WATER CUT
4.1. Definisi
Menurut Jansen J. D. dan Currie P. K., water cut adalah suatu pengukuran
terhadap perbandingan atau fraksi (persentase) dari air di total volume dari liquid
yang terproduksi (minyak dan air) yang terukur pada kondisi standard.
ππ€,π π
ππ€, π π = (ππ,π π+ππ€,π π) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ (4-1)
Pengukuran alternatif lainnya disebut sebagai water β oil ratio (Rwo), yaitu
perbandingan antara volume air terproduksi di permukaan dengan volume dari
minyak, pada keadaan standard.
ππ€,π π
π
π€π = β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (4-2)
ππ,π π
Keduanya tidak memiliki dimensi. Minyak dengan harga nol (0) atau sangat
rendah WOR biasa disebut sebagai dry oil.
148
149
Atau:
Dimana:
Dimana:
t = time, days
151
c. Flow Regimes
Ada 3 jenis pola aliran yang mempengaruhi laju alir dari water influx ke
reservoir. Pola aliran tersebut antara lain:
d. Flow Geometries
Dalam reservoir dengan system aquifer, bentuk dari geometri alirannya bisa
di klasifikasi menjadi 3:
152
ο Edge-water Drive
Gambar 4.1
Edge-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)
ο Bottom-water Drive
Gambar 4.2
Bottom-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)
153
ο Linear-water Drive
Gambar 4.3
Linear-water Drive
(Tarek Ahmad, 2006)
Saturasi air adalah perbandingan antara volume air yang terkandung di pori
batuan dengan total volume pori batuan. Air yang tertinggal dinamakan connate
water atau interestitial water. Bila reservoir didapatkan, kemungkinan terdapat
minyak, gas dan air yang telah terdistribusikan keseluruh bagian reservoir.
b. Permeabilitas Efektif
Permeabilitas efektif suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada media berpori lebih dari satu fasa. Permeabilitas efektif untuk
masing-masing fluida adalah:
ο Permeabilitas Efektif Gas (kg)
qg ΞΌg L
kg = β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦(4-9)
A (P1 ο P2 )
ο Permeabilitas Efektif Minyak (ko)
qo ΞΌo L
ko = ................................................................................ (4-10)
A (P1 ο P2 )
ο Permeabilitas Efektif Air (kw)
qw ΞΌw L
kw = ............................................................................... (4-11)
A (P1 ο P2 )
c. Permeabilitas Relatif
Permeabilitas relatif adalah nilai perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut. Dan diformulasikan sebagai berikut :
k eff
krel = ......................................................................................... (4-12)
k abs
atau,
kg ko k
krg = ; kro = ; krw = w ....................................................... (4-13)
k k k
Keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan air terhadap
harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar
155
4.4 Sedangkan keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan gas
terhadap harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan
Gambar 4.5
Gambar 4.4.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Air
(Smith, C.R., et al., 1992)
Gambar 4.5.
Hubungan Permeabilitas Efektif Gas dan Minyak
(Smith, C.R., et al., 1992)
156
Dalam pengukuran water cut, ada alat yang disebut sebagai water cut meter.
Teknologi utama yang digunakan dalam water cut meter yaitu dielectric
measurements (pengukuran elektrik). Dielectric measurements memiliki prinsip
dimana suatu zat mampu dialiri listrik atau tidak.
157
Gambar 4.6.
Pengaruh dari water cut pada tekanan alir tertentu
(Brown, K.E., 1980)
4.4.2. Performa Pipeline
Dalam pipeline, pengaruh dari perubahan kadar air atau water cut sedikit
sulit untuk di analisa. Selama fw meningkat untuk laju alir gas dan liquid yang tetap,
kandungan gas dalam minyak (Rs) akan berkurang. Hal ini terjadi karena gas tidak
158
selarut seperti air dalam minyak. Namun jika minyak yang dikirimkan dalam pipa
sangat kental / viscous, pengaruh dari air akan mengurangi penurunan tekanan.
Namun jika terjadi emulsi, penurunan tekanan akan bertambah makin besar.
4.5.1. Emulsi
Emulsi adalah campuran atau kombinasi dari dua macam cairan yang dalam
keadaan normal tidak dapat bercampur, dimana cairan yang satu berpencar di segala
arah dalam cairan lainnya dalam bentuk butiran yang sangat kecil. Problem emulsi
umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang tidak
dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah
dipisahkan dengan cara pengendapan. Namun segi lain dari emulsi yaitu adanya
air yang tidak dapat berpisah, sehingga perlu dilakukan suatu usaha untuk
pemecahannya.
Dengan demikian problem emulsi harus dipecahkan dan untuk itu telah
dilakukan beberapa cara, seperti: pemanasan, secara arus listrik, pemberian additive
kimia ataupun secara kombinasi.
159
Terbentuknya emulsi bilamana salah satu cairan yang tidak dapat bercampur
tersebut dihamburkan pada cairan lainnya. Cairan yang dihamburkan selanjutnya
berbentuk butiran kecil. Terdapat beberapa kondisi yang memungkinkan
terbentuknya emulsi, yaitu:
1. Adanya dua macam zat cair yang tak dapat bercampur pada kondisi
tertentu, misalnya air dan minyak.
2. Adanya suatu koloid yang dapat membentuk terjadinya emulsi
(emulsifying agent).
3. Adanya pengadukan (agitasi) yang cukup kuat untuk menghamburkan
atau menyebarkan salah satu cairan yang satu kedalam cairan yang
lainnya.
Emulsi terdiri dari air dan minyak, dan terjadi karena adanya agitasi dalam
pengaliran sewaktu minyak diproduksikan. Bahan-bahan pembentuk emulsi yang
sangat menentukan dalam kestabilan emulsi antara lain:
a. Partikel-partikel clay atau butiran-butiran lainnya.
b. Asphalt
c. Asam organik
d. Resin
4.5.1.2. Jenis-jenis Emulsi
b. Berdasarkan viskositasnya :
c. Berdasarkan fasa-fasanya :
Fasa external atau fasa kontinyu adalah fluida atau cairan yang mengelilingi
droplet, sedangkan fasa internal atau fasa dispersi adalah fluida atau cairan yang
dikelilingi oleh fasa external ( sebagai droplet ).
4. Persentase Air
Jika persentase air bertambah besar, maka diperlukan agitasi yang lebih kuat
untuk mencapaikestabilan emulsi. Emulsi dengan persentase air yang besar akan
mempunyai droplet yang besar pula, yang mana masing-masing droplet persatuan
volume lebih besar pula, yang mana masing-masing droplet akan bergabung satu
sama lain membentuk tetesan air yang lebih besar lagi sehingga akan terjadi
pemisahan antara minyak dengan air yang disebabkan karena gaya beratnya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan pada umumnya persentase air yang besar akan
membentuk emulsi yang stabil.
5. Umur Emulsi
Bila emulsi dimasukkan kedalam tangki tanpa melalui proses pemecahan
emulsi terlebih dahulu, maka sebagian air akan mengendap dan sebagian lagi akan
tetap tinggal sebagai emulsi. Selanjutnya walaupun dilakukan proses pemecahan
emulsi dan diperpanjang waktu pengendapannya, namun akan tetap tertinggal
sebagian kecil didalam emulsi. Persentase air yang kecil cenderung membentuk
emulsi yang stabil dan amat sulit untuk dipecahkan, karena itu sebaiknya emulsi
hendaknya langsung dipecahkan, begitu diproduksikan, karena pada saat itu kondisi
butiran air dalam keadaan masih besar. Pada saat butiran air masih besar proses
pemisahan akan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan butiran kecil.
4.5.1.4. Identifikasi Problem Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka untuk
mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah satu cara
yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium. Adapun
metode yang digunakan adalah βDean and Stark Methodeβ, ini merupakan
pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
162
menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 β 3%. Diatas harga
standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya emulsi, baik itu
water in oil emultion maupun oil in water emultion.
Dari data tersebut diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis.
Sehingga dapat direncanakan berapa laju produksi yang diijinkan sehingga tidak
akan memproduksi water/gas yang berlebihan.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan permeabilitas
pada reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk mengidentifikasi problem
ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi:
1. Densitas air, gas, dan minyak, yang diperoleh dari analisa fluida
reservoir.
2. Tebal reservoir dan jari β jari lubang bor, diperoleh dari logging.
3. Jari β jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
4. Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Kondisi Reservoir
1. Tekanan, diperoleh dari well test.
Gambar 4.7
Gambar 4.8
K.S Chan plot untuk water coning
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.9.
K.S Chan plot untuk water fingering
(Chan, K.S., 1996)
166
Gambar 4.10.
Illustrasi Water Coning
(Brown, K.E., 1980)
4.1.3. Channeling
Channeling terjadi karena adanya heterogenitas pada reservoir sehingga
terdapat lapisan dengan permeabilitas yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan air
mengalir melalui lapisan dengan permeabilitas tinggi. Contoh heterogenitas
reservoir yang mengakibatkan terbentuknya channeling adalah rekahan, patahan,
lapisan yang terputus dan perlapisan. Patahan umumnya merupakan penyebab
utama channeling. Produksi air dapat juga terjadi dari aquifer melalui rekahan alami.
Pada reservoir yang tidak terdapat patahan atau rekahan, adanya perlapisan dan
perbedaan permeabilitas pada setiap lapisan dapat menyebabkan channeling antara
sumur injeksi dan sumur produksi atau antara aquifer dengan sumur produksi.
4.1.3.1. Multilayer Channeling
Formasi tersusun atas lapisan β lapisan yang tersusun dari batuan β batuan
dengan komposisi yang beragam atau disebut juga dengan heterogenitas reservoir.
Komposisi batuan inilah yang nantinya akan menentukan sifat fisik dari batuan
tersebut, terutama porositas dan permeabilitas. Saat suatu sumur diproduksikan,
baik minyak maupun air mengalir dari formasi dan akan lebih mudah mengalir
melalui lapisan yang permeabel. Tiap lapisan pada suatu formasi berbatasan
langsung dan tidak memiliki pemisah sehingga memungkinkan adanya aliran antar
lapisan. Selain itu, permeabilitas yang bervariasi antar lapisan merupakan factor
utama dari kecenderungan fluida untuk mengalir melalui lapisan β lapisan dengan
167
Gambar 4.11.
Multilayer Channeling
(Kristanto, Dedy. 2011)
sumur dapat menyebabkan kerusakan pada formasi produksi karena adanya invasi
fluida. Channel untuk mengalirnya fluida ini akan berkembang selama sumur aktif
dan akan lebih mudah untuk terjadi saat sumur sudah siap untuk diproduksikan atau
saat distimulasi.
Gambar 4.12.
Borehole Channeling
(Kristanto, Dedy. 2011)
4.6. Chanβs Method
Pada sumur minyak bertenaga dorong air sering kali mengalami problem
produksi air. Hal ini terjadi karena sumur tersebut dikomplesi pada suatu zona
minyak yang terletak diatas zona air, seingga air dengan mudah mengalir
memotong zona minyak secara vertical yang disebut dengan water coning.
Peningkatan laju produksi air karena adanya penurunan laju produksi minyak
secara terus menerus merupakan indicator yang paling penting untuk menganalisa
water conning. Sebenarnya, problem yang ditimbulkan karena peningkatan
169
produksi air tidak hanya water conning tetapi dapat juga channeling, yaitu saluran
air yang terbentuk dalam suatu zona minyak.
Untuk itu sangat penting dilakukan diagnose mengidentifikasi masalah
produksi air agar dapat dilakukan penanggulangan problem dengan metode yang
tepat. Cara yang efektif untuk mengidentifikasi masalah ini yaitu dengan
menggunakan plot diagnostic yang telah dibuat oleh Chan, K.S. Chanβs
memberikan suatu metode yang dapat dipakai untuk mendiagnosa secara cepat dan
mengevaluasi problem yang timbul. Menggunakan plot yang dihasilkan dari data
sejarah produksi suatu sumur yang dianalisa. Plot tersebut antara lain:
1. Plot sejarah produksi untuk seluruh periode produksi minyak, air
dan gas
2. Plot antara WOR dan WORβ
3. Plot produksi minyak kumulatif dan efisiensi recovery
4. Laju penurunan minyak dan gas
Plot β plot ini menunjukan suatu gambaran perilaku produksi masa lalu, saat
ini dan sisa potensi produksi sumur tersebut. Plot log β log dari WOR vs waktu
memberikan hasil yang paling efektif dalam mengidentifikasi tren produksi dan
mekanisme permasalahan. Dengan kata lain bahwa turunan dari WOR vs waktu
dapat digunakan untuk membedakan apakah kelebihan masalah produksi air dalam
suatu sumur dikarenakan oleh water conning atau channeling. Metode ini dapat
menjadi salah satu cara yang sangat efektif untuk pemilihan pekerjaan
perbaikansumur akibat produksi air berlebihan sehingga dapat meningkatkan
tingkat kesuksesan saat dilakukannya pekerjaan perbaikan sumur.
170
Gambar 4.13
Perbandingan WOR antara Coning dan Channeling
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.14
WOR dan WORβ untuk multilayer Channeling
(Chan, K.S., 1996)
171
Gambar 4.15
WOR dan WORβ untuk bottom Water Conning
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.16
Bottom Water Conning dengan Channeling di Akhir Periode
(Chan, K.S., 1996)
172
Gambar 4.17
WOR dan WORβ untuk studi kasus Coning Comparative Solution
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.18
WOR Bottom Water Coning vs Well Spacing
(Chan, K.S., 1996)
173
Gambar 4.19
WOR dan WORβ untuk Thief Layer Water Recycling
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.20
Contoh Kasus Lapangan: Multilayer Channeling
(Chan, K.S., 1996)
174
Gambar 4.21
Multilayer Channeling dengan Perubahan Produksi
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.22
Contoh Kasus Lapangan: Normal Displacement dengan WOR Tinggi
(Chan, K.S., 1996)
175
Gambar 4.23
Contoh Kasus Lapangan: Rapid Channeling
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.24
Contoh Kasus Lapangan: Bottom Water Drive Conning
(Chan, K.S., 1996)
176
Gambar 4.25
Contoh Kasus Lapangan: Wellbore Channeling
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.26
Contoh Kasus Lapangan: Data Sejarah Produksi Lengkap
(Chan, K.S., 1996)
177
Gambar 4.27
Contoh Kasus Lapangan: Diagnostic Plot Untuk Semua Periode
(Chan, K.S., 1996)
Gambar 4.28
Contoh Kasus Lapangan: Data Sejarah Produksi saat Waterflood
(Chan, K.S., 1996)
178
Gambar 4.29
Contoh Kasus Lapangan: Diagnostic Plot Lebih Lanjut Saat Waterflood
(Chan, K.S., 1996)
β sumur yang berdekatan, sumur produksi yang baik vs. sumur produksi
yang bermasalah, berdasarkan pola area atau pola sumurnya
5. Dengan plot anatara WOR vs. produksi minyak kumulatif dan decline
curve untuk laju produksi minyak, teknik ini dapat menjadi sebuah
metode yang sangata efektif untuk memilih kandidat sumur untuk
perbaikan
6. Dengan menggunakan teknik diagnostic ini merupakan salah satu
metode dalam mendiagnosa excessive water problem produksi, maka
akan didapatkan keuntungan produksi dan pemahaman yang
komprehensif didsarkan pada kaidah reservoir-production engineering
practices