Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Objek Studi


Nama Objek Studi : Taman Kota Lumintang Denpasar
Lokasi Objek : Jl. Mulawarman, Lumintang, Dauh Puri Kaja, Denpasar
Utara, Kota Denpasar, Bali

Gambar 2.1 Peta


Lokasi Taman Kota
Lumintang -
Denpasar

a e

f
c

d
g

Gambar 2.2 Site


Plan Taman Kota
Lumintang
Denpasar
Fasilitas yang ada di taman kota :
a. Parking Area
b. Jogging Track
c. Playground Area
d. Taman Internet/ Wi-Fi Corner
e. Smoking Area
f. Area Rekreasi
g. Area Pertunjukkan

2.2 Tinjauan Teori Kota


Dalam buku “Pengantar Arsitektur Kota” dijelaskan bahwa kota adalah barisan
pertemuan semua kepentingan manusia dalam sebuah kolase ruang besar jadi dapat
dikatakan kota merupakan sebuah organisme. Kota-kota cenderung menjadi besar bila
dasar ekonominya luas sedangkan kota-kota kecil digambarkan sebagai satelit yang
bergantung pada kota besar untuk mempertahankan kehidupan ekonominya. Kota
secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan kegiatannya yang
berada di atas atau dekat dengan muka tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah, dan
kegiatan-kegiatan di dalam ruangan "kosong" di angkasa. Ada beberapa jenis kota
menurut Doxiadis yaitu :
1. Kota yang besar / adikota (metropolis) yang penduduknya lebih dari dua juta
orang
2. Kota raksasa (megalopolis) berpenduduk 100 juta orang atau lebih
3. Wilayah kota (urban region) berpenduduk + 700 juta jiwa dan merupakan kota di
seluruh wilayah
4. Benua kota (urbanized continent) berpenduduk + 5 miliar jiwa serta merupakan
kota seluruh benua
5. Mahakota (ekumenopolis) yang berpenduduk + 30 miliar jiwa serta merupakan
kota seluruh dunia.

2.3 Teori Tata Guna Lahan Perkotaan


Dalam perkuliahan dasar-dasar perancangan kota Febri (2016) menjelaskan
bahwa tata guna lahan adalah pengaturan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik
dalam mengalokasikan fungsi tertentu. Secara umum tata guna lahan dapat memberikan
gambaran keseluruhan bagaimana seharusnya wilayah tersebut berfungsi. Berkaitan
dengan pola tata guna lahan perkotaan yang berhubungan dengan nilai ekonomi,
terdapat beberapa teori menurut Chapin (1972) yang dijabarkan dalam buku “Pengantar
Arsitektur Kota” yaitu :
A. Teori Jalur Sepusat Atau Teori Konsentrik (Concentric Zone Theory)
- Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD; Central Business Dislric)
yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor hotel, bank, bioskop, pasar dan
toko pusat perbelanjaan (l);
- Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah-rumah sewaan,
kawasan industri, perumahan buruh (2);
- Pada lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan
perumahan untuk tenaga kerja pabrik (3);
- Pada lingkaran luar terdapat jalur rnadyawisma, yakni kawasan perumahan
yang luas untuk tenaga kerja halus darr kaum madya (middle class) (4);
- Di luar lingkaran terdapat jalur pedagang atau jalur pengelajon (alur ulang-
alik): sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan
madya dan golongan atas atau masyarakat upakota (5).
B. Teori Sektor (Sector Theory)
- Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota atau CBD ( I );
- Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan
perdagangan (2);
- Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di atas, pada bagian sebelah
menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal
kaum murba atau kaum buruh (3);
- Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terdapat
sektor madyawisma (4);
- Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan
atas (5).
C. Teori Pusat Liparganclo (Multiple Nuclei Concept)
R.D. Mc Kenzie mengemukakan bahwa kota rneliputi pusat kota,
kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian, dan pusat lainnya. Teori ini
umumnya berlaku untuk kota-kota yang agak besar. Kota terdiri atas:
- Pusat kota atau CBD (l );
- Kawasan niaga dan industri ringan (2);
- Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah (3);
- Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas rnenengah (4);
- Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi (5);
- Pusat industri berat (6);
- Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran (7);
- Upakota, urrtuk kawasan madyawisma dan adiwisrna (g);
- Upakota (sub urban) untuk kawasan industri (9).

Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota, yaitu:


1. Tata Guna Lahan (Land Use)
2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
3. Sirkulasi dan Perparkiran
4. Ruang Terbuka (Open Space)
5. Pedestrian
6. Perpapanan (Signages)
7. Pendukung Kegiatan
8. Preservasi

Pada makalah yang berjudul “Review Kondisi Tata Guna Lahan di Taman Kota
Lumintang Denpasar” tinjauan teori mengenai 8 elemen teori fisik perancangan kota akan
mengkhusus ke pembahasan elemen Tata Guna Lahan (Land Use).
Prinsip Land Use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan
yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga kawasan tersebut berfungsi
dengan seharusnya. (Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan
sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai
dengan fungsi bangunan tersebut. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan
terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan
terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki
bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan
antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota,
termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan
kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land
use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang
terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran
keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
(Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)
Kebijakan tata guna lahan mempertimbangkan hal – hal berikut :
 Tipe penggunaan lahan yang diijinkan
 Hubungan fungsional yang terjadi antara area yang berbeda
 Jumlah maksimum floor area yang dapat ditampung dalam suatu area tat guna
lahan
 Skala pembangunan baru
 Tipe intensif pembangunan yang sesuai untuk dikembangkan pada area
dengan karakteristik tertentu
Dalam perencanaanya memperhatikan :
 Funngsi yang diijinkan
 Keterkaitan antar fungsi
 Daya tamping
 Pengembangan kawasan
Dalam hal ini yang termasuk dalam penggunaan lahan pada elemen perancangan kota
antara lain :
 Tipe penggunaan dalam suatu area
 Spesifikasi fungsi dan keterkaitan antar fungsi dalam pusat kota
 Ketinggian bangunan
 Skala fungsi
Tata guna lahan terdiri dari lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban
void). Pendekatan Figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau
mengolah pola existing figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau
pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa
bangunan dengan ruang terbuka. Figure ground menekankan adanya public civics space atau
open space pada kota sebagai figure. Melalui figure ground plan dapat diketahui antara lain
pola atau tipologi, konfigurasi solid void yang merupakan elemental kawasan atau pattern
kawasan penelitian, kualitas ruang luarsangat dipengaruhi oleh figure bangunan – bangunan
yang melingkupinya, dimana tampak bangunan merupakan dinding ruang luar, oleh karena
itu tata letak, bentuk dan fasade (bagian muka) system bangunan harus berada dalam system
ruang luar yang membentuknya. Komunikasi antara privat dan public tercipta secara
langsung. Ruang yang mengurung (enclosure) merupakan void yang paling dominan,
berskala manusia (dalam lingkup sudut pandang mata 25-30 derajat) void adalah ruang luar
yang berskala interior, dimana ruang tersebuut seperti di dalam bangunan, sehingga ruang
luar yang “enclosure” terasa seperti interior. Diperlukan keakraban antara bangunan sebagai
private domain dan ruang luar sebagai public cominan yang menyatu.
a. Urban Solid
Solid adalah bentukan fisik dari kota, yaitu berupa bangunan dan blok – blok
kosong. Tipe urban solid terdiri dari :
 Massa bangunan, monument
 Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan
 Edges yang berupa bangunan
b. Urban void
Void adalah ruang kosong yang terdapat diantara bangunan – bangunan atau
tatanan bangunan yang terbentuk oleh adanya ruang terbuka, misalnya jalan
merupakan ruang penghubung antar bangunan.
Tipe urban void terdiri dari :
 Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara public
dan privat
 Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi
privat
 Jaringan utama jalan atau lapangan bersifat public karena mewadahi
aktivitas public berskala kota
 Area parkir public bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang
berfungsi preservasi kawasan hijau
 System ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini
berupa daerah aliran sungai danau dan semua yang alami dan basah
Pembagian Tata Guna Lahan (Land Use)
Tata guna lahan terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Kawasan terbangun, meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
peribadataan, fasilitas perumahan, fasilitas perkantoran, fasilitas rekreasi dan olah
raga, fasilitas perdagangan dan jasa serta fasilitas umum.
b. Kawasan terbuka/tak terbangun
 RTH (Ruang Terbuka Hijau) adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas baik dalam bentuk areal memanjang/jalur maupun dalam bentuk lain,
dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan dan pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuhan
 Daerah konservasi adalah daerah yang mengandung arti perlindungan
sumberdaya alam dan tanah terbuka serta pelestarian daerah perkotaan.
Kawasan lindung diatur dalam kepres RI Nomor 32 tahun 1990

2.4 Produk Tata Ruang yang Mengatur

Sesuai Perda kota Denpasar nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Denpasar 2011-2031 pasal 62 ayat 9 disebutkan bahwa :
a. Pengembangan kawasan bekas perkantoran pemerintahan Kabupaten Badung
di kawasan lumintang sebagai Pusat Perkantoran Pemerintahan Kota yang
didukung Taman Kota dan Rekreasi.
b. Pengelolaan kawasan dilakukan dengan pengembangan Rencana Rinci Tata
Ruang Kawasan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Peraturan Zonasi,
Master Plan serta pengembangan detailed engineering design (DED)
Kawasan.
Perda kota Denpasar nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Denpasar 2011-2031 pasal 86 ayat 5 diatur mengenai ketentuan umum
peraturan zonasi RTH skala kota yaitu pemanfaatannya lebih difungsikan sebagai
taman dengan jenis tanaman tahunan maupun semusim yang bervariasi, 80-90%
(delapan sampai sembilan puluh perseratus) dari luas areal harus dihijaukan,
sedangkan 10-20% (sepuluh sampai duapuluh perseratus) lainnya dapat digunakan
untuk kelengkapan taman, seperti jalan setapak, bangku taman, kolam hias, dan
bangunan penunjang taman lainnya:
a. RTH Taman Kota disediakan untuk melayani penduduk satu kota atau
beberapa kecamatan / BWK dengan luas antara 5 - 10 ha, berupa lapangan
hijau yang dilengkapi fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga
dengan minimal RTH 80% - 90% dari luas taman;
b. RTH alun-alun kota, pemanfaatannya difungsikan sebagai tempat rekreasi baik
aktif maupun pasif, dengan dominasi lapangan terbuka dengan luas antara 10–
15 ha, dengan proporsi 60 % berupa lapangan terbuka dengan rerumputan dan
40% (empat puluh perseratus) dari luas areal harus dihijaukan dengan vegetasi
pepohonan; dan
c. RTH hutan kota, berupa komunitas vegetasi bergerombol dengan luas minimal
2.500 m2 dan luas minimal yang ditanami 90-100% dari luas hutan kota, yang
dapat berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan
lainnya dengan lebar minimal 30 meter.
Ketentuan umum peraturan zonasi taman kota sesuai Perda kota Denpasar nomor 27
tahun 2011 pasal 99 ayat 2 :
a. Kegiatan atau bangunan lainnya yang diizinkan terdiri atas bangunan untuk
kegiatan pelayanan keolahragaan, umum dan fasilitas pelayanan terkait
kegiatan rekreasi;
b. Secara total luas kegiatan atau bangunan lainnya di luar fungsi utama zona
terdiri atas maksimal 10% dari luas blok zonasi;
c. Kegiatan atau bangunan yang diijinkan: bangunan tempat suci (pura),
landmark atau patung (sculpture), kolam air mancur, wantilan, candi bentar,
kios/rumah makan, track jogging, panggung kesenian, tempat parkir, kamar
mandi/toilet serta fasilitas rekreasi lainnya secara terbatas;
d. Tersedia tempat parkir minimal yang memadai;
e. Tersedia jaringan sanitasi, drainase, air bersih, listrik, dan telekomunikasi; dan
Menyediakan sarana dan prasarana minimal bagi penyandang cacat

Anda mungkin juga menyukai