SAP 4
Sukses tidaknya program tanggung jawab perusahaan sangat bergantung pada kesepakatan
pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan yang terllibat dalam proses
produksi tindakannya disatu sisi dapat mendukung kinerja perusahaan tapi disisi lain dapat
menjadi penggangu karena setiap pihak mempunyai kriteria tanggung jawab yang berbeda
yang disebabkan kepentingan yang berbeda pula. Mengelola reaksi terhadap tuntutan sosial.
Dalam kaitan ini, para ilmuan administrasi, manajemen dan organisasi telah mengembangkan
sebuah model respon yang dapat dipilih perusahaan ketika mereka menghadapi sebuah masalah
sosial. Model – model tersebut adalah : obstruktif, defensive,akomodatif, dan proaktif.
o Model obstruktif adalah respon terhadap tuntutan masyarakat dimana organisasi menolak
tanggung jawab, menolak kebebasan dari bukti – bukti pelanggaran, dan munculkan upaya
untuk merintanggi penyelidikan.
o Model defensif adalah bentuk respon teerhadap tuntutan masyarakat dimana perusahaan
mengakui kesalahan yang berkaitan dengan ketelanjuran atau kelalaian tetapi tidak bertindak
obstrutif.
o Model akomodatif adalah bentuk respon terhadap masyarakat dimana perusahaan
melaksanakan atau memberi tanggung jawab sosial atau tindakannya selaras dengan
kepentingan publik
o Model proaktif adalah respon terhadap permintaan sosial diamana organisasi berbeda, melalui
upaya mempelajari tanggung jawabnya kepada masyarakat dan melakukan tindakan yang
diperlukan tanpa tekana dari mereka.
Tanggung jawab sosial dapat dilakukan rutin dan nonruti. Kegiatan rutin berbentuk
partisipasi pada kegiatan masyarakat secara khusus terprogram dan dilaksanakan terus
menerus, sedangka kegiatan nonrutin dilaksanakan pada kondisi terentu yang memungkinkan
perusahaan mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk berpartisipasi.
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila
ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak uk dalam kategori norma hukum yang didasari
kesusilaan.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara
sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan kode etik agar profesionalisme
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau nasabahnya. Adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam menjalankan profesi, seseorang perlu memiliki dasar-dasar yang perlu diperhatikan,
diantaranya
1. Prinsip Tanggung Jawab. Seorang yang memiliki profesi harus mampu bertanggung
jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut, khususnya bagi orang-orang
di sekitarnya.
2. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan profesinya
tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan dengan profesi tersebut.
3. Prinsip Otonomi. Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional untuk
diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.
4. Prinsip Integritas Moral. Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki komitmen
pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku
bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan
keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini muncul
karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan
yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang
dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya,
atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang
kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan
mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara
politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat
luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik
guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan
spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan
akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa
bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan
manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum
secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Di
Amerika Serikat terdapat sebuah badan independen yang berfungsi sebagai badan register
akreditasi perusahaan, yaitu American Society for Quality Control (ASQC)
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi
kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut
pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk.
Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena :
Tanpa memeperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan
modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi
memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional.
Pertama, dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-orang
profesional di bidangnya.
Kedua dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung dan
bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa merebut dan
mempertahankan kepercayaan konsumen.
Ketiga, dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak
tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin, para pelaku bisnis
berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah, yang baginya akan
sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Slaah satu cara yang paling efektif adalah dengan
menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara baik dan etis yaitu dengan menjalankan bisnis
sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan kepentinga semua pihak yang terkait
dengan bisnisnya.
Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain,
bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan.
Argumen mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan dan etika
memperlihatkan bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang
menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan hak dan
kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan bertahan dalam
kegiatan bisnisnya.
Bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika. Para pelaku bisnis adalah
orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut hanya berlaku dalam dunia pribadi
mereka, begitu mereka terjun dalam dunia bisnis mereka akan masuk dalam permainan yang
mempunyai kode etik tersendiri. Jika suatu permainan judi mempunyai aturan yang sah yang
diterima, maka aturan itu juga diterima secara etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu
umum di mana-mana, lama-lama praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang
akan merasa harus menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma bisnis
berbeda dari norma moral masyarakat pada umumnya, sehingga pertimbangan moral tidak
tepat diberlakukan untuk bisnis dimana “sikap rakus adalah baik”(Ketut Rindjin, 2004:65).
Belakangan pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari tokoh etika Amerika
Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan alasan tentang keniscayaan etika bisnis
sebagai berikut.
o Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis
memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang
dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti
nama bai kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada
umumnya.
o Kedua, bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan
menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis
mensyaratkan etika, disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam
pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis.
o Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang berhasil
adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia
memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.
Perubahan nilai-nilai masyarakat dan tuntutan terhadap dunia bisnis mengakibatkan adanya
kebutuhan yang makin meningkat terhadap standar etika sebagai bagian dari kebijakan bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
https://faridsetiawan021.wordpress.com/2015/05/13/etika-bisnis_gambaran-umum-profesi-
pelaku-bisnis-tanggung-jawab-moral-dan-sosial-bisnis/
http://rainyviolet.blogspot.co.id/2011/10/teori-etika-dan-prinsip-etis-dalam.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi
https://feelinbali.blogspot.co.id/2013/09/tugas-etika-bisnis-pengertian-bisnis.html
https://faridsetiawan021.wordpress.com/category/etika-bisnis/