Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori

1) Balita
Balita adalah anak usia 0-59 bulan (Depkes RI, 2006). Sedangkan menurut
Marmi dan Rahardjo (2012), bayi lima tahun atau sering disingkat sebgai balita
merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal.

2) Pertubuhan dan perkembangan


Pertumbuhan bersifat kuantitatif seperti pertambahan sel, pertambahan tinggi dan
berat badan. Sedangkan perkembangan bersifat kualitatif dan kuantitatif contohnya
adalah kematangan suatu organ tubuh (Ranuh dan Soetjiningsih, 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak diantaranya adalah
keturunan dan lingkungan. Keturunan akan berpengaruh pada kematangan struktur
dan fungsi yang optimal, sedangkan lingkungan akan menentukan bagaimana
potensi anak akan terpenuhi (Dodge, Gray, dan Short, 2010).

3) Penyakit yang umum diderita bayi dan balita


WHO memperkenalkan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) pada tahun
1996 untuk menangani bayi dan balita sakit. MTBS merupakan suatu sistem untuk
mempermudah serta meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas. Beberapa
penyakt yang termasuk MTBS yaitu infeksi, diare, ikterus, BBLR dan
permasalahan dalam pemberian ASI.

4) Kondisi-kondisi bayi dan balita sakit


Hasil ringkasan kajian kesehatan ibu dan anak oleh UNICEF (2012), menyebutkan
bahwa di indonesia, 1 dari 3 balita yang demam disebabkan oleh malaria, infeksi
saluran pernafasan akut, dan lainnya. Sedangkan untuk diare, 1 dari 7 balita
mengalaminya. Penyebab angka kematian balita sebagian besar merupakan
penyakit yang dapat dicegah.

5) ISPA

Infeksi saluran pernafasan (hidung, laring, pharing)mengalami inlamasi yang


menyebabkan obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts, 1990).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau IRA (Infeksi Respiratory Akut)
merupakan infeksi pada saluran nafas baik saluran pernafasan atas maupun bawah
(parenkim paru) yang sudah akut. Suatu penyakit dikatakan akut jika infeksi
tersebut berlangsung hingga 14 hari. Infeksi akut pada saluran pernafasan ini sering
terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Kejadian ini sering terjadi dinegara
berkembang. Penyebab ISPA di negara berkembang lebih banyak disebabkan oleh
bakteri, sedangkan di negara maju disebabkan oleh virus (Naning, Wahani dan
Wantania, 2014).

Menurut WHO (2007), ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan infeksi


pada saluran pernafasan. Penyebabnya adalah agen infeksius yang ditularkan dari
satu manusia ke manusia yang lain.

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Ispa


meliputi saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah. Sebagian besar dari
infeksi salurn pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk,pilek, dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun, anak akan menderita
pneumonia jika infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibatkan kematian.

ISPA terdiri dari lebih dari 300jenis bakeri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antaralain: genus streptococus, staphylococcus,
pneumococcus,haemophylus, bordetella dan corinebacterium. Sedangkan virus
penyebab ISPA terdiri dari: miksovirus, adenovirus, coronavirus, picornavirus,
micoplasma, herpesvirus dan lain-lain.

 Klasifikasi ISPA
Menurut pengklasifikasian IDAI (2014), penyakit infeksi akut pada sluran
pernafasan atas hingga parenkim paru diantaranya sebagai berikut:
1. Ranitis/common cold : penyakit ranitis ini merupakan golongan infeksi
akut ringan pada pernafasan. Namun, penyakit ini sangat mudah
penularannya. Pada daerah tropis sering terjadi pada pergantian musim
bahkan pada musim hujan. Ditandai dengan hidung tersumbat dan
adanya sekret hidung dikarenakan oleh virus.
2. Faringitis, tonsilitis dan tonsilifaringitis akut
Faringitis merupakan infeksi yang menyerang jaringan mukosa faring
dan jaringan disekitarnya seperti tonsil dan hidung. Ditandai dengan
sakit tenggorakan yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.
3. Otitis media
Adalah salah satu infeksi yang menyerang telinga bagian tengah karena
terjadinya penumpukan cairan.
4. Rinosiniutis
Menyerang saluran pernafasan atas dan bawah dan sering terjadi
bersamaan.
5. Epiglotitis
Infeksi yang terjadi sangat berbahaya jika dibiarkan. Hal ini ditandai
dengan sesak nafas berat dan bunyi nafas stridor. Penyebabnya adalah
haemophilus influenza tipe b (HiB).
6. Laringo trakeobronkhitis akut (CROUP)
Sindrom CROUP ini merupakan penyakit heterogen yang menyerang
laring, subglotis, trakea dan bronkus. Diakibatkan oleh beberapa
organisme virulen.
7. Bronkhitis akut
Disebabkan oleh virus maupun bakteri. Pada beberapa kasus, bronkhitis
akan memebaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan apapun.
8. Bronkiolitis
Merupakan proses inflamasi pada saluran pernafasan bagian bawah yang
menyerang bronkiolus. Terjadi dengan gejala ISPA pada umumnya
nafas wheezing pada bayi.
9. Pneumonia
Terjadi karena awalnya disebabkan oleh infeksi virus hingga
menyebabkan komplikasi infeksi bakteri.

 Faktor penyebab ISPA:


1. Usia, anak dengan usia lebih muda akan lebih rentan terkena penyakit ISPA
dibandingkan anak dengan usia lebih tua karena daya tahan tubuh yang
lebih rendah.
2. status imunisasi, anak dengan status imunisasi yang lengkap daya tahan
tubuhnya akan lebih baik dari anak yang status imunisasinya belum
lengkap.
3. Lingkungan, lingkungan dengan udara yang kotor penus polusi dapat
menyebabkan penyakit ispa pada anak. Infeksi bakteri mudah terjadi pada
saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang
terdahulu. Selain itu yang mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak
silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran
udara), sindroma imotil, pengobatan dngan O2 konsentrasi tinggi (25% atau
lebih).
Terdapat 62,22% balita mengalami ISPA karena terpapar asap rokok oleh
anggota keluarga perokok aktif yang serumah (Arsin, Marhamah dan
Wahiduddin, 2012).
4. Status gizi, menurut IDAI 2014 dari grant menyebutkan bahwa seorang
anak dengan defisiensi vitamin A ringan akan terpapar ISPA 2 kali lebih
besar dibanding anak yang normal tanpa difensiensi vitamin A.
5. Pemberian ASI, anak yang tidak mendapatkan ASI akan lebih rentan 17
kali dirawat dirumah sakit akibat ISPA.
6. BBLR, berkaitan dengan kematangan organ tubuh dan kemampuan untuk
memiliki daya tahan tubuh yang masih belum baik.
7. Pendidikan orangtua, status sosial ekonomi dan penggunaan fasilitas
kesehatan. Hal ini berkaitan dengan pengobatan yang akan dilakukan pada
anak. Anak dai keluarga sosial ekonomi rendah beresiko 3,3 kali lebih
rentan terserang penyakit ISPA. Angka kematian pada semua kasus ISPA
yang idak diobati dan tidak adanya penggunaan fasilitas kesehatan
sebanyak 10-20%.
 Tanda dan gejala ISPA
Pada kasus ISPA berat seperti pneumonia dan bronkhitis akan terjadi merintih,
sesak nafas, retraksi dada, nafas cuping hidung, serta batuk keras dan kering.
Sedangkan pada otitis media, keluhan yang paling menonjol adalah nyeri pada
telinga (Naning et al, 2014).
a) Pada ranitis : anak yang menderita memiliki kelainan sinusitis.
b) Faringitis : tonsilitis, tonsilifaringitis akut, konjungtiva nampak
konjungtivitis, pembesaran tonsil dan kelenjar getah bening, suara
serak, mengi, dan ronki di paru.
c) Otitis media : ditunjukkan adanya penimbunan cairan ditelinga dan
iritabel.
d) Rinosinusitis : akan terdapat sekret pada saluran pernafasan dan
penebalan mukosa
e) Epligotitis: pada wal penyakit ini akan terjadi gawat nafas dan adanya
stridor inspirasi.
f) Laringo trakheobronkhitis : batuk yang nyaring, suara parau dan kasar,
dapat menyebabkan sesak nafas, stridor inspiratorik, retraksi dada, dan
adanya peningkatan leukosit (>20.000/mm3 ).
g) Bronkhitis : akan ada ronkhi, nafas berat dan kasar serta bunyi
wheezing.
h) Bronkhiolitis : ada bunyi wheezing.
i) Pneumonia : retraksi dada, sesak nafas, takipnea, nafas cuping hidung,
sianosis, pekak, perkusi, suara nafas melemah dan ronkhi.

Sedangkan pada beberapa klasifikasi penyakit-penyakit tersebut memiliki


komplikasi :

a) Rinitis : otitis media, rinosinusitis, pneumonia dan eksaserbasi asma.


b) Otitis media : pendengaran terganggu dan vertigo
c) Rinosinusitis : jika penanganan tidak optimal dan menyeluruh akan
mengakibatkan penyakit berulang/kronis.
d) Epiglotitis : berakibat kematian karena obstruksi jalan nafas dan
komplikasi trakeostomi.
e) Bronkhitis : penyakit berulang atau kronis, komplikasi pada penyakit
bronkhitis tergantung pada penyebabnya.
f) Bronkiolitis : asma
g) Pneumonia : empiema torasis (tersering), perikarditis, purulenta,
pneumotoraks, bahkan infeksi.

 Tahapan lanjut dari suatu penyakit yaitu:


1. Dapat sembuh sempurna
2. Sembuh dengan atelektasis
3. Menjadi kronis
4. Meninggal akibat pneumonia
5. Batuk pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas. Pada umur kurang
dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 kali permenit. Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung, dengan sekret yang encer sampai menyumbat
saluran pernafasan. Bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan
sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts, 1990).
6. Demam, gejala demam muncul pada anak umur 6 bulan sampai
dengan umur 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda
pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5-40,5oC
7. Anorexia, terjadi pada semua bayi maupun anak yang mengalami
sakit. Anak akan menjadi susah minum bahkan tidak mau minum.
8. Diare, seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
 Penatalaksanaan :

1. upaya pencegahan

 Menjaga keadaan gizi tetap baik


 Imunisasi lengkap
 Menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

2. Perawatan

 Meningkatkan waktu istirahat


 Meningkatkan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres hangat dan banyak konsumsi air
minum.
 Bila hidung trsumbat bersihkan dengan sapu tangan bersih
 Bila masih bayi dengan ASI, usahakan tetap menetek.

3. Pengobatan

 Mengatasi panas (demam) dengan memberikan paracetamol,


bayi umur kuran dari 2 bulan dengan demam harus dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya
kemudian digerus dan diminumkan.
 Antibiotik sangat dibutuhkan pada penyakit ISPA dengan
gejala dahak dan sekret berwarna hijau. Hali ini karena sudah
jelas terkontaminasi oleh bakteri. Pemberian antibiotik sendiri
harus benar-benar diperhatikan agar tidak menimbulkan
resistensi pada bakteri.
 Mengatasi batuk, bisa diatasi dengan bahan alami sederhana
yaitu konsumsi air hangat atau madu.
2) Gastroenteritis/Diare

Gastroenteritis atau diare merupakan suatu kondisi dimana frekuensi buang


air besar lebih dari 3 kali perhari dengan konsistensi cair serta berlangsung selama
kurang dari 7 hari. Khusus pada balita yang mendapat ASI biasanya buang air
besar dengan frekuensi lebih sering yaitu 5-6 kali perhari (Kemenkes RI, 2011).

Diare akut adalah perubahan konsistensi feses yang terjadi secara tiba-tiba
yang dikarenakan oleh kandungan air pada feses melebihi normal
(10ml/kgBB/hari) dengan peningkatan defekasi lebih dari 3 kali/24 jam yang
berlangsung kurang dari 14 hari (Venita dan Kadim, 2014).

Diare merupakan bukan penyakit, melainkan sebuah tanda adanya kelainan


pada slauran pencernaan sehingga usus berusaha mengeluarkan kuman tersebut
(Fida dan Maya, 2002), disebabkan oleh beberapa:

1) Disebabkan oleh virus


2) Alergi makanan
3) Malabsorbsi kandungan makanan
4) Lain-lain seperti obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya) dan kelainan
anatomik. (Venita dan Kadim, 2014).
5) Adanya kelainan primer pada pergerakan usus
6) Kronis, terjadi infeksi ringan pada usus halus
7) Terdapat peningkatan sekresi usus halus.

Gastroenteritis adalah peradangan pada saluran pencernaan yang diakibatkan


infeksi atau keracunan makanan.

 Penyebab diare dapat dibagi pada beberapa faktor antaralain:


a) Faktor Infeksi oleh baktetri dan virus yaitu bakteri E.colli, salmonella,
shigella, dan lain-lain serta dari virus enteroovirus, rotavirus, astrovirus dan
yang lainnya.
b) faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
Makanan yang basi dikarenakan perlakuan yang salah misalnya susu yang
sudah dibuka dalam kemasan tidak segera diminum sehingga bila dibiarkan
dalam udara terbuka bakteri-bakteri akan berkerumun dalam susu dan
membuatnya menjadi basi. Sehingga tidk aman untuk dikonsusmsi.
c) faktor psikologis, rasa takut, tegang dan cemas. Perasaan tersebut bisa
menjadi penyebab diare meskupun jarang ditemukan kasusnya.
 Tanda dan gejala diare:

1. sering buang air besar lebih dari 3 kali

2. konsistensi tinja yang encer

3. merasa lemas dan lesu


4. mengalami dehidrasi

5. sering muntah selama lebih dari tiga jam

6. panas suhu tubuh mencapai 38,5oC

7. tidak ada nafsu makan

 Dampak diare:

a) gangguan keseimbangan asam basa dalam tubuh karena dehidrasi

b) gangguan asupan gizi karena asupan makan berkurang.

c) hipoglikemia

d) gangguan sirkulasi darah

 Penatalaksanaan diare:

Menurut Depkes RI (2003), cara terbaik untuk melakukan rehidrasi dan


mencegah dehidrasi pada anak adalah dengan membarikan oralit. Cairan
intravena hanya diberikan pada anak dengan dehidrasi berat. Satu-satunya yang
dapat diberikan antibiotik yaitu diare pada panyakit kolera dan disentri.

1. Rehidrasi, pemberian cairan melalui oral maupun infus


2. Pemberian obat seperlunya,sebagian besar diare dapat sembuh tanpa
antibiotik dan antidiare.
3. Pemberian zinc selama 10 hari
4. Pemberian antibiotik sesuai indikasi (Venita dan Kadim, 2015)
5. Pemberian nutrisi terutama ASI, selama diare hingga masa penyembuhan.
6. Konseling pada ibu mengenai:
 Cara merawat anak dirumah, terutama pembuatan oralit
 Tanda-tanda anak perlu dibawa ke tenaga kesehatan kembali
 Metode mencegah kejadian diare
7. Terapi dengan prebiotik akan sangat berguna pada kasus diare ringan tanpa
dehidrasi karena dapat mempersingkat diare dan menurunkan frekuensi
diare (Widagdo, 2011).

Penatalaksanaan diare dalam MTBS (2008)


1) Desentri : antibiotika, kunjungan ulang 2 hari
2) Persisten : pemberian makan, kunjungan ulang 5 hari
3) Persistensi berat : rujuk, atasi dehidrasi
4) Tanpa dehidrasi : rencana terapi A : beri cairan tambahan (ASI dan
oralit atau oralit dan cairan tajin atau sayuran), 6 bungkus oralit
dirumah (200ml).
5) Dehidrasi sedang atau ringan :rencana terapi B : oralit 3 jam
pertama, minum oralit sedikit tapi sering, zinc 10 hari, kaji ulang
dehidrasi setelah 3 jam, jika berkurang lanjutkan.
6) Dehidrasi berat : rencana terapi C : beri cairan IV, rujuk

B. Konsep Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajamen Kebidanan

Menurut Varney, manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah digunakan


sebagai metode untuk mengorganiasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan, dan rangkaian atau tahapan yang logis untuk
pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien.

2. Proses Manajemen Kebidanan

Proses manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari tujuh langkah yaitu sebagai
berikut:

I. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)

Teknik pengumpulan data ada 3 yaitu observasi, wawancara, dan pemeriksaan. Data
diklasifikasikan menjadi data subyektif dan data obyektif (Sari, 2012).

1) Data Subyektif

Data subyektif berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien
sesuai dengan konsisinya (Romauli, 2011). Data subyektif terdiri dari:

a) Identitas
Menurut Matondang (2013), identitas diperlukan utuk memastikan bahwa
yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksudkan. Data identitas meliputi:

1) Nama balita, nama harus jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
2) Umur, usia diperlukan untuk menginterpretasikan apakah data
pemeriksaan klinis anak tersebut sesuai umurnya (Matondang, 2013).
3) Jenis Kelamin, dikaji untuk membedakan dengan balita lain untuk
penilaian data pemeriksaan klinis (Matondang, 2013)
4) Anak ke, untuk mengetahui jumlah keluarga pasien
5) Nama orangtua, dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan nama
balita lain, mengingat banyak nama balita yang sama
6) Agama, untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing
atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Ambarwati dan Wulandari,
2010)
7) Pendidikan orantua, dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan
orantua sehingga dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya
8) Pekerjaan, dikaji untuk mengetahui kemampuan orangtua untuk
membiayai perawatan anaknya, selain itu juga memepengaruhi dalam
gizi pasien tersebut.
9) Alamat, dikaji untuk kejelasan misalnya sewaktu-waktu dapat terjadi hal
yang gawat agar dapat dihubungi, atau mungkin diperlukan untuk
kunjungan rumah (Matondang, 2013)
b) Alasan datang, untuk mengetahui alasan klien datang ketempat pelayanan
kesehatan
c) Keluhan utama, menurut Matondang (2013), keluhan utama adalah keluhan
atau gejala yang menyebabkan klien dibawa berobat.
d) Riwayat kesehatan yang lalu
 Imunisasi, diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik
yang diperoleh dan membantu diagnosis.
 Riwayat kesehatan keluarga, dikaji untuk memperoleh gambaran keadaan
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan keluarga pasien. Berbagai penyakit
bawaan maupun keturunan.
 Riwayat sosial, dapat diketahui dari yang mengasuh, hubungan dengan
anggota keluarga, hubungan dengan teman sebayanya untuk melihat
keharmonisan dan aktifitas keseharian balita.
e) Pola kebiasaan sehari-hari
 Pola nutrisi, menggambarkan tentang pola makan balita, dari frekuensi,
jenis dan pantangan makanan.
 Pola istirahat, menggambarkan pola istirahat pasien, berapa jam tidur
pasien, dan kebiasaan sebelum tidur.
 Pola hygine, untuk mengetahui pola kebersihan apakah dapat terjaga
dengan baik atau tidak.
 Pola aktivitas, perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
 Pola eliminasi, menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan buang air kecil

2) Data Obyektif

Diperlukan untuk melengkapi data subyektif dalam menegakkan diagnosis


(Romauli, 2011). Pada anak yang ISPA dan DCA, cenderung akan rewel dan
lemas (Naning,2014).
a) Keadaan umum, dilihat dari kesan sakit, kesadaran dan kesan status gizi
(Matondang,2013)
Kesan sakit dilihat dari apakah pasien tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit
sedang atau sakit berat. Kesadaran dapat dinyatakan sebagai composmentis,
apatis, somnolen, soper, koma, delirium. Kesan status gizi dapat dilihat dari
bagaimana postur tubuh pasien apakah kurus atau gemuk.
b) Tanda-tanda vital meliputi:
 Nadi normal pada anak yaitu 80 – 90 x/menit
 Tekanan darah pada anak yaitu 80-100/60 x/menit
 Suhu tubuh normal pada anak yaitu 36,5-37,2oC
 Pernapasan normal pada anak yaitu 20-30 x/menit
c) Pemeriksaan antropometri meliputi:
 Berat badan, parameter pertumbuhan yang paling mudah dan sederhana
diukur dan diulang, merupakan indeks nutrisi sesaat
 Panjang badan, dikaitkan dengan beart badan memberikan informasi
terkait status nutrisi dan pertumbuhan fisik anak
d) Pemeriksaan sistematis meliputi:
 Kulit, meliputi warna kulit, kelembapan kulit, dan tekstur kulit
 Kepala, meliputi bentuk dan ukuran kepala, kontrol kepala, rambut, dan
kulit kepala
 Muka, meliputi apakah wajah simetris, terjadi pembengkakan atau tidak
 Mata, adakah kotoran dimata, konjungtiva merah muda, sklera putih,
kelopak mata tidak cekung
 Telinga, adakah cairan atau kotoran
 Hidung, adakah kotoran yang membuat jalan nafas sesak dan terganggu.
 Mulut, bibir kemerahan, lidah kemerahan
 Leher, adakah pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis
 Dada, adakah retraksi dada atau tidak, simetris atau tidak
 Perut, perut kembung atau tidak
 Ekstremitas, bagaimana keadaan semua ekstremitas pada anak

II. Langkah II : Interpretasi data dasar

Interpretasi data dasar dilakukan dengan mengidentifikasi data secara benar terhadap
diagnosa atau masalah kebutuhan pasien. Data dasar diinterpretasikan agar bisa
menentukan diagnosis kebidanan, masalah dan kebutuhan yang berfokus pada klien
(Yulifah dan Surachmindari, 2013).

1) Diagnosa kebidanan
An. X umur X tahun, jenis kelamin X dengan ISPA dan Diare
2) Masalah
Permasalahn yang muncul berdasarkan pernyataan pasien berupa data
subyektif dan obyektif.
3) Kebutuhan
Kebutuhan disesuaikan dengan kebutuhan pasien saat itu.
III. Langkah III : Diagnosa Potensial

Mengidenfikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi.


Berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa.

IV. Langkah IV : Antisipasi/kebutuhan segera

Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
lain sesuai dengan kondisi pasien.

V. Langkah V : Rencana tindakan/ intervensi

langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan


lanjutan dari maslah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.

VI. Langkah VI : Penatalaksanaan/ Implementasi

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik
terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan.

VII. Langkah VII : Evaluasi

Yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang


dilakukan bidan

3. Data Perkembangan

Menurut Rismalinda (2014), metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan


kebidanan adalah SOAP sebagai berikut:

S : Subjective, data yang berhubungan dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien
mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung atau
ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis (Rismalinda, 2014)

O : Objective, data hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan pasien, pemeriksaan
laboratorium/ pemeriksaan diagnostik lain

A : Assesment, merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari data


subyektif dan obyektif

P : Planning, memebuat rencana asuhan saat ini dan akan datang untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien yang sebaik mugkin atau menjaga/mempertahankan
kesejahteraannya

Anda mungkin juga menyukai