BAB I
PENDAHULUAN
tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas. Keadaan para korban kecelakaan dapat
semakin buruk atau berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat.
satu jam pertama adalah waktu yang sangat penting dalam penanganan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan dini yang dilakukan pada
seseorang dengan keadaan gawat darurat, apabila tidak dilakukan BHD dengan
segera dapat menyebabkan kematian biologis. BHD harus diberikan pada korban
yang mengalami henti jantung dan sumbatan jalan nafas (Bachtiar, 2016).
daruratan yang harus mendapatkan penanganan segera dari petugas medis ataupun
masyarakat umum yang sudah terlatih. Salah satu penanganan yang harus segera
diberikan adalah Bantuan Hidup Dasar (BHD) dengan resusitasi jantung paru
(RJP). Penanganan yang terlambat ataupun tidak tepat pada henti jantung akan
berakibat fatal yaitu kematian dalam hitungan menit (Vaillancourt dkk, 2004).
2
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan bagian dari bantuan hidup dasar
yang membantu jantung dapat berfungsi kembali dan memperbaiki sirkulasi darah
dalam tubuh. Bantuan hidup dasar dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun
sesegera mungkin disaat awal terjadinya henti jantung untuk meningkatkan angka
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bantuan hidup dasar (BHD) atau Basic life support (BLS) adalah dasar
untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar dari
BLS meliputi pengenalan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan
resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator
dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian
BHD terdiri dari identifikasi henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan
gawat darurat terpadu (SPGDT), Resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan kejut
korban yang mengalami henti jantung. Inti dari RJP yang optimal adalah
(Muttaqin, 2009).
4
langkah-langkah yang harus kita lakukan secara berurutan. Hal ini disebut juga
1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan gawat
sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih
penderitaan.
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan
jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan
5
Tindakan RJP sangat penting terutama karena 40% korban henti jantung
mana jantung kehilangan fungsi koordinasi dan tidak memompa jantung secara
efektif. Banyak korban henti jantung dapat ditolong jika penolong segera
bertindak saat masih terdapat VF. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi
tidak dimulai bila pasien memilki keterangan DNAR (do not attempt
fisiologis yang dapat diharapkan karena fungsi vital telah menurun walau telah
diberi terapi maksimal (seperti syok septik atau syok kardiogenik yang
progresif). RJP dihentikan bila sirkulasi dan ventilasi spontan secara efektif
telah membaik, perawatan dilanjutkan oleh tenaga medis di tempat rujukan atau
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan
6
(Latief dkk, 2009). Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba
nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien akan
jantung (82,4%); penyebab internal non jantung (8,6%) seperti akibat penyakit
penyebab eksternal non jantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa, overdosis
pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada
henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai
terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi maksimal
terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal,
hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri, 2007).
7
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis,
berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan
ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar (Latief, 2009).
lingkungan sekitar dan diri sendiri serta memperkenalkan diri pada orang
sekitar jika ada. Bersamaan dengan itu, penolong juga perlu memeriksa
pernapasan korban, jika korban tidak sadarkan diri dan bernapas secara
henti jantung. Penolong harus dapat memastikan korban tidak responsif dengan
jawaban mengenai lokasi kejadian, kejadian yang sedang terjadi, jumlah korban
secara bersamaan apabila pada lokasi kejadian terdapat lebih dari satu
jalan napas yang dapat dilakukan dengan alat atau tanpa alat. Teknik-teknik
mempertahankan jalan napas (airway) dengan alat atau tanpa alat (Mansjoer,
2009):
9
c) Dengan Alat
mulut ke hidung atau dari mulut kealat (S-tube masker atau bag valve mask)
(alkatri, 2007).
1. Penilaian pernapasan
dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar
(listen) udara yang keluar saat ekshalasi dan merasakan (feel) aliran udara
a. Pada bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to mouth) jika tanpa alat maka
bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara
hidung pasien.
pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus)
Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban
bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12
ml (Latief, 2009).
Tujuan memeriksa nadi (peredaran darah) dan bila tidak ada denyut
nadi, memberikan tekanan dada (kompresi jantung). Merupakan suatu
tindakan resusitasi jantung paru (RJP) dalam usaha mempertahankan sirkulasi
darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf
otak dalam batas minimal dapat dipertahankan dengan siklus untuk orang
dewasa (1 atau 2 orang penolong) 30 kali kompresi jantung dan 2 kali napas
buatan untuk anak- anak dan bayi 5 kali kompresi jantung dan 1 kali napas
buatan dengan pengecekan ulang dilakukan 1 menit pertama atau tiap 4 siklus
kemudian setiap 2 menit berikutnya Penolong memberikan penekanan dada
13
denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan
otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak
c) Hemotoraks
masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna
untuk semua pasien. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan kepala
ke arah kepala
c) Selipkan tangan pasien yang lain di bawah sisi kepala pasien, sehingga
f) Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan
i) Tetap bersama pasien sambil melihat pernapasan dan denyut nadi terus
1. AVPU Scale
perawatan kesehatan dan mencatat tingkat kesadaran mereka. Skala Ini adalah
A : Alert => Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V. Pasien benar-
benar terjaga (meskipun tidak selalu berorientasi). Pasien ini akan memiliki mata
16
keras di telinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau
semacam tanggapan ketika Anda berbicara dengan mereka, yang bisa berada di
salah satu dari tiga ukuran komponen mata, suara, atau motor.
P : Pain => cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku, selain itu dapat
juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal di atas
mata (supra orbital) . Pasien membuat respons pada salah satu dari tiga ukuran
komponen pada penerapan stimulus nyeri, seperti stimulus nyeri sentral seperti
menggosok sternum atau stimulus perifer seperti meremas jari. Seorang pasien
dengan beberapa tingkat kesadaran (pasien yang sadar sepenuhnya tidak akan
postur abnormal).
U : Unresponsive => setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak
bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive 'Tidak sadar”, hasil ini
dicatat jika pasien tidak memberikan tanggapan mata, suara, atau motorik
Pada pertolongan pertama, skor AVPU yang kurang dari A sering dianggap
sebagai indikasi untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut, karena pasien mungkin
membutuhkan perawatan yang lebih pasti. Di rumah sakit atau fasilitas perawatan
17
kurang dari A untuk menjadi baseline normal pasien. Dalam beberapa kedaruratan
medis, "Alert" dapat dibagi menjadi skala 1 hingga 4, di mana 1, 2, 3 dan 4 sesuai
dengan atribut tertentu, seperti waktu, orang, tempat, dan kejadian .Skala AVPU
tidak cocok untuk pengamatan neurologis jangka panjang pasien; dalam situasi
ini, skala koma Glasgow lebih tepat. Ketika dibandingkan dengan Glasgow Coma
Scale (GCS) klasifikasi kewaspadaan AVPU telah disarankan untuk sesuai dengan
Alert = 15 GCS
Unconscious/DOA = 3 GCS
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala neurologis yang bertujuan untuk
memberikan cara yang dapat dipercaya dan obyektif dalam merekam keadaan
sadar seseorang untuk penilaian awal maupun berikutnya. Seorang pasien dinilai
berdasarkan kriteria skala, dan poin yang dihasilkan memberikan skor pasien
atau 15 (skala yang dimodifikasi lebih luas digunakan atau revisi) (Gill M et al.,
2005).
18
2.4.6 Environtment
a. Eksposure
atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum, catat kondisi
tubuh, atau adanya bau zat kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urane.
19
b. Environment control
atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan bantuan hidup dasar ini
Breathing ).
No ABC CAB
Memeriksa respon pasien termasuk
1 Memeriksa respon pasien
ada/tidaknya napas secara visual
Melakukan panggilan darurat dan
2 Melakukan panggilan darurat
mengambil AED
Circulation (kompresi dada
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) dilakukan sebanyak satu siklus 30
kompresi, sekitar 18 detik)
Breathing (Look, listen, feel
4 dilanjutkan memberi 2x ventilasi Airway (Head Tilt, Chin Lift)
dalam-dalam)
Breathing (memberikan ventilasi
Circulation (kompresi jantung+
5 sebanyak 2 kali, kompresi jantung+
napas buatan (30:2))
napas buatan (30:2))
6 - Defebrilasi
Tabel 2. Perbedaan prinsip ABC dan CAB
20
1. Henti jantung sebagian besar terjadi pada pasien dewasa dimana perlu
3. Prosedur pembebasan airway seringkali sulit bagi orang awam dan akan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
dasar (BHD)/ Basic life support (BLS) adalah usaha yang dilakukan untuk
yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti
3.2 Saran
Setiap karya tulis tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, semoga karya
tulis ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca yang membacanya dan semoga
penulisan karya tulis selanjutnya bisa lebih baik dan sempurna dari karya tulis ini.