Anda di halaman 1dari 11

ASTIGMATISME

Definisi14
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak
dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989).
Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang
berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat
merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea
makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat
yang
ringan.
Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir,
jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006), ketidakteraturan
lengkung
kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering
pada
kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan.
Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu
horizontal (sekitar 0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima
sebagai
keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat
atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun
dan
95% pada usia 7 tahun.
Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2
garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni sebagai
berikut:
a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan
yang lainnya berada di retina.
b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan
retina.
c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan
yang lainnya berada di retina.
d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang
retina.
e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua, yakni
astigmatisma reguler dan ireguler :
a. Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang konstan
pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu sama pada
setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.
Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-
anak,
dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/ kelengkungan
yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai pada/ mendekati
meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang
dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah koreksi
silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut
yang
sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.
b. Astigmatisma Ireguler
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari titik
ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada setiap
titik,
kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara keseluruhan,
meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain. Sebenarnya setiap
mata
normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler, dan peralatan seperti
topografer kornea dan wavefront aberrometer dapat digunakan untuk mendeteksi
keadaan ini secara klinis.
Patofisiologi
a. Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain.
Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis
meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi
terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak
lurus/
90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang
horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke
kornea.Tipe
astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.Sementara itu,
apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan
astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi
antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan
direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya
berbeda-
beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak
memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum
dari
permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan bentuk
bola
football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan
lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari
satu
sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of
Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridian-
meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap
garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang
berbeda
sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua
garis
fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler.
Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of least confusion, dan
merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni posisi dimana semua
sinar
akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis
rata-
rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa
sferosilinder
merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:16
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal
pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari
perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,
keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior,
subluksasi
lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan
kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua mata memiliki

setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma


ireguler
dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang
saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma
ireguler
terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda
Manifestasi Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejalagejala
sebagai berikut :
a) Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan
ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata
pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang pada penderita astigmatismus
rendah, biasa ditandai dengan gejala – gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek- ucek mata.
Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin
hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan
2. Uji refraksi
 Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lens
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam
penglihatanmaksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
 Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakankomputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan
oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar
kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas
terlihat.Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan
sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu 180°. Perlahan-
lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi
astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.
4. Keratoskop
Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.
5. Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan
horizontal.
Penatalaksanaan
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (90o +/- 20o
) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal
(180o
+/- 20o
). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder
negatif dengan sumbu horizontal (180o
+/- 20o
) atau bila dikoreksi dengan silinder
positif sumbu vertikal (90o +/- 20o
).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
A. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
B. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang jaringan dari lapisan dangkal
dan bagian dalam kornea
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik),laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
LASIK dilakukan dengan memotong bagian dari permukaan kornea luar
melipatnya kembali untuk mengekspos jaringan dalam. Maka laser
digunakan untuk membuang sejumlah jaringan yang dibutuhkan dan flap
jaringan luar ditempatkan kembali pada posisinya posisi untuk proses
penyembuhan.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2004.
2. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1473/menkes/SK/x/2005 tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk
mencapai Vision 2020.
3. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 8, 125.
4. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 12.
5. Sherwood l. Human Physiology from Cells to System. Ed. 7. Canada :
Brooks/Cole. 2010. Page 198-9.
6. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 382-4.
7. Khurana A.K. comprehensive ophthalmology. Fourth edition. India : New age
international. 2007. P.3-1, 89-92, 167-169, 243 – 245, 249.
8. Mancil GL. Optometric clinical practice guideline care of patient with Presbiopia.
America optometric Association. Reviewed 2010. P. 1-36
9. Patorgis CJ. Presbyopia. In: Amos JF, ed. Diagnosis and management in vision
care. Boston: Butterworths, 1987:203-38.
10. Kleinstein RN. Epidemiology of presbyopia. In: Stark L, Obrecht G, eds.
Presbyopia: recent research and reviews from the third international symposium.
New York: Professional Press Books, 1987:12-8.
11. David AH. Optometric clinical practice guideline care of patient with
Hypermetropia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-27
12. Waring GO, Rodrigues MM, Laibson PR. Anterior chamber cleavage syndrome.
A stepladder classification. Surv Ophthalmol 1975; 20:3-27 Thompson HS,
Newsome DA, Lowenfield IE. The fixed dilated pupil. Sudden iridoplegia or
mydriatic drops? A simple diagnostic test. Arch Ophthalmol 1971; 86:21-7.12
13. Amos JF. Optometric clinical practice guideline care of patient with Myopia.
America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-39.
14. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81
15. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 82
16. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam:
Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 – 190. Available at:
www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: March 26th 2015.

Anda mungkin juga menyukai