Anda di halaman 1dari 9

DAKRIOSISTITIS

A. Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung. 1

B. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan
infeksi jamur.2

C. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis:3
1. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum
2. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus
3. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris
4. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya
infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus
merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu,
dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab
terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering


disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus. Pada
literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.5

D. Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya
akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.6

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air


mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.5

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui
dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 3. Tahapan-tahapan tersebut
antara lain:

1. Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
2. Tahap infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3. Tahap sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.

E. Tanda Gejala
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang
menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak
mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang
keluar adalah sekret mukopurulen.5,6
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang
berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang
ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret
yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu
dengan lainnya.5,6
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien
merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti
dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan
pasien akan merasa kesakitan (epifora).7

F. Interpretasi Pemeriksaan
Anamnesis:
Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis.
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan
John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2%
sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan
probing test dan anel test. 2,8

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi


sistem drainase air mata:
1. Tes fluoresens konjungtiva. Drainase air mata normal dapat didemonstrasikan
dengan cara menginstruksikan pasien untuk bersin ke tisu setelah konjungtiva
forniks diberikan larutan natrium fluoresens 2%
2. Tes anel. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui lokasi stenosis.
Pemeriksaaan diawali dengan pemberian anestesi lokal secara topikal, selanjutnya
dengan menggunakan probe berbentuk kerucut pemeriksa melakukan dilatasi dari
punktum lakrimalis. Kemudian sistem lakrimalis bagian bawah diirigasi dengan
larutan fisiologis (biasanya ditambahkan betadine) menggunakan kanula yang
sudah ditumpulkan sebelumnya. Jika duktus nasolakrimalis tidak mengalami
sumbatan maka larutan irigasi tersebut akan mengalir bebas menuju hidung
hingga kerongkongan.
3. Pemeriksaan radiografi dengan kontras. Biasa dilakukan dakriosistografi untuk
mengevaluasi bentuk, ukuran, dan posisi dari jalur sistem drainase dan
kemungkinan tempat obstruksinya.
4. Endoskopi duktus lakrimalis. Kini endoskopi diperbolehkan untuk melakukan
visualisasi langsung terhadap permukaan dalam mukosa dari sistem duktus
lakrimalis bagian bawah. Tetapi sampai sekarang endoskopi duktus lakrimalis
belum termasuk ke dalam prosedur rutin untuk kasus-kasus obstruksi sistem
drainase air mata. 5

Beberapa kemungkinan lokasi obstruksi ketika dilakukan tes anel


G. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan
cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik.
Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan
penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis banding:

1. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita
di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata
merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus
diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila
terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh
vena dengan edema papil. 9
2. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 9

H. Tatalaksana
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan
dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau
azithromycin 1%) 10 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari. 6
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan
pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan
radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena,
seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.
Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi
dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara
pembedahan jika sudah tidak radang lagi. 6,10
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis
adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan
langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan
bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal
dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter
telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang
panjang atau laser.10

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika


dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu,
(1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa
insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal,
karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase
bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). 11

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut


dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang
ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula
lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain: 3

1. Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
2. Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
3. Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

I. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan higienitas pada palpebra, termasuk
melakukan kompres air hangat dan membersihkan silia. Selain itu, higienitas nasal
dengan spray salin dapat mencegah obstruksi aliran lakrimal bagian distal.
J. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi
internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. 12

DAFTAR PUSTAKA

1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore : American Academy
of Ophtalmology
2. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. Website: http://www.emedicine.com , pada 1
Februari 2017
3. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. Website: http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84 , pada 1 Februari 2017
4. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. Website:
http://www.eye.com , pada 1 Februari 2017
5. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata
Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
6. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
7. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. Website:
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83 , pada 1 Februari 2017
8. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. Mamoun, Tarek. 2009. Acute Dacryocystitis. Website:
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85 , pada 1 Februari 2017
10. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. Website:
http://www.revoptom.com/ , pada 1 Februari 2017
11. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk
Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. Website:
http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-Obstruksi-
Sistem-Lakrimalis# , 1 Februari 2017
12. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. Website:
http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.html , pada 1 Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai