Anda di halaman 1dari 8

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom gangguan metabolisme

dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi

sekresi insulin atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin (atau keduanya)

(Karam & Forsham, 2000). Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di dunia karena perannya dalam perkembangan

penyakit optik, renal, neuropatik dan kardiovaskuler (ADA, 2004). Diabetes

melitus dihubungkan secara patologi dengan komplikasi mikrovaskuler tertentu

serta penyakit-penyakit makrovaskuler yang dapat mempercepat proses

atherosklerosis, serta berbagai komplikasi lain (Eisenbarth, 1995).

Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes terbanyak di seluruh dunia, sekitar

90 % kasus (Buse, et al., 2003). Angka kejadian diabetes tipe 2 meningkat secara

dramatis pada dua dekade terakhir, dengan 1,6 juta kasus terdiagnosis tiap

tahunnya di Amerika Serikat (Ahmad & Crandall, 2010). Pada saat ini di

Indonesia DM menempati posisi keempat dari jumlah penderita DM seluruh

dunia. Diperkirakan jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita dan akan

meningkat menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030 (Wild et al., 2004).

Pasien dengan DM memiliki risiko dua sampai empat kali lipat mengalami

penyakit kardiovaskuler, penyakit vaskuler perifer dan stroke. Komplikasi-


13

komplikasi tersebut menyebabkan 65% penyebab kematian pasien DM di

Amerika Serikat (Ahmad & Crandall, 2010). Secara garis besar, komplikasi DM

dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri

koroner, penyakit arteri perifer, dan stroke, serta komplikasi mikrovaskuler seperti

nefropati, retinopati, dan neuropati (Fowler, 2008).

Neuropati diabetika didefinisikan sebagai tanda-tanda dan gejala-gejala

disfungsi saraf perifer pada pasien dengan DM setelah penyebab disfungsi saraf

perifer lain dieksklusikan. Neuropati merupakan komplikasi jangka panjang yang

paling sering diderita pasien DM, yaitu sebesar 50 % (Boulton, et al., 2005).

Neuropati diabetika merupakan gangguan kompleks dan heterogen yang

mencakup berbagai macam abnormalitas, mempengaruhi sistem saraf perifer dan

otonom, menyebabkan morbiditas dan mortalitas terbanyak pada pasien diabetes,

menjadi beban ekonomi, dan berhubungan dengan kualitas hidup (Tesfaye et al.,

2005).

Sebuah penelitian epidemiologi komprehensif memperkirakan prevalensi

neuropati pada pasien diabetes sekitar 30% dari pasien DM yang dirawat di rumah

sakit dan 20% pada pasien pada komunitas umum. Insiden neuropati mencapai

50% pada pasien yang mengalami diabetes selama lebih dari 25 tahun. Namun,

tidak mungkin memperkirakan secara akurat prevalensi sebenarnya dari neuropati

diabetika, karena kriteria diagnosis bervariasi, penelitian epidemiologi terbatas

pada pasien yang menerima perawatan medis, dan diabetes masih tidak

terdiagnosis pada populasi besar pasien diabetes (Tesfaye, 2004).


14

Meskipun angka kejadian neuropati diabetika mencapai 50% pada pasien

diabetes dan telah lama diketahui sebagai komplikasi diabetes, namun hal ini

kurang mendapat perhatian dalam hal pelacakan, deteksi awal, terapi, dan

pencegahan. Neuropati dapat berkembang bahkan sebelum onset DM terdiagnosis

secara klinis. Gejala, penelitian elektrodiagnostik, dan berkurangnya densitas

serabut saraf konsisten dengan small fiber neuropathy (Bansal et al., 2006). Pada

penelitian terhadap pasien diabetes tidak tergantung insulin, didapatkan prevalensi

neuropati diabetika sebesar 26 % dengan menggunakan kriteria menurunnya atau

hilangnya sensasi termal menggantikan tanda-tanda sensorik atau motorik

(Franklin et al., 1990).

Patogenesis neuropati diabetika bersifat multifaktorial, terkait faktor

metabolik dan vaskuler. Pada masa lalu, pemahaman tentang patogenesis

neuropati diabetika berkisar pada apakah faktor metabolik atau vaskuler yang

lebih penting. Namun, pada saat ini berkembang pendapat yang berfokus pada

interaksi kedua faktor tersebut pada setiap tahap penyakit (Cameron, et al., 2001).

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan neuropati diabetika dengan

faktor vaskuler, baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Pada penelitian

UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study), pengendalian hipertensi

tidak hanya memperbaiki outcome makrovaskuler namun juga menurunkan

komplikasi mikrovaskuler. Dua penelitian menggunakan angiotensin converting

enzyme (ACE) dan vasodilator 5HT2 antagonis sarpogelate menunjukkan

perbaikan nerve conduction velocity (NCV) pada neuropati diabetika (Cameron et

al., 2001).
15

Pada tahun 1992, England et al. mengemukakan bahwa peripheral arterial

disease (PAD) menyebabkan denervasi otot akibat iskemia berulang. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian berupa muscle unit action potential (MUAP) durasi

panjang yang menggambarkan adanya denervasi dan reinnervasi disamping NCV

yang melambat pada kelompok PAD. Pada penelitian selanjutnya, England et al.,

(1995) menemukan bahwa gangguan makrovaskuler dapat menyebabkan

neuropati perifer, terutama pada serabut motorik. Penelitian Lang et al. (2006)

mendapatkan PAD menyebabkan gangguan serabut saraf Aß, Aα, dan serabut C,

yang lebih tampak nyata pada PAD berat daripada PAD sedang.

Ankle Brachial Index (ABI) ialah ratio tekanan darah sistolik pada

ekstremitas bawah dan ekstremitas atas. Sebagai alat diagnostik, ABI

merefleksikan keparahan penyakit arteri perifer, sehingga sering digunakan

sebagai marker timbul dan progresivitas penyakit arteri perifer. Lebih dari itu,

ABI merupakan suatu marker independen terhadap morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler (Potier, et al., 2011).

Skor ABI dapat memperkirakan adanya atherosklerosis sistemik dan

hubungannya dengan risiko kardiovaskuler. Individu dengan skor ABI < 0,90

menunjukkan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas penyakit

kardiovaskuler (Allison et al., 2008). Namun penelitian Aboyans et al. (2011)

mendapatkan individu dengan skor ABI yang tinggi (≥ 1,40) memiliki prognosis

penyakit kardiovaskuler yang buruk. Penelitian Wang, et al. (2005) menunjukkan

bahwa peningkatan kejadian kaudikasio pada pasien dengan skor ABI yang

tinggi, dibandingkan kelompok dengan skor ABI antara 1,00-1,30, menunjukkan


16

kemungkinan peningkatan risiko penyakit vaskuler oklusif pada skor ABI yang

tinggi. Skor ABI ≥ 1,40 berhubungan dengan timbulnya ulkus pedis, gagal

jantung kronis, stroke, dan neuropati (Allison, et al., 2008). Skor ABI yang tinggi

banyak dihubungkan dengan adanya NCAD yang memiliki efek lebih besar pada

mikrovaskuler seperti retinopati, neuropati, stroke, dan penyakit ginjal (Lilly, et

al., 2013)

Nilai ankle brachial index telah diterima sebagai marker penyakit

atherosklerosis makrovaskuler pada pasien diabetes melitus. Penelitian mengenai

penggunaan ankle brachial index dalam memperkirakan kelainan mikrovaskuler

sangat sedikit dan masih memerlukan pembuktian lebih lanjut (Papanas, et al.,

2007).

Pemeriksaan konduksi saraf merupakan suatu prosedur pemeriksaan non-

invasif untuk mengetahui adanya polineuropati diabetika secara objektif.

Pemeriksaan ini meliputi stimulasi pada serabut saraf sensorik maupun motorik

untuk kemudian dilakukan perekaman potensial aksi sensorik dan motoriknya.

Evaluasi terhadap beberapa parameter seperti latensi, kecepatan konduksi dan

amplitudo membantu dalam menentukan tipe gangguan serabut saraf (Ali, et al.,

2008).

Penurunan Kecepatan Hantar Saraf (KHS) motorik pada distal symmetrical

polyneuropathy (DSP) lebih banyak didapatkan daripada polineuropati aksonal

pada pasien dengan neuropati diabetika. Pemeriksaan pada 57 pasien dengan

neuropati diabetika mendapatkan bahwa penurunan kecepatan konduksi motorik


17

pada diabetic DSP berhubungan dengan rusaknya akson pada large fiber

disamping akibat proses demielinisasi (Herrmann, et al., 2002)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan beberapa masalah,

yaitu :

1. Kelainan patologis pembuluh darah dan atau aliran darah dapat menyebabkan

terjadinya neuropati diabetika.

2. Penyakit arteri perifer dapat mempengaruhi komplikasi mikrovaskuler yang

berhubungan dengan kejadian neuropati diabetika dan dapat dideteksi dengan

pengukuran skor Ankle brachial index (ABI).

3. Hubungan antara skor Ankle brachial index (ABI) dengan neuropati diabetika

yang diukur dengan kecepatan hantar saraf belum diketahui dan masih

membutuhkan pembuktian.

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat korelasi antara skor Ankle Brachial Index (ABI) dan

kecepatan hantar saraf tepi pada neuropati diabetika ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa skor Ankle

brachial index berkorelasi dengan kecepatan hantar saraf tepi pada pasien dengan

neuropati diabetika.
18

E. Manfaat Penelitian

Bagi perkembangan kemajuan ilmu neurologi, penelitian ini bermanfaat

untuk meningkatkan pengetahuan peneliti dan klinisi terutama mengenai

neuropati diabetika. Bagi klinisi, penelitian ini bermanfaat untuk mendukung tata

laksana pasien neuropati diabetika dengan pertimbangan pemberian terapi

pencegahan atherosklerosis maupun proses inflamasi lain pada pembuluh darah.

Di samping itu penelitian ini diharapkan dapat mendukung pemberian edukasi

yang baik dalam tata laksana pasien neuropati diabetika. Bagi peneliti, penelitian

ini bermanfaat untuk menjadi dasar penelitian lanjutan mengenai hubungan skor

Ankle Brachial Index dan neuropati diabetika.

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui

hubungan skor Ankle Brachial Index maupun Penyakit Arteri Perifer pada

neuropati diabetika, didapatkan penelitian sebagai berikut :


19

Tabel 1. Keaslian Penelitian


Peneliti Judul, sumber Metode Alat ukur Hasil
Lang, et Sensory neuropathy and Studi kasus ENMG PAD
al.,2006, signs of central sensitization kontrol berhubungan
in patients dengan
with peripheral arterial neuropati
disease, perifer.

England, et Progression of neuropathy in Studi kasus EMG PAD


al., 1995, peripheral arterial disease kontrol ENMG berhubungan
Biopsi dengan
timbulnya
neuropati
motorik
multifokal.
Papanas et Ankle brachial index : a Studi NDS Skor ABI lebih
al., 2007 Surrogate Marker of potong rendah pada
Microvascular lintang kelompok
Complications in Type 2 neuropati
Diabetes Mellitus ? dibandingkan
kelompok non
neuropati
Penelitian Korelasi Skor Ankle Brachial Studi ENMG
ini Index dan Kecepatan Hantar potong
Saraf Tepi pada Neuropati lintang
Diabetika

Anda mungkin juga menyukai