Anda di halaman 1dari 12

DERMATITIS ATOPIK

A. Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau
penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial). 1

B. Epidemiologi
Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
diseluruh dunia dengan pravalensi pada anak-anak 10-20% dan pravalensi pada orang
dewasa 1-3%. Dermatitis atopic lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
dengan ratio 1,5:1. Dermatitis atopic sering dimulai pada awal masa pertumbuhan
(early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima persen kasus dermatitis atopic pada
anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu
tahun pertama, dan 85% kasusu muncul pertama kali sebelum usia 5 tahun. Namun
penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa (late onset dermatitis atopic), dan
pasien ini dalam jumlah besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi oleh
IgE. 1

C. Etiologi
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan
oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa
predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis,
interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf otonom,
sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen
hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma. 2

D. Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara lain faktor
genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor
lingkungan.
1. Genetik
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,
kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang
independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan
HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma
dan rhinitis. Risiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya
menderita DA adalah 86%.
Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi keluarga
akan mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan, bila salah satu orang
tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi
sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita
atopi. Risiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan
dengan ayah. Tetapi bila DA yang dialami berlanjut hingga masa dewasa maka
risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%. 3
2. Sawar kulit
Hilangnya Ceramide dikulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat
air diruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan
fungsi sawar kulit. Variasi ph kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme
lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar mengakibatkan peningkatan transepidermal
water loss, kulit akan semakin kering dan merupakan port d’entry untuk
terjadinya penetrasi alergen, iritan, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien DA
mensekresi ceramide sehingga menyebabkan kulit makin kering.
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang
diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti
mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan
dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut
didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh
ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil.
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah
CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk
mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah
perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan
petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+).
Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi
penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena
mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes
dan menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinosit
diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada
di microenvironment. 4
3. Lingkungan
Sebagai tambahan selain alergen hirup, alergen makanan, eksaserbasi pada
DA dapat dipicu oleh berbagai macam infeksi, antara lain jamur, bakteri dan
virus, juga pajanan tungau debu rumah dan binatang peliharaan. Hal tersebut
mendukung teori Hygiene Hypothesis.
Hygiene Hypothesis menyatakan bahwa berkurangnya stimulasi sistem imun
oleh pajanan antigen mikroba dinegara barat mengakibatkan meningkatnya
kerentanan terhadap penyakit atopik.
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya
diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama
memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak
bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial
dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan
berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat
dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik. 4
4. Imnopatogenesis DA
Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan
menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis dan menekan produksi
sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai
kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi
ekzematosa. kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema,
mungkin akibat garukan karena gatal menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien
dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan
secara genetik. Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Defisiensi
sel ini menyebabkan produksi berlebih igE.
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik
alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-
13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.
5. Antigen Presenting Cells
Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai
afinitas tinggi untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI
pada permukaannya, dan beperan untuk mempresentasikan alergen ke limfosit
Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan yang juga berperan mengaktifkan
Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
6. Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain
adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kulit yang kering
akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan
yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal.
7. Autoalergen
Sebagian besar serum pasien dermatitis atopik mengandung antibody IgE
terhadap protein manusia.Autoalergen tersebut merupakan protein
intraseluler,yang dapat dikeluarkan karena kerusakan keratinosit akibat garukan
dan dapat memicu respon IgE atau sel T. pada dermatitis atopik berat, inflamasi
tersebut dapat dipertahankan oleh adanya antigen endogen manusia sehingga
dermatitis atopik dapat digolongkan sebagai penyakit terkait dengan alergi dan
autoimunitas. 4,5

E. Tanda Gejala
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopic, yaitu bentuk infantile, bentuk anak, dan
bentuk dewasa. 3
a) Bentuk infantile (2 bulan – 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka
terutama pipi dan daerah ekstensor ekskremitas. Bentuk ini berlangsung sampai
usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda,
sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sudah merangkak. Lesi yang
paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang
menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala
yang mencolok membuat bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu.
Pada sebagian penderita dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.
b) Bentuk anak (3 – 11 tahun)
Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantile, walaupun
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering
(xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti,
poplitea, tangan, kaki dan periorbita.

c) Bentuk remaja dan dewasa (12 – 30 tahun)


DA bentuk dewasa terjadi pada usia 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah
lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan eksremitas. Lesi berbentuk dermatitis
kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.
F. Interpretasi Pemeriksaan
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan gatal yang bervariasi lokasinya tergantung pada
jenis dermatitis atopik. Pasien biasanya juga mempunyai riwayat sering merasa
cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan. 4
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Kulit penderita DA:
1. Kering pada perabaan
2. Pucat/redup
3. Jari tangan terasa dingin
4. Terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta pada
lokasi predileksi.

Lokasi predileksi:

1. Tipe bayi (infertil)


a) Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai, serta lutut
(pada anak yang merangkak).
b) Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif, krusta.
2. Tipe anak
a) Lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian dalam, kelopak mata, leher,
kadang-kadang di wajah.
b) Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, erosi.
Kadang-kadang disertai pustul.
3. Tipe remaja dan dewasa
a) Lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi, sekitar mata, tangan dan
pergelangan tangan, kadang-kadang ditemukan setempat misalnya bibir mulut,
bibir kelamin, puting susu, atau kulit kepala.
b) Lesi berupa plak papular eritamosa, skuama, likenifikasi, kadang-kadang erosi
dan eksudasi, terjadi hiperpigmentasi.

Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan IgE, serum (bila diperlukan dan dapat


dilakukan di fasilitas pelayanan tingkat pertama). 4

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik harus terdiri dari
3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams (1994) di bawah ini: 3
Kriteria mayor (>3)

 Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas


 Dewasa : Likenifikasi fleksura
 Bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
 Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria minor (>3)

 Xerosis
 Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus H.simpleks)
 Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
 Iktiosis/hiperlinearis Palmaris/keratosis pilaris
 Ptriasis alba
 Dermatitis di papilla mame
 White dermatografism dan delayed blanched response
 Keilitis
 Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
 Konjungtivitis berulang
 Keratokonus
 Katarak subkapsular anterior
 Orbita menjadi gelap
 Muka pucat dan eritema
 Gatal bila berkeringat
 Intolerans perifolikular
 Hipersensitif terhadap makanan
 Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
 Tes alergi kulit tipe dadakan positif
 Kadaqr IgE dalam serum meningkat
 Awitan pada usia dini
Untuk mendiagnosis dermatitis atopic harus ada kriteria mayor 3 dan kriteria minor 3

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :

1. Tiga kriteria mayor berupa


a) Riwayat atopi pada keluarga
b) Dermatitis di muka atau ekstensor
c) Pruritus
2. Ditambah tiga kriteria minor
a) Xerosis/iktosis/hiperliniaris Palmaris
b) Aksentuasi perifolikular
c) Fisura belakang telinga
d) Skuama di skalp kronis

Diagnosis banding:
1. Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang
mengenai kulit kepala, pipi,badan,eksremitas dan diaper area.
2. Dermatitis kontak
Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan
erosif.
3. Dermatitis numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau
lebih, timbul pada kulit yang kering.
4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti
mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut,
kulit kepala dan daerah genital.
5. Skabies
Diagnosis ditegakan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari, distribusi
lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa adanya burrow dan
adanya kutu pada pemeriksaan mikroskopik.
6. Dermatitis herptiformis
Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa
vesikel, terusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal. 2,3

H. Tatalaksana
Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu,
karena itu perlu indentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut. 5

 Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (detergen, alcohol, astringen,


pemutih,dll)
 Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembapan tinggi.
 Menghidarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat
 Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA
 Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti
menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
 Menghindarkan stress emosi
 Mengobati rasa gatal

Khusus

1. Pengobatan Topikal
a) Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan
penderita tidak menggaruk dan lebih impermeable terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat digunakan anatar
lain cream hidrofilik 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%.Pemakaian pelembab beberapa kali sehari setelah
mandi.
b) Kortikosteroid
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-
hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi
rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia.
Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol, kortikosteroid diaplikasikan intermitten
umumnya dua kali seminggu.
c) Imunomodular topikal
1) Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap
0,03% untuk anak usia 2-15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%.
2) Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomudolator golongan
makrolatum.Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1% 2 kali sehari.
3) Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam
bentuk salaphdrofilik.
d) Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian cream doxepin 5% dalam
jangka pendekdapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.
2. Pengobatan sistemik
a) Krotikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA ekserbasi akut. Digunakan dalam
waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling.
b) Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histaminharus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas
penderita dll.Pada kasus sulit dapat diberikan doxepin hidroklorid 10-
75mg/oral/2x sehari.
c) H1 dan H2
1) Anti infeksi
Pemberian antibiotiuka berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S.aureus pada penderita DA. Dapat diberi ertitromisin atau
kaltromisin.Bila ada infeksi virusdapat diberi asiklovir 3x 400mg/hari
selama 10 hari atau 4x 200mg/hari untuk 10 hari.
2) Interferon
INF y bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dari proliferasi
sel TH1.
3) Siklosporin
Adalah suatu imonosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat
Calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan.Dosis 5mg/kg/BBoral,
diberikan dalam waktu singkat, bila obat diberhentikan umumnya penyakit
kambuh kembali.
4) Terapi sinar
Dipakai untuk terapi DA yang berat.Terapi menggunakan sinar ultraviolet
B atau kombinasi Ultra violet A bekerja pada SL.
5) Antimetabolit
Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang digunakan
sebagai imunosupresan pada transplantasi organ, telah pula digunakan
dalam terapi penyakit kulit inflmasi.
6) Prebiotik
Pemberian probiotik saat perinatal menunjukan penurunan insidensi DA
pada anak berisiko selam 2 tahun pertama kehidupan. 5

I. Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, dapat terkendali dengan pengobatan pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kariosentono, Harijono. Dermatitis atopik (Eksema) Dari gejala klinis, Reaksi
atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai kortikosteroid pada
penatalaksanaannya. Solo : UNS Press. 2006
2. Djuanda, Adi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI. 1999
3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004
4. Corwin, Elizabeth J. 1997. Buku saku patofisiologi/Handbook of
Pathophysiology. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC
5. Leung DY et al. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest 2004.

Anda mungkin juga menyukai