PERPETAAN
KATA PENGANTAR
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan segala tuntunan dn
petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan praktikum Ilmu Ukur Tanah
ini serta dapat menyelesaikan laporan ini denan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan serta maksud diadakannya Ilmu Ukur Tanah ini adalah agar
para mahasiswa dapat mempraktekkan secara langsung bagaimana cara
pelaksanaan pengukuran tanah, sebagai penerapan teori yang telah diterima
dibangku kuliah. Mengingat terbatasnya waktu praktikum serta banyaknya materi
kuliah, maka tidak semua teori dalam kuliah dapat diterapkan tetapi yang
digunakan hanya yang bersifat pokok saja.
Kami sebagai penulis laporan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu kami, terutama kepada :
Kami sadar bahwa laporan yang kami buat ni jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
kami mohon maaf apabila didalam laporan kami ini ada yang tidak sesuai dengan
keinginan dari para pembaca.
Oleh karena itu dengan hormat kami meminta partisipasi dari para pembaca guna
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan
laporan kami ini.
1
Akhir kata, semoga laporan yang kami susun ini dapat beruna dan
memberikan manfaat yang berarti bagi para pembaca. Sekian dan terimakasih
Surabaya, ...............2011
DAFTAR ISI
LEMBAR ASISTENSI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1Tujuan
1.2 Definisi Peta
1.3 Kegunaan Peta
1.4 Alat Ukur Theodolit,Statip,Rambu Ukur,Patok Kayu,Payung dan
Pendulum
1.5 Denah Lokasi Pengukuran
BAB II. DASAR TEORI
3.1 Peta Tranchis dan Gambar Situasi
3.2 Penentuan Titik Ikat dan Titik Detail
3.3 Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi Secara Optis
2.4 Penyajian Peta
BAB III. JALANNYA PRAKTIKUM
3.1 Pekerjaan Pendahuluan
3.2 Pelaksanaan Pengukuran
3.3 Penyelesaian Laporan Sementara
3.4 Tabel Hasil Pengukuran di Lapangan
BAB IV. PERHITUNGAN DAN ANALISA
4.1 Langkah-langlah Perhitungan
2
4.1.1 Perhitungan Sudut Dalam (β)
4.1.2 Perhitungan Azimuth Terkoreksi (φ)
4.1.3 Menghitung Jarak Poligon
4.2 Perhitungan Beda Tinggi dan Elevasi
4.2.1 Perhitungan Beda Tinggi
4.2.2 Perhitungan Elevasi
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. TUJUAN
Peta situasi atau yang sering disebut dengan peta topografi skala
besar pada umumnya dipakai untuk pekerjaan teknik sipil seperti,
pembuatan waduk, perencanaan trace jalan, proyek pengaliran, dan
sebagainya. Dengan demikian data-data dan informasi yang diperoleh harus
lengkap yang kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk peta topografi.
Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-
data dan informasi secara lengkap, kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk peta.
Adapun tujuan praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah agar
mahasiswa mengenal alat-alat yang digunakan serta mengoperasikannya
dengan baik dan mengolah data-data serta informasi yang didapat
kemudian mampu menentukan letak atau posisi, elevasi areal tanah
dimana data-data tersebut diperoleh dan disajikan pada suatu bentuk peta
yang menggambarkan keadaan sebenarnya.
4
km pada bumi), yang berisi gambaran permukaan bumi berupa daratan,
lautan, gunung, danau, dan lain-lain.
5
Keterangan gambar theodolit :
1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horisontal
1.4.2 Statip
Statip (kaki tiga) dibuat dari kayu yang kering dan dicat kuning
dihubungkan dengan alat-alat sambungan besi. Keguaan dari statip ini
yaitu sebagai penyangga atau kaki pesawat.
6
1.4.3 Rambu Ukur
Rambu ukur sangatlah diperlukan dalam pengukuran tanah, sebab
rambu ukur berfungsi sebagai objek bidikan pada bidik yang
ditentukan, sehingga kita dapat mengetahui besarnya benang atas,
benang tengah, dan benang bawah dari pembacaan rambu ukur
tersebut. Kemudian dari data yang diperoleh tersebut kita dapat
melakukan analisa data yang diperoleh dari rambu ukur tersebut.
7
1.4.5 Payung
Payung digunakan untuk melindungi theodolit dari sinar matahari
dan hujan. Sebaiknya payung tersebut bukan terbuat dari bahan
logam.
Gambar Payung
1.4.6 Pendulum
Alat ini digunakan untuk membantu dalam meletakkan alat dalam
kondisi tegak lurus terhadap titik yang ditinjau. Karena salah satu
syarat utama dalam pengukuran sudut adalah sumbu vertikal harus
tegak lurus sumbu horisontal. Untuk peralatan modern pendulum
diganti dengan cara optis dengan bantuan teropong
Gambar Pendulum
8
1.4.17 Denah Lokasi Pengukuran
Praktikum yang kami lakukan adalah ditempat kampus ITATS
didepan gedung H, denah lokasi dapat dilihat pada (Gambar 1).
9
BAB II
DASAR TEORI
10
Untuk pengukuran polygon ini kita harus mempunyai beberapa
titik-titik kedudukan sebagai awal pedoman untuk pengukuran
selanjutnya. Juga diperlukan sebuah titik sebagai acuan Bench Mark
(BM), bilamana tidak ada titik BM, dengan catatan benda tersebut
tidak berubah kedudukannya.
11
Garis kontur yang berjarak sama sepanjang garis yang tegak
lurus terhadap kontur tersebut menunjukan kelandaian yang tetap.
Kontur yang lurus, sejajar, berjarak sama menunjukan timbunan
atau galian buatan manusia. Untuk memudahkan timbunan atau
galian sebuah peta topografi, setiap garis kontur kelima dibuat
lebih tebal. Garis ini disebut kontur indeks. Kalau interfal kontur
adalah 1 ft, garis-garis kontur yang elevasinya kelipatan 5 ft
diperlihatkan dengan garis tebal. Kalau intervalnya 10 ft, kontur
mempunyai elevasi kelipatan 50 ft.
Beberapa aturan-aturan dasar untuk menggambar garis
kontur adalah sebagai berikut :
- Garis kontur tidak pernah berakhir atau berpotongan
- Garis-garis kontur harus memiliki kenaikan elevasi
sama
- Garis kontur tidak bercabang menjadi dua kontur
dengan elevasi sama
- Garis kontur harus tegak lurus terhadap jurusan
kelandaian maksimum
- Garis kontur yang tidak teratur menunjukan daerah
yang tidak rata
12
diukur ke titik yang dikehendaki, lalu jarak ketitik tersebut diukur
dengan pita ukur. Pojok bangunan maupun objek lainnya buatan
manusia harus dicantumkan. Panjang, lebar dan proyeksi yang
merupakan data penting diukur serta digambar didalam buku
lapangan.
13
posisinya akan dicari dengan teliti dan dikontrol dengan pengukuran
menggunakan pesawat Theodolit untuk mendapatkan jarak optis dan
hasilnya digunakan sebagai pembanding. Untuk mendapatkan jarak optis,
pesawat ditempatkan pada titik utama yang telah ditentukan, kemudian
dicatat tinggi pesawat. Arahkan tropong pada pada pembacaan bak
kemudian dicatat (BA, BT, BB).
BT
BB
14
BA
BT
BB
15
d) Perhitungan Jarak (D)
D = 100 ( BA – BB ) Cos2 α
Dimana : α = 270˚ - pembacaan vertical
ΔH = TP + – BT
16
2.4. PENYAJIAN PETA
2.4.1. Mengambar Titik Poligon
Sebelum titik poligon digambar diatas kertas, terlebih
dahulu harus diperiksa apakah kesalahan yang terjadi telah
memenuhi syarat. Apabila ternyata kesalahan terlalu besar, maka
kita berusaha untuk melokalisir kesalahan tersebut. Menggambar
titik-titik poligon pada kertas dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu :
1. Dengan koordinat
2. Dengan cara grafis
Pada penggambaran titik poligon dengan cara koordinat
akan menghasilkan posisi yang lebih teliti dibandingkan dengan
grafis.
17
Skala Peta
Pemilihan skala untuk sebuah peta pada ukuran proyek,
presisi yang dikehendaki dan kegunaannya peta tersebut didesain.
Skala peta diberikan menurut tiga cara yaitu :
1) Bentuk pecahan atau perbandingan, seperti 1/2000 atau 1 :
2000
2) Persamaan, seperti 1 inc = 200 ft
3) Grafik
Skala peta diklasifikasikan sebagai besar, sedang, ataupun
kecil. Sebuah sekala besar 1 inc = 100 ft (1 : 200) atau lebih besar.
Sebuah skala sedang misalnya : 1 inc = 100 ft sampai 1000 ft (1 :
200) sampai (1 : 12000). Sebuah skala kecil misalnya : 1 inc = 100
ft (1 : 12000) atau lebih kecil. Dalam pengambaran garis kontur
nanti kami mengunakan skala 1 : sesuai perhitungan.
Finishing
Ketelitian peta topografi ditentukan dari tujuan penggunaan
peta, peralatan yang digunakan dalam pembuatan peta. Disamping
hal-hal tersebut, peta harus dilengkapi hal-hal berikut, yang
merupakan finishing dari pembuatan antara lain :
1) Panah arah petunjuk arah utara
2) Skala peta, areal peta
3) Keterangan, macam peta, kegunaan peta
4) Keterangan areal yang dipetakan
5) Interval kontur yang digunakan
6) Tanggal, bulan, tahun pembuatan peta
7) Nama pemeta (pelaksana)
Bila hal tersebut diatas sudah dilakukan, maka peta sudah
siap digunakan sesuai keperluan.
18
BAB III
JALANNYA PRAKTIKUM
19
6. Menyetel nivo atas (nivo tabung) yaitu menempatkan gelembung nivo yang
ada di nivo tabung yang ada di tengah-tengah tanda dengan jalan memutar
salah satu sekrup menyetel nivo tabung sampai gelembung jatuh tepat di
tengah-tengah tanda. Dengan catatan bahwa gelembung di nivo bulat tidak
boleh berpindah tempat (keluar dari lingkaran). Jadi kedua gelembung nivo
harus tepat di tengah-tengah
7. Mengenolkan detik yang ada di teropong pada lensa sebelah kanan dengan
memutar skrup menyetel menit detik yang terletak disebelah kanan teropong
8. Memutar lempeng yang terletak pada bagian bawah Theodolite yang
bertujuan untuk mengenolkan horizontalnya. Sambil memutar lempeng kita
melihat teropong pada lensa sebelah kanan, apakah sudah horizontal atau
belum. Apabila sudah horizontal lalu putar pengunci horizontal dengan cara
memutar searah jarum jam. Penguncinya terletak diatas lempeng, maka
horizontal sudah terkunci
9. Mengutarakan kompas dengan melihat kompas yang ada dibagian atas
pesawat. Bila garis putih sudah tepat atau masuk tanda, maka pesawat sudah
menghadap utara. Kemudian dikunci dengan pengunci arah utara, dengan
cara memutar searah jarum jam. Penguncinya terletak dibawah lempeng,
maka arah utara sudah terkunci.
10. Menyetel pesawat agar membentuk sudut 2700 terhadap sudut vertikal
dengan cara menaik turunkan teropong sambil melihat pada lensa sebelah
kanan, apakah sudah 2700 atau belum. Apabila sudah tepat 2700 lalu kunci
dengan pengunci vertikal, dengan cara memutar searah jarum jam. Pengunci
terletak disamping teropong, maka arah vertikal sudah dikunci.
11. Menempatkan bak atau rambu ukur pada titik detail tambahan, titik BM, dan
kedelapan titik yang mengapit
12. Membuka kunci horizontal, untuk memutar pesawat sampai baak kelihatan
pada lensa. Setelah terlihat lalu kunci kembali pengunci horizontal
13. Membaca BA, BT, BB pada baak dengan melihat pada teropong lensa
sebelah kiri, apabila pembacaan kurang jelas, kita harus memutar penyetel
diagfragma lensa sampai baak bias terbaca dengan jelas.
20
14. Membaca sudut vertical dengan melihat pada teropong lensa sebelah kanan.
Dengan cara memutar penyetel menit, detik sampai derajat jatuh tepat pada
tengah-tengah diantara dua garis, lalu membaca besar sudut menit, detik
sampai derajat.
15. Membaca sudut horizontal dengan melihat pada teropong lensa sebelah
kanan. Dengan cara memutar penyetel menit, detik sampai derajat jatuh
tepat pada tengah-tengah diantara dua garis, lalu membaca besar sudut
menit, detik pada arah horizontal.
16. Setelah selesai dititik detail utama A, kemudian memindahkan pesawat ke
titik detail B, begitu seterusnya untuk titik detail utama C, D, E, F
17. Melakukan hal yang sama pada nomor 2 sampai pada dengan nomor 10
untuk penyetelan alat
Catatan :
1) Disetiap titik detail utama selalu dilakukan pekerjaan nomor 2 sampai
nomor 10 untuk penyetelan alat dan sebelum membidik baak
2) Memutar pesawat selalu searah jarum jam, agar tidak terjadi kesalahan
pembacaan pada sudut horizontal
3) Pada waktu pembidikan (pembacaan baak), pengunci yang terbuka
hanyalah pengunci horizontalnya saja
4) Apabila pada pembacaan sudut horizontal maupun vertikal, dimana
derajatnya tidak jatuh di tengah-tengah (pembacaan sudut yang di baca
terlebih adalah sudut vertikal baru sudut horizontal). Maka pembacaan
sudut vertikal diputar pengunci vertikal pada pengerak halus sampai
derajat vertikal tepat ditengah-tengah, kemudian dibaca. Dan untuk
pembacaan sudut horizontal diputar pengunci horizontal pada penggerak
halus sampai derajat horizontal sampai ditengah-tengah, kemudian dibaca
besarnya derajat, menit, dan detik.
21
3.3. PENYELESAIAN LAPORAN SEMENTARA
Setelah praktikum selesai dilakukan dimana data-data ukur sudah
dibukukan ke dalam buku ukur, maka barulah dapat dilakukan penyelesaian buku
ukur yaitu perhitungan sementara dari data yang ada untuk dilakukan kembali,
apakah data yang kita peroleh deri hasil pengukuran sesuai dengan keadaan
dilokasi.
22
6 1,475 1,415 1,355 206˚45’30” 90˚ Paving
7 1,313 1,272 1,232 221˚45’35” 90˚ Pohon
8 1,338 1,288 1,238 302˚53’25” 90˚ Rumput
23
5 1,335 1,282 1,280 172˚18’50” 90˚
6 1,650 1,588 1,525 248˚27’10” 90˚
7 1,600 1,550 1,469 280˚57’60” 90˚
8 1,769 1,692 1,619 320˚06’30” 90˚
A 1,435 1,345 1,255 19˚24’10” 90˚
E 1,255 1,160 1,065 115˚36’00” 90˚
1 1,469 1,427 1,385 324˚53’10” 90˚
F 2 1,310 1,265 1,220 3˚26’20” 90˚
(1,430) 3 1,541 1,405 1,265 40˚43’00” 90˚
4 1,550 1,435 1,329 61˚54’40” 90˚
5 1,532 1,430 1,321 80˚28’30” 90˚
6 1,130 1,060 0,985 90˚30’20” 90˚
7 1,490 1,410 1,330 125˚14’30” 90˚
8 1,440 1,375 1,260 143˚39’20” 90˚
24
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
25
β'F = 247˚31’30” + 78˚20’22,5” = 169˚11’7,5”
d Rata-Rata
dBA = 18,2 m + 18 m = 18,1
2
26
dCB = 14,5 m + 15,5 m = 15
2
dDC = 19,5 m + 17,5 m = 18,5
2
dED = 20,5m + 20,5 m = 20,5
2
dEF = 16,2m + 16 m = 16,1
2
dAF = 20,7m + 20,8 m = 20,75 +
2
d = 108,95 m
27
Koordinat Titik X
XBM = ± 70,00
XA = 70,00 - 9,133 = 60,867
XB = 59,761 - 6,688 = 54,179
XC = 52,156 - 4,277 = 49,902
XD = 64,33 + 28,631 = 84,433
XE = 86,693 - 5,256 = 79,177
XF = 80,453 - 9,183 = 69,994
28
Koordinat Titik Y
YBM = ± 15,00
YA = 15,00 + 6,143= 21,143
YB = 18,645 + 6,697= 27,84
YC = 27,89 + 12,738= 40,578
YD = 36,639 - 0,125 = 40,453
YE = 45,536 -12,466= 27,987
YF = 27,987 – 12,985= 15,002
29
X A8 = 10,4 sin 331˚23’10” = -4,980 +
FX = 26,003
30
YA7 = 9,2 cos 303 ˚21’20” = 5,058
YA8 = 10,4 cos 331˚23’10” = 9,129 +
FY = 37,579
31
dB8 = (1,255-1.205).100. cos2 (90˚-270˚) = 5 m +
dB = 52,6 m
32
XB7 = 9,2.(12,716) = 2,224
52,6
XB8 = 5.(12,716) = 1,208
33
YB7 = 9,2.( 4,446) = 0,778
52,6
YB8 = 5.( 4,446) = 0,423
52,6
Titik C
d = (BA – BB).100. cos2 (φ-270˚)
dC1 = (1,550-1,492).100. cos2 (90˚-270˚) = 5,8 m
dC2 = (1,559-1,512).100. cos2 (90˚-270˚) = 4,7 m
dC3 = (1,397-1,290).100. cos2 (90˚-270˚) = 10,7 m
dC4 = (1,620-1,500).100. cos2 (90˚-270˚) = 12 m
dC5 = (1,795-1,680).100. cos2 (90˚-270˚) = 11,5 m
dC6 = (1,735-1,682).100. cos2 (90˚-270˚) = 5,3m
dC7 = (1,745-1,697).100. cos2 (90˚-270˚) = 4,8 m
dC8 = (1,405-1,375).100. cos2 (90˚-270˚) = 3 m +
dC = 57,8 m
34
Koreksi Arah Sumbu X
X = d/d.FX
XC1 = 5,8.(-10,698) = -1,074
57,8
XC2 = 4,7.(-10,698) = -0,870
57,8
35
Koreksi Arah Sumbu Y
Y = d/d.FY
YC1 = 5,8.(-27,651) = -2,775
57,8
YC2 = 4,7.(-27,651) = -2,248
57,8
YC3 = 10,7.(-27,651) = -5,118
57,8
YC4 = 12.(-27,651) = -5,740
57,8
YC5 = 11,5.(-27,651) = -5,501
57,8
YC6 = 5,3.(-27,651) = -2,535
57,8
YC7 = 4,8.(-27,651) = -2,296
57,8
YC8 = 3.(-27,651) = -1,435
57,8
Titik D
d = (BA – BB).100. cos2 (φ-270˚)
dD1 = (1,425-1,370).100. cos2 (90˚-270˚) = 5,5 m
dD2 = (1,422-1,350).100. cos2 (90˚-270˚) = 7,2 m
dD3 = (1,360-1,285).100. cos2 (90˚-270˚) = 7,5 m
dD4 = (1,375-1,315).100. cos2 (90˚-270˚) = 6 m
dD5 = (1,452-1,405).100. cos2 (90˚-270˚) = 4,7 m
dD6 = (1,440-1,380).100. cos2 (90˚-270˚) = 6 m
dD7 = (1,385-1,340).100. cos2 (90˚-270˚) = 4,5 m
dD8 = (1,402-1,345).100. cos2 (90˚-270˚) = 5,7 m +
dD = 47,1 m
36
Jarak Terhadap Sumbu X
X = d.sin α
XD1 = 5,5 sin 103˚47’20” = 5,341
XD2 = 7,2 sin 163˚30’05” = 2,044
XD3 = 7,5 sin 171˚52’35” = 1,059
XD4 = 6 sin 207˚29’00” = -2,768
XD5 = 4,7 sin 244˚40’00” = -4,248
XD6 = 6 sin 299˚59’00” = -5,197
XD7 = 4,5 sin 00˚00’20” = 0,000
XD8 = 5,7 sin 71˚32’20” = 5,406 +
FX = 1,637
37
47,1
38
YD8 = 5,7.( -13,67 ) = -1,654
47,1
Titik E
d = (BA – BB).100. cos2 (φ-270˚)
dE1 = (1,400-1,330).100. cos2 (90˚-270˚) = 7 m
dE2 = (1,490-1,420).100. cos2 (90˚-270˚) = 7 m
dE3 = (1,520-1,430).100. cos2 (90˚-270˚) = 9 m
dE4 = (1,490-1,400).100. cos2 (90˚-270˚) = 9 m
dE5 = (1,535-1,440).100. cos2 (90˚-270˚) = 9,5 m
dE6 = (1,475-1,380).100. cos2 (90˚-270˚) = 9,5 m
dE7 = (1,480-1,380).100. cos2 (90˚-270˚) = 10 m
dE8 = (1,425-1,386).100. cos2 (90˚-270˚) = 3,9 m +
dE = 64,9 m
39
XE2 = 7.( 5,512) = 0,595
64,9
XE3 = 9.( 5,512) = 0,764
64,9
XE4 = 9.( 5,512) = 0,764
64,9
XE5 = 9,5.( 5,512) = 0,806
64,9
XE6 = 9,5.( 5,512) = 0,806
64,9
XE7 = 10.( 5,512) = 0,849
64,9
XE8 = 3,9.( 5,512) = 0,331
64,9
40
YE2 = 7.( 3,675) = 0,396
64,9
YE3 = 9.( 3,675) = 0,509
64,9
YE4 = 9.( 3,675) = 0,509
64,9
YE5 = 9,5.( 3,675) = 0,538
64,9
YE6 = 9,5.( 3,675) = 0,538
64,9
YE7 = 10.( 3,675) = 0,566
64,9
YE8 = 3,9.( 3,675) = 0,203
64,9
Titik F
d = (BA – BB).100. cos2 (φ-270˚)
dF1 = (1,309-1,240).100. cos2 (90˚-270˚) = 6,9 m
dF2 = (1,072-1,010).100. cos2 (90˚-270˚) = 6,2 m
dF3 = (1,300-1,250).100. cos2 (90˚-270˚) = 5 m
dF4 = (1,395-1,342).100. cos2 (90˚-270˚) = 5,3 m
dF5 = (1,402-1,330).100. cos2 (90˚-270˚) = 7,2 m
dF6 = (1,760-1,270).100. cos2 (90˚-270˚) = 49 m
dF7 = (1,380-1,290).100. cos2 (90˚-270˚) = 9 m
dF8 = (1,375-1,297).100. cos2 (90˚-270˚) = 6 m +
dF = 94,6 m
41
XF3 = 5 sin 113˚07’10” = 4,598
XF4 = 5,3 sin 180˚24’50” = -0,038
XF5 = 7,2 sin 288˚54’25” = -6,812
XF6 = 49 sin 271˚07’50” = -48,990
XF7 = 9 sin 307˚24’20” = -7,149
XF8 = 6 sin 341˚44’40” = -1,879 +
FX = -52,513
42
YF3 = 5 cos 113˚07’10” = -1,963
YF4 = 5,3 cos 180˚24’50” = -5,299
YF5 = 7,2 cos 288˚54’25” = 2,333
YF6 = 49 cos 271˚07’50” = 0,967
YF7 = 9 cos 307˚24’20” = 5,467
YF8 = 6 cos 341˚44’40” = 5,698 +
FY = 16,578
43
Poligon Detail ΔX ΔY Koordinat
X Y
A 25,49 0,08 5,14 65,67
1 5,99 +0,21 6,704 67,236
2 5,99 +0,05 7,818 66,151
3 15 +0,09 15,586 62,223
4 18 +0,21 16,729 60,933
5 25,99 +0,24 14,477 52,486
6 19,99 +0,05 7,898 52,501
7 21,99 +0,14 3,763 58,058
8 17,99 +0,42 1,329 61,129
B 28,99 0,135 20,546 82
1 2,99 -0,009 23,100 82,298
2 12,99 +0,12 29,233 79,417
3 8,99 +0,15 27,229 78,578
4 7 +0,12 17,779 78,921
5 7,99 +0,21 14,457 80,175
6 20 +0,04 6,059 79,329
7 11 +0,07 11,010 81,693
8 6,99 +0,07 16,766 81,941
C 22,99 0,135 39,480 83,10
1 5,99 +0,03 49,778 84,520
2 9,99 +0,09 57,368 81,759
3 17,99 +0,03 42,046 80,099
4 7,99 +0,03 36,645 79,205
5 9,99 -0,003 34,951 78,379
6 11,99 +0,02 22,300 80,098
7 12,99 +0,04 21,971 81,970
8 12,99 +0,04 19,069 82,999
D 35 0,03 59,490 67,89
44
1 13,99 +0,06 68,341 69,310
2 11,99 -0,01 68,044 67,904
3 15,99 -0,01 63,059 66,424
4 7,99 +0,13 65,768 59,323
5 17,99 +0,06 39,856 62,011
6 16,99 +0,08 39,997 68,998
7 18,99 +0,09 39,280 69,499
8 19,99 -0,003 39,006 69,805
E 50,9 0,29 48,50 35,47
1 15,99 +0,04 50,201 58,645
2 17,49 +0,05 59,615 5,180
3 15,99 +0,06 60,974 39,682
4 12,99 +0,04 59,072 35,058
5 11,49 +0,07 57,456 33,387
6 9,99 -0,11 42,356 25,846
7 19,99 +0,07 35,822 36,8175
8 28,99 -0,01 38,372 36,882
F 50,49 0,13 5,98 33,24
1 11,99 +0,14 7,153 57,521
2 24,99 +0,18 17,504 62,854
3 32,99 +0,20 35,198 39,963
4 14,99 +0,23 7,438 59,299
5 18,99 +0,29 7,012 23,333
6 7,99 +0,38 3,990 25,967
7 18,99 +0,18 -5,149 34,467
8 25,99 1,051 -5,879 36,698
45
4.2 PERHITUNGAN BEDA TINGGI
ΔH = (BA -BB) 50 sin2 (φ-270˚)-BT+TP
ΔH Muka :
ΔHAB = (1,357-1,171) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,266+1,468 = 0,202
ΔHBC = (1,097-0,952) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,025+1,425 = 2,45
ΔHCD = (1,529-1,334) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,432+1,385 = -0,047
ΔHDE = (1,480-1,375) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,378+1,337 = -0,041
ΔHEF = (1,582-1,420) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,500+1,400 = -0,1
ΔHFA = (1,962-1,755) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,860+1,380 = -0,48
ΔH Belakang :
ΔHBA = (1,679-1,499) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,589+1,425 = -0,164
ΔHCB = (1,800-1,645) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,723+1,385 = -0,338
ΔHDC = (1,400-1,225) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,313+1,337 = 0,024
ΔHED = (1,525-1,320) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,423+1,400 = -0,023
ΔHFE = (1,442-1,282) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,362+1,380 = 0,018
ΔHAF = (1,097-0,085) 50 sin2 (90˚-270˚)-0,991+1,468 = 0,447
ΔH RATA-RATA
ΔHAB = 0,202 - 0,164 = 0,019
2
ΔHBC = 2,45 - 0,338 = 1,056
2
ΔHCD = -0,047 + 0,024 = -0,012
2
ΔHDE = -0,041 - 0,023 = -0,032
2
ΔHEF = -0,1 + 0,018 = -0,041
2
ΔHFA = -0,48 + 0,447 = 0,017 +
2
ΣΔH Rata-Rata = 1,007
46
ΔHBM = (1,508-1,466) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,262+1,468 = 0,206
Titik Detail A
ΔHA1 = (1,296-1,231) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,264+1,468 = 0,204
ΔHA2 = (1,255-1,175) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,215+1,468 = 0,253
ΔHA3 = (1,562-1,488) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,525+1,468 = -0,057
ΔHA4 = (1,753-1,693) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,723+1,468 = -0,255
ΔHA5 = (1,764-1,722) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,743+1,468 = -0,275
ΔHA6 = (1,468-1,397) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,433+1,468 = 0,035
ΔHA7 = (1,244-1,152) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,198+1,468 = 0,27
ΔHA8 = (1,255-1,151) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,203+1,468 = 0,265
Titik Detail B
ΔHB1 = (1,042-0,985) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,014+1,425 = 0,411
ΔHB2 = (1,331-1,275) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,303+1,425 = 0,122
ΔHB3 = (1,391-1,317) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,354+1,425 = -0,929
ΔHB4 = (1,575-1,485) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,530+1,425 = -0,105
ΔHB5 = (1,572-1,495) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,534+1,425 = -0,109
ΔHB6 = (1,571-1,481) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,526+1,425 = -0,101
ΔHB7 = (1,435-1,395) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,415+1,425 = 0.01
ΔHB8 = (1,255-1,200) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,228+1,425 = 0,197
Titik Detail C
ΔHC1 = (1,550-1,492) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,521+1,385 = -0,136
ΔHC2 = (1,599-1,512) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,536+1,385 = -0,151
ΔHC3 = (1,397-1,290) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,344+1,385 = 0,041
ΔHC4 = (1,620-1,500) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,560+1,385 = -0,175
ΔHC5 = (1,792-1,680) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,738+1,385 = -0,353
ΔHC6 = (1,735-1,682) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,709+1,385 = -0,324
ΔHC7 = (1,745-1,697) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,721+1,385 = -0,336
ΔHC8 = (1,405-1,375) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,390+1,385 = -0,005
47
Titik Detail D
ΔHD1 = (1,425-1,370) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,398+1,337 = -0,061
ΔHD2 = (1,422-1,350) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,386+1,337 = -0,049
ΔHD3 = (1,360-1,285) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,323+1,337 = 0,014
ΔHD4 = (1,375-1,315) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,345+1,337 = -0,008
ΔHD5 = (1,452-1,405) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,429+1,337 = -0,092
ΔHD6 = (1,440-1,380) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,410+1,337 = -0,073
ΔHD7 = (1,385-1,340) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,363+1,337 = -0,026
ΔHD8 = (1,402-1,345) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,374+1,337 = -0,037
Titik Detail E
ΔHE1 = (1,400-1,330) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,365+1,400 = 0,035
ΔHE2 = (1,490-1,420) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,455+1,400 = -0,055
ΔHE3 = (1,520-1,430) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,475+1,400 = -0,075
ΔHE4 = (1,490-1,400) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,445+1,400 = -0,045
ΔHE5 = (1,535-1,440) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,488+1,400 = -0,088
ΔHE6 = (1,457-1,380) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,428+1,400 = -0,028
ΔHE7 = (1,480-1,380) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,430+1,400 = -0,03
ΔHE8 = (1,425-1,386) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,406+1,400 = -0,006
Titik Detail F
ΔHF1 = (1,309-1,240) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,275+1,380 = 0,105
ΔHF2 = (1,072-1,010) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,041+1,380 = 0,339
ΔHF3 = (1,300-1,250) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,275+1,380 = 0,105
ΔHF4 = (1,395-1,342) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,369+1,380 = 0,011
ΔHF5 = (1,402-1,330) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,366+1,380 = 0,014
ΔHF6 = (1,760-1,270) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,515+1,380 = -0,135
ΔHF7 = (1,380-1,290) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,335+1,380 = 0,045
ΔHF8 = (1,375-1,297) 50 sin2 (90˚-270˚)-1,336+1,380 = 0,044
48
Tabel Perhitungan Beda Tinggi Titik Detail
49
HA4 = 24,945 - 0,255 = 24,690
HA5 = 24,690 - 0,275 = 24,415
HA6 = 24,415 + 0,035 = 24,450
HA7 = 24,450 + 0,27 = 24,720
HA8 = 24,720 + 0,265 = 24985
Titik B
HBC = 25,601
HB1 = 25,601 + 0,411 = 26,012
Titik C
HCD = 25,589
50
HC2 = 25,453 - 0,151 = 25,302
Titik D
HDE = 25,557
51
HD8 = 25,262 - 0,037 = 25,225
Titik E
HEF = 25,516
Titik F
HFA = 25,533
52
HF3 = 25,977 + 0,105 = 26,082
53
Tabel Perhitungan Elevasi (H) Titik Detail
Titik HA HB HC HD HE HF
24,545 25,601 25,589 25,557 25,516 25,533
1 24,749 26,012 25,453 25,496 25,551 25,638
2 25,002 26,134 25,302 25,447 25,496 25,977
3 24,945 25,205 25,343 25,461 25,421 26,082
4 24,690 25,1 25,168 25,453 25,376 26,093
5 24,415 24,991 24,815 25,361 25,288 26,107
6 24,450 24,89 24,491 25,288 25,972 25,972
7 24,720 24,9 24,155 25,262 25,23 26,017
8 24985 25,097 24,15 25,225 26,061 26,061
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah kami melaksanakan praktikum pengukuran Ukur Tana II ini, maka
dapat kami simpulkan sebagai berikut :
2.Sudut dalam
Kesalahan pengukuran sudut dalam ksrena tidak memenuhi syarat yang
ditetapkan , Dengan Rumus :
180˚x(n - 2) + fα
3.Beda Tinggi
Pada pengukuran beda tinggi, batas kesalahan yang diijinkan ditentukan dengan
rumus :
K = ± (2,0 ±2,0 skm ) mm
B. SARAN
Dari ketiga jenis pengukuran diatas, kesalahan-kesalahan tersebut seluruhnya
dapat dihindari dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
55
1.Sudut Dalam
Untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran sudut dalam sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.Dalam menentukan arah utara, pada setiap titik utama harus benar-benar
menunjukkan arah utara dengan melakukan hal tersebut berulang-ulang.
b.Rambu ukur harus diletakkan tegak lurus dan tepat pada titik utama yang
dibidik
a.Pada saat pengukuran dan beda tinggi sebaiknya memperhatikan cuaca, suhu,
kondisi dan situasi lapangan.
b.Diusahakan jarak antara titik-titik utama tidak terlalu berbeda jauh.
56
BAB VI
PENUTUP
Alat ukur Theodolit sangat penting digunakan dalam pengukuran yaitu untuk
menentukan ketinggian permukaan tanah di titik-titik tertentu pada permukaan
bumi.Pengukuran Theodolit dilakukan untuk pengukuran memanjang dan
melintang.
Alat-alat yang melengkapi dalam pengukuran selain Theodolit adalah rambu ukur
atau bak ukur, statip, meteran dan payung untuk melindungi Theodolit dari sinar
matahari secara langsung. Prinsip kerja dalam menggunakan alat waterpass ini
adalah membuat garis sumbu teropong horizontal.Bagian yang berkedudukan
horizontal adalah nivo yang berbentuk seperti tabung yang berisi cairan dengan
gelembung udara didalamnya.
57
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Foote, David dan Kelley, 1990 Surveying, Theory and Practice, McGraw Hill
Book Company Amerika.
2. Rais Jacob, 1980, Ilmu Ukur Tanah, Jilid I, Cipta Sari Grafika, Semarang.
3. Rais Jacob, 1980, Ilmu Ukur tanah, Jilid II, Cipta sari Grafika, Semarang.
5. Wali Jatun, Djoko dan Wolf, Brinker, 1996, Dasar – dasar Pengukuran Edisi
Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
59