agar ikan yang tertangkap
tidak terlempar kembali ke laut. Jika ikan yang telah terluka oleh kail jatuh ke laut, maka
bau anyir darah ikan cakalang akan mengundang ikan hiu datang. Akibatnya, gerombolan
ikan cakalang akan segera lenyap. Kedua adalah keahlian pelempar umpan hidup. Ini
mengingat kecepatan migrasi ikan cakalang sangat tinggi. Gerombolan ikan cakalang
berada dekat dengan kapal hanya dalam waktu sekitar 30 menit (Cleaver & Shimada,
1950). Pelempar harus dapat memperkirakan waktu melempar dan lokasi pelemparan
umpan agar ikan dapat berada di sekitar kail.
Penyemprot
Ruang kemudi
Palka Pemancing
Gudang
Bak umpan
21
4.5. Koreksi Huhate
Fokus koreksi huhate umumnya dilakukan pada umpan buatan. Gunarso (1984)
menyebutkan bahwa semakin kabur bentuk suatu benda bagi mata ikan menyebabkan
kemampuan mata ikan untuk menangkap kekontrasan benda terhadap latar belakangnya
semakin berkurang. Benda berwarna hijau dan biru sulit terlihat, karena warna perairan
menyamarkan warnanya. Alatas (2004) menambahkan bahwa umpan tiruan berwarna
terang – seperti merah, oranye dan jingga -- lebih baik digunakan di perairan keruh.
Adapun umpan berwarna perak, hitam, biru dan hijau sebaiknya dipakai pada perairan
yang jernih. Syafrie (2008) menguji warna umpan merah, hijau dan perak untuk
menangkap ikan tongkol menggunakan huhate Hasilnya, warna perak lebih produktif
dibandingkan dengan ke-2 warna umpan lainnya. Selanjutnya diikuti oleh merah dan
hijau.
Penelitian yang membahas masalah umpan hidup dilakukan oleh Rosana (1994).
Menurutnya, umpan hidup jenis teri memberikan hasil tangkapan ikan cakalang yang lebih
banyak. Dari 20 kali operari penangkapan, jumlah tangkapan per 1 kg umpan teri
didapatkan ikan cakalang 131 ekor seberat 330 kg, sedangkan jumlah per 1 kg umpan ikan
rambe didapatkan 94 ikan cakalang (211 kg).
Keterampilan pemancing merupakan salahsatu faktor kunci keberhasilan
penangkapan dengan huhate. Susunan posisi pemancing di pelataran kapal sudah tertentu.
Pemancing yang berada paling depan adalah pemancing paling terampil dibandingkan
dengan pemancing di posisi kiri dan kanan pelataran. Menurut Tampubolon (1980),
keterampilan pemancing dinilai dari kecepatan mengangkat dan menjatuhkan ikan.
Teknik pemancingan yang tinggi adalah jika ikan berikutnya sudah terangkat sebelum
ikan yang tetangkap sebelumnya jatuh ke atas geladak kapal. Hutubessy (1986) mencoba
membuktikannya dengan mengukur kecepatan memancing dari 5 pemancing yang
diposisikan di sisi depan pelataran dan 5 pemancing di salahsatu sisi samping pelataran.
Hasilnya ternyata kecepatan rata-rata memancing dari pemancing yang berada pada sisi
samping pelataran lebih tinggi dibandingkan dengan pemancing pada posisi depan,
masing-masing kecepatannya adalah 1,31 ekor/menit dan 2,50 ekor/menit.
22
5. PANCING CUMI-CUMI
Penangkapan cumi-cumi dengan pancing masih belum popular di Indonesia. Cumi-
cumi masih merupakan hasil tangkapan sampingan beberapa jenis alat tangkap, seperti
bagan dan jaring arad.
Pancing cumi-cumi merupakan salahsatu alat alternative yang dapat dikembangkan
untuk menangkap cumi-cumi. Jenis alat ini sangat sederhana, karena bagian utamanya
hanya terdiri atas tali pancing, pancing -- yang tersusun atas kail dan umpan tiruan -- dan
pemberat. Tali pancing, pemberat dan kail sangat mudah didapatkan, sedangkan umpan
tiruan mudah dibuat. Cara pengoperasiannya juga sangat mudah, yaitu dapat ditarik secara
vertikal dan horizontal (trolling) dari perahu.
23
Penggulung 2 cm
Timah
Monofilament polyamide
(PA) No. 30, 40, 50, 150,
dan 200. Panjang 10-15 m
Bulu ayam 10 cm
Kili-kili
2 cm
24
Batang bambu
Tali pancing
Daging
cumi-cumi
Gagang
Kait Kail
25
Tali pancing
Timah
30 cm
30 cm
7,5 cm 5,5 cm
18,0 cm
8,0 cm
150 cm 1,0 cm
18,0 cm
1,0 cm
9,0 cm
18,0 cm
10,0 cm
18,0 cm
120,0 cm
26
1
2 20 cm
60-100 cm
3
4
80-120 cm
5
50-120 cm
27
Kili-kili
60 cm
30 cm
60 cm
Kili-kili
Timah
28
3. Pancing cumi-cumi otomatis
Satu unit pancing cumi-cumi otomatis tersusun atas satu mesin penggulung yang
dilengkapi dengan 2 roda penggulung dan 2 roda plastik pengarah. Susunan mesinnya
ditunjukkan pada Gambar 17. Adapun susunannya di atas kapal diilustrasikan pada
Gambar 18.
Mesin penggulung
Roda penggulung
Roda plastik
Tali pancing
Wadah
Tampak samping
Tampak atas
29
Mesin penggulung
Meja luncur
Meja
Geladak
Dinding kapal
30
Kili-kili
Pancing
Tali
pancing
Pemberat
31
cumi yang terkait pancing akan cepat terdeteksi oleh tegangan ujung tali pancing yang
dipegang.
32
5.3. Jenis Cumi-cumi Tangkapan
Operasi penangkapan cumi-cumi secara besar-besaran banyak dilakukan oleh nelayan
Jepang. Pada musimnya, cumi-cumi akan membentuk gerombolan besar. Setiap malam
pada musim cumi-cumi, lautan akan terang benderang oleh lampu yang dipancarkan oleh
kapal-kapal penangkap cumi-cumi. Armada penangkapan cumi-cumi juga akan bergerak
mengikuti musim cumi-cumi dari selatan ke utara.
Penangkapan cumi-cumi di Indonesia tidak dapat dilakukan secara besar-besaran
seperti di Jepang. Penyebabnya, cumi-cumi yang hidup di perairan Indonesia tidak
membentuk gerombolan besar. Keberadaannya juga sangat tersebar. Jenis cumi-cumi
yang umum ditangkap berasal dari famili Loliginidae. Genusnya adalah Loligo,
Sepioteuthis, Alloteuthis, Uroteuthis, Lolliguncula, dan Loliolopsis (Hamabe (1982).
6. RAWAI CARIBIA
Rawai Caribia merupakan rawai dasar yang telah dimodifikasi untuk menangkap
jenis-jenis ikan karang. Disebut rawai Caribia, karena alat ini untuk pertama kalinya
diujicoba di perairan Caribia, Amerika Tengah. Rawai ini juga dapat digunakan untuk
menangkap jenis-jenis ikan dasar (Anonymous, 1982). Perbedaan mencolok rawai
Caribia dari rawai dasar adalah pada penggunaan pipa polyvinyl chloride (PVC) sebagai
pengganti tali cabang. Pada satu pipa PVC dapat dipasang 10-16 tali pancing yang
posisinya saling berhadapan.
Dibandingkan dengan rawai dasar biasa, rawai Caribia memiliki banyak kelebihan.
Diantaranya adalah:
1. Untuk satu lokasi pemancingan dapat menggunakan jumlah pancing yang
banyak;
2. Kail tergantung pada batang pipa, sehingga mengurangi kekusutan;
3. Posisi kail yang tergantung menyebabkan ikan umpan bergerak-gerak sehingga
menyerupai ikan yang hidup;
4. Jumlah umpan yang banyak menyebabkan bau yang ditebarkan lebih kuat;
33
5. Pada operasi penangkapan di karang, ikan karang yang terkait kail akan sulit
menarik kail ke dalam lubang persembunyiannya; dan
6. Peluang kail tersangkut batu atau karang sangat kecil.
Kelebihan nomor 1 dan 3 dapat dimanfaatkan untuk menangkap ikan cucut pada perairan
dalam. Indera penglihatan ikan cucut sangat buruk. Untuk mencari makanan, ikan cucut
sangat mengandalkan pada bau dan getaran yang ditimbulkan oleh gerakan mangsanya.
Jenis rawai Caribia belum populer di Indonesia. Padahal jenis alat tangkap seperti ini
sangat dibutuhkan untuk menangkap jenis-jenis ikan karang. Ini mengingat perairan
karang Indonesia yang sangat luas dan sampai saat ini belum ada alat tangkap yang benar-
benar efektif dan tidak merusak karang untuk menangkap ikan karang konsumsi.
34
Tali utama
20 cm Pipa PVC
Kawat baja
70 cm
Batang besi
210 cm Kili-kili
30 cm
Batang besi
50 cm
Timah pemberat
35
6.2. Operasi Penangkapan Rawai Caribia
Sebelum operasi penangkapan, umpan dipasang pada setiap kail. Jenis umpan yang
digunakan diantaranya adalah ikan kembung, layang, layur, dan lemuru. Ikan yang
berukuran kecil dipasang utuh ke kail. Adapun untuk ikan yang berukuran besar, maka
potongan-potongan tubuhnya yang dikaitkan ke kail.
Penenggelaman pancing dilakukan setelah daerah penangkapan ikan didapatkan.
Prosesnya diawali dengan penenggelaman jangkar dan pelepasan pelampung pertama.
Selanjutnya, pelemparan tali utama dan pancing. Terakhir, pelemparan jangkar dan
pelampung kedua. Selama pemasangan pancing, perahu bergerak memotong arus. Ini
dimaksudkan agar posisi rangkaian pancing menghadang arus. Pada operasi siang hari,
pelampung tanda dilengkapi dengan bendera. Adapun pada pengoperasian malam hari,
pelampung tanda dilengkapi dengan lampu. Susunan rawai Caribia ketika dioperasikan
diilustrasikan pada Gambar 21.
Penempatan rawai Caribia untuk menangkap ikan karang dapat dilakukan diantara
karang-karang. Bahkan pada celah-celah karang dimana jenis alat tangkap lain tidak dapat
menjangkaunya. Ini dimungkinkan karena penempatan rawai dapat diatur dari permukaan
air tanpa dilakukan penyelaman.
Proses pengangkatan pancing dilakukan dengan urutan terbalik, yaitu dimulai dari
pelampung tanda dan jangkar kedua, tali utama dan pancing, dan diakhiri dengan
pelampung tanda dan jangkar pertama. Jika operasi penangkapan akan dilakukan lagi pada
tempat yang sama, maka jangkar dan pelampung tanda pertama tidak diangkat.
36
Gambar 21. Susunan rawai Caribia ketika dioperasikan.
37
menyebabkan jumlah pancing yang digunakan semakin sedikit, tetapi ini dapat
diantisipasi dengan mengurangi panjang setiap tali pancing.
Batang bambu
atau rotan
38
7. RAWAI DASAR BERTINGKAT
Penaman rawai dasar bertingkat di sebabkan oleh jenis alat ini dioperasikan di dasar
perairan dan susunan pancingnya bertingkat-tingkat. Jenis rawai ini merupakan
modifikasi rawai Caribia. Bagian yang diganti adalah tali cabangnya menggunakan tali
polyamide (PA) monofilament nylon. Ide pembuatannya untuk memudahkan
penyimpanannya di atas perahu dan menurunkan biaya pembuatannya.
Satu unit pancing rawai bertingkat tersusun atas 20 basket. Panjang 1 basket adalah
15 m. Dalam satu basket terdapat 3 tali pancing. Dengan demikian, jumlah tali pancing
yang dioperasikan untuk setiap unit rawai mencapai 60 buah atau 300 mata pancing.
39
Tali utama
Snap
Pelampung
50 cm
Kili-kili
60 cm
60 cm
Kail
Tali cabang
60 cm
35 cm
60 cm
50 cm
Pemberat
40
Pengangkatan alat dapat dimulai dari pelampung tanda pertama atau kedua. Selama
pengangkatan, perahu bergerak membentuk sudut antara 30-45o terhadap posisi tali
utama. Tujuannya untuk mempermudah dan mempercepat proses penarikan.
Penangkapan menggunakan rawai dasar bertingkat menggunakan umpan. Jenisnya
dapat bermacam-macam. Jika ukuran ikan terlalu besar, maka pemasangan umpan pada
kail dapat berupa potongan.
41
(Rastrelliger kanagurta). Jenis hasil tangkapan yang didapat berupa kakap merah
(Lutjanus coatesi), kerapu (Epinephelus magachir), Moa (Anguilla australis), lencam
(Lethrinus nebulosus), beloso (Eleotris fuscus), manyung (Arius maculatus), buntal
(Tetraodon stellatus), kurisi (Nemipterus tambuloides), kerong-kerong (Austisthesputa
sp.), dan remang (Conresox talabon).
8. PANCING LAYUR
Pancing layur sebenarnya adalah pancing ulur yang diperuntukkan untuk menangkap
ikan layur (Trichiurus sp.). Perbedaannya adalah adanya penggunaan kawat baja pada
bagian ujung tali cabang. Ini dimaksudkan agar tali cabang tidak mudah putus akibat
gigitan gigi layur yang sangat tajam.
42
hidup. Tali pancing ditarik ke permukaan jika ada ikan layur yang terkait di kail. Ini
ditandai dengan adanya ketegangan pada tali pancing.
Operasi penangkapan umumnya dilakukan dari sore (18.00) hingga pagi hari (04.00
atau 06.00). Dalam satu perahu dioperasikan 2-4 tali pancing oleh satu nelayan. Jumlah
total penarikan dan penurunan pancing dalam satu malam sekitar 100-300 kali.
Penggulung
Tali utama
Kili-kili
Pemberat
Tali cabang
Barlen
Kail
43
9. RAWAI LAYUR
Rawai layur merupakan pengembangan dari pancing ulur yang digunakan untuk
menangkap layur (Trichiurus sp.). Modifikasi terdapat pada penambahan jumlah mata
pancing, pelampung dan pemberat tambahan, Modifikasi lain adalah pada cara
pengoperasiannya, yaitu secara tetap dan dihanyutkan. Rawai layur dioperasikan pada
kedalaman pertengahan.
Pemasangan setiap tali cabang ke tali utama berjarak 4 m. Ini sengaja dilakukan agar
tali cabang berikut barlen – yang panjang totalnya 2 m – tidak saling terbelit pada bagian
ujungnya ketika rawai sedang dioperasikan. Pengamanan lainnya adalah pada bagian
44
ujung tali utama – yang diikatkan ke tali pelampung – diberi kili-kili. Maksudnya agar tali
utama tidak mudah putus akibat tarikan dan putaran ikan layur yang tertangkap.
Tali utama
Tali cabang
Barlen
Kail
45
Proses pengangkatan dimulai dengan mengangkat pelampung kedua, tali pelampung,
tali pemberat dan pemberatnya. Selanjutnya, tali utama berikut tali cabang diangkat ke
perahu. Proses kerja berakhir ketika pelampung tanda diangkat ke perahu. Selama proses
pengangkatan rawai, kondisi mesin perahu dalam keadaan hidup. Perahu bergerak ke arah
pelampung tanda. Ini dimaksudkan agar proses penarikan menjadi lebih mudah, ringan
dan cepat.
Penangkapan layur dilakukan dari sore hingga pagi hari atau pada waktu hari gelap.
Lama perendaman rawai antara 30-35 menit. Jika hasil tangkapan layur cukup banyak,
operasi penangkapan dilanjutkan lagi pada tempat yang sama. Daerah penangkapan akan
berpindah ke tempat lain jika hasil tangkapan layur sangat sedikit.
46
10. PANCING SENGGOL
Pancing senggol tidak menggunakan umpan. Penamaannya dilatarbelakangi oleh cara
tertangkapnya ikan yang tidak sengaja menyenggol kail. Untuk memperbesar
tertangkapnya ikan, maka susunan tali cabang dibentuk menyerupai tirai yang rapat.
Dalam satu kali operasi penangkapan digunakan ratusan hingga ribuan mata pancing.
Semakin banyak mata pancing yang dipasang dan semakin rapat jarak antara pancing,
maka peluang tertangkapnya ikan akan semakin besar. Ikan yang berenang menerobos
tirai pancing akan terkait oleh satu atau beberapa kail.
Pancing senggol hanya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan demersal. Oleh
karenanya, pemasangannya dilakukan di atas permukaan dasar perairan yang rata. Agar
pancing tidak tergeletak di atas permukaan dasar perairan, maka setiap beberapa mata
pancing dilengkapi dengan pemberat dan pelampung.
47
pada pangkal kail. Bagian ini juga dikikir. Untuk menghubungkan antara ujung tali cabang
dengan pangkal kail cukup dengan cara diikat.
48
sudut antara 45-90o terhadap haluan perahu. Agar kisaran sudut tersebut tetap terjaga,
maka mesin perahu selalu dalam keadaan hidup. Perahu akan bergerak jika sudut yang
dibentuk antara haluan perahu dan tali utama pancing senggol kurang atau lebih dari
kisaran sudut tersebut.
Operasi penangkapan ikan dengan pancing senggol dilakukan pada malam hari. Ini
dimaksudkan agar ikan tidak dapat melihat tirai tali pancing. Penawuran pancing biasanya
dilakukan pada sore hari antara jam 15.00-17.00. Pengangkatan pancing dilakukan
keesokan harinya antara jam 06.00-08.00. Waktu operasi pancing senggol dilakukan
antara 3-5 hari pada daerah operasi penangkapan yang tidak terlalu jauh dari pantai. Pada
malam hari, nelayan bermalam di pulau atau daratan terdekat.
5 basket = 250 m
1 basket
10 kail
180 cm
49
Gambar 29. Susunan pancing senggol ketika dioperasikan.
50
10.3. Jenis Ikan Tangkapan Pancing Senggol
Target ikan tangkapan pancing senggol adalah jenis-jenis ikan demersal. Mashoeri
(1989) melakukan operasi penangkapan dengan pancing senggol di perairan Cirebon.
Hasil tangkapannya terdiri atas ikan pari dan hiu. Jenis-jenis ikan pari adalah pari ayam
(Dasyatis sephen, Forskal 1775), pari pasir (Himantura uarnak, Forskal 1775), pari
kembang (Taeniura lymna, Forskal 1775), pari macan (Amphotitius kuhlii, Muller &
Henle 1841), pari gampret (Gymnura micrura, Bloch & Schneider), pari lumpur
(Gymnura poecilura, Shaw), dan pari burung (Aetobatus narinari, Euphrasen 1790).
Jenis-jenis hiu meliputi cucut kekeh (Rhynchobatus djiddensis, Forskal 1775), cucut biola
(Rhinobatus granulates, Cuvier 1829), hiu cermin (Rhinobatos armatus, Gray), cucut
pedang (Pristiopsis microdon, Latham 1794), cucut gergaji (Pristis cuspidatus, Latham
1794), cucut kepala besar (Rhina ancylostomus), hiu martil (Sphyrna lewini, Griffith &
Smith 1834), dan cucut batu (Nebrius concolor, Ruppel 1837).
51
Semua tali cabang pancing senggol memiliki panjang yang sama. Posisi ini
menyebabkan susunan kail relatif rata di atas permukaan dasar perairan. Ikan yang
berenang dekat dengan permukaan dasar perairan kemungkinan besar akan tertangkap
ketika menabrak tirai pancing. Adapun ikan yang berenang di antara kail dan tali utama
diperkirakan dapat menyibak tirai pancing dan meloloskan diri. Solusi yang mungkin
untuk mengatasinya adalah dengan mendesain panjang tali cabang yang berbeda-beda.
Ikan yang berenang di antara tali utama dan mata pancing akan tertangkap. Gambar 32
mengilustrasikan susunan pancing senggol dengan panjang tali cabang yang beragam
ketika dioperasikan.
Gambar 32. Susunan pancing senggol dengan panjang tali cabang yang beragam
ketika dioperasikan.
52
11. RAWAI KAKAP
Rawai kakap ditujukan untuk menangkap ikan kakap. Dengan demikian, lokasi
penangkapannya disesuaikan dengan habitat ikan kakap, yaitu pada perairan dasar. Dilihat
dari daerah penangkapan dan konstruksinya, maka rawai kakap kemungkinan besar dapat
menangkap beragam jenis ikan demersal.
53
(Priacanthus sp.), peperek (Leiognathus sp.), kapas-kapas (Gerres sp.), bloso (Saurida
sp.), dan kuniran (Upeneus sp.). Umpan dipasang dalam keadaan utuh pada kail dengan
bagian mulut tembus ke mata, mata tembus ke dada atau pada bagian tengah rongga dada.
Pemasangan rawai dimulai dengan penurunan pelampung tanda pertama, tali
pelampung, pemberat besar pertama, tali utama, pemberat kecil pertama, tali cabang,
pemberat kecil kedua, pemberat besar kedua, dan pelampung tanda kedua. Urutan
pengangkatannya dapat dimulai dari pelampung tanda pertama atau kedua. Ini tergantung
pada posisi perahu dengan pelampung tanda terdekat. Rawai hanya direndam selama 20-
30 menit. Gambar 33 ditunjukkan susunan rawai kakap ketika dioperasikan.
Waktu operasi adalah malam hari, yaitu dimulai dari matahari tenggelam hingga pagi
hari sebelum matahari terbit. Dalam satu malam dilakukan berkali-kali operasi
penangkapan. Jumlah operasi penangkapan tergantung pada jumlah hasil tangkapan yang
didapat. Jika hasil tangkapan sedikit, maka daerah penangkapan yang baru harus dicari.
Ini berakibat pada berkurangnya jumlah pengoperasian rawai.
54
Gambar 33. Susunan rawai kakap ketika dioperasikan.
55
12. RAWAI CUCUT
Sesuai dengan namanya, rawai cucut digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan
cucut. Penggunaan jumlah pancing yang banyak dengan bentuk umpan berupa potongan
menjadikan jenis alat tangkap ini sangat tepat untuk menangkap cucut. Potongan umpan
yang banyak akan menyebarkan bau yang kuat, sehingga mengundang ikan cucut untuk
datang. Diantara ke-3 alat indera cucut – penciuman, penglihatan dan pendengaran --,
indera penciuman adalah yang paling diandalkan.
56
Tali utama
0,75 m Barlen
Gambar 35. Susunan tali cabang rawai cucut dalam satu basket. 57
12.2. Operasi Penangkapan Rawai Cucut
Operasi penangkapan ikan menggunakan rawai cucut dimulai dengan penentuan
daerah penangkapan ikan. Jika sudah ditemukan, maka pemasangan rawai cucut
dilakukan. Selama pemasangan alat tangkap, kapal bergerak perlahan memotong arus.
Mula-mula pelampung tanda dilemparkan, selanjutnya pelampung, tali utama, tali cabang
– berikut kail yang sudah terpasang umpan – dan terakhir pelampung serta pelampung
tanda. Bentuk rawai cucut ketika dioperasikan ditunjukkan pada Gambar 36.
Urutan proses pengangkatan dilakukan sebaliknya, yaitu dari pelampung tanda
terakhir. Untuk meringankan pengangkatan, maka kapal bergerak searah tali utama. Ikan
cucut yang tertangkap dinaikkan ke atas geladak perahu. Jika ukuran ikan kecil, maka ikan
langsung dilepaskan dari kailnya. Sebaliknya jika ukuran ikan cukup besar, ikan
dilumpuhkan lebih dahulu dengan cara memukul bagian kepalanya dengan benda keras.
Ikan cucut yang berukuran besar sangat berbahaya bagi nelayan, karena dapat menyerang
selagi dalam proses pelepasan dari kail.
Unit penangkapan rawai cucut biasanya dilengkapi dengan alat penangkap jaring
insang. Fungsi alat ini adalah untuk mencari ikan yang akan dijadikan umpan rawai cucut.
Jenis-jenis ikan tangkapan yang umum dijadikan sebagai umpan adalah ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus affinis). Untuk digunakan sebagai umpan,
kedua jenis ikan tersebut dikaitkan ke kail dalam bentuk potongan. Maksudnya, darah
yang dikeluarkan dari potongan ikan umpan akan merangsang indera penciuman ikan
cucut. Selanjutnya, ikan cucut akan lebih cepat mendatangi pancing.
Operasi penangkapan umumnya dilakukan sepanjang malam hari. Rawai cucut
dipasang pada sore hari dan diangkat keesokan harinya. Pada hari terang – dari pagi
hingga sore hari -- digunakan nelayan untuk mencari umpan menggunakan jaring insang.
58
12.3. Hasil Tangkapan Rawai Cucut
Rahayuningsih (1993) melakukan ujicoba penangkapan menggunakan rawai cucut di
perairan Cilacap. Seluruh tangkapannya ternyata berupa ikan cucut yang didominasi oleh
cucut poto (Carcharhinus amboiensis). Jenis-jenis lainnya adalah cucut abu-abu
(Carcharhinus hemiodon), cucut biru (Prionace glauca), cucut penebah (Alopias
vulpinus), dan cucut martil (Sphyrna lewini).
59
13. RAWAI TUNA
Sesuai namanya, rawai tuna dioperasikan untuk menangkap jenis-jenis ikan tuna.
Lokasi penangkapannya pada perairan dalam yang jauh dari pantai. Rawai tuna yang
banyak digunakan di Indonesia dioperasikan dengan cara dihanyutkan..
61
Tali utama
Kili-kili
Sekiyama
Kili-kili
Barlen
Kail
62
560 m
30 m
50 m
35 m
63
PUSTAKA
Anonymous. 1982. New approach to bottom longlining. Australian Fisheries, February,
Vol. 41 Number 2.
Anonymous. 1990. Hamade type squid fishing equipment. Towa Denki Seisakusho Co.
Ltd. Hakodate, Hokkaido, Japan.
Ayodhyoa, AU. 1981. Methode penangkapan ikan. Yayasan Dewi Sri, CV Gaya Tehnik.
Bogor.
Ben Yami, M. 1976. Fishing with light. FAO Fishing Manuals, Fishing news books Ltd.
Farnham, England.
Boongerd, S & S Chitrapong. 1990. Small-scale fishing for squids and related species. A
report of the training/study tour on squid fishing. ASEAN/UNDP/FAO regional
small-scale coastal fisheries development project, Manila, Philipines.
Cleaver, FG & BM Shimada. 1950. Japanese skipjack (Katsuwonus pelamis, Linne 1758).
Fishing method. Commercial fishing review. US Dept. of Int. Fish & Wild Life
Service. Washington.
Danny, M. 1988. Suatu studi tentang pancing mili-mili : Pengaruh warna umpan buatan
terhadap hasil tangkapan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Endratno. 2002. Uji coba benang perak pada pancing tonda (troll line) di perairan
Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
FAO. 1983. FAO species cataloque. Scombrids of the World United Nation Development
program volume 2. Food and Agriculture Organization. Rome.
Gumelar, AR. 2003. Perbandingan jenis umpan bandeng (Chanos chanos) dan layang
(Decapterus russelli) terhadap hasil tangkapan ikan tuna pada penangkapan dengan
rawai tuna di perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
64
Gunarso, W. 1984. Tingkah laku ikan dalam hubungannya dengan alat, metode dan taktik
penangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hamabe, M. 1982. Squid jigging from small boats. FAO Fisheries Technology Service.
Farnham, England.
Hutubessy, BG. 1986. Suatu penelitian tentang keterampilan pemancing di kapal pole and
line 30 GT milik Perum Perikani Maluku, Ambon. Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ilyas, N. 2003. Keragaan teknis unit penangkapan huhate (pole and line) di Kota Kendari
Sulawesi Tenggara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Kayadoe, ME. 1983. Pengaruh pasang surut terhadap hasil tangkapan pancing tangan
(hand line) di Teluk Ambon. Fakultas Peternakan – Perikanan, Universitas
Pattimura (afiliasi Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor). Bogor.
Marindro. 1993. Analisis hasil tangkapan rawai dasar kakap merah yang didaratkan di
Juwana, Jawa Tengah. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mashoeri, OS. 1989. Suatu studi tentang desain pancing senggol dan kemungkinan
pengembangannya di Kotamadya Cirebon. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Nugroho, P. 2002. Pengaruh perbedaan ukuran mata pancing terhadap hasil tangkapan
pancing tonda di perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Oskandar, ES. 1992. Studi tentang perikanan pancing ranggung di Tanjung Pasir,
Kabupaten Tangerang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Permadi, R. 2004. Analisis hasil tangkapan cakalang dan hubungannya dengan kondisi
oseanografi fisika di perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
65
Prabawati, R. 1994. Studi tentang pancing cumi-cumi otomatis dan kemungkinan
pemakaiannya di Indonesia. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prayitno, MRE. 2006. Penggunaan ukuran mata pancing nomor 7, 8 dan 9 pada rawai
layur terhadap hasil tangkapan ikan layur di Teluk Pelabuhanratu. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayuningsih, W. 1993. Pengaruh kedalaman mata pancing rawai cucut terhadap hasil
tangkapan ikan cucut di Cilacap. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rianawati, I. Pengaruh kedalaman posisi mata pancing terhadap hasil tangkapan dalam
uji coba rawai dasar bertingkat di sekitar Selat Sunda dan Kepulauan Seribu. Skripsi
(tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rosana, I. 1994. Pengaruh perbedaan jenis ikan umpan terhadap hasil tangkapan cakalang
dengan pole and line. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Subani, W dan HR Barus 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No. 50 tahun 1988/1989 (edisi khusus). Balai Penelitian
Perikanan Laut, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian. Jakarta.
Susanto, K. 1984. Studi perbandingan produksi rawai dasar tradisional dengan rawai dasar
tipe Caribia. Karya ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Syafrie, H. 2008. Ujicoba beberapa warna umpan tiruan pada penangkapan ikan dengan
huhate di perairan Bone-bone, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tampubolon, SM. 1980. Persiapan dan pengoperasian pole and line. Ikatan Alumni
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
66
Uktolseja. 1989. Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia.
Puslitbang Pertanian, Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Zainuddin. 2002. Pengaruh penggunaan umpan terhadap hasil tangkapan cakalang dengan
menggunakan pancing ulur pada rumpon di perairan Pambusuang Kabupaten
Polmas, Sulawesi Selatan Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
67