Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

WATER CUT

Ketika memproduksikan minyak, air pasti ada yang ikut terproduksi.


Perbandingan antara jumlah atau volume air yang terproduksi dengan total volume
dari fluida yang diproduksikan inilah yang disebut sebagai water cut. Tentu saja,
suatu perusahaan minyak atau gas akan menghindari atau meminimalisir
terproduksinya air, karena air yang terproduksikan bisa berbahaya bagi lingkungan.
Namun air yang diproduksikan ini bisa digunakan untuk pemanfaatan secondary
recovery seperti waterflood dan / atau untuk digunakan pada sumur injeksi sebagai
pressure maintenance.

4.1. Definisi
Menurut Jansen J. D. dan Currie P. K., water cut adalah suatu pengukuran
terhadap perbandingan atau fraksi (persentase) dari air di total volume dari liquid
yang terproduksi (minyak dan air) yang terukur pada kondisi standard.
π‘žπ‘€,𝑠𝑐
𝑓𝑀, 𝑠𝑐 = (π‘žπ‘œ,𝑠𝑐+π‘žπ‘€,𝑠𝑐) ……………………………………………… (4-1)

Pengukuran alternatif lainnya disebut sebagai water – oil ratio (Rwo), yaitu
perbandingan antara volume air terproduksi di permukaan dengan volume dari
minyak, pada keadaan standard.

π‘žπ‘€,𝑠𝑐
π‘…π‘€π‘œ = ………………………………………………………. (4-2)
π‘žπ‘œ,𝑠𝑐

Keduanya tidak memiliki dimensi. Minyak dengan harga nol (0) atau sangat
rendah WOR biasa disebut sebagai dry oil.

148
149

4.2. Asal Water Cut


4.2.1. Water Influx
Batuan yang mengandung air atau biasa disebut dengan aquifer hampir
selalu mengelilingi semua reservoir hidrokarbon. Aquifer ini mungkin saja lebih
besar luasannya dan / atau volumenya dibandingkan dengan reservoir minyak atau
gas yang berada diatasnya, dan mungkin juga bisa sangat kecil sehingga
pengaruhnya terhadap performa reservoir terkadang diabaikan.
Ketika fluida reservoir di produksikan dan tekanan reservoir menurun,
maka akan timbul perbedaan tekanan dari aquifer disekeliling reservoir tersebut.
Berdasarkan hukum dasar dari aliran fluida dalam media berpori, aquifer akan
mulai bergerak melewati batas antara hidrokarbon dan air (WOC).

4.2.1.1. Klasifikasi Aquifer


Istilah dari water drive mechanism biasa digunakan untuk water drive yang
bersifat alami (bukan artificial) dimana mekanisme ini berasal dari aquifer yang
berada disekitarnya melakukan pressure maintenance karena terjadi penurunan
tekanan ketika hidrokarbon diproduksikan. Hal inilah yang disebut dengan water
encroachment, yang dipengaruhi oleh:
οƒ˜ expansi dari air di aquifer
οƒ˜ kompresibilitas batuan aquifer
οƒ˜ kondisi struktur dimana letak aquifer secara struktur berada diatas
dari pay zone

klasifikasi dari reservoir-aquifer system, menurut Tarek Ahmad, biasa di


deskripsikan sebagai berikut:

a. Tingkat dari Pressure Maintenance

Berdasarkan tingkat dari pressure maintenance, water drive alami terbagi


secara kuantitatif sebagai berikut:

οƒ˜ Active water drive


οƒ˜ Partial water drive
150

οƒ˜ Limited water drive

Istilah β€œactive” water drive merujuk kepada water encroachment yang


memiliki laju alir dari water influx yang sebanding dengan laju produksi total
reservoir, sehingga penurunan tekanan yang terjadi tidaklah drastis dan relatif pelan
dan konstan.

[π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿ 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑒π‘₯ π‘…π‘Žπ‘‘π‘’]


= [π‘œπ‘–π‘™ π‘“π‘™π‘œπ‘€ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘’] + [π‘“π‘Ÿπ‘’π‘’ π‘”π‘Žπ‘  π‘“π‘™π‘œπ‘€ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘’]
+ [water production rate]

Atau:

𝑒𝑀 = π‘„π‘œπ΅π‘œ + 𝑄𝑔𝐡𝑔 + 𝑄𝑀𝐡𝑀 …………………………………… (4-3)

Dimana:

Ew : water influx rate, bbl/day

Qo : oil flow rate, STB/day

Bo : oil formation volume factor, bbl/STB

Qg : gas flow rate, scf/day

Bg : gas formation volume factor, bbl/scf

Qw : water flow rate, STB/day

Bw : water formation volume factor, bbl/STB

Persamaan (4-3) bisa ditulis sebagai berikut jika menggunakan istilah


kumulatif produksi dengan cara derivative dari rumus sehingga:

π‘‘π‘Šπ‘’ 𝑑𝑁𝑒 𝑑𝑁𝑝 π‘‘π‘Šπ‘’


𝑒𝑀 = = π΅π‘œ + (𝐺𝑂𝑅 βˆ’ 𝑅𝑠) 𝐡𝑔 + 𝐡𝑀 …………… (4-4)
𝑑𝑓 𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑

Dimana:

We = cumulative water influx, bbl

t = time, days
151

Np = cumulative oil production, STB

GOR = current gas–oil ratio, scf/STB

Rs = current gas solubility, scf/STB

Bg = gas formation volume factor, bbl/scf

Wp = cumulative water production, STB

dNp / dt = daily oil flow rate Qo, STB/day

dWp / dt = daily water flow rate Qw, STB/day

dWe / dt = daily water influx rate ew, bbl/day

(GOR βˆ’ Rs) dNp / dt = daily free gas rate, scf/day

b. Outer Boundary Conditions

Aquifer bisa di klasifikasi sebagai tak terbatas atau terbatas (terdapat


boundary). Secara geologis semua formasi memiliki batas, namun akan menjadi tak
terbatas jika perubahan dalam tekanan pada WOC tidak terlalu besar pada batas
aquifer.

c. Flow Regimes

Ada 3 jenis pola aliran yang mempengaruhi laju alir dari water influx ke
reservoir. Pola aliran tersebut antara lain:

οƒ˜ Steady – state (aliran mantap)


οƒ˜ Pseudo steady – state (aliran mantap semu)
οƒ˜ Unsteady – state (aliran tidak mantap)

d. Flow Geometries

Dalam reservoir dengan system aquifer, bentuk dari geometri alirannya bisa
di klasifikasi menjadi 3:
152

οƒ˜ Edge-water Drive

Gambar 4.1
Edge-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)

οƒ˜ Bottom-water Drive

Gambar 4.2
Bottom-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)
153

οƒ˜ Linear-water Drive

Gambar 4.3
Linear-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)

4.2.2. Air pada Batuan Reservoir


Air yang berada pada batuan reservoir dapat bergerak tergantung dari faktor
- faktor berikut ini:

4.2.2.1. Saturasi Air

Saturasi air adalah perbandingan antara volume air yang terkandung di pori
batuan dengan total volume pori batuan. Air yang tertinggal dinamakan connate
water atau interestitial water. Bila reservoir didapatkan, kemungkinan terdapat
minyak, gas dan air yang telah terdistribusikan keseluruh bagian reservoir.

volume pori - pori yang diisi oleh air


Sw = ........................................(4-5)
volume pori - pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + So + Sw = 1...................................................................................(4-6)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1..........................................................................................(4-7)
154

4.2.2.2. Permeabilitas Air


a. Permeabilitas Absolut
Permeabilitas absolut suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada batuan hanya terdiri atas satu fasa, misalnya hanya gas, minyak atau
air saja. Secara empiris diformulasikan sebagai berikut:
qΞΌ L
kabs = ……………………………………………...…......(4-8)
A (P1 ο€­ P2 )

b. Permeabilitas Efektif
Permeabilitas efektif suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada media berpori lebih dari satu fasa. Permeabilitas efektif untuk
masing-masing fluida adalah:
οƒ˜ Permeabilitas Efektif Gas (kg)
qg ΞΌg L
kg = ………………………………………………...……(4-9)
A (P1 ο€­ P2 )
οƒ˜ Permeabilitas Efektif Minyak (ko)
qo ΞΌo L
ko = ................................................................................ (4-10)
A (P1 ο€­ P2 )
οƒ˜ Permeabilitas Efektif Air (kw)
qw ΞΌw L
kw = ............................................................................... (4-11)
A (P1 ο€­ P2 )

c. Permeabilitas Relatif
Permeabilitas relatif adalah nilai perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut. Dan diformulasikan sebagai berikut :
k eff
krel = ......................................................................................... (4-12)
k abs
atau,
kg ko k
krg = ; kro = ; krw = w ....................................................... (4-13)
k k k
Keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan air terhadap
harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar
155

4.4 Sedangkan keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan gas
terhadap harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan
Gambar 4.5

Gambar 4.4.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Air
(Smith, C.R., et al., 1992)

Gambar 4.5.
Hubungan Permeabilitas Efektif Gas dan Minyak
(Smith, C.R., et al., 1992)
156

Gambar tersebut dapat menguraikan beberapa hal penting berkaitan dengan


kedua besaran tersebut, yaitu :
οƒ˜ Harga ko pada Sw = 0 dan So = 1 serta kw pada Sw = 1 dan So = 0 besarnya
akan sama dengan permeabilitas absolutnya, yang dikonotasikan pada titik A
dan titik B.
οƒ˜ Harga ko akan turun dengan bertambahnya nilai Sg dari 0 demikian pula
sebaliknya untuk kg akan turun dengan berkurangnya Sg dari satu. Sehingga
untuk Sg yang kecil akan mengurangi laju aliran gas karena mempunyai harga
kg yang kecil, demikian halnya dengan air.
οƒ˜ Harga keff suatu fluida mencapai nol, saturasi fluida dalam batuan masih ada
(titik C) namun dalam hal ini sudah tidak mampu bergerak lagi. Saturasi ini
sering disebut saturasi sisa suatu fluida, untuk minyak dikonotasikan dengan
Sor (residual oil saturation) dan gas dikonotasikan Sgc (connate gas
saturation).
οƒ˜ Besarnya harga keff suatu fluida akan selalu lebih kecil dibandingkan
permeabilitas absolut (kecuali pada kondisi titik A) sehingga berlaku
hubungan : ko + kg ο‚£ k

4.3. Pengukuran Water Cut


Pada umumnya, pengukuran water cut dilakukan ketika sudah dilakukan
produksi dan pengukurannya dilakukan di permukaan menggunakan separator.
Perhitungan water cut bisa melalui rumus:
π‘žπ‘€,𝑠𝑐
𝑓𝑀, 𝑠𝑐 = (π‘žπ‘œ,𝑠𝑐+π‘žπ‘€,𝑠𝑐) …………………………………………… (4 – 14)

Dalam pengukuran water cut, ada alat yang disebut sebagai water cut meter.
Teknologi utama yang digunakan dalam water cut meter yaitu dielectric
measurements (pengukuran elektrik). Dielectric measurements memiliki prinsip
dimana suatu zat mampu dialiri listrik atau tidak.
157

4.4. Pengaruh Water Cut


Air yang terproduksi memiliki berbagai dampak terhadap kegiatan produksi.

4.4.1. Performa Sumur


Gradient pressure total di dalam sumur akan meningkat seiring
meningkatnya fw. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan dalam densitas liquid
jika airnya lebih berat daripada minyak dan juga dari penurunan GLR, karena gas
bebas pada tubing mayoritas hanya berasal dari minyak saja.
𝜌𝐿 = πœŒπ‘œ (1 βˆ’ 𝑓𝑀) + πœŒπ‘€ 𝑓𝑀…………………………………… (4 – 15)
𝐺𝐿𝑅 = 𝐺𝑂𝑅 (1 βˆ’ 𝑓𝑀)…...…….………………………………… (4 – 16)

Gambar 4.6.
Pengaruh dari water cut pada tekanan alir tertentu
(Brown, K.E., 1980)
4.4.2. Performa Pipeline
Dalam pipeline, pengaruh dari perubahan kadar air atau water cut sedikit
sulit untuk di analisa. Selama fw meningkat untuk laju alir gas dan liquid yang tetap,
kandungan gas dalam minyak (Rs) akan berkurang. Hal ini terjadi karena gas tidak
158

selarut seperti air dalam minyak. Namun jika minyak yang dikirimkan dalam pipa
sangat kental / viscous, pengaruh dari air akan mengurangi penurunan tekanan.
Namun jika terjadi emulsi, penurunan tekanan akan bertambah makin besar.

4.4.3. Dampak Lingkungan


Air yang terproduksi, setelah dipisahkan dengan separator tidak bisa
langsung dibuang ke lingkungan karena bisa terjadi kontaminasi. Untuk kegiatan
offshore, menurut Ken Arnold, batas air yang mengandung hidrokarbon yang boleh
dibuang ke laut memiliki kandungan sekitar 15 mg/l – 50 mg/l, tergantung terhadap
kondisi dan / atau lokasinya. Sedangkan dalam kebanyakan kegiatan onshore tidak
bisa langsung dibuang karena bisa terjadi kontaminasi garam dan harus di lakukan
treatment terlebih dahulu.

4.5. Penyebab Water Cut Tinggi


Produksi air yang berlebih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
seperti conning / fingering, channeling dan emulsi

4.5.1. Emulsi
Emulsi adalah campuran atau kombinasi dari dua macam cairan yang dalam
keadaan normal tidak dapat bercampur, dimana cairan yang satu berpencar di segala
arah dalam cairan lainnya dalam bentuk butiran yang sangat kecil. Problem emulsi
umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang tidak
dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah
dipisahkan dengan cara pengendapan. Namun segi lain dari emulsi yaitu adanya
air yang tidak dapat berpisah, sehingga perlu dilakukan suatu usaha untuk
pemecahannya.
Dengan demikian problem emulsi harus dipecahkan dan untuk itu telah
dilakukan beberapa cara, seperti: pemanasan, secara arus listrik, pemberian additive
kimia ataupun secara kombinasi.
159

4.5.1.1. Faktor Penyebab Problem Emulsi

Terbentuknya emulsi bilamana salah satu cairan yang tidak dapat bercampur
tersebut dihamburkan pada cairan lainnya. Cairan yang dihamburkan selanjutnya
berbentuk butiran kecil. Terdapat beberapa kondisi yang memungkinkan
terbentuknya emulsi, yaitu:

1. Adanya dua macam zat cair yang tak dapat bercampur pada kondisi
tertentu, misalnya air dan minyak.
2. Adanya suatu koloid yang dapat membentuk terjadinya emulsi
(emulsifying agent).
3. Adanya pengadukan (agitasi) yang cukup kuat untuk menghamburkan
atau menyebarkan salah satu cairan yang satu kedalam cairan yang
lainnya.
Emulsi terdiri dari air dan minyak, dan terjadi karena adanya agitasi dalam
pengaliran sewaktu minyak diproduksikan. Bahan-bahan pembentuk emulsi yang
sangat menentukan dalam kestabilan emulsi antara lain:
a. Partikel-partikel clay atau butiran-butiran lainnya.
b. Asphalt
c. Asam organik
d. Resin
4.5.1.2. Jenis-jenis Emulsi

Jenis – jenis emulsi dapat dibedakan berdasarkan tingkat kestabilannya,


viskositasnya, fasa – fasanya.

a. Berdasarkan tingkat kestabilannya :

ο‚· Emulsi stabil, yaitu emulsi yang tidak dapat dipisahkan tanpa


menggunakan emulsifying agent.
ο‚· Emulsi tidak stabil, yaitu emulsi yang dengan mudah dapat dipisahkan
atau pecah meskipun tanpa menggunakan emulsifying agent.
160

b. Berdasarkan viskositasnya :

ο‚· Emulsi kental, yaitu emulsi dimana jumlah droplet yang dihamburkan


dalam cairan lebih banyak.
ο‚· Emulsi encer, yaitu emulsi dimana jumlah droplet yang dihamburkan
lebih sedikit.

c. Berdasarkan fasa-fasanya :

ο‚· Water in oil emulsion, yaitu emulsi dimana minyak menjadi fasa


external, sedangkan air menjadi fasa internal.
ο‚· Oil in water emulsion, yaitu emulsi dimana air menjadi fasa external,
dan minyak menjadi fasa internal.

Fasa external atau fasa kontinyu adalah fluida atau cairan yang mengelilingi
droplet, sedangkan fasa internal atau fasa dispersi adalah fluida atau cairan yang
dikelilingi oleh fasa external ( sebagai droplet ).

4.5.1.3. Stabilisasi Emulsi


Stabilisasi emulsi adalah suatu ketahanan emulsi untuk menahan tenaga
yang akan memecahkan emulsi tersebut. Kestabilisasi emulsi tergantung kepada
beberapa faktor, yaitu:
1. Emulsifying Agent
Emulsifying agent merupakan faktor yang turut menentukan kestabilan
emulsi. Tanpa adanya emulsifying agent tidaklah mungkin terjadi kestabilan
emulsi.
2. Viskositas
Butir–butir air dalam minyak kental (viskositas tinggi) memerlukan waktu
bergabung dan mengendap yang lebih lama daripada didalam minyak yang encer
(viskositas rendah). Hal ini disebabkan karena butir-butir air didalam minyak
kental tidak dapat bergerak secepat pada minyak encer.
3. Spesific Gravity
Perbedaan gravity yang besar akan menyebabkan waktu pemisahan yang
lebih cepat, demikian pula berlaku sebaliknya.
161

4. Persentase Air
Jika persentase air bertambah besar, maka diperlukan agitasi yang lebih kuat
untuk mencapaikestabilan emulsi. Emulsi dengan persentase air yang besar akan
mempunyai droplet yang besar pula, yang mana masing-masing droplet persatuan
volume lebih besar pula, yang mana masing-masing droplet akan bergabung satu
sama lain membentuk tetesan air yang lebih besar lagi sehingga akan terjadi
pemisahan antara minyak dengan air yang disebabkan karena gaya beratnya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan pada umumnya persentase air yang besar akan
membentuk emulsi yang stabil.
5. Umur Emulsi
Bila emulsi dimasukkan kedalam tangki tanpa melalui proses pemecahan
emulsi terlebih dahulu, maka sebagian air akan mengendap dan sebagian lagi akan
tetap tinggal sebagai emulsi. Selanjutnya walaupun dilakukan proses pemecahan
emulsi dan diperpanjang waktu pengendapannya, namun akan tetap tertinggal
sebagian kecil didalam emulsi. Persentase air yang kecil cenderung membentuk
emulsi yang stabil dan amat sulit untuk dipecahkan, karena itu sebaiknya emulsi
hendaknya langsung dipecahkan, begitu diproduksikan, karena pada saat itu kondisi
butiran air dalam keadaan masih besar. Pada saat butiran air masih besar proses
pemisahan akan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan butiran kecil.
4.5.1.4. Identifikasi Problem Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka untuk
mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah satu cara
yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium. Adapun
metode yang digunakan adalah β€œDean and Stark Methode”, ini merupakan
pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
162

menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 – 3%. Diatas harga
standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya emulsi, baik itu
water in oil emultion maupun oil in water emultion.

4.5.2. Water Conning / Fingering


Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan
indikasi terjadinya water / gas coning. Water coning terjadi ketika air bergerak dari
bagian bawah reservoir secara vertikal menuju bagian bawah perforasi dan
membentuk kerucut air sampai terjadi water breakthrough (air sampai di perforasi),
sedangkan water fingering terjadi pada reservoir miring yaitu jika air bergerak dan
menyalip minyak yang berada di atasnya menuju bagian bawah perforasi karena
water-oil contact (WOC) yang tidak stabil.

4.5.2.1. Identifikasi Conning / Fingering


Penyebab dari water/gas coning adalah zone air/gas yang cukup besar di
bawah maupun di atas zone minyak. Untuk mengenali (mengidentifikasikan)
bahwa suatu sumur akan mengalami water/gas coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservoir gas
cap untuk kasus gas coning. Sedangkan data untuk mengetahui jenis reservoir
tersebut diperoleh dari ekplorasi.
b. Karakteristik Reservoir
Data karakteristik reservoir meliputi:
1. Ketebalan zona minyak dari arah vertikal dan horizontal, diperoleh dari
analisa inti batuan.
2. Densitas minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida reservoir.
3. Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari analisa
PVT.
163

Dari data tersebut diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis.
Sehingga dapat direncanakan berapa laju produksi yang diijinkan sehingga tidak
akan memproduksi water/gas yang berlebihan.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan permeabilitas
pada reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk mengidentifikasi problem
ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi:
1. Densitas air, gas, dan minyak, yang diperoleh dari analisa fluida
reservoir.
2. Tebal reservoir dan jari – jari lubang bor, diperoleh dari logging.
3. Jari – jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
4. Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Kondisi Reservoir
1. Tekanan, diperoleh dari well test.

4.5.2.2. Perbedaan Coning & Fingering


Pengertian coning sering dikacaukan dengan fingering karena kedua-
duanya terjadi dari gradien tekanan yang dihasilkan antara tekanan flowing
dilubang sumur (Pwf) dengan tekanan mula-mula pada batas gas-minyak (GOC)
atau pada batas air-minyak (WOC) selama produksi dari sumur.
Water coning didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari air yang
memotong bidang perlapisan formasi produktif, water coning tidak akan memotong
penghalang permeabilitas vertikal kecuali pada rekahan alami atau buatan. Gas
coning adalah terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari gas terlarut
dalam minyak, tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari zona gas di atas
atau di bawah zona minyak.
Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air menuju ke atas dalam
zona yang lebih permeabel dari multi zona. Didalam reservoir yang berlapis lapis
gas fingering mungkin dapat terjadi secara awal pada lubang bor dengan perbedaan
tekanan yang tinggi. Gas fingering lebih umum terjadi didalam reservoir dimana
164

permeabilitas antar zona cukup besar perbedaanya. Perbedaannya dapat di lihat


pada gambar 4.7. di bawah ini.

Gambar 4.7

Perbedaan water coning dan water fingering


(Brown, K.E., 1980)

Berdasarkan skematic numerical simulation pada reservoir yang mengalami


water coning dan channeling, KS Chan menyampaikan pada plot log-log derivative
WOR terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. untuk
membedakan coning dan fingering. Untuk kasus coning laju WOR’ akan menurun
seiring waktu sedangkan WORnya meningkat, berbeda dengan fingering dimana
WOR dan WOR’ sama sama akan meningkat seiring waktu.
165

Gambar 4.8
K.S Chan plot untuk water coning
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.9.
K.S Chan plot untuk water fingering
(Chan, K.S., 1996)
166

Gambar 4.10.
Illustrasi Water Coning
(Brown, K.E., 1980)

4.1.3. Channeling
Channeling terjadi karena adanya heterogenitas pada reservoir sehingga
terdapat lapisan dengan permeabilitas yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan air
mengalir melalui lapisan dengan permeabilitas tinggi. Contoh heterogenitas
reservoir yang mengakibatkan terbentuknya channeling adalah rekahan, patahan,
lapisan yang terputus dan perlapisan. Patahan umumnya merupakan penyebab
utama channeling. Produksi air dapat juga terjadi dari aquifer melalui rekahan alami.
Pada reservoir yang tidak terdapat patahan atau rekahan, adanya perlapisan dan
perbedaan permeabilitas pada setiap lapisan dapat menyebabkan channeling antara
sumur injeksi dan sumur produksi atau antara aquifer dengan sumur produksi.
4.1.3.1. Multilayer Channeling
Formasi tersusun atas lapisan – lapisan yang tersusun dari batuan – batuan
dengan komposisi yang beragam atau disebut juga dengan heterogenitas reservoir.
Komposisi batuan inilah yang nantinya akan menentukan sifat fisik dari batuan
tersebut, terutama porositas dan permeabilitas. Saat suatu sumur diproduksikan,
baik minyak maupun air mengalir dari formasi dan akan lebih mudah mengalir
melalui lapisan yang permeabel. Tiap lapisan pada suatu formasi berbatasan
langsung dan tidak memiliki pemisah sehingga memungkinkan adanya aliran antar
lapisan. Selain itu, permeabilitas yang bervariasi antar lapisan merupakan factor
utama dari kecenderungan fluida untuk mengalir melalui lapisan – lapisan dengan
167

permeabilitas yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya channeling antar


lapisan formasi. Jika lapisan dengan permeabilitas tinggi berbatasan langsung
dengan aquifer, maka air akan mengalir melewati lapisan – lapisan yang
permeabilitasnya lebih tinggi lalu masuk kedalam sumur dan akhirnya akan
terproduksi.

Gambar 4.11.
Multilayer Channeling
(Kristanto, Dedy. 2011)

4.1.3.2. Borehole Channeling


Borehole channeling berkaitan dengan adanya masalah komplesi seperti
penyemenan dan masalah mekanis pada casing seperti adanya lubuang yang
disebabkan oleh korosi, retakan yang disebabkan karena usia, tekanan yang tinggi
atau perubahan pada formasi dapat menyebabkan kebocoran pada casing. Biasanya
kebocoran pada casing terjadi karena tidak adanya semen dibelakang casing atau
penyemenan yang kurang sempurna. Kebocoran pada casing mengakibatkan
terbentuknya channel dan adanya aliran di belakang casing, sehingga air masuk
kedalam sumur dan produksi air akan meningkat. Masuknya air kedalam lubang
168

sumur dapat menyebabkan kerusakan pada formasi produksi karena adanya invasi
fluida. Channel untuk mengalirnya fluida ini akan berkembang selama sumur aktif
dan akan lebih mudah untuk terjadi saat sumur sudah siap untuk diproduksikan atau
saat distimulasi.

Gambar 4.12.
Borehole Channeling
(Kristanto, Dedy. 2011)
4.6. Chan’s Method
Pada sumur minyak bertenaga dorong air sering kali mengalami problem
produksi air. Hal ini terjadi karena sumur tersebut dikomplesi pada suatu zona
minyak yang terletak diatas zona air, seingga air dengan mudah mengalir
memotong zona minyak secara vertical yang disebut dengan water coning.
Peningkatan laju produksi air karena adanya penurunan laju produksi minyak
secara terus menerus merupakan indicator yang paling penting untuk menganalisa
water conning. Sebenarnya, problem yang ditimbulkan karena peningkatan
169

produksi air tidak hanya water conning tetapi dapat juga channeling, yaitu saluran
air yang terbentuk dalam suatu zona minyak.
Untuk itu sangat penting dilakukan diagnose mengidentifikasi masalah
produksi air agar dapat dilakukan penanggulangan problem dengan metode yang
tepat. Cara yang efektif untuk mengidentifikasi masalah ini yaitu dengan
menggunakan plot diagnostic yang telah dibuat oleh Chan, K.S. Chan’s
memberikan suatu metode yang dapat dipakai untuk mendiagnosa secara cepat dan
mengevaluasi problem yang timbul. Menggunakan plot yang dihasilkan dari data
sejarah produksi suatu sumur yang dianalisa. Plot tersebut antara lain:
1. Plot sejarah produksi untuk seluruh periode produksi minyak, air
dan gas
2. Plot antara WOR dan WOR’
3. Plot produksi minyak kumulatif dan efisiensi recovery
4. Laju penurunan minyak dan gas

Plot – plot ini menunjukan suatu gambaran perilaku produksi masa lalu, saat
ini dan sisa potensi produksi sumur tersebut. Plot log – log dari WOR vs waktu
memberikan hasil yang paling efektif dalam mengidentifikasi tren produksi dan
mekanisme permasalahan. Dengan kata lain bahwa turunan dari WOR vs waktu
dapat digunakan untuk membedakan apakah kelebihan masalah produksi air dalam
suatu sumur dikarenakan oleh water conning atau channeling. Metode ini dapat
menjadi salah satu cara yang sangat efektif untuk pemilihan pekerjaan
perbaikansumur akibat produksi air berlebihan sehingga dapat meningkatkan
tingkat kesuksesan saat dilakukannya pekerjaan perbaikan sumur.
170

Gambar 4.13
Perbandingan WOR antara Coning dan Channeling
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.14
WOR dan WOR’ untuk multilayer Channeling
(Chan, K.S., 1996)
171

Gambar 4.15
WOR dan WOR’ untuk bottom Water Conning
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.16
Bottom Water Conning dengan Channeling di Akhir Periode
(Chan, K.S., 1996)
172

Gambar 4.17
WOR dan WOR’ untuk studi kasus Coning Comparative Solution
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.18
WOR Bottom Water Coning vs Well Spacing
(Chan, K.S., 1996)
173

Gambar 4.19
WOR dan WOR’ untuk Thief Layer Water Recycling
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.20
Contoh Kasus Lapangan: Multilayer Channeling
(Chan, K.S., 1996)
174

Gambar 4.21
Multilayer Channeling dengan Perubahan Produksi
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.22
Contoh Kasus Lapangan: Normal Displacement dengan WOR Tinggi
(Chan, K.S., 1996)
175

Gambar 4.23
Contoh Kasus Lapangan: Rapid Channeling
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.24
Contoh Kasus Lapangan: Bottom Water Drive Conning
(Chan, K.S., 1996)
176

Gambar 4.25
Contoh Kasus Lapangan: Wellbore Channeling
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.26
Contoh Kasus Lapangan: Data Sejarah Produksi Lengkap
(Chan, K.S., 1996)
177

Gambar 4.27
Contoh Kasus Lapangan: Diagnostic Plot Untuk Semua Periode
(Chan, K.S., 1996)

Gambar 4.28
Contoh Kasus Lapangan: Data Sejarah Produksi saat Waterflood
(Chan, K.S., 1996)
178

Gambar 4.29
Contoh Kasus Lapangan: Diagnostic Plot Lebih Lanjut Saat Waterflood
(Chan, K.S., 1996)

Dengan menggunakan WOR’ (turunan dari WOR), coning dan channeling


dapat dilihat dan dibedakan. Lebih jauh lagi, perubahan slope dari WOR dan WOR’
dan nilai dari WOR’ menjadi indicator yang baik untuk membedakan normal
displacement dan kelakuan sumur saat produksi, kelakuan water breakthrough pada
lapisan multilayer, pengosongan lapisan dengan sangat cepat dan kelakuan recycle
air. Beberapa keuntungan dari teknik ini adalah:

1. Menggunakan data sejarah produksi sumur yang tersedia


2. Dapat digunakan dengan untuk melihat banyak sekali sumur
3. Memerlukan dasar reservoir engineering yang baik dan latihan yang
menerus
4. Hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar saat melakukan survey
mekanisme produksi, membandingkan mekanisme tersebut pada sumur
179

– sumur yang berdekatan, sumur produksi yang baik vs. sumur produksi
yang bermasalah, berdasarkan pola area atau pola sumurnya
5. Dengan plot anatara WOR vs. produksi minyak kumulatif dan decline
curve untuk laju produksi minyak, teknik ini dapat menjadi sebuah
metode yang sangata efektif untuk memilih kandidat sumur untuk
perbaikan
6. Dengan menggunakan teknik diagnostic ini merupakan salah satu
metode dalam mendiagnosa excessive water problem produksi, maka
akan didapatkan keuntungan produksi dan pemahaman yang
komprehensif didsarkan pada kaidah reservoir-production engineering
practices

Anda mungkin juga menyukai