Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BRONKOPNEUMONIA
DI SUSUN OLEH :
VARIDATUN TOYIBAH
18170100051
PEOGRAM NERS
TAHUN 2018
BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru
yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya,
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi sperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda
asing (Bennete, 2013).
Bronchopneumonia adalah penyebaran daerah nfeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi ( Sylvia A. Price & Lorraine M. W.,
2007). Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Pneumonia
merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011). Pneumonia
merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2014;
Djojodibroto, 2009). Peradangan pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak dikategorikan ke dalam pneumonia (Dahlana, 2014).
2. Anatomi Fisiologi
Sistem Pernafasan
Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang
sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hydrogen
dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan sendiri proses metabolismenya, yang
berarti pekerjaan selesai dan hasil buangn dalam bentuk karbondioksida dan air dihilangkan.
Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam jaringan atau
“pernapasan dalam” dan didalam paru-paru atau “pernapasan luar”.
Udara ditarik kedalam paru-paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada
waktu mengeluarkan napas (Pierce, 2009).
a. Anatomi
a) Hidung (Nasal)
b) Faring (Tekak)
c) Paru-paru
3) Struktur pernafasan
a. Hidung (Nasal)
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi)
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yag
berguna menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.
b. Faring (Tekak)
c. Laring
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada
ketiggian vertebratorakalis ke IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan
kesamping kearah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
daripada bronkus kiri, terdiri dari enam-delapan cincin, mempunyai tiga cabang.
Bronkus kiri lbih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12
cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang paling
kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelembung
paru/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin, 2006).
f. Paru-paru
Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari
ventrikel kanan jantung ke paru-paru, cabang-cabangnya menyentuh saluran-
saluran bronchial, bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus,
arteriol itu membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu
menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara. Kapiler halus itu hanya
memuat sedikit, maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris
tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari dua dalam alveoli hanya
oleh dua membrane yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan
difusi, yang merupakan fungsi pernafasan. Kapiler bersatu dan bersatu lagi
sampai mnjadi pmbuluh dara lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris
meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri
jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah
yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna member makan dan
menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-
arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang
terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi dari beberapa kapiler ini
akhirnya bersatu kedalam vena pulmonaris dan darahnnya kemudian dibawa
masuk kedalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-paru
oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka
dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda ( Pearce, 209).
b. Fisiologi Pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan
erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membrane, yaitu membrane
alveoli kapiler, yang memisahkan oksigen dan darah. Oksigen menembus membrane ini dan di
pungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini di pompa didalam
arteri ke semua bagian tubuh. Darah meniggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg
dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru, karbondioksida,
salah satu hasil buangan metabolism, menembus membrane alveolar-kapiler dan kapiler darah
ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronchial dan trakea, di nafaskan keluar melalui hidung
dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan
eksterna :
1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang meukar udara dalam alveoli darah
melaui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh
4) Difusi gas menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi
daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paaru
menerima jumlah tepat karbondioksida dan oksigen. Pada waktu gerak badan, lebih banyak
darah dating ke paru-paru membawa terlalu bannyak karbondioksida dan terlampau sedikit
oksigen, jumlah karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah
arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbondioksida
dan memungut lebih banyak oksigen (Pearce, 2009).
3. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (virus, bekteri, jamur), dan
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan
masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung kedalam saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai
penyebab bronkopneumonia tersebut dikelompokan berdasarkan golongan umur, berat ringannya
penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mkroorganisme tersering sebagai
penyebab bronkopneumonia adalah virus dan bakteri yaitu Diplococcus pneumonia,
Streptococcus pneumonia, Virus Influenza.
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjadi penyebaran
mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil
karena penyebaran melalui aliran darah (Misnadiarly,2008).
a) Bakteri
2) Steptokokus, sering merupakan komlikasi dari penyakit virus lain, seperti mobildan
varisela atau komlikasi penyakit kuman lainnya seperti pertusis, pneumonia oleh
pnemokokus.
4) Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif, resisten terhadap
pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi
b) Virus
c) Aspirasi
Makanan, pada tetanus neonatorum, benda asing, koreson.
d) Pneumonia hipostatik
Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama, missal pada anak sakit dengan kesadaran menurun.
e) Jamur
Histoplasmamosis capsultatum candi dan abicans, biastomokasis, kalsedis mikosis, aspergilosis dan
aktino mikosis.
4. Web of caustion
5. Tanda dan Gejala
Menurut Arief Mansjoer (2008), manisfestasi klinis secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping
hidung, sesak, sianosis.
c. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas melemah, ronchi,
wheezing.
d. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen.
e. Infeksi ekstrapulmonal.
6. Penatalaksanaan medis
Pemilihan antibiotik mana yang baik digunakan bergantung pada banyak faktor, termasuk :
Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain pada tiga bulan
terakir mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik
tertentu. Untuk semua regimen antibiotik, penting untuk menggunakan antibiotik tersebut sampai
selesai dan sesuai dengan prosedur penatalaksanaan. Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit
untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola
kuman tersering yaitu Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Bila keadaan pasien berat atau
terdapat empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan
sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 – 10 hari.
Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan
untuk Stafilokokus adalah 3 – 4 minggu.
g. Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil.
d. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain diluar
keluarganya.
Menjerit.
Memanggil ibunya.
Secara verbal, anak menyerang orang asing dengan rasa marah (misalnya
dengan mengatakan “pergi”).
Perilaku protes seperti menangis akan berlanjut dan hanya akan berhenti bila
anak merasa kelelahan.
Toddler secara verbal menangis kepada orang tua, menyerang orang lain
secara verbal atau fisik, berusaha untuk menemukan orang tua, memegang
orang tua erat-erat, dan tidak dapat ditenangkan (Muscari, 2005).
Toddler tidak tertarik dengan lingkungan dan permainan serta menunjukkan sikap
yang pasif, depresi, dan kehilangan nafsu makan (Muscari, 2005).
c) Fase menolak (Phase of denial), perilaku yang tampak diantaranya:
Secara samar-samar anak menerima perpisahan.
Toddler membuat keputusan yang dangkal dan menunjukkan minat dengan jelas.
Fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan dalam waktu lama dan jarang terlihat
pada anak yang dirawat (Muscari, 2005).
d) Kehilangan Kendali/Kontrol
Toddler merupakan masa dimana anak mencari otonomi yang ditampakan dengan
tingkahlaku antaralain: ketrampilan motorik, permainan, hubungan interpersonal,
aktivitas sehari-hari dan komunikasi. Tetapi mereka sebaliknya menunjukan
reaksi negatifisme seperti tempertantrum karena sikap egosentris anak. Anak
merasa gagal dan kehilangan kendali jika ketrampilan yang disukainya tidak
dapat dilakukan. Hal ini akan menurunkan rasa percaya diri pada anak. Anak
yang sedang meningkatan aktivitas motoriknya akan merasa cemas jika
keterampilan yang disukainya tidak dapat dilakukan (Nur Salam 2004). Akibat
sakit/ dirawat dirumah sakit, anak usia toddler juga dapat bereaksi karena
kehilangan kendali. Anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan
otonominya, sehingga anak bereaksi negative terhadap ketergantungan yang
dialaminya, terutama anak menjadi cepat marah dan agresif.
Dengan adanya kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi
motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga
tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak
menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
e) Cidera Tubuh dan Nyeri
Anak sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan
mampu menunjukkan lokasinya (Nur Salam, dkk, 2005). Kecemasan akan
meningkat karena adanya rasa nyeri dan perasaan takut akan mati (Supratini,
2004). Anak akan mengalami penurunan keaktifan serta kemampuan dalam tahap
perkembangannya terhadap perlakuan yang dialami atau nyeri yang dirasakan
karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infuse, pengambilan
darah, anak akan menangis bahkan sampai menyerang, baik secara verbal
maupun secara fisik, seperti menggigit, memukul, mencubit, dan menentang
perawata (supratini.2004).
b. Pada Masa Prasekolah
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun. Bagi anak usia pra
sekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat
menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman,
penuh kasih sayang dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah
yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004).
Perilaku anak untuk beradaptasi terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit dengan cara :
Penolakan (Advoidance); perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang
membuat anak tertekan, anak berusaha menolak treatment yang diberikan seperti :
disuntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif
kepada petugas medis.
Mencari dukungan (Support Seeking); anak mencari dukungan dari orang lain untuk
melepaskan tekanan atas penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta
dukungan pada orang yang dekat dengannya, misalnya orang tua atau saudaranya.
Biasanya anak minta di temani selama di rumah sakit, didampingi saat dilakukan
treatment padanya, minta dielus saat merasa kesakitan (Wahyunin, 2001).
Saat anak prasekolah dirawat di rumah sakit, kondisi ini memaksa anak untuk berpisah
dari lingkungan rumah yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan
serta hilangnya waktu bermain bersama teman-teman sepermainannya. Adapun reaksi
terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah selama dirawat di rumah
sakit adalah dengan menolak makan, sering bertanya kepada orang tuanya tentang hal-hal
yang tidak dipahaminya, menangis dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Dampak dari perpisahan yang dialami anak prasekolah saat dirawat di rumah sakit akan
menimbulkan rasa kecemasan pada anak tersebut (Moersintowati, dkk, 2008).
Anak usia prasekolah merasa (kehilangan kendali) karena mereka mengalami ketakutan
mereka sendiri. Potter (2005) juga mengemukakan bahwa selama waktu sakit, anak usia
prasekolah mungkin kembali ngompol, atau menghisap ibu jari dan menginginkan orang
tua mereka untuk menyuapi, memakaikan pakaian dan memeluk mereka.
Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit
sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat
di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih
kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004). Sistem pendukung (support
system) yang tersedia akan membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit
dimana ia dirawat. Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk
melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta
dukungan kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau saudaranya. Perilaku
ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah
sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan
cemas bahkan saat merasa kesakitan. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri
sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan
menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata
dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun,
pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri
yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,
2005).
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Fokus Pengkajian
a. Keluhan utama : sesak nafas
b. Riwayat penyakit
Pneumonia virus : ditandai gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis dan batuk,
serta suhu tubuh lebih rendah dari pneumonia bakteri
Pneumonia bakteri : ditandai oleh infeksi saluran pernafasan akut atau bawah dalam
beberapa hari hingga seminggu, suhu tubuh tinggi, batuk, kesulitan bernafas.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Sering menderita penyakit pernafasan bagian atas, riwayat penyakit peradangan pernafasan
dengan gejala bertahap panjang dan lama yang disertai wheezing.
d. Pengkajian fisik
1) Insperksi : perlu diperhatikan adanya takipnea, dypsnea, sianosis sirkumoral, pernafasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta
nyeri dada waktu bernafas, adanya retraksi dinding dada.
2) Palpasi : hati mungkin akan membesar, flemitus raba mungkin meningkat pada sisi yang
sakit dan megalami peningkatan denyut nadi.
3) Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit Auskultasi : pada pneumonia akan terdengar
stridor suara nafas berjurang, terdengar suara nafas tambahan atau ronchi, kadang-kadang
terdengar bising gesek pleura.
e. Data fokus
1) Pernafasan
Gejala : takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal
Tanda : bunyi nafas ronchi, halus, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
2) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan, keleehan insomnia
Tanda : penurunan intoleransi aktivtas, letargi
3) Integritas ego : banyaknya stressor
4) Makanan atau cairan
Gejala : kehilanngan nafsu makan, mual, muntah
Tanda : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering.
5) Nyeri dan kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada, maligna
Tanda : melindungi area yang sakit
sputum
3. TTV dalam batas normal 4. Gunakan alat yang steril dalam setiap tindakan
2 Pola nafas tidak efektif b.d. setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC
hiperventilasi selama 3X24 jam diharapkan pola nafas
Airway and Vital Sign Management
efektif. Dengan kriteria hasil :
1. Posisikan pasien kedalam semiflowler untuk
1. Menunjukkan suara nafas yang bersih
memaksimalkan ventilasi
2. TTV dalam batas normal
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
3. Menunjukkan jalan nafas yang paten jalan nafas
1. TTV dalam batas normal 2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat nafas
buatan
2. Menunjukkan peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat 3. Pasang mayo bila perlu
3. Menunjukkan tidak ada suara nafas 4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
tambahan
5. Ajarkan klien melakukan nafas dalam untuk
mengeluarkan secret Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara nafas tambahan
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
Respiratory Monitoring
4. Status sirkulasi baik 5. Ajarkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan
terlebih dahulu
5. Status respirasi : pertukaran gas dan
ventilasi adekuat 6. Kolaborasikan dengan tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan
aktivitas
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 3. Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vitamin
C
3. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti 4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung serat yang
4. Menunjukkan peningkatan fungsi tinggi untuk mencegah konstipasi
pengecapan dari menelan
5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
5. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
6. Kolaborasikan dengan tim ahli gizi dalam menentukan
6. Berat badan ideal dengan tinggi badan diet klien
Nutrition Monitoring
Amin, Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA NIC-NOC (Jilid. 1).
Jakarta : Media Action Publishing.
Ardansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta. DIVA press Astuti, Widya
Harwina. (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : TIM
Carpenito, I. J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperaatan. (Edisi 10). Jakarta: EGC
Herdman, Heather. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Kumar, Vinay, Cotran S. R, dan Robbins
L. S. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta. Buku Kedokteran EGC
Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pnemonia Pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia
Lanjut Pnemonia Atypik dan Pnemoni Atypik Mikrobakterium. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Respirasi. Jakarta: Salemba Medika
Pearce C. Evelyn.(2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis . (Edisi 33). (Terjemahan Sri Yuliani
Handoyo). Jakarta : PT Gramedia
Wilkinson, Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. (Edisi 9).(Terjemahan Esty
Wahyuningsih). Jakarta : EGC