Anda di halaman 1dari 20

CVA BLEEDING

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologik
yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi
otak.
Sekitar 20% kasus stroke terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak bocor atau
pecah sehingga darah mengisi ruang-ruang pada sel-sel otak serta merusak jaringan otak di
sekitarnya (intracerebral hemorrhage). Ada pula pula perdarahan yang terjadi dalam ruangan
sekitar otak (subarachnoid hemorrhage). Dampaknya paling mencelakakan, karena cairan
yang mengelilingi otak akan mengalir mengelilingi otak dan menyebabkan pembuluh darah
di sekitarnya menjadi kejang sehingga menyumbat pasokan darah ke otak. karena itu
subarachnoid hemorrhage dapat meninggalkan dampak kelumpuhan yang sangat luas, bahkan
risiko kematiannya sekitar 50%.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep penyakit CVA Bleeding ?


2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan CVA Bleeding ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran dan pengetahuan bagi para pembaca mengenai penyakit stroke
hemoragik (CVA Bleeding), serta penjelasan tentang asuhan keperawatannya pada kasus
stroke hemoragik (CVA Bleeding).

1.3.2 Tujuan Khusus


Setelah menyelesaikan makalah ini, diharapkan kelompok dan para pembaca mampu :
1. Memahami definisi dari CVA
2. Memahami Anatomi Fisiologi system persyarafan
3. Mengetahui klasifikasi dari CVA Bleeding
4. Mengetahui etiologi terjadinya CVA Bleeding
5. Memahami patofisiologi terjadinya CVA Bleeding
6. Mendeteksi manifestasi klinis yang ditunjukkan oleh penderita CVA Bleeding
7. Memahami Faktor resiko yang bisa menimbulkan CVA Bleeding
8. Mengerti Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa CVA
Bleeding
9. Menerapkan penatalaksanaan medis CVA Bleeding
10. Memahami Komplikasi yang bisa terjadi akibat CVA Bleeding
11. Menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan CVA Bleeding

1.4 Manfaat

Bagi kelompok dan para pembaca nantinya mendapatkan pengetahuan mengenai stroke
hemoragik (CVA Bleeding) dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik
(CVA Bleeding) yang mana dapat bermanfaat dan dapat diamalkan dalam kehidupan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke hemoragik (CVA Bleeding) Merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. (Arif Muttaqin, 2008)
Menurut sumber Wikipedia, Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan
darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel
darah. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu.
Pengertian Stroke menurut Iskandar Junaidi adalah merupakan penyakit gangguan
fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/deficit neurologik akibat gangguan aliran darah
pada salah satu bagian otak. Secara sederhana Stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas /
lumpuh sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik memulai
awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat cerebrovaskuler desease.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan

2.2.1 Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga
tengkorak (kranium) yang di bungkus oleh selaput otak yang kuat. otak adalah suatu alat
tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. berat
otak orang dewasa kira-kira 1400 gram.
1. Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, talamus serta hipotalamus.
fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi
b. Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan
pendengaran. otak ini menjadi tagmentum,krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun dari lapisan
fiber (berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan otak
belakang ini menjadi :
1. Pons vorali, membantu meneruskan informasi.
2. Medula oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam.
3. Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.

2. Pelindung Otak
Otak dilindungi oleh :
a. Kulit kepala dan rambut
b. Tulang kepala dan columna vertebrata
c. Meningen (selaput otak)

3. Bagian-Bagian Otak
Bagian otak secara garis besar terdiri dari :
a. Cerebral Hemisphere (cerebrum : otak besar)
Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang mengisi lebih dari setengah
masa otak. Permukaannya berasal dari bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci).
Cerebrum dibagi menjadi 4 lobus yaitu :
1. Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk roses pikir.
2. Lobus parientalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi rabaan,
tekanan, dan sedikit menerima perubahan temperatur.
3. Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.
4. Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi dari telinga.

b. Diencephalon
Fossa bagian tengah atau diencefalon berisi :
1. Talamus, berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai
pusat penyambung sensasi bau yang diterima. semua impuls sensasi dan nyeri melalui bagian
ini.
2. Hipotalamus, terletak pada bagian interior dan anterior talamus. berfungsi mengontrol dan
mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahakan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui
peningkatan vasokontriksiatau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dan
kelenjar hipofisis. Hipotalaus juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan.
sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat respon
emosional.
3. Kelenjar Hipofisis, dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya kelenjar hipofisis
dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal dan
organ-organ lain.

c. Brain stem (batang otak)


Terletak dalam fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari:
1. Otak tengah (midbrain atau mesensefalon), menghubungkan pons dan serebelum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik, motorik dan sebagai pusat reflek
pendengaran dan penglihatan.
2. Pons, terletak di depan serebrum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan
antara dua bagian serebelum, dan juga medula dan serebelum.Pons berisi jaras sensorik dan
motorik.
3. Medula Oblongata, meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medula spinalis dan
serabut serabut sensorik dari medula spinalis ke otak dan serabut-serabut tersebut menyilang
pada daerah ini.

d. Cerebellum (otak kecil)


Terletak dalam fossa cranial posterior, di bawah tentorium cerebelum bagian
posterior dari pons varoli dan medulla oblongata. Cerebellum mempunyai dua hemisfer
yang dihubungkan oleh fermis. Berat cerebellum lebih kurang 150 gram dari berat otak
seluruhnya.
Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot di luar kesadaran yang merupakan suatu
mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
1. Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh
2. Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah pengendalian
kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antragonis
harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.

2.2.2 Sirkulasi Darah Otak


Sirkulasi darah otak menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml permenit.
Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini unik, karena melawan
arah grafitasi. Di mana darah arteri mengalir dari bawah dan vena mengalir dari atas.
Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan rusak
irreversibel, ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat mentoleransi bila aliran
darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri vertebral dan meluas ke sistem
percabangan. Karotid internal dibentuk dari percabangan dua karotid dan memberikan
sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri
subklavia, mengalir ke balakang dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan
masuk tengkorak melalui foramen magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri
basilaris pada bagian otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak
bagian posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian
posterior.
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk di antara
rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut siklus willisi yang
dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah,
dan arteri penghubung anterior dan posterior. Aliran darah siklus willisi secara langsung
mempengaruhi siklus anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada siklus willisi memberi
rute alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.
Anastomosis arterial sepanjang siklus willisi merupakan daerah yang sering mengalami
aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila aliran darah meningkat,
yang menyebabkan dinding arteri menjadi menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma
yang berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral,
seperti penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika
arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dan menyebabkan
sumbatan aliran darah ke distal neuron-neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron cepat
nekrosis. Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrospinal atau infark). Pengaruh
sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan pada daerah otak yang
terserang.
Aliran vena ke otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ
lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena yang
besar.Penyilangan pada subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas.,
mempengaruhi vaskular yang terbentang dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada
sinus-sinus membawa vena keluar dari otak danpengosonga vena jugularis interna menuju
sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat unik, karena vena-vena ini tidak seperti
vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik
darah.

2.3 Klasifikasi CVA Bleeding


CVA Bleeding dibagi menjadi 2 :
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
1. Definisi
Perdarahan intraserebral Adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma7. Stroke ini paling sering terjadi akibat
cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam,
basal ganglia, dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan oleh stroke ini.
2. Gejala
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang disebabkan oleh
adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral terjadi secara tiba-tiba,
dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya
kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan
kebingungan).

Sering terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam
waktu beberapa menit. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk
membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa
menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis
atau infeksi lainnya. Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun
meninggalkan kelainan neurologis yang berat.

Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam
otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak.

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke


biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh
pendeirta yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita
yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh
akan menyerap sisa-sisa darah.

3. Penatalaksanaan medis
1. Terapi konservatif dan operatif
2. Pengendalian tekanan intrakranial
3. Anticonvulsant.
4. Pengendalian peningkatan TIK dilakukan Hiperventilasi, Diuretika dan kortikosteroid
tetapi dapat memberi kerugian, misalnya mudah terkena infeksi hiperglikemia,
perdarahan lambung (stress ulcer).
5. Terapi Medik pada PIS Akut
a. Terapi hemostatik
1. Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang
dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
2. Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.
3. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak
ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
1. Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen plasma
atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
2. Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation
factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah
volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
3. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tepat diikuti
dengan coagulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
4. Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin diberikan
Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet
dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.
5. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat
dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
6. Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM
a. Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)
1. Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
2. Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai
kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
b. Dioperasi bila (surgical candidate)
1. Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang
otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
2. PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
3. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
4. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan
lobar yang luas (≥ 50).

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan subarachnoid memiliki dua penyebab utama, yaitu ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam
ruang subarachnoid lapisan meningen dapat berlangsung sangat cepat, maka angka kematian
sangat tinggi.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, tidak terdapat riwayat truma kepala. Tidak ada
tanda-tanda meningeal. Sehingga pasien termasuk kedalam stroke karena perdarahan
intraserebral, disamping karena jenis ini memang yang paling banyak terjadi pada stroke
perdarahan.

Pasien pada kasus ini diberikan terapi nootropik berupa piracetam. Piracetam adalah
jenis nootropik yang sering digunakan sebagai salah satu terapi awal yang diberikan pada
kasus stroke. Sebagai salah satu agen nootropik, piracetam dianggap mampu meningkatkan
regional cerebral blood flow pada pasien dengan stroke akut dan diberikan segera setelah
onset untuk meningkatkan outcome secara klinis. Pada beberapa percobaan klinis, piracetam
mampu meningkatkan kognitif dan daya memori, memperlambat degenerasi otak,
meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, membantu pemulihan stroke dan beberapa
penyakit sistem saraf lainnya.

Selain itu, pada pasien ini juga ditemukan adanya hiperkolesterolemia. Kolesterol ada
di setiap sel tubuh dan setiap sel memerlukannya. Salah satu faktor yang menjadi risiko
penyakit kardiovaskular adalah kadar kolesterol darah yang tinggi (hiperkolesterolemia) dan
tak terkendali. Risiko terkena penyakit kardiovaskular meningkat bila terdapat banyak lemak
dalam darah.

Kolesterol dikirim ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Dalam proses ini, kolesterol
membentuk ikatan dengan protein. Paket koleterol-protein ini disebut lipoprotein.Kolesterol
lipoprotein berkerapatan rendah (low-density lipoprotein/LDL) sering disebut sebagai
kolesterol “jahat”. Lama-kelamaan kolesterol ini bersama bahan lain menumpuk di pembuluh
darah dan menyebabkan plak. Plak ini dapat menyebabkan penyumbatan yang berakibat
terjadinya stroke. Oleh karena itu, pada pasien ini juga diberikan terapi untuk mengatasi
hiperkolesterolemia yaitu simvastatin dan gemfibrozil.

Gejala :
Sebelum pecah aneurysm biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai menekan
saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar (yang
menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah
ini :
1. Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut
sakit kepala thunderclap).
2. Nyeri muka atau mata.
3. Penglihatan ganda.
4. Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.
Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak
dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat.
Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa
orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan
mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa
kembali menjadi mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk
bangun. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan
pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekwensi
naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang.
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada
bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :
1. Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering terjadi).
2. Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.
3. Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam.
Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.

Subarachnoid hemorrhage bisa menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :


a. Hydrocephalus : dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa
menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan
cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam
otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hydrocephalus bisa menyebabkan gejala-
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan
resiko pada koma dan kematian.
b. Vasospasm : sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi
(kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak
mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke ischemic. Vasopasm bisa
menyebabkan gejala yang serupa pada stroke ischemic, seperti kelemahan atau kehilangan
perasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,
dan koordinasi lemah.
c. Pecahan kedua : kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.
Penatalaksanaan medis :
1. Pemberian oksigenasi, ventilasi, keseimbangan elektrolit
2. Nyeri dengan obat kortikosteroid, antikonvulsan profilaksis perlu
dipertimbangkan.
3. Obstruktif perlu pemasangan Pirau Ventriculo-peritoneal (VP Shunt).
4. Tindakan operasi intrakranial merupakan terapi pilihan, tetapi operasi segera
sesudah perdarahan berbahaya karena “retraksi otak” (Non compliant Brain), dapat
menimbulkan iskemik otak.

2.4 Etiologi
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):

1. Hipertensi

Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak
terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan
hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.

2. Amyloid Angiopathy

Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein β-amyloid; dapat berupa
perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren
adalah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI,
dan juga Angiography.

3. Arteriovenous Malformation

Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan ena; resiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan
radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.

4. Aneurisma intracranial

Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama,
dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils
dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis berdasarkan
imaging sperti MRI dan angiografi.

5. Angioma Kavernosum

Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko
perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery;
diagnosis berdasarkan gambaran MRI.

6. Venous Angioma

Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%);
diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi konvensional.

7. Dural venous sinus thrombosis

Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik; antikoagulan dan agen trombolitik
transvenosus dapat memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12
bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan
angiografi.

8. Neoplasma intracranial

Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka
panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan
gambaran MRI.

9. Koagulopathy

Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik; koreksi cepat
abnormalitas bersangkutan penting untuk menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan
riwayat klinis.

10. Penggunaan kokain dan alcohol

Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang mendasari;
diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah
terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
Stroke. Pada sumber lain tanda dan gejala Stroke yaitu:

a. Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh
b. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu
sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai,
rasa terbakar

c. Mulut, lidah mencong bila diluruskan


d. Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek
e. Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan
atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya tidak dapat
dimengerti atau tidak dipahami (afasia).
f. Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
h. Tidak memahami pembicaraan orang lain
i. Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
j. Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
k. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
l. Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari
m. Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
n. Menjadi pelupa ( dimensia)
o. Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas
p. Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada saat
beristirahat atau bangun tidur
q. Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak
terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat
r. Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
s. Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran,berupa tuli satu telinga atau
pendengaran berkurang
t. Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa
u. Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
v. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,
sempoyongan, atau terjatuh
w. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

Akibat stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang cedera, tetapi perubahan-
perubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri otak,
pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Lumpuh
Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) adalah cacat yang paling umum akibat
stroke. Bila stroke menyerang bagian kiri otak, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi
dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan termasuk tenggorokan dan lidah. Bila
dampaknya lebih ringan, biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak bertenaga
(hemiparesis kanan). bila yang terserang adalah bagian kanan otak, yang terjadi adalah
hemiplegian kiri dan yang lebih ringan disebut hemiparesis kiri. Bagaimanapun pasien stroke
hemiplegia atau hemiparesis akan mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-harinya
seperti berjalan, berpakaian, makan, atau mengendalikan buang air besar atau kecil.
Bila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak (cerebellum), kemampuan seseorang
untuk mengkoordinasikan gerakan tubuhnya akan berkurang. Tentunya hal ini akan
berpengaruh pada kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatannya
sehari-hari, misalnya bagun dari tempat tidur atau duduk, berjalan atau meraih gelas.

2. Perubahan Mental
Stroke tidak selalu membuat mental penderita menjadi merosot dan beberapa
perubahan biasanya bersifat sementara. Setelah stroke memang dapat terjadi gangguan pada
daya pikir,kesadaran, konsentrasi,kemampuan belajar, dan fungsi intelektual lainnya. Semua
hal tersebut dengan sendirinya mempengaruhi penderita. Marah,sedih,dan tidak berdaya
seringkali menurunkan semangat hidupnya sehingga muncul dampak emosional yang lebih
berbahaya. Ini terutama juga disebabkan karena penderita kehilangan kemampuan-
kemampuan tertentu yang sebelumnya fasih dilakukan, misalnya:
a. Agnosia, kehilangan kemampuan untuk mengenali orang atau benda.
b. Anososia, tidak mengenali bagian tubuh sendiri.
c. Ataksia, koordinasi gerakan dan ucapan yang buruk.
d. Apraksia, tidak mampu melakukan suatu gerakan atau menyusun kalimat yang
diinginkannya. Bahkan kehilangan kemampuan untuk melaksanakan langkah-langkah
pemikiran dalam urutan yang benar. Atau kesulitan untuk mengikuti serangkaian
intruksi. Kasusu apraksia ini disebabkan terputusnya hubungna antara pikiran dan
tindakan.
e. Distosi spasial, tak mampu mengukur jarak atau ruang yang ingin dijangkaunya.

3. Gangguan Komunikasi
Paling tidak seperempat dari semua pasien stroke mengalami gangguan komunikasi,
yang berhubungan dengan mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan bahkan bahasa
isyarat dengan gerakan tangan. Ketidak berdayaan ini sangat membingungkan orang yang
merawatnya, seperti :
a. Disartia
Melemahnya otot-otot muka, lidah, dan tenggorokan yang membuat kesulitan bicara,
walaupun penderita memahami bahasa verbal maupun tulisan. Cedera di salah satu pusat
pengendalian bahasa di otak memang sangat berdampak pada komunikasi verbal.
Gangguanbahasa itu diakibatkan oleh kerusakan pada cuping temporal dan pariental otak
sebelah kiri.
b. Afasia
Bila yang terkena adalah pusat pengendalian bahasa di sisi yang dominan, yang
disebut daerah broca, cacat yang timbul dapat berupa afasia ekspresif, yakni kesulitan untuk
menyampaikan pikiran melalui kata-kata maupun tulisan. Seringkali kata-kata yang terpikir
dapat terucapkan tetapi susunan gramatikanya membingungkan. Bila yang terkena pusat
pengendalian bahasa di bagian belakang otak, yang disebut daerah Wernicke, cacat yang
timbul adalah afasia reseptif. Pasien jenis ini mengalami kesulitan untuk mengerti bahasa
lisan maupun tulisan. Apa yang diucapkan seringkali tidak mempunyai arti. Yang paling
parah, afasia global, disebabkan oleh kerusakan beberapa bagian yang terkait dengan fungsi
bahasa. pasien afasia global kehilangan hampir seluruh kemampuan bahasanya. Mereka tidak
mengerti bahasa bahkan tida dapat menggunakannya untuk menyampaikan pikiran. Yang
agak ringan, afasia anomik (amnestik), terjadi bila kerusakan pada otak hanya sedikit.
Pengaruhnya sering tidak terlalu terlihat meski penderita lupa akan nama-nama orang atau
benda-benda dari jenis tertentu.

4. Gangguan Emosional
Oleh karena umumnya pasien stroke tidak mampu mandiri lagi, sebagian besar
mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita mudah merasa takut, gelisah, marah,
dan sedih atas kekurangan fisik dan mental mereka. Perasaan seperti ini tentunya merupakan
tanggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat stroke meskipun gangguan emosional
dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga disebabkan pengaruh kerusakan otak secara
fisik.
Penderita yang sangat umum pada pasien stroke adalah depresi. Tanda-tanda depresi
klinis, antara lain : sulit tidur, kehilangan napsu makan atau ingin makan terus, lesu, menarik
diri dari pergaulan, mudah tersinggung, cepat letih, membenci diri sendiri, dan berfikit untuk
bunuh diri. Depresi seperti ini dapat menghalangi penyembuhan atau rehabilitasi, bahkan
dapat mengarah kepada kematian akibat bunuh diri. Depresi pasca stroke selayaknya
ditangani seperyi depresi lain, yaitu dengan obat antidepresan dan konseling psikologis.

5. Kehilangan Indra Rasa


Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan indra rasa (sensorik), yaitu rangsangan
sentuh atau jarak. Cacat sensorik dapat mengganggu kemampuan pasien mengenal benda
yang sedang dipegangnya. dalam kasus yang ekstrim, pasien bahkan tidak mampu menenali
anggota tubuhnya sendiri.
Ada pasien stroke yang merasa nyeri, mati rasa, atau perasaan geli-geli, atau seperti
ditusuk-tusuk, pada anggota tubuh yang lumpuh atau yang lemah. Kondisi ini disebut
paresthesia. Gejala nyeri yang berkepanjangan disebabkan adanya kerusakan pada sistem
saraf. Kasus ini disebut dengan nyeri neuropatik.
Pasien yang menderita kelemahan atau kelumpuhan pada lengan biasanya merasakan
nyeri pada bahu ke arah luar. Seringkali rasa nyeri ini disebabkan adanya sendi yang tidak
dapat bergerak lagi karena kurang digerakkan atau karena otot dan sendi di sekitarnya
terkunci dalam posisi tertentu. Biasanya ini disebut sendi yang beku. Dengan demikian, pada
anggota tubuh yang lumpuh, gerakan aktif sendi sangat penting. Selainmencegah pembekuan
yang menyakitkan, juga agar kekuatan motorik pulih kembali sehingga gerakan tersebut
mudah dilakukan.

2.7 Faktor resiko

Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah Stroke disebut dengan
Faktor Risiko Stroke. Faktor resiko medis penyakit tersebut di atas antara lain disebabkan
oleh:

1. Hipertensi,
2. Penyakit Jantung,
3. Diabetes Mellitus,
4. Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah),
5. Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah),
6. Riwayat Stroke dalam keluarga,
7. Migrain.

Faktor resiko perilaku, antara lain:

1. Usia lanjut
2. Obesitas
3. Merokok (pasif/ aktif)
4. Alkohol
5. Mendengkur
6. Narkoba
7. Kontrasepsi oral
8. Suku bangsa (negro/spanyol)
9. Jenis kelamin (pria)
10. Makanan tidak sehat (junk food, fast food)
11. Kurang olah raga

2.8 Pemeriksaan penunjang


2.8.1 Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdaraha arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.

b. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT Scan
Pemindahan ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemik, dan posisisnya secara pasti.

d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sitem karotis)
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium


a. Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.9 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007): Penatalaksanaan Umum
Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus
cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
d. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes
fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi
oksigen.

2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
1. Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
2. Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
1. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
2. Optimalisasi tekanan darah
3. Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-
obat vasopressor.
4. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
5. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1. Tekanan darah
2. Pemeriksaan jantung
3. Pemeriksaan neurologi umum awal
a. Derajat kesadaran
b. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c. Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
1. Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan
perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
2. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran
3. Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
4. Elevasi kepala 20-30º.
5. Hindari penekanan vena jugulare
6. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
7. Hindari hipertermia
8. Jaga normovolemia
9. Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB IV.
10. Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
11. Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
1. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose
15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2. Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1
bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
1. Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
2. Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
1. EKG
2. Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin,
AGDA dan elektrolit.
3. Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
4. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
b. Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran
cairan yanng tidak dirasakan.
d. Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila
terjadi kekuranngan.
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
f. Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi,
pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)
b. Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
a. Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
b. Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
d. Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
e. Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
f. Rehabilitasi
g. Edukasi keluarga.
h. Discharge planning.
2.10 Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini
mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah
ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global
korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF
dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
2.11 Komplikasi
Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja. Gangguan emosional dan
fisik akibat terbaring lama tanpa dapat bergerak di tempat tidur adalah bonus yang tidak dapat
dihindari, seperti :

1. Depresi
Ini adalah dampah yang menyulitkan penderita dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Oleh karena keterbatasan akibat lumpuh, sulit berkomunikasi dan sebagainya, penderita
stroke sering mengalami depresi.
2. Darah beku
Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki sehingga
menyebabkan pembengkakan yang terganggu. Selain itu, pembekuan darah juga dapat terjadi
pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru (emboli paru-paru) sehingga penderita sulit
bernafas dan dalam beberapa kasus mengalami kematian.

3. Otot mengerut dan sendi kaku


Kurang gerak dapat menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri. Misalnya, jika otot-otot
betis mengerut, kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan tumit menyentuh lantai. Hal ini
bisa ditangani dengan fisioterapi.
4. Pneumonia (radang paru-paru)
Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat pasien mungkin
mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering terbatuk-batuk sehingga cairan
terkumpul di paru-paru dan selanjutnya dapat terjadi pneumonia.
5. Nyeri pundak

Otot-otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi-sendi pundak akan mudah cedera pada
waktu penderita diganti pakaiannya, diangkat, atau ditolong untuk berdiri. Untuk
mencegahnya, biasanya tangan yang terlukai ditahan dengan sebilah papan atau kain khusus
yang dikaitkan ke pundak atau leher agar bertahan pada posisi yang benar. Jadi, bila
menolong penderita stroke untuk berdiri, lakukan dengan cara yang benar agar tidak
membuat otot-otot daerah tersebut terbebani terlalu berat.

Anda mungkin juga menyukai